Muyassaroh
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46 Tulungagung
Telepon: 081230247666, Pos-el: nachrowi.muyas@gmail.com
Abstrak
Ideologi familialisme adalah ideologi yang menempatkan perempuan hanyalah sebagai istri dan ibu
yang baik. Akibatnya, kedudukan dan peran perempuan dalam masyarakat semakin terpinggirkan
karena mereka diharuskan tinggal di rumah. Para perempuan dituntut untuk memberikan pelayanan
terbaik pada keluarganya sesuai kodratnya, yaitu istri dan ibu yang baik. Mereka pun diharuskan
tunduk dan patuh kepada suaminya sebagai akibat adanya ideologi familialisme ini. Novel-novel
Indonesia telah banyak mengungkapkan dominasi laki-laki atas perempuan diakibatkan ketimpangan
gender. Pendekatan yang digunakan adalah perspektif feminisme yang fokus pada masalah dominasi
laki-laki atas perempuan sebagai akibat adanya ideologi familialisme yang terdapat dalam masyarakat.
Sumber data penelitian ini adalah empat novel Indonesia. Metode penelitian yang digunakan, yaitu
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ideologi familialisme yang menjadi penyebab
terpinggirkannya perempuan dalam novel-novel Indonesia, meliputi kesediaan dipoligami, kepatuhan
mutlak istri pada suami, bergantung pada laki-laki, dan berkewajiban mengasuh anak. Perempuan
diberikan tanggung jawab besar pada keluarganya telah dijadikan jebakan untuk mengendalikan
hidup mereka oleh pihak lain.
Kata kunci: dominasi, ideologi familialisme, diskriminasi perempuan, feminism
Abstract
Familism is an ideology that places women only as good wives and mothers. As a result, the
position and role of women in society are increasingly marginalized because they are required
to stay at home. They are required to provide the best service to their families according to
their nature, i.e., good wives and mothers. Furthermore, they are also required to submit and
obey their husband as a result of this ideology. Indonesian novels have revealed a lot about
the dominance of men over women due to gender inequality. The approach used was based
on a feminist perspective that focuses on the problem of male domination over women as a
result of the familialism ideology that exists in society. This research employed four Indonesian
novels as data sources. The method used was descriptive qualitative. The results of this research
indicated that the ideology of familialism that causes the marginalization of women in
Indonesian novels includes the willingness to be polygamous, the wife’s absolute obedience to
her husband, dependence on men, and the obligation to take care of children. Women who are
given great responsibilities to their families have been used as traps to control their lives by
others.
Keywords: domination, familialism ideology, discrimination against women, feminism
185
, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 18 Nomor 2 Edisi Desember 2021 (185—201)
186
Muyassaroh: Dominasi Ideologi Familialisme terhadap Diskriminasi Perempuan pada Novel-Novel Indonesia
fokus analisisnya pada perempuan (Sugihastuti Indonesia yang menganut patriarki. Akibatnya,
dan Suharto, 2016). Perempuan-perempuan dominasi dari pihak laki-laki sangat kuat karena
yang ditampilkan pengarang dalam karya sastra budaya patriarki tadi menciptakan sebuah
mengalami ketidakadilan, diskriminasi, dan konstruksi sosial bahwa perempuan adalah
kekerasan sebagai akibat adanya relasi gender pihak yang lemah dan bisa disakiti, baik hati
atau tidak. Hal inilah yang mendasari cara kerja atau fisiknya (Sakina dan A, 2017). Kiprah
kritik sastra feminis, yaitu ketidakadilan gender perempuan menjadi sangat terbatasi akibat
yang dialami tokoh-tokoh perempuan dalam pembatasan peran dalam sektor domestik.
karya sastra. Tujuan utama kritik feminis adalah Perempuan yang ditampilkan hanya memiliki
menganalisis relasi gender, situasi ketika keahlian di bidang domestik, seperti menjahit,
perempuan berada dalam dominasi laki-laki. memasak, menyetrika, mengasuh anak adalah
Melalui kritik sastra feminis ini, diharapkan keahlian perempuan. Penempatan perempuan
dapat membongkar opresi atau penindasan seperti ini sekaligus menegaskan eksistensi
terhadap perempuan yang terdapat dalam karya ideologi familialisme pada masyarakat
sastra (Humm,1986). Indonesia. Ideologi familialisme adalah ideologi
Sejak dulu hingga sekarang, novel-novel yang menempatkan perempuan hanyalah
Indonesia mengangkat persoalan gender sebagai anak, istri, dan ibu yang baik.
sebagai pusat penceritaan berdasarkan Keberadaan ideologi ini dianggap sebagai
perspektif penulisnya masing-masing. Para jebakan yang memaksa perempuan
penulis novel-novel tersebut menampilkan dikendalikan laki-laki. Sebagai seorang anak,
sosok perempuan dengan dua citra, yaitu perempuan diharuskan patuh pada orang
perempuan yang mengalami diskriminasi dan tuanya; sebagai istri, perempuan dituntut untuk
perempuan mandiri, merdeka, yang terbebas berhias sehingga bisa melayani dengan baik
dari kekangan laki-laki (Muyassaroh, 2017). suaminya, dan sebagai ibu, perempuan
Selain itu, tokoh perempuan yang ditampilkan diamanahi merawat dan melindungi anak-
pengarang dalam beberapa novel menunjukkan anaknya (Ginting, 2019). Jika peran itu dapat
bahwa masih ditemukan adanya prasangka dilakukan dengan baik berarti perempuan
gender sehingga menimbulkan ketidakadilan. tersebut dikatakan anak, istri, dan ibu yang baik.
Prasangka gender adalah anggapan atau Sebaliknya, jika tidak dapat dipenuhi
dugaan-dugaan yang dibuat oleh masyarakat perempuan itu pun dijuluki sebagai perempuan
yang dianggap sebagai kodrat Tuhan. buruk, jahat, dan pembangkang.
