Ni Made Wikandina Putri; Ni Putu Putri Prasista; Ni Wayan Widya Astuti; I Gede Doni
Suryawan
Program Magister Linguistik, Wacana Naratif
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana
PENDAHULUAN
Diskriminasi adalah suatu bentuk sikap dan perilaku yang melanggar hak asasi
manusia (Ihromi, 2007:07). Diskriminasi terhadap perempuan telah terjadi terutama dalam
kekerasan. Diskriminasi terhadap perempuan terjadi karena adanya persepsi kekuatan
perempuan di bawah laki-laki masih ada dalam berbagai aspek seperti pendidikan,
lingkungan pekerjaan, lingkungan keluarga dan sebagainya. Hal ini menjadi sebuah unsur
kebudayaan yang dimana masyarakat mempercayai kendali tunggal oleh laki-laki dalam
banyak bidang sehingga menimbulkan ketidaksetaraan kesempatan bagi perempuan untuk
maju dalam bidang-bidang tersebut. Kebudayaan inilah yang disebut budaya patriaki. Budaya
patriarki yang semakin marak di masyarakat membuat perempuan lebih rentan mendapatkan
perbuatan yang tidak mengenakkan dengan berbagai tindak kekerasan. Masalah diskriminasi
kaum perempuan tidak hanya menjadi masalah dalam realitas kehidupan, tetapi juga menjadi
isu yang tergambarkan dalam karya sastra khususnya karya sastra cerpen. Hal ini karena
karya sastra merupakan hasil dari pemikiran seorang pengarang yang dituangkan ke dalam
sebuah karya yang sering kali berisi tentang fenomena-fenomena sosial budaya. Keberadaan
karya sastra berdampingan dengan dunia realitas, maka apa yang terjadi dalam kenyataan
sering kali menjadi inspirasi bagi pengarang untuk menggambarkan kembali dalam karya
sastra yang diciptakannya.
Pada Cerpen tersebut diceritakan ada seorang gadis bernama Luh Sasih berusia 18
tahun, yang dijodohkan dengan seorang juragan kaya raya bernama Jero Rancag. Demi
menghormati ayahnya secara terpaksa Luh Sasih menerima lamaran dari Jero Rancag.
Fenomena diskriminasi pada cerpen ini terjadi ketika Luh Sasih dipaksa untuk melayani
nafsu Jero Rancag. Namun, hal menarik disajikan pengarang yang mana Luh Sasih
melakukan perlawanan dalam bentuk perdebatan yang membahas perjuangan seorang
perempuan.
Hal serupa terdapat pada cerpen Pesta Tubuh karya pengarang ternama yaitu Oka
Rusmini juga menceritakan mengenai diskriminasi terhadap kaum perempuan. Pengarang
yang getol menonjolkan fenomena-fenomena perempuan juga dituangkannya dalam cerpen
ini. Secara lebih khusus kehidupan perempuan Bali pada masa penjajahan Jepang menjadi
seting terhadap karyanya. Tokoh utama yaitu Ida Ayu Telaga adalah seorang anak perempuan
yang mengalami keganasan seksual kaum Jepang hingga berujung pada kematian. Ia bersama
anak lainnya yang berusia di bawah 15 tahun dikurung dalam kamar berukuran 3 x 4 meter
persegi. Cerpen ini diperoleh dari Buku Kumpulan Cerpen Sagra yang dikarang oleh Oka
Rusmini yang diterbitkan kembali pada tahun 2013 dengan menyajikan 13 cerpen.
