Anda di halaman 1dari 7

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

POTRET PEREMPUAN DALAM NOVEL TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI


(Sebuah Tinjauan Feminisme Sastra)

Andi Sutisno
Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
aksaraabdikata@gmail.com

ABSTRAK
Karya sastra merupakan pengejawantahan kehidupan. Dalam konteks tersebut, karya sastra
dibuat untuk menggambarkan realitas hidup masyarakat, salah satunya adalah kehidupan
perempuan. Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kehidupan perempuan selalu menarik
untuk diangkat ke dalam cerita karya sastra. Tentu saja hal ini memberikan pembelajaran kepada
masyarakat tentang posisi dan peran perempuan itu sendiri dalam kehidupan, baik sebagai
individu maupun kelompok masyarakat. Gerakan feminis memberikan ruang lain dalam
khazanah apresiasi dan kritik sastra. Kritik sastra feminis hadir seiring dengan massifnya gerakan
feminisme itu sendiri. Kajian sastra dengan pendekatan feminisme ini membuka ruang-ruang
interpretasi atas perempuan dalam karya sastra. Novel sebagai salah satu karya sastra yang
berisikan peristiwa-peristiwa dan konflik-konflik yang kompleks, tentunya memberikan keluasan
interpretasi juga, termasuk di dalamnya menginterpretasikan tokoh perempuan dan posisinya
dalam novel tersebut.

Kata kunci: karya sastra, novel, kritik sastra feminis

A. PENDAHULUAN semata-mata hasil dari imajinasi tetapi juga


kontemplasi yang mendalam agar apa yang
Karya sastra merupakan gambaran ditulis dapat dijadikan pelajaran hidup yang
kehidupan yang selalu memberikan nilai- berharga. Dalam prosesnya, karya sastra
nilai kepada masyarakat. Dengan karya yang dibuat oleh sastrawan tidak hanya
sastra, seseorang dapat mengambil banyak membahas nilai sosial dan budaya, tetapi
hal terkait dengan hidup dan kehidupan. juga membahas perjuangan seorang tokoh,
Dengan kata lain, karya sastra tidak hanya baik tokoh perempuan maupun laki-laki.
memberikan kenikmatan dan kepuasan batin, Peran tokoh perempuan dalam sebuah karya
tetapi juga sebagai sarana penyampaian sastra memiliki kontribusi besar, tidak jarang
pesan moral kepada masyarakat atas realitas peran tokoh perempuan ini dideskripsikan
sosial. oleh penulis laki-laki. Dalam konteks
Karya sastra juga berperan tersebut, kajian feminisme sastra berperan
memberikan tuntunan hidup kepada sebagai sebuah pisau analisis untuk
masyarakat. Lumrah kita ketahui bahwa
karya sastra diciptakan oleh sastrawan tidak