Masyarakat berpandangan bahwa perempuan Berdasarkan pandangan di atas, penelitian
adalah manusia kelas dua yang selalu ini berusaha menyelidiki akibat dari adanya
terbelakang dari laki-laki dalam hal apapun ideologi familialisme terhadap tokoh-tokoh
(Purnamasari, Priyadi, dan Susilowati 2006). perempuan yang diceritakan dalam novel-novel
Dengan adanya prasangka gender ini, akhirnya Indonesia. Penelitian tentang ideologi
menempatkan perempuan terbatas pada sektor familialisme dalam novel Indonesia masih jarang
domestik, yaitu mengurus rumah tangga dan dilakukan. Penelitian sebelumnya dilakukan
mengasuh anak, sedangkan ranah publik oleh Wiyatmi dengan judul “Feminisme dan
menjadi urusan laki-laki (Sugihastuti dan Dekonstruksi terhadap Ideologi Familialisme
Suharto, 2016). Pengklasteran semacam ini dalam Saman Karya Ayu Utami”. Hasil
justru menjadikan perempuan-perempuan penelitian itu menunjukkan bahwa tokoh-tokoh
Indonesia kehilangan jati diri dan harkat dalam novel Saman memiliki kesadaran untuk
martabat sebagai insan independen. melakukan dekonstruksi terhadap kemapanan
Kelanggengan diksriminasi yang dialami ideologi familialisme yang telah mengakar pada
perempuan-perempuan juga merupakan imbas masyarakat Indonesia. Keberadaan ideologi
dari tradisi, kultur, atau budaya masyarakat tersebut telah menyebabkan ketidakadilan
187
, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 18 Nomor 2 Edisi Desember 2021 (185—201)
gender. Ideologi ini memandang bahwa peran 2019). Adapun metode deskriptif adalah metode
utama laki-laki adalah sebagai penguasa rumah yang menganalisis data yang terkumpul berupa
tangga yang memiliki hak-hak istimewa dan kata-kata dan gambar, bukan angka (Moleong,
otoritas dalam keluarga sehingga memaksa istri 2013). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan
harus tunduk kepadanya. Sementara itu, peran jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
utama perempuan adalah di sekitar rumah pertimbangan bahwa sumber data utama penelitian
tangga sebagai istri dan ibu yang baik (Wiyatmi, ini adalah kata-kata dan tindakan yang selebihnya
2003). adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Penelitian lain ditulis oleh Yulianeta yang Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
berjudul “Hegemoni Ideologi Gender dalam adalah kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis
Novel Era Reformasi: Telaah atas Novel berpandangan bahwa ketidakadilan gender yang
Saman, Tarian Bumi dan Tanah Tabu”. Fokus dialami perempuan diakibatkan konstruksi sosial
penelitian tersebut adalah hegemoni ideologi dalam masyarakat yang menempatkan laki-laki
gender dalam novel Indonesia era reformasi. lebih dominan daripada perempuan (Nugraha,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2020). Penelitian ini berusaha membongkar
ketidakadilan gender yang diterima oleh dominasi laki-laki atas perempuan yang tercermin
perempuan Indonesia disebabkan oleh dalam novel-novel Indonesia. Para tokoh
dominansi ideologi partriarki dan familialisme perempuan dalam novel-novel Indonesia
dalam masyarakat. Kultur atau budaya mengalami inferioritas disebabkan oleh ideologi
masyarakat telah menempatkan peran dan familialisme yang menempatkan perempuan
kedudukan perempuan terbatas pada ranah terbatas perannya sebagai istri dan ibu yang baik.
domestik, yaitu ibu rumah tangga, istri dan ibu Sumber data dalam penelitian ini berupa
yang baik. Hal itu bagian dari kodrat novel-novel Indonesia yang memuat ideologi
perempuan dan menjalankan fungsi reproduksi familialisme yang kuat. Dari studi pustaka
perempuan (Yulianeta, 2016). Oleh karena itu, ditentukan empat buah novel yang digunakan
sebagai istri yang baik perempuan harus dapat sebagai sumber data, yaitu Sitti Nurbaya,
mendampingi suami untuk mencapai cita-cita Salah Asuhan, Layar Terkambang, dan Bumi
hidup. Perempuan dituntut untuk senantiasa Manusia. Sementara itu, data penelitian ini
menaati dan mematuhi suaminya. berupa teks, kalimat, kata-kata, dan wacana
Dari beberapa penelitian sebelumnya, yang menunjukkan ketimpangan gender antara
belum ada yang membahas mendalam terkait laki-laki dan perempuan yang terdapat dalam
dominasi ideologi familialisme terhadap novel-novel Indonesia sebagai akibat adanya
diskriminasi perempuan dalam novel-novel ideologi familialisme dalam masyarakat.
Indonesia. Perempuan-perempuan tersebut Metode pengumpulan data adalah studi
semakin terpinggir karena diharuskan tinggal di dokumentasi. Teknik pengumpulan data
rumah dan tunduk dikendalikan laki-laki dilakukan dengan langkah: 1) membaca empat
sebagai penanggung jawab mereka (ayah atau novel yang dijadikan sumber data secara
suami). keseluruhan, 2) mengidentifikasi data bagian-
bagian dari novel yang menunjukkan dominasi
METODE PENELITIAN tokoh laki-laki terhadap perempuan dalam
Penelitian ini termasuk jenis penelitian novel, 3) mengklasifikasi data yang telah
kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian diperoleh untuk selanjutnya diseleksi menjadi
kualitatif dipilih didasarkan atas tujuan penelitian data terpilih yang kemudian akan dianalisis.