Fenomena diskriminasi terhadap perempuan yang terjadi pada cerpen ternyata juga
banyak terjadi di kehidupan nyata, seperti adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
kawin paksa, hingga pemerkosaan. Fenomena tersebut seringkali menimpa kaum perempuan
yang dianggap tidak memiliki kekuatan. Contoh nyata dari fenomena diskriminasi tersebut
dapat kita lihat dari pemberitaan di media sosial, seperti misalnya kasus kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) yang baru-baru ini hangat dibicarakan menimpa salah satu penyanyi
dangdut terkenal di Indonesia yakni Lesti Kejora. Kekerasan yang dialami oleh penyanyi
Lesti dilakukan oleh suaminya sendiri yakni Rizky Billar. Kekerasan tersebut terjadi karena
Lesti mengetahui perselingkuhan suaminya. Lesti mengalami banyak luka di sekujur
tubuhnya akibat dibanting, dipukul, hingga dicekik oleh suaminya Rizky Billar. Hal serupa
juga dialami salah satu public figure terkenal yakni Manohara Odelia Pinot yang akrab
dipanggil Mano. Mano yang kala itu berusia 17 tahun menikah dengan seorang pangeran asal
Malaysia yakni Tengku Fakhry. Kekerasan yang diterima oleh Mano juga sangat
memprihatinkan, seperti dipaksa untuk berhubungan intim oleh suaminya sewaktu haid,
disiksa dengan disundut rokok hingga dipaksa untuk hamil. Banyaknya luka sayatan pada
sekujur tubuh Manohara pada saat itu menandakan betapa tragisnya kekerasan yang diterima
oleh Manohara.
Feminisme berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan (tunggal) untuk
memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Ratna, 2015:18).
Feminisme merupakan kesadaran terhadap ketidakadilan gender yang menimpa kaum
perempuan, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Feminisme sebagai jembatan untuk
menuntut persamaan hak antara perempuan dengan laki-laki. Feminisme bertujuan untuk
memperoleh kesetaraan gender yang diperoleh melalui gerakan untuk menolak segala sesuatu
yang mendiskriminasi wanita.
Feminisme sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum
perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri
penindasan dan eksploitasi tersebut. Feminisme bukanlah perjuangan emansipasi wanita di
depan laki-laki dan ideologi patriaki saja, tetapi terhadap berbagai bentuk ketidakadilan
(Fakih, 1996: 99).
Berdasarkan fenomena yang terjadi pada karya sastra dapat dikaitkan ke dalam
kehidupan masyarakat saat ini, serta memberikan cerminan khususnya bagi para perempuan
di kehidupan bermasyarakat. Cerpen-cerpen ini memiliki manfaat bagi pembaca sebagai
pencerahan sekaligus pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan kawin paksa, menekan
dan menomorduakan perempuan, serta mendukung perlindungan hak asasi kaum perempuan.
Karya sastra cerpen dibedah dengan teori sastra feminis sangat menarik jika dikaitkan
dengan mengkontruksikan pemahaman filsafat ilmu kedalamnya. Oleh karena filsafat ilmu
berusaha menjelaskan masalah-masalah dimulai dari suatu konsep dan pernyataan, sehingga
dapat dinyatakan sebagai ilmiah. Hal ini juga terjadi pada karya sastra. Semua pengetahuan
yang diketahui oleh seorang pengarang merupakan wujud konkrit yang tentu dapat dilihat dan
dirasakan, sehingga mampu ia tuangkan ke dalam khazanah karya sastra. Dengan demikian,
keberadaan teori sastra feminisme dipandang sangat relevan dengan banyaknya fenomena
diskriminasi terhadap perempuan khususnya pada karya sastra, dikarenakan dapat memenuhi
ketiga kaidah hal mendasar dalam filsafat yaitu ontologis, epistemologi dan aksiologi. Ketiga
hal tersebut berkaitan dalam membangun ilmu filsafat feminisme dengan perjuangan tokoh
perempuan guna melawan penindasan, kekerasan, diksriminasi dan sebagainya.