53
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

memberikan gambaran tentang kekuatan- analisis kepada perempuan (Sugihastuti,


kekuatan kaum perempuan. 2010: 27). Dalam konteks tersebut, karya
Perempuan adalah sosok yang sastra melibatkan perempuan sabagai bahan
mempunyai dua sisi. Di satu pihak, kajiannya. Bahan kajian di sini tentu saja
perempuan adalah keindahan, pesonanya tidak pada sebatas tokoh perempuan semata
dapat membuat laki-laki tergila-gila tetapi lebih jauh pada bagaimana juga
(Sugihastuti, 2010: 32). Di sisi yang lain, ia penggambaran tokoh perempuan dilihat dari
dianggap lemah. Anehnya, kelemahan itu perspektif tokoh lain. Selain itu, sastrawan
dijadikan alasan laki-laki jahat untuk juga berpengaruh terhadap pemosisian tokoh
mengeksploitasi keindahannya. Bahkan, ada perempuan yang dimunculkan dalam
juga yang beranggapan perempuan itu hina, karyanya.
manusia kelas dua yang walaupun cantik, Feminisme tentu saja berbeda dengan
tidak diakui eksistensinya sebagai manusia emansipasi. Sofia (Sugihastuti, 2007: 95)
sewajarnya. menjelaskan bahwa emansipasi lebih
Novel sebagai salah satu karya sastra berfokus pada keikutsertaan dalam
merupakan sarana atau media yang pembangunan dengan tidak
menggambarkan apa yang ada di dalam mempermasalahkan hak serta kepentingan
pikiran sastrawan. Pada saat sastrawan mereka yang dinilai tidak adil. Sedangkan
memunculkan tokoh perempuan dalam feminisme memandang perempuan memiliki
karyanya, data-data atau informasi yang ia aktivitas dan inisiatif sendiri untuk
kemukakan bisa berasal dari orang lain memperebutkan hak dan kepentingan
maupun dari pengalamannya sendiri. Dalam tersebut dalam berbagai gerakan. Dengan
sebuah novel, banyak ditemukan tokoh kata lain, feminisme merupakan gerakan
perempuan. Dalam persepektif feminisme aktif yang melibatkan segala akal dan
tentu saja ini adalah bahan kajian menarik perbuatan perempuan dalam aktivitasnya di
yang dapat ditelaah oleh para kritikus sastra. tengah-tengah masyarakat.
Peran perempuan dalam karya sastra bisa Sholwalter (Sugihastuti dan Suharto,
ditarik ke dalam peran dan posisi perempuan 2010: 210) menyatakan bahwa dalam ilmu
dalam konteks masyarakat itu sendiri. Hal sastra, feminisme ini berhubungan dengan
ini pula yang mendasari penulis untuk konsep kritik sastra feminis, yaitu studi
menganalisis potret perempuan dalam novel sastra yang memfokuskan studi analisisnya
Tarian Bumi karya Oka Rusmini. Pada novel pada perempuan. Dalam konteks ini, studi
ini banyak melibatkan tokoh perempuan sastra feminis menitikberatkan pada
dengan berbagai kompleksitas hidup yang pemikiran dan perbuatan perempuan dalam
dihadapinya. karya sastra yang kemudian dikomparasikan
dengan realitas kehidupan perempuan dalam
B. KAJIAN TEORETIS kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain,
Feminisme dalam sastra berhubungan studi sastra feminis ingin mendeskripsikan
dengan studi sastra yang mengarahkan fokus

54
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

potret perempuan dalam kehidupan dan karena semua interpretasi dan kesimpulan
karya sastra. yang diambil disimpulkan secara verbal.
Feminisme bukan upaya
pemberontakan terhadap laki-laki, bukan D. PEMBAHASAN
upaya melawan pranata sosial, budaya 1. Peran Ida Ayu Telaga sebagai Anak
seperti perkawinan, rumah tangga, maupun Peran anak sejatinya adalah berbakti
bidang publik. Kaum perempuan pada kepada orang tua. Salah satu perwujudan
intinya tidak mau dimarjinalkan. Menurut bakti anak kepada orang tua dapat berupa
Hannam (Ansori, 2007: 22) dalam kepatuhan dan membantu orang tuanya.
pandangan feminisme peran perempuan Namun kepatuhan anak kepada orang tuanya
memiliki kedudukan yang sama dengan laki- tersebut tidak bersifat mutlak. Dengan kata
laki. Feminisme sendiri muncul karena hak- lain, kepatuhan tersebut akan berlaku
hak kaum perempuan sering manakala hal tersebut tidak bertentangan
dikesampingkan dalam beberapa aspek. dengan hati nurani si anak, namun jika
Perempuan seringkali diposisikan sebagai berseberangan dengan hati nurani si anak,
kaum kelas kedua yang selalu dilabeli nilai-nilai kepatuhan tersebut tidak berlaku.
kelemahan. Padahal, perempuan memiliki Ida Ayu Telaga adalah perempuan
otonomi hak yang tentu saja hak-hak bangsawan yang terlahir dari kasta
tersebut sederajat dengan kaum laki-laki. Brahmana. Kasta Brahmana merupakan
Misal, hak dalam pendidikan, pekerjaan, dan kasta tertinggi dalam sistem kasta di Bali. Ia
pengelolaan rumah tangga. adalah harapan bagi ibunya karena kelak ia
harus menikah dengan laki-laki yang
C. METODOLOGI memiliki nama depan Ida Bagus. Dalam
Metode yang digunakan dalam kehidupan tata adat di Bali kaum bangsawan
penelitian ini adalah metode deskriptif harus menikah lagi dengan kaum
analitik. Sukmadinata (2012: 72) bangsawan. Sehingga, pada saat Ida Ayu
menjelaskan bahwa penelitian deskriptif Telaga menginjak usia menikah, maka laki-
ditunjukan untuk mendeskripsikan gejala- laki yang bernama Ida Baguslah yang harus
gejala yang ada, baik gejala yang bersifat menjadi suaminya. Hal tersebut tampak pada
alamiah atau rekayasa manusia. Adapun kutipan novel Tarian Bumi, 2007: 68.
pengertian pendekatan deskriptif. Menurut Bagi masyarakat Bali, gelar
Arikunto (2010: 3) bahwa penelitian kebangswanan merupakan hal yang sangat
deskriptif adalah penelitian yang dijunjung tinggi. Hal tersebut tidak berlaku
dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, bagi Ida Ayu Telaga. Ia menganggap bahwa
kondisi atau hal lain-lain yang hasilnya gelar kebangswanannya hanya kulit luar
dipaparkan dalam bentuk penelitian. yang melekat pada dirinya saja, tetapi
Laporan hasil penelitian ini berupa kutipan- hakikat diri sebagai manusia bagi Ida Ayu
kutipan dari kumpulan data dengan bahasa Telaga sama saja. Dengan kata lain,
verbal yang cermat sangat dipentingkan menurutnya, semua manusia pada