yang berusaha menggambarkan atau Teknik analisis data yang digunakan adalah
memaparkan fenomena kehidupan masyarakat model analisis Miles dan Huberman yang terdiri
dalam wujud kata-kata (Farida dan Andalas, dari (1) penyeleksian data, (2) pemaparan data,
188
Muyassaroh: Dominasi Ideologi Familialisme terhadap Diskriminasi Perempuan pada Novel-Novel Indonesia
dan (3) penarikan kesimpulan (Moleong, atau budaya masyarakat yang menganut
2013). ideologi familialisme. Adanya ideologi
familialisme ini telah membatasi ruang gerak
HASIL PENELITIAN DAN perempuan sehingga berhasil memaksa mereka
PEMBAHASAN berdiam di rumah. Figur mereka ditentukan dari
Tokoh utama perempuan dalam novel- kepatuhan terhadap tradisi atau budaya yang
novel Indonesia mengalami diskriminasi sebagai diemban masyarakat untuk menjadi anak, istri,
akibat dominasi laki-laki atas diri mereka. dan ibu yang baik. Dominasi ideologi
Perbuatan tersebut dilakukan oleh tokoh laki- familialisme yang terdapat dalam novel-novel
laki dalam novel karena didukung legitimasi adat Indonesia digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 1
Dominasi Ideologi Familialisme terhadap Diskriminasi Perempuan
No Novel Ideologi Familialisme Keterangan
1 Sitti Nurbaya Kesediaan dipoligami Rapiah terpaksa menerima dimadu
suaminya karena takut disiksa.
Alimah menolak sehingga
mengajukan cerai.
2 Salah Asuhan Rapiah menerima diceraikan Hanafi
agar bisa menikahi kekasihnya,
Corrie
3 Bumi Manusia Nyai Ontosoroh dengan statusnya
sebagai nyai terpaksa menerima
kebiasaan Tuan Mellema yang
gemar berselingkuh
4 Sitti Nurbaya Taat dan patuh mutlak pada Sitti Nurbaya memberontak
suami perlakuan buruk suaminya
kepadanya
5 Layar Terkembang Tuti menolak seorang perempuan
terlalu tunduk pada laki-laki.
6 Salah Asuhan Rapiah menerima segala caci maki
dan penghinaan kepada dirinya
sebagai bagian ketaatan seorang
istri
7 Bumi Manusia Nyai Ontosoroh mematuhi semua
perintah Tuan Mellema termasuk
ketika ditunjuk mengelola bisnis
mereka
189
, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 18 Nomor 2 Edisi Desember 2021 (185—201)
190
Muyassaroh: Dominasi Ideologi Familialisme terhadap Diskriminasi Perempuan pada Novel-Novel Indonesia
perempuan dan kemenakannya. Akan tetapi, Alimah langsung meminta cerai begitu
adat di sana sangat memuliakan kaum mengetahui suaminya telah menduakannya. Ia
bangsawan sehingga mereka sering menolak dipoligami sehingga langsung minta
memanfaatkan untuk mengambil keuntungan ditalak cerai. Sanitut-Hariyadi menjelaskan
sebesar-besarnya. Tradisi itu adalah jemputan “perempuan tidak menghendaki poligami
yang mengharuskan pihak perempuan karena poligami sering menjadi penyebab
memberikan harta atau uang kepada mempelai perceraian dan kekerasan terhadap perempuan
laki-laki. Melalui tradisi inilah, laki-laki dalam keluarga. Secara umum, perceraian
bangsawan mencari penghidupan tanpa bersumber pada munculnya perempuan lain.
bekerja. Agar harta mereka banyak otomatis Biasanya istri tidak berdaya untuk menghalangi
harus memiliki istri yang banyak pula. niat poligami suaminya dan ia pun tidak mau
Kesempatan ini dimanfaatkan untuk kawin menerima adanya madu atau istri kedua. Hal
berkali-kali seperti yang dilakukan oleh Sutan ini yang memicu konflik antara suami istri
Hamzah pada kutipan di atas. sehingga berujung pada penganiayaan
Praktik poligami yang dilakukan mayoritas (Sugihastuti dan Suharto, 2016).
laki-laki bangsawan Minangkabau pada Penolakan terhadap kehadiran istri baru
akhirnya mendapat tentangan dari perempuan yang berujung pada kekerasan terjadi pada
modern-reformis. Mereka menggugat legitimasi tokoh Rapiah dalam novel Sitti Nurbaya
adat dan agama yang memperbolehkan laki- berikut.
laki beristri banyak. Persoalan yang digugat “Sakitnya yang sebenarnya tiada
adalah perempuan juga harus diperbolehkan kuketahui. Kata setengah orang demam-
bersuami banyak jika laki-laki saja boleh beristri demam saja dan kata setengahnya batuk
banyak. Pendapat ini tidak lantas ditafsirkan darah. Ada pula yang mengatakan sakit
sebagai tuntutan poliandri, tetapi harus diartikan dalam badan. Khabarnya, semenjak ia
sebagai penolakan poligami. Tokoh Alimah berkelahi dengan suaminya, sebab ia
dalam Sitti Nurbaya berani mengajukan cerai marah, Sutan Hamzah kawin dengan
setelah mengetahui suaminya istrinya yang baru ini, tiadalah bangun lagi,
mempermadukannya. sampai kepada waktu mautnya, karena ia
“Pada suatu hari tatkala aku berjalan- kena terjang suaminya itu.” (Rusli,
jalan dengan makku, pada malam hari di 2008:230)
pasar Kampun Jawa kelihatan olehku
suamiku itu sedang berjalan-jalan Kekerasan yang dialami Rapiah adalah
bersuka-sukaan membeli apa-apa dengan akibat dari pertengkaran dengan suaminya yang
maduku itu. Ketika kulihat mereka dipicu oleh kehadiran perempuan lain. Ia
gelaplah mataku, tak tahu lagi, apa yang meninggal dunia karena dipukuli suaminya,
kuperbuat. Kata ibuku, aku terus tetapi disayangkan tidak ada seorang pun yang
memburu perempuan itu, lalu menghela berani menuntut suaminya itu. Bahkan, tindakan
rambut dan bajunya sambil memaki- kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga
makinya, sehingga berkelahilah kami di itu sengaja ditutup-tutupi seperti kutipan di atas.
