Anda di halaman 1dari 5

PEMIKIRAN TOKOH-TOKOH BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

AYU UTAMI

Ayu utami atau Justina ayu utami adalah seorang aktivis jurnalis,novelis dan sastrawan
kebangsaan Indonesia .Ayu utami lahir di Bogor,jawa barat,21 November 1968.Saat ini usia nya
menginjak 51 tahun. Ayahnya bernama Johanes Hadi Sutaryo dan ibunya bernama Bernadeta
Suhartina. Ia berasal dari keluarga Katolik.Pendidikan terakhirnya S1 Sastra Rusia dari fakultas
Sastra Universitas Indonesia .  Ia juga pernah sekolah Advanced Journalism, Thomson
Foundation, Cardiff, UK (1995)  dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999).

Ayu Utami pernah bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang memasok senjata dan bekerja di
Hotel Arya Duta sebagai guest public relation sebelum menjadi wartawan di
majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R.Setelah penutupan Tempo, Editor dan Detik
pada masa orde baru, ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes
pembredelan. Kini ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Novelnya
yang pertama, Saman, (1998) mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap
memberikan warna baru dalam sastra Indonesia.Novelnya yang berjudul Saman tersebut
memenangkan sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga
tahun novel Saman terjual 55 ribu eksemplar.Berkat novel yang berjudul Saman pula beliau
mendapatkan Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas
di Den Haag, Belanda yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang
budaya dan pembangunan.

KARIER AYU UTAMI

 Wartawan lepas Matra


 Wartawan Forum Keadilan
 Wartawan D&R
 Anggota Sidang Redaksi Kalam
 Kurator Teater Utan Kayu
 Pendiri dan Anggota Aliansi Jurnalis Independen
 Peneliti di Institut Studi Arus Informasi

KARYA KARYA AYU UTAMI

A. Novel Ayu Utami


    1. Saman  (1998)

Saman merupakan novel pertama dari Ayu Utami . Dalam Interviewnya Ayu mengatakan bahwa
latar belakang Saman adalah adanya ketidak adilan terhadap kaum perempuan. Di dalam
novelnya sendiri selain unsur – unsur sex yang Ayu Utami masukkan, ia juga menjuruskan
keprihatinannya pada kerasnya represi  Orde Baru.

Ayu Utami sudah banyak mengkritik dan merasakan ketidakadilan mengenai bagaimana
perempuan dianggap rendah dan tabu untuk menyuarakan perasaan seksualnya. Ia ingin
kesamaan hak yang didapat kaum adam dan hawa karena pada masanya  perempuan ditekankan
oleh sistem patriarkis yang membuat Ayu merasa gelisah.

“Seks itu pangkal ketidakadilan yang menimpa perempuan,” kata Ayu Utami kepada Deutsche
Welle.

Dalam interviewnya bersama Klub Buku dan Film SCTV, Ayu menunjukkan ketidak adilan itu
dalam bentuk bahasa. Ia berkata bahwa, “…sebagai bangsa kita ingin tampak bermoral, tapi
malah melampaui batas dan justru malah tidak adil.”

Latar belakang lain terciptanya SAMAN juga erat hubungannya dengan politik. Di masa Orde
Baru kekuatan politik adalah mutlak. Segalanya hampir digerakkan oleh pemerintah.Sebagai
seorang wartawan Ayu banyak mengalami berbagai pengalaman yang tidak dapat dimuat dalam
dunia jurnalistik. Dibalik kesuksesan pembangunan Soeharto, banyak sekali penindasan dan
ketidak adilan yang melanggar HAM. Media habis di bredel, kantor – kantor penerbitan banyak
yang dipaksa untuk tutup. Ia bersama teman – teman sesama wartawan selalu berhadapan dengan
rezim militer.  Ayu Utami mengakui bahwa ia mendengar dan mengetahui dengan detail Banyak
orang – orang yang diculik, terdapat korban mulai dari petani, PNS, hingga pejabat tinggi.
Pemeritah tidak mengizinkan wartawan menulis yang sebenarnya. Maka untuk melawan semua
itu Ayu menggunakan  sastra dan menciptakan SAMAN.