55
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

hakikatnya memiliki derajat yang sama. Ia luhur. Oleh karena itu, bagi Ida Ayu Telaga
menganggap bahwa manusia di dunia tidak ada sekat yang harus dirisaukan untuk
memiliki peran dan posisi yang sama dalam ia bergaul di tengah-tengah masyarakat. Hal
masyarakat. Selain itu, Ida Ayu Telaga tidak ini terbukti dengan dirinya yang jatuh cinta
ingin hidupnya sengsara hanya karena terlalu kepada Wayan Sasmitha, seorang laki-laki
banyak aturan kebangsawanan yang harus yang berasal dari kasta Sudra.
dipatuhinya. Ida Ayu Telaga ingin hidup Konsekuensinya adalah Telaga harus
bahagia seperti yang diinginkannya, melepaskan gelar kebangsawanannya.
walaupun ia harus berkorban dengan Artinya, ia harus melepaskan gelar Ida Ayu-
meninggalkan darah bangsawannya akibat nya. Telaga tinggal bersama keluarga Wayan
pernikahannya dengan Wayan Samitha yang di sebuah rumah sederhana dengan kehiduan
berasal dari kasta Sudra, kasta terendah yang sederhana pula. Tapi, Telaga
dalam budaya Bali. Ida Ayu Telaga pun mendapatkan kebahagiaan yang sempurna.
harus meninggalkan nama Ida Ayu dan Telaga juga digambarkan sebagai
menyandang Luh di depan namanya dan seorang perempuan yang menentang adat
melakukan upacara patiwangi untuk yang berlaku di Bali. Telaga pun akhirnya
menanggalkan kebangsawanannya. Hal dibuang oleh keluarganya dan tidak
tersebut tampak pada kutipan novel Tarian dianggap lagi sebagai perempuan Brahmana
Bumi, 2007: 175. karena menikah dengan laki-laki dari kasta
Meskipun Ida Ayu Telaga beranjak Sudra. Kutipan berikut menggambarkan saat
dari kasta Brahmana, ia tidak pernah marasa ibunya menanggalkan kastanya sebagai
lebih tinggi dari kasta-kasta lainnya, perempuan Barahmana.
termasuk kasta Sudra. Hal tersebut terbukti hari ini juga tiang akan
dengan garis hidup yang dipilihnya yakni menanggalkan nama Ida Ayu.
dengan menikahi laki-laki yang berasal dari Tiang akan jadi perempuan
Sudra yang utuh… (Tarian Bumi,
kasta Sudra yang bernama Wayan Sasmitha.
2007 : 173 ).