tengah orang banyak, bergumul dan Semua itu terjadi karena masih rendahnya
bertarik-tarikan rambut. Setelah kami kesadaran hukum masyarakat apalagi
dipisahkan orang, kuberi malulah suamiku mengingat posisi perempuan yang lemah (
itu dengan perkataan yang keji-keji, serta Meiyenti dan Syahrizal, 2014; Ariani, 2015).
kukatakan ia bukan laki-laki, kalau tidak Praktik poligami yang terjadi di
berani menceraikan daku. Itulah sebabnya Minangkabau dilegalkan hukum adat dan
maka di pasar itu juga dijatuhkannya talak agama saat itu. Budaya masyarakat sana sangat
kepadaku.” (Rusli 2008:251) kuat diwarnai ajaran agama Islam apalagi
191
, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 18 Nomor 2 Edisi Desember 2021 (185—201)
poligami diperbolehkan dalam Islam. Hal itu Kutipan di atas menunjukkan kegeraman
berakibat pada tingkat poligami atau beristri Darsam terhadap perlakuan buruk Tuan
lebih dari satu di Minangkabau termasuk paling Mellema terhadap Nyai Ontosoroh, tuannya.
tinggi pada zaman itu. Oleh karenanya, banyak Selama ini, tuannya tersebut memendam sakit
kalangan khususnya kaum perempuan menolak hati atas tidakan suaminya yang gemar bermain
karena dianggap menyengsarakan perempuan. perempuan. Lima tahun Nyai Ontosoroh harus
Ketidakberdayaan perempuan justru menahan sakit hati tanpa bisa berbuat apa-apa.
dialami oleh Rapiah, tokoh perempuan dalam Statusnya sebagai istri menuntutnya untuk
novel Salah Asuhan yang justru diceraikan mengikuti semua kemauan suaminya, termasuk
sepihak oleh suaminya demi menikahi kekasih berselingkuh.
lamanya. Keberadaan ideologi familialisme telah
“… Selagi Rapiah masih muda tentu memaksa para tokoh perempuan dalam novel-
akan besar pengharapannya akan novel Indonesia untuk menerima semua
bersuami lagi. Ananda tidak akan sampai tindakan suami mereka. Para istri tersebut
hati untuk menghalangi maksudnya yang dituntut untuk menjadi istri yang baik, yaitu bisa
demikian, bahkan ananda sertailah melayani suami termasuk menuruti semua
mengharap-harap supaya ia segera keinginannya. Tokoh Rapiah dalam Sitti
mendapat suami yang sepadan dengan Nurbaya dan Rapiah dalam Salah Asuhan
keadannya.” (Muis, 2015:159) adalah bukti nyata bahwa mereka dipaksa
untuk mengikhlaskan suaminya berpoligami dan
Hanafi menceraikan Rapiah, istrinya, demi diceraikan suaminya agar bisa bersama
bisa menikahi Corrie. Sejak awal menikah, ia perempuan lain. Begitu pun pada Nyai
hanya menganggap istrinya itu sebagai istri Ontosoroh yang dipaksa menerima kelakuan
pemberian ibunya. Maka dari itu, ia sering suaminya yang meniduri banyak perempuan.
memperlakukan istrinya secara keji. Hanafi Pada akhirnya, perempuan harus bersedia
merasa istrinya itu tidak sepadan dengannya dipoligami jika mau disebut perempuan yang
sehingga perlakuannya pun seperti kepada baik. Laki-laki atau suami telah diberikan hak-
pembantunya. Ia pun dengan berani hak istimewa sehingga hidup istrinya pun
menceraikan istrinya hanya melalui surat kepada dikendalikan olehnya (Wiyatmi, 2003).
ibunya agar membiarkan Rapiah kembali ke Sebagai istri, perempuan harus memperhatikan
rumah ayahnya. Perbuatan Hanafi tersebut keinginan suaminya meskipun keinginan
menandakan dominasi suami terhadap istri yang tersebut akan menyakiti dirinya, seperti yang
bisa menceraikan istrinya sesuka hatinya. dialami para tokoh perempuan pada novel-
Dalam roman Bumi Manusia, Nyai novel yang dianalisis (Khairani dan Gafari,
Ontosoroh menerima pelecehan dari suaminya 2020).
berupa kebiasaan suaminya itu mengunjungi
rumah bordil. Ia pun terpaksa menerima Tunduk dan Patuh Mutlak pada Suami
perlakuan tersebut bertahun-tahun. Kultur masyarakat Indonesia
“Sundal-sundal Babah Ah Tjong,” mengharuskan seorang istri taat dan patuh
desis Darsam. “Lima tahun Tuan bersarang kepada suami. Begitupun dengan masyarakat
di sini. Mati di sini juga. Mati di sarang Minangkabau yang terkenal sebagai masyarakat
sundal. Uh, Tuan. Tuan Mellema! Lima religius pastinya ketaatan seorang istri pada
tahun Nyai menahan geram. Sampai suami ini ditekankan. Hal ini karena Islam
matinya dia tidak peduli. Manusia mewajibkan seorang istri menaati suaminya.
sampah!” Darsam meludah ke lantai. Dalam novel Salah Asuhan ketaatan seorang
(Toer, 2002:240) istri ditunjukkan tokoh Rapiah. Kehadirannya
192
Muyassaroh: Dominasi Ideologi Familialisme terhadap Diskriminasi Perempuan pada Novel-Novel Indonesia
sebagai istri ditolak oleh suaminya karena perempuan Islam terhadap kepada
mencintai perempuan lain. suaminya. Lalu ia berkata bahwa
“Rapiah sudah kehilangan gentar atau martabatnya terlalu tinggi, akan membuat
malu, memperlihatkan rupa secara itu misbruik atas kelemahan perempuan itu.”
pada sahabat-sahabat suaminya. (Muis, 2015:90)
Sekiranya ia tidak akan mengambil
anaknya yang menangis secara itu, tentu Meskipun harga dirinya sebagai
diupaj atau dipaksa pun ia tak mau perempuan atau istri diinjak-injak oleh Hanafi,
menunjukkan muka kepada tamu suaminya, Rapiah tetaplah menaruh hormat
suaminya, teristimewa keluar dari dapur kepadanya. Baginya, suaminya dianggap
dengan keadaan serupa itu. sebagai junjungan karena diketahuinya posisi
……………………………… dirinya yang kecil, hina, dan bodoh.