Perempuan perlu memperjuangkan diri agar memiliki hak/perlakuan yang sama dan dilindungi
secara sama.  Ayu mengungkapkan bahwa pemikiran yang sebaliknya malah akan melahirkan
peraturan untuk kaum perempuan. Seperti peraturan dilarang keluar malam. Ia ingin perempuan
dilindungi dengan nilai – nilai masyarakat. Bukan dilindungi oleh laki – laki yang membuat
perempuan dipandang sebagai objek. Sehingga perempuan dapat keluar malam tanpa butuh
perlindungan kaum laki – laki.

Ayu mengkritik orang – orang terutama pejabat yang menyelesaikan segalanya dengan uang.
Jika kita melihat kebelakang, pada masa Orde Baru praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) tumbuh dengan amat sangat subur di kalangan pejabat. Banyak pejabat – pejabat
yang korupsi dan memanfaatkan jabatan mereka untuk memberi peluang keluarganya. 

Ayu utami adalah tipe perempuan yang menolak terhadap kultur  patriarki. Ia hidup dalam
lingkungan yang dimana posisi perempuan tersudutkan dan seringkali dianggap lemah. Hal
inilah yang menjadi pokok permasalahan ayu untuk menentang patriarki.  Ia ingin perempuan
mempunyai haknya dalam segala bidang. Cotoh jelasnya adalah dalam dunia sastra yang digeluti
Ayu itu sendiri.

Ayu mengungkapkan  bahwa orang – orang  mempunyai cara pandang yang salah itu yang
menjadikan ketidak adilan bagi kaum perempuan. Pandangan bahwa perempuan itu makhluk
lemah, kurang mampu, emosional, harus dilindungi, sehingga tidak mampu memutuskan sendiri
dan karenanya harus dipimpin. Itu semua berawal dari pemahaman yang salah mengenai
sekualitas. Semua usaha untuk meringkus perempuan itu berlindung di balik alasan untuk
melindungi atau memuliakan perempuan.
 2.  Larung (2001)

Larung merupakan novel dwilogi kelanjutan dari novel saman,semula novel ini ingin dijadikan
novel berjudul Lailla Tak Mampir di New York.Melalui novel ini, Ayumengajak para
pembacanya untuk dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan
yang sengaja ditawarkan melalui perjuangan para tokohnya dalam memaknai hidup dan berjuang
mencari jati dirinya serta upaya para tokoh dalam memcapai kedudukan dan tujuan hidupnya.

    3. Bilangan Fu (2008)

Bilangan Fu merupakan novel trilogy  yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer


Gramedia pada tahun 2008. Novel ini bercerita tentang persahabatan yang melibatkan cinta
segitiga dan petualangan dengan latar belakang Pegunungan Kapu di pantai Selatan Jawa.
    4. Manjali dan Cakrabirawa (2010)

Manjali dan Cakrabirawa merupakan kelanjutan dari novel Bilangan Fu , Serial ini mengisahkan
petualangan Marja, Yuda, dan Parang Jati menghadapi berbagai misteri lokal di Nusantara.
Sementara Bilangan Fu mengangkat tema alam gaib di kawasan Pacitan, kini Manjali dan
Cakrabirawa menyingkap misteri yang tersembunyi di salah satu candi di sekitar perbatasan
Jawa Tengah dan Jawa Timur dan kaitannya dengan pembunuhan massal di fajar kekuasaan
Orde Baru.

B. Kumpulan Esai
   1. Si Parasit Lajang (2003)

C. Biografi
    1. Cerita Cinta Enrico (2012)
    2. Soegija: 100% Indonesia (2012)
PENGHARGAAN AYU UTAMI

1. Pemenang  Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun


    1998 untuk novelnya Saman
2. Prince Claus Award dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di
    Den Haag, tahun 2000
3. Penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2008 untuk novelnya Bilangan Fu

Anda mungkin juga menyukai