2. Peran Ida Ayu Telaga di Masyarakat Telaga telah memberikan gambaran


Dalam kehidupan bermasyarakat, kepada kita bahwa perempuan juga patut
seseorang memiliki pilihan yang berbeda memperjuangkan haknya. Dalam konteks
dengan yang lainnya. Masing-masing tersebut, menentukan pilihan hidup adalah
individu memiliki pilihannya. Hal ini juga hak bagi setiap orang, tidak mengenal jenis
yang terjadi pada Ida Ayu Telaga. Pilihan kelamin juga kasta dalam masyarakat.
hidup Ida Ayu Telaga berbeda dengan Dengan kata lain, Telaga memberikan
ibunya yang menjunjung tingg dan adat gambaran kepada masyarakat luas terkait
kebangsawanan di Bali. Menurut Telaga, dengan eksistensi manusia dalam
kedudukan tinggi kasta Brahmana tidak serta kehidupannya.
merta menjadikan orang-orang yang ada di
dalamnya juga memiliki budi pekerti yang

56
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

3. Peran Luh Sekar sebagai Ibu


Ibu sejatinya memberi rasa aman dan 4. Peran Luh Sekar sebagai Isteri
perlindungan kepada anak-anaknya Luh Sekar seorang Sudra yang
walaupun dengan cara dan kemampuan yang memiliki ambisi yang sangat besar terhadap
berbeda. Dalam hal ini Luh Sekar dengan kebangsawanan. Ia sangat tidak
kekurangan dan kelemahannya, ia tetap menginginkan menjadi seorang Sudra yang
berusaha memberikan yang terbaik kepada miskin. Oleh karena itu, demi menggapai
anaknya dengan caranya sendiri. Sekar yang impiannya itu, ia rela menikah dengan
berasal dari kasta Sudra berusaha menikah seorang Ida Bagus Ngurah Pidada, seorang
dengan kasta Brahmana demi kebahagiaan keturunan Brahmana dengan perilaku yang
anak-anaknya kelak. Hal ini digambarkan buruk. Konsekuensi pilihan yang hidup yang
pada kutipan berikut. harus dihadapi bahwa gelar kebangswanan
Aku capek miskin, Kenten. Kau bukanlah jaminan kebahagiaan hidup.
harus tau itu. Tolonglah, carikan aku Meskipun ia mempunyai watak yang
seorang Ida Bagus. Apa pun yang keras dan ambisi yang sangat besar, namun
harus kubayar, aku siap! (Tarian
saat ia menjadi seorang isteri ia tidak bisa
Bumi, 2007 : 17).
berbuat apa-apa. Oleh karena itu, pada saat
Semangat Luh Sekar menjadi suaminya berperilaku buruk, ia hanya bisa
kenyataan ketika dia menikah dengan meratapi nasibnya dan tidak bisa berbuat
lelaki berdarah biru, Ida Bagus Ngurah apa-apa. Bahkan, manakala suaminya
Pidada. Dengan pernikahan itu, selamanya berhubungan intim dengan saudaranya
Luh Sekar tidak pernah tahu bahwa sendiri yaitu Kerta dan Kerti, ia tidak bisa
sahabatnya Luh Kenten menaruh hati berbuat banyak. Dengan kata lain, ia
kepadanya. Sayangnya pernikahan Luh menerima semua yang telah menajdi pilihan
Sekar tidaklah bahagia. Suaminya yang hidupnya. Hidup dengan seseorang yang
bangsawan ternyata lelaki pemabuk dan berasal dari kasta Brahmana tapi nilai-nilai
bercinta dengan sembarang perempuan, perilakunya jauh dari yang diharapkan. Hal
termasuk adik tiri Luh Sekar. Luh sekar tersebut tampak pada kutipan novel Tarian
membayar mahal untuk menukar Bumi, 2007: 84.
kenyamanan hidupnya dengan memasuki Perempuan dengan segala
dunia bangsawan. Mertuanya keji dan selalu kekuatannya, secara naluriah melekat juga
memandang rendah padanya. Suaminya kelemahan dirinya manakala dihadapkan
berkhianat berkali-kali dan tidak berguna. pada persoalan bakti isteri kepada suami.
Berdasarkan gambaran tersebut, menunjukan Seorang isteri, apapun situasinya harus tetap
bahwa gelar kebangsawanan tidak menjadi mengedepankan penghormatan yang tinggi
jaminan akan kenyamanan hidup seseorang. kepada suami sebab di situlah makna hakiki
dari rumah tangga itu sendiri.