Sambil meretakkan anak itu ke Kepatuhan mutlak sebagai seorang istri
tangan ibunya, dikatailah istrinya di muka yang digambarkan melalui tokoh Rapiah ini
teman-temannya dengan segala nista dan ditentang oleh tokoh perempuan pada novel
penghinaan, hingga ketiga tamu itu menjadi Sitti Nurbaya dan Layar Terkembang. Tokoh
resah dan tidak berketentuan rasa lagi.” Sitti Nurbaya berani memutuskan ikatan
(Muis, 2015:101) pernikahannya sejak ayahnya meninggal dunia.
“Sekarang ayahku telah mati, barulah
Rapiah sudah terbiasa menerima caci maki senang hatimu bukan? Akan tetapi pada
dan penghinaan dari suaminya sejak ia waktu inilah pula, aku terlepas dari
menerima lamaran dari bibinya yang notabene tanganmu hai bangsat! Aku dulu menurut
ibu dari suaminya itu. Sejak awal suaminya kehendakmu karena hendak membela
hanya menganggapnya sebagai istri ayahku supaya jangan sampai engkau
‘pemberian’. Oleh karena itu, kehadirannya penjarakan dia. Sekarang ayahku tidak
tidak dikehendaki sehingga ia pun dilarang ada lagi, putus pula sekalian tali yang
menampakkan diri di hadapan teman suaminya. mengikatkan aku kepadamu. Janganlah
Ia pun pasrah menerima perlakuan buruk engkau harap aku akan kembali
sampai ada teman suaminya yang kepadamu. Manusia yang sebagai engkau
menyangkanya ‘babu’ di rumah itu. Namun, ia tidak layak bagiku.” (Rusli, 2008:183)
memberanikan diri muncul di hadapan teman
suaminya itu ketika mendapati anaknya Sitti Nurbaya merasa muak dengan
menangis keras. Karena perbuatannya ini, ia perbuatan Datuk Maringgih yang telah
pun menerima caci maki dari suaminya yang menjebak ayahnya dengan utang agar dapat
menjatuhkan harga dirinya sebagai perempuan. menikahinya. Sejak menikah dengan Datuk
Rapiah hanyalah simbol perempuan Maringgih, penderitaan hidup senantiasa
Minangkabau yang mengabdikan diri pada menghampirinya. Oleh karena itu, ia pun berani
suami. Semua yang disukai suaminya, harus mengakhiri perkawinannya begitu ayahnya
dibenarkannya. Dengan cemooh diterangkan meninggal dunia. Ia tidak mau memperpanjang
juga segala kewajiban istri terhadap suaminya penderitaannya dengan menjadi budak
dalam Islam, kemudian dilanjutkan bahwa suaminya itu. Perlawanan itu sebagai bukti
martabatnya terlalu tinggi sehingga hidup istrinya bahwa sebagai istri ia berhak menentukan
itu dikendalikan olehnya. nasibnya sendiri. Kepatuhan yang mutlak
“Apa yang disukai oleh Hanafi, kepada suami justru akan menjadi jalan
Rapiah harus membenarkan. Dengan ketertindasan perempuan. Hal ini diyakini betul
cemooh diterangkan segala kewajiban oleh tokoh Tuti dalam Layar Terkembang.
193
, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 18 Nomor 2 Edisi Desember 2021 (185—201)
Relasi perempuan dan laki-laki bukan atas menggunakan logika dan akal sehat, bukan
dasar ‘memerintah diperintah’ atau subordinasi, naluri dan perasaan semata-mata. Hal itu
melainkan kesejajaran atau kemitraan. diungkapkannya pada Maria, adiknya, yang
Tuti berani memutuskan pertunangannya terlampau mengikatkan diri pada kekasihnya
dengan Hambali manakala laki-laki itu mulai Yusuf. Cinta Maria yang tidak terkendali akan
mengendalikan hidupnya. membahayakan dirinya sendiri karena dengan
“Belum lagi ia menjadi istri Hambali mudah laki-laki akan mengendalikannya.
dahulu, ia sudah hendak mengatur Kepatuhan sebagai istri juga ditunjukkan
hidupnya. Sudah berhari-hari ia bersedia- oleh Nyai Ontosoroh dalam Bumi Manusia.
sedia menanti temannya, ketua pedoman Akan tetapi, kepatuhan yang diperlihatkannya
besar Putri Sedar dari Bandung. Pada bukan mutlak, melainkan bentuk pengabdian
malam kedatangan teman sepertinya itu seorang istri untuk mengelola harta suami.
benar, Hambali mengajak ia berjalan-jalan Dirinya dipercaya mengelola bisnis keluarga
ke Serang bersua dengan orang tuanya. yang sebelumnya dikendalikan suaminya.
Tentu permintaan ini ditolaknya, ia harus “Tuan kemudian mendatangkan sapi
menyambut temannya itu dahulu, baru juga dari Australia. Pekerjaan
permusyawaratan perkumpulannya lebih semakin banyak. Pekerja-pekerja harus
penting dari itu dan harus diselesaikan harus disewa. Semua pekerjaan di
dahulu. Hambali berkecil hati dan lingkungan perusahaan mulai diserahkan
mengumpatnya mengatakan ia lebih padaku oleh Tuan...”
memerlukan temannya daripada dia dan “Tuan sendiri melakukan pekerjaan
orang tuanya. Dijawabnya dengan tenang di luar perusahaan. Ia pergi mencari
bahwa yang perlu harus diperlukan.” langganan. Perusahaan kita mulai berjalan
(Alisyahbana, 2006:92) baik dan lancar.” (Toer, 2002:132)
194
Muyassaroh: Dominasi Ideologi Familialisme terhadap Diskriminasi Perempuan pada Novel-Novel Indonesia
Penggunaan sosok perempuan dalam tatkala sampai ke rumah, kusut dan keruh
novel sebagai tokoh utama bukan merupakan pula yang dihidangkan oleh anak-istrinya.”
suatu kesalahan. Yang menjadi masalah, (Rusli, 2008:176)
pencintraan terhadap tokoh tersebut kerap
didasari prasangka gender yang menuntut Kutipan di atas menunjukkan peran laki-
oposisi biner dan harus dimenangkan oleh pihak laki sebagai penopang ekonomi keluarga,
laki-laki, sedangkan perempuan sebagai pihak sedangkan perempuan pengelola rumah tangga.
tersubordinasi. Hal ini banyak ditemukan dalam Perempuan ditugasi mengerjakan pekerjaan
karya-karya pengarang tanah air. rumah tangga (sektor domestik), sedangkan
Posisi perempuan yang tidak laki-laki pada ranah publik. Minimnya
mengenakkan ini yang hanya dianggap konco pendidikan yang ditempuh perempuan
wiking atau bayangan laki-laki ditemukan menjadikan mereka bodoh dan terbelakang.
dalam sejumlah karya sastra. Tokoh-tokoh Hal itu tidak terlepas dari paradigma adat yang
perempuan diceritakan bergantung pada laki- mengatakan bahwa jika seorang anak
laki. Menurut Soenarjati-Djajanegara salah satu perempuan pandai membaca dan menulis akan
sikap yang dilabelkan kepada gender feminin menjadikannya jahat. Akibatnya, para orang tua
ialah sikap ketergantungan yang merupakan melarang anak gadisnya menuntut ilmu. Karena
implikasi dari sikap vicarious (melakukan kekurangan intelektualitas inilah, yang
sesuatu bagi orang lain). Lebih lanjut, ia menyebabkan keterkekangan perempuan
mengemukakan dalam nilai-nilai tradisional sebagai akibat keterbatasan pendidikan
Amerika, sifat ini menjadi lumrah karena formalnya.
perempuan dianggap lemah, tidak berdaya, Perempuan akhirnya hanya ditempatkan
tidak mampu bertindak, tidak berinisiatif dan pada sektor domestik (rumah tangga) seperti
sebagainya, yang pada akhirnya memupuk memasak, mengurus anak sebagai akibat
sikap ketergantungan. Perempuan pada keterbatasan pendidikan mereka. Mereka
akhirnya harus bergantung pada suami, anak tidak mampu bersaing dengan laki-laki untuk
laki-laki, dan suaminya. Ketergantungan bekerja di sektor publik. Bahkan pekerjaan
tersebut dapat berupa ketergantungan ekonomi, domestik ini tidak digaji dan dianggap bukan
sosial, status, mental, dan sebagainya pekerjaan. Padahal beban kerja mereka lebih
(Sugihastuti and Saptiawan, 2010). berat dan panjang. Perempuan yang bodoh,
“Terlebih-lebih bagi laki-laki yang dalam arti tidak berpendidikan, cenderung
harus membanting tulang untuk bersifat pasif dan menyerah saja pada kemauan
memperoleh penghidupannya,” kata pihak di atasnya, yaitu laki-laki. Karena mereka
Samsu,”sangat berharga kesenangan berpandangan bahwa hidup mereka bergantung
dalam rumah itu, karena bila ia pulang dari pada laki-laki sebagai pemberi nafkah. Sebagai
pekerjaannya dengan lelah payah, dan istri ia hanya berdiam diri di rumah dan tidak
didapatinya di dalam rumahnya pelipur berperan dalam upaya pencarian sumber daya
laranya, niscaya berobatlah lelahnya dan ekonomi bagi keluarga. Keuangan dan
dengan riang hatilah ia pada keesokan kekayaan yang dihasilkan dari kerja para
harinya menjalankan pekerjaannya yang suaminya. Mereka ini mengalami
berat itu. Dengan demikian, tiadalah akan ketergantungan secara ekonomi.
dirasakannya keberatan pekerjaannya itu Ketergantungan secara ekonomi juga
dan tetaplah sehat badannya serta panjang terjadi pada tokoh Rapiah dalam novel Salah
umurnya. Asuhan. Dalam novel tersebut diceritakan
Bila tidak ada yang seperti ini Rapiah hanya disibukkan dengan pekerjaan
sengsaralah kehidupannya. Sesudah ia rumah tangga.
menderita kelelahan dalam pekerjaannya,
195
, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 18 Nomor 2 Edisi Desember 2021 (185—201)
196
Muyassaroh: Dominasi Ideologi Familialisme terhadap Diskriminasi Perempuan pada Novel-Novel Indonesia
persepsinya, pernikahan akan membuat Maria menyusui, dan mendidik anak (Munir, 1999).
sibuk dan tidak akan menganggur lagi sehingga Berdasarkan hal ini, ibu bertanggung jawab
bekerja tidak akan perlu baginya. mengasuh anaknya.
Ketidaktergantungan pada suami juga “Jadi pekerjaan dan kewajiban kita
ditunjukkan tokoh Nyai Ontosoroh dalam pula, ialah mengandung dan menyusukan
novel Bumi Manusia. Sejak dinikahi oleh Tuan anak; kepada anak, memelihara,
Mellema, ia terlibat dalam mengembangkan membesarkan dan mengajari dia.” (Rusli,
usaha milik suaminya itu. 2008:247)
“Perusahaan semakin besar. Tanah
bertambah luas. Kami dapat membeli “Diam! Bawa anak itu ke belakang.
hutan liar desa di perbatasan tanah kita. Angkat teh ke kebun!”
Semua dibeli atas namaku. Belum ada, …………………
sawah atau ladang pertanian. Setelah “Ambillah anak itu, nanti habis
perusahaan menjadi begitu besar, Tuan napasnya sebab mencabik arang!” kara
mulai membayar tenagaku, juga dari Hanafi kepada Rapiah sekali lagi, seolah-
tahun-tahun yang sudah. Dengan uang itu olah tidak diindahkannya, bahwa tangan
aku beli pabrik kertas dan peralatan kerja istrinya sedang terikat pada pekerjaan itu.”
lainnya. Sejak itu perusahaan bukan milik (Muis, 2015:99)
Tuan Mellema saja sebagai tuanku, juga
milikku. Kemudian aku mendapat juga Berdasarkan kedua novel di atas, Sitti
pembagian keuntungan selama lima tahu Nurbaya dan Salah Asuhan ditemukan bahwa
sebesar lima ribu gulden. Tuan memelihara anak adalah tanggung jawab
mewajibkan aku menyimpannya di bank seorang ibu. Meski sesibuk apapun, seorang
atas namaku sendiri. Sekarang perusahaan ibu dituntut untuk tetap menjaga anak-anaknya.
dinamai Boerderij Buitenzorg. Karena Pada novel Salah Asuhan, Hanafi marah
semua urusan dalam aku yang menangani, kepada istrinya karena membiarkan anaknya
orang yang berhubungan denganku menangis. Istrinya masih sibuk membuat kue
memanggil aku nyai Ontosoroh, Nyai di dapur justru dihardiknya untuk lekas
Buitenzorg.” (Toer, 2002:135) membawa anaknya ke dapur. Hanafi merasa
bahwa tugas menjaga anak bukan tanggung
Nyai Ontosoroh menunjukkan jawabnya.
kemampuannya dalam mengelola perusahaan Pandangan serupa juga ditunjukkan oleh
milik Tuan Mellema sehingga berkembang tokoh Partadiharja dalam Layar Terkembang.
pesat. Ia melepaskan ketergantungan ekonomi Menurutnya tugas utama perempuan adalah di
dan sosial dari suaminya itu. Melalui kerja dalam rumah, mengelola rumah tangga, dan
kerasnyalah, perusahaan susu itu semakin besar. mengasuh anak.
Sebagai balas jasa, Tuan Mellema pun “Tetapi perubahan suara Tuti itu tiada
memberikan tanah dan keuntungan kepadanya. kentara kepada suami istri itu. Parta terus
Bahkan, ia diakui sebagai pemilik sah berkata, “Nah kalau demikian paling ala
perusahaan itu. ia akan bekerja dua tahun. Kalau ia sudah
bersuami tentu akan tinggal di rumah.
Berkewajiban Mengasuh Anak Itulah kesusahan bagi perempuan.”
Selain sebagai istri yang baik, ideologi (Alisyahbana, 2006:137)
familialisme menuntut perempuan menjadi ibu
yang baik. Perempuan memiliki peran khusus Partadiharja berpandangan bahwa kodrat
yang berkaitan dengan fungsi reproduksinya, perempuan adalah tinggal di rumah. Ia
mulai dari mengandung, melahirkan serta menganggap bahwa aktivitas di luar rumah bagi
197
, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 18 Nomor 2 Edisi Desember 2021 (185—201)
perempuan akan berlangsung selama belum pergeseran signifikan dalam masyarakat. Kalau
menikah. Jika sudah menikah, perempuan sebelumnya perempuan digambarkan pada
bertanggung jawab pada keluarganya. Sesuai posisi lemah yang selalu menerima orang yang
kodratnya, seorang perempuan pasti punya mengendalikannya (ayah atau suami mereka),
naluri keibuan seperti yang ditunjukkan Tuti pada berikutnya mereka berani melakukan
ketika melihat Rukmini, sepupunya yang masih perlawanan. Tradisi yang mengekang mereka
bayi. selama ini, poligami, yang dianggap
Naluri menyayangi ini akan muncul pada menyengsarakan perempuan telah dihapuskan.
setiap ibu seperti ditunjukkan oleh Nyai Sementara itu, tradisi yang mengharuskan
Ontosoroh pada novel Bumi Manusia berikut. perempuan taat dan patuh mutlak kepada suami
“Nyai rasa suhu Annalies mulai naik. mulai bergeser seiring munculnya kemandirian
Anak itu memang jatuh sakit. Dan ibunya pada perempuan. Mereka tidak segan-segan
sangat cemas. melakukan perlawanan jika sebagai pribadi
“Taruh sofa di kantor, Darsam. Biar hidup mereka ditekan dan dikendalikan oleh
aku tunggui sambil bekerja. Jangan lupa pihak lain. Sebagai pribadi yang bebas dan
selimut. Kemudian kau panggil Dokter mandiri, perempuan juga perlahan-lahan
Martinet.” Ia dudukkan anak itu di kursi. melepaskan ketergantungan dari laki-laki baik
“Sabar, Ann, sabar. Cinta benar engkau secara sosial dan ekonomi.
padanya?” Keberadaan ideologi familialisme dalam
“Mama, Mamaku seorang” bisik masyarakat Indonesia mengalami pergeseran
Anna lies. setelah masuknya paham feminisme. Para
“Kau jadi sakit begini, Ann. Tidak, feminis menganjurkan berbagai perubahan
Mama tidak melarang kau mencintai dia. sosial seperti kesamaan hukum antarjenis
Tidak, sayang. Kau boleh kawin kelamin, kesamaan upah (untuk jenis pekerjaan
dengannya, kapan pun kau suka dan dia yang sama), dan kesamaan kesempatan kerja.
mau. Sekarang ini, sabarlah.” (Toer, Berdasarkan hal itu, perempuan melalui usaha
2002:237) kerasnya akan mampu menyamai laki-laki
dengan tidak perlu mengorbankan perkawinan
Dalam novel Bumi Manusia, diceritakan dan peran mereka sebagai ibu hanya untuk
nyai Ontosoroh sangat mencintai putri satu- karier. Betapa pun tingginya karier yang dicapai
satunya, Annalies. Ketika mendapati putrinya oleh seorang perempuan tidak lantas dia harus
tersebut sakit karena merindukan kekasihnya, menolak mencintai dan dicintai oleh laki-laki
Minke, ia pun merawatnya sambil bekerja. Ia atau menolak mengasuh anak. Menurut
meminta Darsam, pembantunya, untuk pandangan feminis liberal, perempuan normal
meletakkan Annalies di sofa agar dapat adalah perempuan yang bermoral, yang
mengawasinya. Bahkan, ia berjanji akan mendahulukan perannya sebagai ibu daripada
merestui keinginan putrinya asalkan bisa kariernya. Mereka juga tidak mengabaikan
sembuh. Kebahagiaan seorang anak menjadi kodratnya sebagai seorang ibu (Emzir dan
prioritas seorang ibu. Rohman, 2015).
Berdasarkan analisis data dan Berkaitan hal itu, perempuan harusnya
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mendudukkan perannya secara seimbang
ideologi familialisme yang terdapat dalam novel- dalam karier/pekerjaan dan kerumahtanggaan.
novel Indonesia adalah kesediaan, dipoligami, Ideologi familialisme yang sebelumnya
taat dan patuh mutlak pada suami, bergantung cenderung mengeksploitasi perempuan perlu
pada laki-laki, dan berkewajiban mengasuh didekonstruksi. Perempuan bukanlah hanya
anak. Keberadaan ideologi ini mengalami pelengkap melainkan mitra laki-laki dalam
198
Muyassaroh: Dominasi Ideologi Familialisme terhadap Diskriminasi Perempuan pada Novel-Novel Indonesia
menjalankan peran sosialnya. Tanggung jawab Alisyahbana, Sutan Takdir. 2006. Layar
mendidik dan mengasuh anak bukan hanya Terkembang. Jakarta: Balai Pustaka.
tugas ibu, melainkan juga ayah. Ariani, Iva. 2015. “Nilai Filosofis Budaya
Matrilineal Di Minangkabau (Relevansinya
SIMPULAN Bagi Pengembangan Hak-Hak
Keberadaan ideologi familialisme Perempuan Di Indonesia).” Jurnal
dianggap sebagai penyebab ketertindasan Filsafat 25 (1): 32–55. https://doi.org/
perempuan dalam novel-novel Indonesia. 10.22146/jf.12613.
Ideologi familialisme adalah ideologi yang Emzir, and Saifur Rohman. 2015. Teori Dan
menempatkan perempuan hanyalah sebagai Pengajaran Sastra. Jakarta: Rajawali
anak, istri, dan ibu yang baik. Keberadaan Press.
ideologi ini menjadikan perempuan semakin Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender Dan
terpinggir karena mengharuskan perempuan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
harus tunduk berada dalam rumah. Ideologi Pustaka Pelajar.
familialisme yang menjadi penyebab Farida, Nur, and Eggy Fajar Andalas. 2019.
terpinggirkannya perempuan dalam novel-novel “Representasi Kesenjangan Sosial-
Indonesia meliputi kesediaan, dipoligami, taat Ekonomi Masyarakat Pesisir Dengan
dan patuh mutlak pada suami, bergantung pada Perkotaan Dalam Novel Gadis Pantai
laki-laki, dan berkewajiban mengasuh anak Karya Pramodya Ananta Toer.”
Keberadaan ideologi ini mengalami KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa,
pergeseran signifikan dalam masyarakat. Kalau Sastra, Dan Pengajarannya (e-
sebelumnya perempuan digambarkan pada Journal) 5 (1): 74–90. https://doi.org/
posisi lemah yang selalu menerima orang yang 10.22219/kembara.v5i1.7447.
mengendalikannya (ayah atau suami mereka), Ginting, Sri Ulina. 2019. “Ideologi Familialisme
pada berikutnya mereka berani melakukan Pada Perempuan Batak Karo Dan
perlawanan. Tradisi yang mengekang mereka Perempuan Jawa Di Desa
selama ini, poligami yang dianggap Purwobinangun (Kajian Wacana Kritis).”
menyengsarakan perempuan telah dihapuskan. Jurnal Serunai Bahasa Indonesia 16 (1).
Sementara itu, tradisi yang mengharuskan https://www.ejournal.stkipbudidaya.ac.id/
perempuan taat dan patuh kepada suami mulai index.php/je/article/view/127/97.
bergeser seiring munculnya kemandirian pada Hayati, Yenni. 2012. “Dunia Perempuan Dalam
perempuan. Sebagai pribadi yang bebas dan Karya Sastra Perempuan Indonesia
mandiri, perempuan juga perlahan-lahan (Kajian Feminisme).” Humanus 11 (1):
melepaskan ketergantungan dari laki-laki baik 85–93. https://doi.org/10.24036/
secara sosial dan ekonomi. Tanggung jawab jh.v11i1.626.
mengasuh anak seharusnya tidak hanya Hearty, F. 2015. Keadilan Gender Perspektif
diserahkan pada ibu saja, tetapi menjadi Feminisme Dalam Sastra Timur
tanggung jawab bersama, ayah dan ibu. Tengah. Jakarta: Yayasan Obor.
Humm, M. 1986. Feminist Criticism. Great
DAFTAR PUSTAKA Britain. The Harvester Press.
Adawiyah, Robiatul, and Laksmi Rachmaria. Kadaryati, Kadaryati. 2015. “Peran Pengarang
2021. “Mitos ‘Kanca Wingking’ Perempuan Dalam Mewujudkan Keadilan
Perempuan Jawa Dalam Film Kartini.” Gender.” Jurnal Bahtera-Jurnal
PANTAREI 5 (02). https:// Pendidikan Bahasa Sastra Dan Budaya
jom.fikom.budiluhur.ac.id/index.php/ 1 (1): 1–11. http://
Pantarei/article/view/746.
199
, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 18 Nomor 2 Edisi Desember 2021 (185—201)
200
Muyassaroh: Dominasi Ideologi Familialisme terhadap Diskriminasi Perempuan pada Novel-Novel Indonesia
201
202