Anda di halaman 1dari 10

KETIDAKADILAN GENDER DALAM CERPEN DIGITAL KOMPAS

BERJUDUL WADON KARYA DINDA PRANATA : KAJIAN FEMINISME

Nova Dwi Pamungkas


122011133049

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk ketidakadilan gender
yang terjadi dalam cerpen digital berjudul Wadon karya Dinda Pranata. Perbedaan
gender dalam cerpen ini dipengaruhi oleh adanya tradisi juga stereotipe masyarakat
mengenai perempuan yang sudah bersuami. Kesenjangan gender ini membuat kaum
perempuan tidak mendapatkan kesetaraan sehingga timbul ketidakadilan. Teori yang
digunakan adalah teori kritik sastra feminis. Teori ini mengarahkan fokus analisis
kepada perempuan. Kajian feminisme ini bertujuan untuk meningkatkan kedudukan dan
derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan dan derajat laki-laki.
Perbedaan gender ini juga melahirkan kekerasan dan penindasan terhadap hak-hak
perempuan. Budaya yang ada menjadikan perempuan selalu berada di kelas dua setelah
laki-laki.
Kata Kunci : Ketidakadilan Gender, Feminisme, Cerpen.

Abstract
This study aims to describe the forms of gender injustice that occur in a digital short
story entitled Wadon by Dinda Pranata. Gender differences in these short stories are
influenced by traditions as well as societal stereotypes regarding women who are
already married. This gender gap makes women not get equality so that injustice arises.
The theory used is the theory of feminist literary criticism. This theory directs the focus
of the analysis to women. This feminism study aims to improve the position and degree
of women to be equal or equal to the position and degree of men. These gender
differences also gave birth to violence and oppression of women's rights. The existing
culture makes women always in the second grade after men.
Keywords : Gender Injustice, Feminism, Short Stories.

PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan hasil kreativitas manusia yang merefleksikan ide, pikiran, dan
perasaan yang dimilikinya. Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang
mengambil inspirasi dari kehidupan manusia. Karya sastra tidak mungkin lahir dari
kekosongan budaya. Menurut Ratna (2005:312), hakikat karya sastra adalah rekaan atau
yang lebih sering disebut imajinasi. Imajinasi dalam karya sastra adalah imajinasi yang
berdasarkan kenyataan. Imajinasi tersebut juga diimajinasikan oleh orang lain.
Meskipun pada hakikatnya karya sastra adalah rekaan, karya sastra dikonstruksi atas
dasar kenyataan.

Berdasarkan bentuknya karya sastra dibagi menjadi tiga jenis, yaitu puisi, drama dan
prosa, dan bentuk prosa ada dua diantaranya adalah cerpen dan novel. Cerpen
merupakan suatu bentuk karangan dalam bentuk prosa fiksi dengan ukuran relatif
pendek, yang dapat selesai dibaca dengan waktu yang singkat, artinya tidak
membutuhkan waktu yang panjang dalam membacanya (Hidayati, 2013). Selain dari
buku, cerpen juga dapat dijumpai di internet seperti halnya dalam cerpen digital yang
ada di website kompas. Kompas merupakan surat kabar nasional yang tidak hanya
menyajikan berita-berita aktual saja namun juga menghadirkan karya-karya sastra yang
ditulis oleh para pembacanya.

Salah satu cerpen digital yang menarik untuk dikaji ialah cerpen berjudul Wadon yang
ditulis oleh Dinda Pranata. Dalam cerita pendek ini banyak memaparkan mengenai
feminisme yang sering terjadi di masyarakat hingga saat ini. Feminisme merupakan
kesadaran terhadap ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan, baik dalam
keluarga maupun masyarakat. Feminisme sebagai jembatan untuk menuntut persamaan
hak antara perempuan dengan laki-laki. Tujuan feminisme adalah meningkatkan derajat
dan menyetarakan kedudukan perempuan dengan laki-laki.

Cerpen berjudul Wadon ini menceritakan mengenai bagaimana seseorang wanita yang
harus tunduk dengan keluarganya terutama pada suaminya. Perempuan dilarang bekerja
dengan alasan bekerja adalah sesuatu hal yang hanya boleh dilakukan oleh laki-laki
sedangkan perempuan sebagai istri bertugas untuk melayani suami dan mengerjakan
pekerjaan rumah saja. Hal ini menunjukkan terjadinya ketidakadilan gender antara laki-
laki dengan perempuan. Maka dari itu penelitian ini dibuat untuk menghilangkan
sterotipe masyarakat terhadap perempuan yang harus selalu tunduk kepada suaminya.
Sejatinya perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Maka dari itu tidak
boleh ada pembedaan antara keduanya.
TEORI

Kritik sastra feminis merupakan salah satu ragam kritik sastra yang memanfaatkan
kerangka teori feminisme dalam menginterpretasi dan memberikan evaluasi terhadap
karya sastra. Kritik sastra feminis mengarahkan fokus analisisnya kepada perempuan.
Teori ini muncul sebagai studi yang amat penting dalam ilmu sastra sejak dekade 60-an.
Kritik sastra feminis bersumber dari suatu gerakan politik, yang disebut feminisme.
Feminisme bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan hak dan menghapuskan segala
bentuk diskriminasi atas dasar jenis kelamin. Menurut Goefe ia berpendapat bahwa
feminis adalah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik,
ekonomi, dan sosial atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta
kepentingan perempuan (Sugihastuti, 2008:18).

Kajian feminisme bertujuan untuk meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan


agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Menurut Endaswara
(2003:148), dominasi pria terhadap perempuan telah mempengaruhi kondisi sastra lain:
(1) konvensi sastra didominasi oleh kekuasaan pria, sehingga perempuan selalu berada
pada posisi berjuang terus-menerus ke arah kesetaraan gender, (2) perempuan selalu
dijadikan objek kesenangan sepintas oleh laki-laki, (3) perempuan adalah figur yang
menjadi bunga-bunga bangsa, sehingga sering terjadi tindak asusila pria, seperti
pemerkosaan dan sejenisnya yang akan memojokkan perempuan pada posisi lemah.

Kritik sastra feminis ini mengutamakan pengarang perempuan. Di samping itu, kritik ini
menantang dan menentang gagasan, pandangan tradisional dan mapan kaum laki-laki
terhadap sifat dasar perempuan, dan bagaimana kaum perempuan merasa, berpikir, dan
bertindak serta bagaimana kaum perempuan pada umumnya dalam menanggapi
kehidupan. Dengan demikian, kritik feminis ini mempermasalahkan sangkaan dan
dugaan terhadap kaum perempuan yang dibentuk oleh kaum laki-laki. Kritik feminis ini
tidak sedikit pun membiarkan kecenderungan kaum laki-laki menjerumuskan kaum
perempuan untuk berperan menjadi tokoh yang diremehkan.

Selain menggunakan teori feminisme sebagai landasan kajian, penelitian ini juga
menggunakan metode deskriptif. Menurut Moleong (2012: 12), penelitian deskriptif
yaitu menggunakan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.
Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan akan menjadi kunci terhadap apa
yang akan diteliti. Peneliti menggunakan kutipan data sebagai gambaran dalam
menyajikan sebuah laporan yang utuh. Kutipan tersebut kemudian akan dideskripsikan
dengan jelas sehingga dapat menemukan unsur feminisme yang terdapat dalam cerpen
ini.

HASIL & PEMBAHASAN

Cerpen Wadon karya Dinda Pranata ini merupakan salah satu cerpen digital yang
terdapat diakses bebas di internet. Wadon diambil dari bahasa Jawa yang berarti
perempuan. Selaras dengan judulnya cerita pendek ini mengangkat cerita yang
menunjukkan bagaimana seseorang perempuan dalam realitas kehidupan saat ini.
Permasalahan yang diangkat ialah mengenai feminisme. Feminisme merupakan
permasalahan umum yang seringkali terjadi dalam masyarakat yang dengan tidak
sengaja selalu dianggap sesuatu hal yang remeh.

Sri Asih merupakan tokoh utama perempuan yang ada dalam cerita ini. Ia merupakan
seseorang gadis cantik yatim piatu yang berasal dari keturunan darah biru.
Lingkungannya yang taat akan tradisi itu memaksakannya untuk menjadi wanita sejati
yang bekerja sebagai abdi laki-laki, memiliki buah hati dan mengatur jalannya logistik.
Cita-citanya sejak SMA agar bisa mengais rezeki dipatahkan oleh keluarganya yang
sudah menjodohkannya sejak lama dengan laki-laki yang juga dari keturunan darah
biru. Keinginan besarnya itu tidak pernah disetujui oleh keluarganya dan juga suaminya.
Setelah dinikahkan, sang suami juga tidak pernah mengizinkannya untuk bekerja.
Menurutnya bekerja ialah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh laki-laki
sedangkan wanita atau istri hanya bertugas mengurus rumah. Hal ini menunjukkan
bahwa seorang istri haruslah patuh terhadap suaminya, dan laki-laki berhak mengatur
istrinya.

Di era modern seperti ini masyarakat masih terpengaruh dengan pemikiran lama bahwa
kodrat istri adalah untuk melayani suami saja. Masyarakat beranggapan bahwa laki-laki
adalah tokoh utama yang memegang kekuasaan penuh dan dapat memilih apapun yang
ia ingin lakukan. Sedangkan wanita hanya menjadi bawahan laki-laki serta tidak punya
hak atas dirinya sendiri, wanita harus berada di lingkungan domestik dan mengatur
semua kebutuhan dalam rumah tangga. Fenomena seperti ini perlu diangkat dengan
tujuan ada perbaikan pada peran wanita sebagai mahluk yang sederajat dengan laki-laki.

1. Perempuan Dalam Belenggu Tradisi

“Setelah menikah dengan Den Mas dan Anda tinggal di rumah keluarganya itu.
Ya, memang pahit rasanya memendam asa untuk berkuliah tapi terjebak dalam
tradisi yang belum sepenuhnya runtuh. Apa yang nenek Anda sampaikan serupa
dengan Romo—panggilan untuk bapak Den Mas—yang menyayangi Anda,
beliau selalu menasehati, ”Nduk, wong wadon iku kudu manut karo bojo. Ben
uripe bejo lan ora rekoso.” (Nak, perempuan itu harus mengikuti apa kata
suami. Supaya hidupnya beruntung dan tidak menderita).”

Kutipan cerpen diatas menunjukkan adanya pembedaan antara laki-laki dengan


perempuan. Pembedaan tersebut dinamakan ketidakadilan gender (gender
inequality) yang sudah menjadi budaya dalam sebuah masyarakat. Istri
memiliki kedudukan sebagai bawahan atau pembantu suami bukan sebagai mitra
yang sejajar. Tradisi yang mengikat dalam lingkungan ini membuat perempuan
seolah dipenjara sehingga tidak dapat membebaskan dirinya untuk melakukan
apa yang dia mau seperti bekerja atau melanjutkan pendidikannya. Jika dilihat
kenyataan tersebut sangat tragis dan memilukan. Kenyataan tersebut harus terus
disikapi perempuan dengan kata sabar, amal mulia, dan kewajiban sehingga
penolakan-penolakan yang masif akan memperburuk kualitas kehidupan
perempuan serta menganggu kehidupan perempuan secara utuh.

Dalam kutipan tersebut juga memperlihatkan bagaimana seorang perempuan


yang selalu harus taat dengan keluarga dan tradisinya. Wanita terus dipaksa
untuk tunduk sepenuhnnya pada suaminya. Bahkan jika tidak maka hidup wanita
tersebut hidupnya tidak akan beruntung dan menderita. Nasihat seperti itu sering
dilontarkan oleh para orangtua atau nenek-nenek kita pada zaman dahulu bahkan
hingga saat ini.
Pada dasarnya kebijakan politik, budaya, adat istiadat telah menggeser sedikit
cara pandang upaya perempuan menyejajarkan diri dengan laki-laki. Walaupun
berbagai tantangan, hambatan terus menjadi bagian dalam upaya pemenuhan
hak-hak dasar perempuan. Tuntutan-tuntutan tersebut terus berkembang menjadi
peran kultural. Secara tidak langsung, peningkatan angka statistik tentang
partisipasi perempuan berarti peningkatan beban kerja perempuan pada
umumnya. Perempuan selalu saja dihadapkan dengan pilihan yang sulit
mengenai kehidupannya, terbelenggu aturan-aturan yang secara terus-menerus
menghantuinya.

Sejatinya perempuan berhak untuk terus meraih cita-citanya setinggi langit dan
terbebas dari semangat kultur yang menempatkan perempuan di kelas kedua.
Bukan hanya kekerasan terhadap perempuan yang membutuhkan perlawanan
oleh semua, namun peran kultural yang telah usang pula harus dilawan. Bukan
hanya oleh perempuan, tapi oleh sistem, kebijakan yang setara
dan dimulai dari pola pikir yang adil. Seharusnya tradisi seperti dalam cerpen ini
perlu diperbaiki agar tidak terjadi pembedaan hak antara laki-laki dengan
perempuan.

2. Tuntutan Perempuan Dalam Rumah Tangga

”Sejatinya kita ini wadon, Nduk. Wong Wadon sing artine abdine bojo. Jadi,
kita harus mengabdi pada suami termasuk menuruti kata suami,” jelas Kanjeng
Ibu dengan tutur yang halus dan lembut. Sekali lagi Anda cuma bisa menuruti
apapun yang diperintahkan suami atau Kanjeng Ibu tanpa membantah.

Kutipan cerpen diatas jelas menunjukkan bahwa sejatinya wanita dalam rumah
tangga adalah hanya mengabdi kepada suami. Sri Asih sebagai istri dibatasi oleh
kehendak suaminya. Sebagian besar masyarakat berpandangan bahwa
perempuan haruslah patuh terhadap suami. Setelah menikah maka perempuan
menjadi tanggung jawab suaminya. Segala sesuatu yang akan dikerjakan
haruslah atas izin suami.

Pandangan seperti ini justru menimbulkan ketidakadilan pada perempuan.


Memang benar jika seorang wanita sudah dipersunting maka tanggung jawab
orangtua perempuan sudah diberikan kepada laki-laki. Perempuan memang
sudah sewajarnya mengabdi pada laki-laki namun perempuan juga bebas untuk
mengekspresikan dirinya meskipun dia sudah berumahtangga sekalipun.

”Apa ini Sri?” tanya Den Mas dengan nada tinggi, ”Opo kowe mau kerja!
Kowe tahu statusmu iki opo!” bentak Den Mas sekali lagi. Ratna hanya bisa
menundukkan kepala dan mundur satu langkah ke belakang.

”Bukan begitu Kang Mas, aku hanya ingin membantu. Rasanya tidak ada yang
salah dengan wanita yang bekerja membantu suami,” kata Anda.

”Ini tidak bisa dibenarkan, Sri. Kowe itu wadon!” seru Den Mas. Anda hanya
mengangguk dan mengiyakan. ”Yen kowe ngerti. Bukan sudah jelas wadon itu
tugasnya apa. Wadon iku abdine bojo, Sri. Aku masih kepala rumah tangga dan
kewajiban menafkahi keluarga itu aku, bukan kowe.” Den Mas menunjuk
dadanya sendiri.

Dalam kutipan cerpen diatas Sri Asih dengan keras dilarang untuk bekerja oleh
suaminya. Ia terus dipaksa untuk hanya melakukan pekerjaan rumah tangga saja
sedangkan Sri Asih ingin membantu suaminya itu. Jika dilihat saat ini banyak
wanita yang juga bekerja untuk membantu suaminya namun dalam hal ini Sri
Asih tetap tidak diperbolehkan bekerja karena harta dari sang suami dan
keluarganya masih cukup untuk kehidupannya. Sebenarnya tidak ada salahnya
jika seorang istri membantu suami untuk bekerja namun jika seorang perempuan
bekerja maka dia juga harus tetap mengingat kewajiban lainnya yang ada
dirumah.
Menjadi ibu rumah tangga merupakan pekerjaan yang sangat mulia. Bahkan ada
anggapan bahwa perempuan menitih pendidikan tinggi adalah hal yang sia-sia
sebab tidak dapat mengaplikasikan ilmunya karena hanya akan berakhir menjadi
ibu rumah tangga. Cerita ini mengilustrasikan bagaimana perempuan terus saja
dihadapkan pada persoalan peran kultural mengenai perempuan ideal yang saat
ini telah mampu berkontribusi secara nyata dalam pembangunan.

Dalam cerpen ini selain terdapat ketidakadilan gender yang sangat menonjol, cerpen ini
juga menyampaikan kritik sosial terhadap masyarakat saat ini. Kritik tersebut adalah
pandangan masyarakat yang selalu berpusat pada perbedaan gender. Seperti cara
pandang masyarakat yang memandang manusia berdasarkan jenis kelaminnya. Sejak
dahulu, laki-laki dan perempuan selalu dibedakan. Hal ini terjadi mungkin karena daya
tahan tubuh atau perannya dalam masyarakat, padahal baik perempuan atau pun laki-
laki keduanya memiliki peran dan fungsi masing-masing, baik dalam keluarga ataupun
masyarakat.

Namun pada kenyataannya, perempuan seringkali kehilangan haknya sebagai


perempuan. Perempuan dituntut menjadi istri dan ibu yang baik, sedangkan haknya
sebagai perempuan kurang diperhatikan seperti dalam cerpen ini. Awalnya Sri Asih
sang tokoh utama harus memendam keinginannya untuk bekerja dan menjadi ibu rumah
tangga yang baik bagi suaminya saja. Namun pada akhirnya ketika kondisi dalam
keluarganya memburuk maka sang suami juga keluarganya mulai mengizinkan Sri Asih
untuk bekerja membantu suaminya. Dari cerita tersebut juga memberikan amanat
kepada kita bahwa wanita bekerja bukanlah sebuah kesalahan. Dalam keluarga istri
memang harus menuruti perintah suaminya namun suami juga tidak diperbolehkan
untuk melanggar hak-hak istri sebagai manusia. Wanita juga memiliki hak yang sama
seperti laki-laki. Wanita berhak mengekspresikan dirinya dengan lingkungannya.

SIMPULAN

Berdasarkan dengan hasil analisis yang telah diuraikan diatas mengenai bentuk
ketidakadilan gender dalam cerita pendek berjudul Wadon. Maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa ketidakadilan yang dilakukan kepada sosok Sri Asih dimana
dia harus mengorbankan dirinya untuk menjadi abdi bagi sang suami. Ia harus
merelakan dirinya untuk tidak bekerja bahkan tidak melanjutkan pendidikan tinggi
karena tradisi keluarganya. Adanya hal seperti ini tentunya menimbulkan pembedaan
antara laki-laki dan perempuan. Perempuan juga memiliki hak yang sama seperti laki-
laki mereka berhak untuk mengekspresikan dirinya meskipun sudah memiliki suami.
Belenggu tradisi dan budaya sudah seharusnya diperbaiki agar perempuan-perempuan
dapat memperoleh haknya kembali sebagai manusia seutuhnya. Perempuan sudah
selayaknya melayani suaminya namun perempuan juga tidak boleh diperlakukan
sebagai pembantu untuk suaminya.

Daftar Pustaka

Angger Wiji Rahayu. 2015. “Perempuan Dan Belenggu Peran Kultural.”


https://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/perempuan-dan-belenggu-
peran-kultural, diakses pada tanggal 05 Juli 2022

Arian Ariani. 2021. “Kajian Feminis Dalam Novel Dwilogi Padang Bulan dan Cinta Di
Dalam Gelas Karya Andrea Hirata.” Skripsi. Pendidikan Bahasa Indonesia,
Universitas Muhammadiyah Mataram, Mataram.

Aulia Nurkholifah dan Ferina Meliasanti. 2021. “Kajian Feminisme dalam Cerpen
“Mak Ipah dan Bunga-bunga” Karya Intan Paramaditha dalam Kumpulan Cerpen
Sihir Perempuan.” Jurnal NUSA volume (16) nomor 3, hlm. 220-232.

Dewi Kusuma dan Tato Nuryanto. 2019. “Feminisme dalam Cerpen Rambutnya
Juminten Karya Ratna Indaswari Ibrahim.” Jurnal Indonesian Language
Education and Literature volume (4) nomor 2, hlm. 240-256.

Dinda Pranata. 2022. “Wadon.”


https://www.kompas.id/baca/cerpen-hiburan/2022/02/05/wadon, diakses pada
tanggal 04 Juli 2022
Iit Kurnia, A. Totok Priyadi, Agus Wartiningsih. 2013. “Kajian Feminisme Dalam
Novel Secuil Hati Wanita Di Teluk Eden Karya Vanny Charisma W..” Jurnal
Khatulistiwa volume (2) nomor 7, hlm. 1-10.

Ira Arianti. 2020. “Analisis Kajian Struktural dan Nilai Moral Dalam Cerpen
"GUGATAN" Karya Supartika.” Jurnal Parole volume (3) nomor 3, hlm. 369-
376.

Khairul Hasni. 2015. “Perjalanan Panjang Perempuan Dalam Budaya.”


https://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/perjalanan-panjang-
perempuan-dalam-budaya, diakses pada tanggal 05 Juli 2022

Mentari Asih Lina Ayu Safitri. 2017. “Kajian Feminisme Terhadap Novel Perawan
Remaja Dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer.” Jurnal
Khatulistiwa volume (6) nomor 10, hlm. 1-10.

Ratna Asmarani. 2017. “Perempuan Dalam Perspektif Kebudayaan.” Jurnal Sabda


volume (12) nomor 1, hlm. 8-16.

Wiyatmi. 2012. Kritik Sastra Feminis : Teori dan Aplikasinya dalam Sastra Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Anda mungkin juga menyukai