57
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

E. SIMPULAN F. DAFTAR PUSTAKA


Peran perempuan yang terkandung
dalam novel Tarian Bumi karya Oka Aminudin. (2013). Pengantar Apresiasi
Rusmini dikelompokkan dalam empat Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
bentuk sebagai berikut. Pertama, peran Ida Algensindo.
Ayu Telaga sebagai anak. Peran anak Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa
sejatinya berbakti kepada orang tua. Salah Indonesia: Edisi Keempat. Jakarta:
satu perwujudan bakti kepada orang tua Balai Pustaka.
adalah patuh kepada orang tua dan Endraswara, Suwardi. (2013). Metodologi
membantu orang tuanya. Namun, kepatuhan Penelitian Sastra. Yogyakarta:
itu tidak bersifat mutlak tergantung CAPS.
keinginan dan hati nurani si anak itu sendiri. Miharja, Ratna. (2012). Sastra Indonesia.
Kedua, peran Ida Ayu Telaga di masyarakat. Jakarta: Laskar Angkasa.
Telaga ternyata tidak seperti ibunya yang Miyati. (2012). Kajian Sastra Feminisme.
menjunjung nilai kebangsawanan. Menurut Yogyakarta: Gramedia.
Telaga, kasta Brahmana penuh dengan Nadaek, Wilson. (2010). Tentang Sastra.
kebohongan dan kemunafikan. Selain itu, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
menurutnya, manusia memiliki posisi yang Nurgiantoro, Burhan. (2010). Teori
sama dalam kehdiupan bermasyarakat. Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Ketiga, peran Luh Sekar sebagai Ibu. Ibu Gadjah Mada University.
sejatinya memberi rasa aman dan Nazir. (2011). Metode Penelitian. Bogor:
perlindungan kepada anaknya. Luh Sekar Galia Indonesia.
dengan kekurangan dan kelemahannya, ia Rafiek. (2013). Pengkajian Sastra. Bandung:
tetap berusaha memberikan yang terbaik Refika Aditama.
kepada anaknya. Walaupun dengan caranya Rahmanto. (1988). Metode Pengajaran
sendiri. Keempat, peran Luh Sekar sebagai Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Isteri. Luh Sekar seorang Sudra yang Ratna, Nyoman Kutha. (2013). Penelitian
memiliki ambisi yang sangat besar terhadap Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
kebangsawanan. Ia sangat tidak Semi, M. Atar. (1993). Metode Penelitian
menginginkan menjadi seorang Sudra yang Sastra. Bandung: Angkasa.
miskin. Oleh karena itu, demi menggapai Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
impiannya itu, ia rela menikah dengan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
seorang Ida Bagus Ngurah Pidada, seorang Bandung: Alfabeta.
keturunan Brahmana dengan perilaku yang Suharto, Sugihastuti. (2005). Kritik Sastra
buruk. Konsekuensinya adalah ia harus Feminisme: Teori dan Aplikasinya.
menerima dengan berbagai kompleksitas Yogyakarta: Pusaka Pelajar.
persoalan hidup yang telah dipilihnya. Wellek , Rene dan Austin Warten. (2014).
Teori Kesusastraan. Jakarta:
Gramedia.

58
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Wiyatmi. (2012). Kritik Feminis Teori dan


Aplikasianya Dalam Sastra Indonesia.
Yogyakarta: Ombak.

59

Anda mungkin juga menyukai