keluar dari rumahnya dan tidak boleh berbicara dengan banyak orang. kasus
diskriminasi ini menghasilkan tingkatan hubungan antar individu yang lain dengan
masyarakat sekitar pasca konflik yang terjadi, biasanya terdapat fase adaptasi → fase
sosialisasi antar individu yang lain dan → fase pengelolaan konflik dengan cara
KESIMPULAN
Dari analisis yang telah dilakukan terhadap karya sastra cerpen yang mengandung tema
gerakan sastra feminisme dengan mengakitkan filsafat ilmu kedalamnya. Maka filsafat
menelaah objek kajiannya atas tiga sudut pandang yaitu ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Berdasarkan hal tersebut ketiga aspek itu dapat dilihat sebagai berikut.
a. Ontologi
Berdasarkan pemahaman landasan ontologi maka dapat dipahami bahwa objek
fenomena-femomena sosial yang terjadi pada kehidupan nyata dan karya sastra yang
penulis baca, yaitu terdapat fenomena diskiriminasi dan penindasan terhadap kaum
wanita, selain pada karya sastra, dikehidupan nyata pun tidak jarang ditemukan kasus-
kasus seperti ini, seperti tidak membiarkan para perempuan untuk bersosialisasi
kepada masyarakat dan kasus para perempuan-perempuan dimasyarakat tidak jarang
juga ditemukan kekerasan fisik yang dialaminya.
b. Epistemologi
Landasan epistemologi merupakan pengembangan ilmu dalam titik
penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam
memperoleh kebenaran. Dengan adanya fenomena kekerasan, diskriminasi, dan
pemaksaan pada karya sastra maupun kehidupannya nyata, maka muncullah gerakan
feminisme yakni gerakan untuk memperoleh kesetaraan gender, menolak segala
sesuatu yang mendiskriminasi wanita. Maka dibuktikan bahwa sudah ada yang
mengkaji dalam kajian sastra feminisme dengan teori sastra feminisme.
c. Aksiologi
Landasan aksiologi yakni nilai. Dalam hal ini karya sastra cerpen Luh Mano, Kaung
Bedolot, dan Pesta Tubuh dengan mengedepankan nilai yang berkenaan dengan
etika perbuatan manusia dalam tindakan kekerasan, diskriminasi dan pemaksaan.
Jika ditinjau dari suatu kondisi maka ini merupakan kebermanfaatan karya sastra
cerpen-cerpen tersebut dengan mengaiktkan kontruksi filsafat ilmu memberikan
siraman jasmani maupun rohani, serta patut dijadikan cerminan bagi generasi muda
khususnya kaum perempuan yang berhak melakukan gerakan feminisme untuk
mencapai kesetaraan gender, melawan budaya patriaki, memperjuangkan hak
perempuan dalam berbagai bidang terutama pendidikan, hak di tempat kerja, dan
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour. 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Isnami, Heri. 2021. “Upacara Sati Dan Opresi Terhadap Perempuan Pada Puisi “Sita” Karya
Sapardi Djoko Damono: Kajian Sastra Feminis”. Dialektika Jurnal Bahasa, Sastra,
dan Budaya. 8 (2). Jakarta: Fakultas Sastra dan Bahasa Universitas Kristen Indonesia
Mulyadi, Budi. 2018. “Menyibak Citra Perempuan dalam Cerpen “Maria” ( Sebuah Kajian
Sastra Feminisme )”. Humanika Jurnal. 25 (2). Semarang: Program Studi Bahasa dan
Kebudayaan Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro
Nilawijaya, Rita dan Awalludin. 2021. “Perspektif Gender dalam Novel Bekisar Merah
Karya Ahmad Tohari: Kajian Sastra Feminis dan Implementasinya dalam
Pembelajaran Sastra di SMA”. Silampari Bisa: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa
Indonesia, Daerah, dan Asing. 4 (2). Lubuklingau: LP4MK STKIP PGRI
Lubuklingau
Ratna, I Nyoman Kutha. 2015. Teori, Metode, dan Teknik Penulisan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sugihastuti dan Suharto. 2010. Kritik Sastra Feminis, Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar