Anda di halaman 1dari 47

DEFINING WOMEN’S EMANCIPATION IN ALCOTT’S LITTLE

WOMEN AND KARTINI’S LETTERS OF A JAVANESE PRINCESS

A Final Project
Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements
For the degree of Sarjana Sastra
in English

By:
Triana Cahyaningtyas
2211419064

ENGLISH LITERATURE STUDY PROGRAM


ENGLISH DEPARTMENT
FACULTY OF LANGUAGES AND ARTS
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN
Bab 1 menjelaskan secara singkat tentang fundamental dari penelitian ini. Bab 1

terdiri dari tujuh bagian. Tujuh bagian tersebut meliputi latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, lingkup penelitian,

definisi terminologi, dan garis besar penelitian.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Dalam berkehidupan sosial di masyarakat, manusia tentu menghadapi

berbagai permasalahan. Deskriminasi gender adalah salah satu dari permasalahan-

permasalahan tersebut. Perempuan dalam masyarakat sering diperlakukan secara

tidak adil dalam berbagai aspek. Perempuan juga digambarkan dimedia sebagai

sosok yang lemah karena dianggap selalu bergantung pada laki-laki dan

penggambaran tersebut memunculkan stereotip-stereotip yang merugikan

perempuan. Sebagai contoh, stigma tentang perempuanlah yang harus

mengerjakan semua pekerjaan rumah (domestik) membuat perempuan sulit untuk

berkontribusi didunia profesional (Syafaah, 2021).

Hingga kini, permasalahan terkait deskriminasi gender masih menjadi

topik yang populer dikalangan masyarakat. Diskriminasi gender menempatkan

perempuan sebagai gender kedua atau second-class citizen. Perempuan juga

sering mendapat perlakuan berbeda dalam kehidupan sosial seperti dalam aspek

politik, ekonomi dan bisnis, profesi, dan lain sebagainya, dimana seharusnya

kedua gender, laki-laki dan perempuan, diperlakukan sama. Contohnya,

permasalahan mengenai gaji yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan

2
padahal kontribusi dan nilai yang diberikan oleh keduanya sama (Ananda, 2021).

Permasalahan ini merupakan isu yang harus menjadi perhatian setiap orang, baik

perempuan maupun laki-laki.

Virginia Woolf, seorang cendekia dari Inggris, mengatakan dalam esainya

yang berjudul “A Room of One's Own” bahwa laki-laki telah dan terus

memperlakukan perempuan sebagai bawahan (Woolf, 1929). Hal itu memicu

perempuan untuk melakukan protes guna memperjuangkan hak dan menghapus

segala bentuk deskriminasi atas dasar jenis kelamin. Protes itu hadir karena

pemikiran yang disebut dengan feminisme. Meggie (Maggie Humm, 2007)

menyatakan bahwa feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan

dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis

kelaminnya. Feminisme menawarkan berbagai analisis mengenai penyebab dan

pelaku dari penindasan perempuan. Selain itu, (Ruthven, 1985) juga menyatakan

bahwa pemikiran dan gerakan feminisme lahir untuk mengakhiri dominasi laki-

laki terhadap perempuan yang terjadi dalam masyarakat. Tujuan feminisme adalah

mengubah pandangan yang merendahkan perempuan sehingga semua perempuan

akan menyadari bahwa mereka bukanlah “non-significant Other” tetapi setiap

perempuan adalah pribadi yang berharga dan memiliki hak yang sama seperti

setiap laki-laki (Bressler, 1994).

Seiring dengan perkembangan zaman, gerakan feminisme mengalami banyak

perubahan. Tak jarang, pada zaman atau era sekarang, gerakan feminisme telah

menyimpang dari tujuan awalnya. Bahkan gerakan feminisme sering

disalahartikan sebagai kebencian terhadap laki-laki. Pernyataan tersebut dikatakan

3
oleh Emma Watson dalam pidatonya sebagai UN Women's Goodwill

Ambassador. Selain itu, dikutip dari celebrity.okezone.com, seorang influencer,

Gita Savitri, mendapat hujatan dari warga internet karena mengatakan bahwa

memilih tidak memiliki anak (child-free) dapat membuat perempuan awet muda

karena tidak stress mendengar tangisan/teriakan anak dan bisa memiliki uang

lebih untuk perawatan diri. Padahal feminisme bukan perihal menolak ciri-ciri

atau peran yang berkaitan dengan perempuan pada umumnya. Hakikat feminsme

adalah adalah memperjuangkan hak-hak dan kesempatan yang sama dibidang

sosial, ekonomi, dan politik tanpa harus mengesampingkan peran sebagai

perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa feminisme harus berkembang dan

menyesuaikan diri seiring dengan berkembangnya masyarakat.

Masyarakat dan litarasi merupakan dua hal yang saling berpengaruh satu sama

lain. Apa yang terjadi dalam masyarakat seringkali dicerminkan dalam literasi,

khususnya karya sastra (Arjun Dubey, 2013). Karena karya sastra merupakan

cerminan dari masyarakat, tak heran topik yang diangkat dalam sebuah karya

sastra adalah topik yang sama seperti yang terjadi dalam masyarakat. Masalah

perempuan seperti yang dijelaskan diatas juga terdapat di dalam karya sastra,

contohnya novel.

Novel merupakan teks narasi panjang yang merepresentasikan atau

menggambarkan kehidupan dari karakter-karakter dengan alur tertentu. Menurut

Abrams “istilah “novel” sekarang diterapkan di berbagai macam tulisan yang

mirip dengan prosa yang diperpanjang. Sebagai narasi yang panjang, novel

berbeda dengan cerita pendek dan karya yang tidak terlalu panjang yang disebut

4
novella. Dengan panjangnya, novel memungkinkan lebih banyak variasi karakter,

komplikasi plot yang lebih besar, pengembangan latar belakang yang lebih luas,

dan eksplorasi karakter serta motif yang lebih berkelanjutan dari pada mode

pendek dan lebih terkonsentrasi.” (ABRAMS, 1999)

Novel Little Women dan Letters of a Javanese Princes merupakan contoh dari

novel yang membicarakan masalah ketidakadilan atau diskriminasi gender. Kedua

novel tersebut banyak membahas aspek emansipasi wanita melalui karakter, alur

dan latarnya. Oleh karena itu, keduanya menarik dibahas menggunakan

pendekatan feminisme.

Novel Little Women merupakan novel yang ditulis oleh Louisa May Alcott.

Novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1868 dan 1869 dan menceritakan

kisah dengan latar tahun 1860an di Concord, Massachusetts. Bercerita tentang 4

perempuan bersaudara yang menjalani kehidupan dengan ibu dan pembantunya

saat ayahnya berjuang di medan perang sipil yang terjadi sekitar tahun 1860an.

Keempat perempuan tersebut bernama Jo, Meg, Beth dan Amy. Mereka memilki

bakat dan sifat masing-masing. Hal itu membuat jalan cerita menjadi menarik

ditambah dengan konflik-konflik yang terjadi sepanjang novel.

Selanjutnya, novel Letters of a Javanese Princess merupakan translasi dari

kumpulan surat yang ditulis oleh salah satu pahlawan nasional Indonesia yaitu

R.A. Kartini pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1879-1904. Kumpulan

surat tersebut ditulis oleh Kartini dalam bahasa Belada dan diberi judul Door

Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang/Out of Dark Comes Light).

R.A Kartini merupakan pahlawan wanita Indonesia yang memperjuangkan

5
emansipasi wanita. Kisah hidupnya sangat menginspirasi masyarakat Indonesia

untuk menjadi lebih baik dengan memperbaiki sistem pendidikan bagi perempuan

pada masa itu.

Sayangnya, novel Little Women yang ditulis oleh Louisa May Alcott hanya

dimaknai oleh pembaca sebagai perjuangan perempuan untuk bisa sepenuhnya

mandiri tanpa bantuan laki-laki. Sedangkan novel Letters of a Javanese Princess

yang ditulis oleh RA Kartini seringkali hanya dimaknai sebagai kumpulan surat-

surat biasa. Untuk itu, penelitian ini mencoba mengkaji lebih dalam mengenai

emansipasi perempuan dalam kedua novel tersebut sehingga diharapkan peneitian

ini akan menyajikan alternatif makna yang bisa pembaca gunakan untuk

memahami isi dari novel ini secara keseluruhan.

Kesalahpahaman mengenai feminisme, khusunya emansipasi wanita, akan

menghambat tercapainya tujuan dari feminisme itu sendiri. Kemampuan literasi,

khusunya karya sastra, dalam mempengaruhi masyarakat sangatlah besar. Oleh

karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat karya sastra memiliki

pangaruh yang besar terhadap perkembangan masyarakat, termasuk

perkembangan dari gerakan feminisme.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, berikut adalah rumusan masalah yang diajukan:

a. Apa peran perempuan dalam kedua novel?

b. Bagaimana emansipasi wanita digambarkan dalam kedua novel?

c. Apa perbedaan emansipasi wanita dalam kedua novel?

6
d. Apa penyebab perbedaan emansipasi wanita dalam kedua novel?

e. Apa implikasi dari perbedaan-perbedaan emansipasi wanita dalam kedua

novel?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. menjelaskan peran perempuan dalam kedua novel.

b. menjelaskan bagaimana emansipasi wanita digambarkan dalam kedua

novel.

c. mengetahui perbedaan emasipasi wanita dalan kedua novel.

d. mengetahui penyebab perbedaan emansipasi wanita dalam kedua novel

e. mengetahui implikasi dari perbedaan-perbedaan emansipasi wanita dalam

kedua novel.

1.4 Signifikansi Penelitian

Berikut ini merupakan signifikansi dari penelitian ini:

a. Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai referensi atau sumber

pendukung untuk peneliti-peneliti lainnya yang tertarik untuk mengkaji

lebih dalam mengenai feminisme dalam kedua novel. Penelitian ini

diharapkan pula bermanfaat untuk pembaca yang ingin mengembangkan

penelitian dengan objek novel Little Women dan Letters of a Javanesse

Princess.

b. Praktis

7
Manfaat praktis penelitian ini adalah memberikan pemahaman lebih

kepada pembaca mengenai emansipasi wanita dalam kedua novel.

1.5 Lingkup Peneitian

Penelitian ini merupakan analisis perbandingan emansipasi wanita pada

novel Little Women karya Louisa May Alcott dan Letters of a Javanese Princess

karya Kartini. Selanjutnya, penelitian ini mencoba menemukan kesamaan dan

perbedaan aspek-aspek emansipasi wanita pada kedua novel juga implikasinya.

1.6 Definisi Terminologi

Berikut merupakan definisi dari beberapa terminologi dalam penelitian ini:

a. Feminisme

Feminisme merupakan sebuah paham sekaligus gerakkan yang

memperjuangkan kesetaraan hak dan menghapus segala bentuk

diskriminasi atas dasar jenis kelamin. Feminisme juga merupakan ideologi

pembebasan perempuan dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami

ketidakadilan karena jenis kelaminnya (Maggie Humm, 2007). Feminisme

muncul sebagai sebab dari budaya patriarki dimana kaum laki-laki

membantuk dan mempertahankan dominasi mereka terhadap perempuan.

Sejak kemunculannya, feminisme mengalami banyak perkembangan.

Perkembangan feminisme dibagi menjadi beberapa gelombang yang

mempunyai ciri masing-masing pada tiap gelombangnya.

b. Emansipasi Wanita

8
Menurut Cambridge Dictionary kata “emansipasi” berarti tindakan

membebaskan seseorang dari kontrol atau kendali orang lain. Kata

“emansipasi” juga merupakan proses pemberian kebebasan dan hak sosial

atau politik kepada seseorang. Emansipasi wanita merupakan sebuah

istilah yang sudah digunakan sejak awal abad ke 19. Emansipasi wanita

diartikan sebagai perlawanan atau perjuangan perempuan untuk

menentukan nasib sendiri (self-determination) dan perbaikan

(improvement) pada posisi legal, social, kultural, dan politikal (Sylvia

Paletschek, 2004). Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia

(KBBI) kata “emansipasi” berarti pembebasan dari perbudakan dan juga

merupakan persamaan hak diberbagai aspek kehidupan masyarakat. Dari

pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa emansipasi

perempuan berarti perjuangan untuk membebaskan perempuan dari segala

bentuk perbudakan dan pemberian kesamaan hak dibidang sosial atau

politik.

1.7 Garis Besar Penelitian

Bab I dalam penelitian ini berisi latar belakang penelitian, alasan memilih

topik, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, dan garis besar

penelitian.

Bab II menyajikan kajian pustaka. Bab ini dibagi menjadi tiga sub-bab.

Ketiga sub-bab tersebut terdiri dari kajian penelitian sebelumnya, latar belakang

teori, kerangka dan penelitian.

9
Bab III menyajikan metodologi yang akan digunakan untuk menganalisis

data. Bab ini juga terdiri dari beberapa sub-bab. Beberapa sub-bab tersebut adalah

desain penelitian, prosedur pengumpulan data, dan prosedur menganalisa data.

Bab IV fokus pada analisis. Bab ini menyajikan temuan dan pembahasan

dari penelitian. Dalam bab ini juga berisi hasil analisis penelitian. Taknik analisis

yang digunakan adalah kritik sastra feminis sebagai pisau bedah atau alat untuk

membandingkan dua objek penelitian yang dipilih.

Bab V merupakan kesimpulan dan saran. Berisi kesimpulan dari analisis

yang telah dilakukan juga beberapa saran dari penulis berdasarkan

pengalamannya melakukan penelitian. Bab ini merupakan bab terakhir dari

susunan tugas akhir yang penulis kerjakan.

10
CHAPTER II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS

Dibab ini disajikan tinjauan pustaka dan kerangka teoritis. Bab ini terdiri dari tiga

bagian. Bagian pertama adalah tinjauan penelitian sebelumnya yang berisi

rangkuman dari penelitian terkait yang dilakukan dalam sepuluh tahun terakhir.

Bagian kedua adalah tinjauan pustaka yang mendiskusikan tentang teori yang

akan digunakan dan beberapa aspek terkait dengan topik penelitian ini. Bagian

terakhir atau yang ketiga berisi tentang kerangka teoritis dari penelitian ini.

2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Bagian ini menyajikan beberapa tinjauan penelitian yang relevan dengan

penelitian yang akan dilakukan penulis. Penelitian yang ditinjau merupakan

penelitian dengan objek, teori atau metode yang sama seperti penelitian penulis.

Tujuan dilakukan tinjauan ini adalah untuk menunjukkan perbedaan antara

penelitian yang ditinjau dengan penelitian yang akan penulis lakukan.

Novel Little women adalah novel yang populer. Bahkan, pada tahun 2019

novel ini difilmkan dan ditayangkan di Netflix. Dibagian ini, peneliti menyajikan

rangkuman dari beberapa penelitian dan artikel yang menggunakan little women

novel sebagai objeknya.

Simanungkalit and Putra (2020) melakukan analisis mengenai

penggambaran perempuan dalan novel Little Women karya Louisa May Alcott.

Penelitian ini menggunakan pendekatan feminisme oleh Elanie Showalter (1997)

yang merupakan salah satu dari tokoh kritik sastra dan pengembang konsep serta

penerapan dari gynocritic (perempuan sebagai penulis). Dalam penelitian ini

11
dijelaskan bahwa penggambaran perempuan mempunyai pengaruh dalam

kehidupan. Novel Little Women meliputi nilai-nilai seperti kesetaraan, menghargai

perbedaan dan pilihan serta tanggung jawab. Feminisme, dalam penelitian ini,

diartikan sebagai sebuah gerakan sosial dan ideologi. Sedangkan, penggambaran

perempuan adalah karakteristik perempuan dalam novel yang menjadi tokoh

penting dari alur cerita. Penelitian ini berfokus pada penggambaran perempuan

dalam novel little women, sedangkan penelitian saya berfokus pada perbandingan

emansipasi wanita dalam novel Little Women dan Letters of a Javanese Princess

dengan pendekatan Feminisme Marxis. Keduanya menggunakan novel Little

Women karya Lousa May Alcott sebagai objek penelitian.

Sutrisno, Nurhasanah dan Rachmawati (2023) melakukan analysis tentang

bagaimana perjuangan perempuan digambarkan melalui karakter utama dalam

film “Little Women (2019)”. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa dalam

masyarakat perempuan mengalami ketidakadilan gender, dimana biasanya posisi

perempuan sangat berbeda dibandingkan dengan posisi laki-laki. Hal ini

menyebabkan posisi perempuan tidak kukuh atau tidak aman. Di Indonesia,

menurut survey kehidupan keluarga Indonesia pada tahun 2007, perempuan

memperoleh penghasilan sekitar 30% lebih sedikit dari pada laki-laki baik di

kalangan pegawai atau karyawan maupun dalam dunia wirausaha. Hal ini

menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat masalah ketidakadilan gender. Negara

lain juga memiliki masalah ketidakadilan gender yang sama. Salah satu

penyebabnya adalah sedikitnya partisipasi yang bisa diberikan perempuan dalam

masyarakat karena batasan waktu dan kewajiban-kewajiban di ranah domestik.

12
Wanita juga sering dilabeli sebagai ibu rumah tangga dan dipandang tidak mampu

melakukan hal-hal diluar sifat alami sebagai ibu rumah tangga.

Pendekatan feminisme digunakan untuk menganalisis film “Little Women

(2019)” mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dengan

memperjuangkan hak-hak dan keadilan untuk perempuan. Feminisme, dalam

penelitian ini diartikan sebagai sekumpulan gerakan sosial politik yang

melindungi keadilan gender dalam sektor politik, ekonomi, personal dan sosial.

Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa masalah yang paling jelas adalah

stereotip negative perempuan yang sudah menikah dan perjuangan karakter utama

untuk hidup. Penelitian ini berfokus pada perjuangan perempuan dalam film

“Little Women (2019)” sedangkan penelitian saya berfokus pada perbandingan

emansipasi wanita dalam novel Little Women dan Letters of a Javanese Princess

dengan pendekatan Feminisme Marxis. Keduanya menggunakan novel Little

Women karya Lousa May Alcott sebagai objek penelitian.

Indrapuri dan Andalas (2019) melakukan penelitian tentang emansipasi

perempuan dalam ranah domestik pada novel “Little Women” karya Louisa May

Alcott. Novel “Little Women” merupakan salah satu novel yang menceritakan

sebuah perjuangan seorang ibu untuk membesarkan empat orang anak dengan

karakter yang berbeda-beda. Keempat anak tersebut bernama Meg, Jo, Beth dan

Amy. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa perjuangan seorang ibu yang

diceritakan di dalam Novel “Little Women” adalah bentuk emansipasi perempuan.

Bentuk-bentuk dari emansipasi perempuan dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu

cara mendidik (pendidikan), pekerjaan dan sosial. Penelitian ini berfokus pada

emansipasi perempuan yang tergambar dalam karakter Marmee ( Ibu March)

13
sedangkan penelitian saya berfokus pada perbandingan emansipasi wanita dalam

novel Little Women dan Letters of a Javanese Princess dengan pendekatan

Feminisme Marxis. Keduanya menggunakan novel Little Women karya Lousa

May Alcott sebagai objek penelitian.

Santi dan Rahmi (2019) melakukan penelitian tentang nilai-nilai

feminisme pada novel "Little Women" karya Louisa May Alcott. Penelitian ini

bertujuan untuk mendeskipsikan nilai-nilai feminisme yang ada pada tokoh

utamanya yaitu Jo. Penelitian ini menyebutkan bahwa karya sastra yang baik

peduli pada keadilan gender, khususnya untuk perempuan.Jo, sebagai karakter

utama, berusaha untuk melindungi haknya sebagai perempuan untuk melawan

paham masyarakat yang patriarki. Jo memperjuangkan feminisme dengan

keinginannya agar perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki

dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Banyak jenis ketidakadilan gender,

khususnya bagi perempuan, berawal dari stereotip dari perempuan itu sendiri. Hal

ini juga berkaitan dengan mindset dari masyarakat yang menyebabkan

ketidakseimbangan kekuasaan dalam masyarakat. Pendekatan feminis yang

dikombinsasikan dengan teknik analisis konten menghasilkan penelitian yang

menunjukkan bahwa nilai-nilai feminis yang ada dalam novel "Little Women"

yaitu kesetaraan (equality), perbedaan (difference), pilihan (choise), kepedulian

(care), waktu (time) dan pengalaman (experience). Penelitian ini berfokus pada

nilai feminisme yang dibawa Jo, sedangkan penelitian saya berfokus pada

perbandingan emansipasi wanita dalam novel Little Women dan Letters of a

Javanese Princess dengan pendekatan Feminisme Marxis. Keduanya

14
menggunakan novel Little Women karya Lousa May Alcott sebagai objek

penelitian.

Ekasanti dan Hernawati (2019) melakukan penelitian tentang bagaimana

figur dari novel Little Women oleh Louisa May Alcott pada akhirnya tunduk atau

mengikuti stereotip peran perempuan di akhir abad ke-19. Seperti yang diketahui

bahwa perempuan Amerika pada waktu itu memprotes ideologi “ruang terpisah”

sebagai stereotip gender tradisional. Penelitian ini menggunakan pendekatan

sosiologi yang bertujuan untuk menjunjukkan hubungan antara karya sastra dan

kondisi sosial pada waktu karya itu ditulis. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan

bahwa Little Women karya Louisa May Alcott merupakan karya yang

melestarikan peran gender tradisional melalui penggambaran karakter perempuan

didalamnya. Penelitian ini berfokus pada stereotip gender sedangkan penelitian

saya berfokus pada perbandingan emansipasi wanita dalam novel Little Women

dan Letters of a Javanese Princess dengan pendekatan Feminisme Marxis.

Keduanya menggunakan novel Little Women karya Lousa May Alcott sebagai

objek penelitian.

Novel Letters of a Javanese Princess merupakan novel yang sangat

berpengaruh terhadap gerakan emansipasi wanita di Indonesia. Karena

pengaruhnya yang sangat besar, novel ini banyak dikaji oleh para peneliti. Dalam

bagian ini disajikan rangkuman dari penelitian yang menggunakan novel Letters

of a Javanese Princess sebagai objek.

Khamdiyah (2016) melakukan penelitian tentang pemikiran emansipasi

wanita dan pendidikan dalam buku Habis Gelap Terbitlah terang serta

relevensinya terhadap pendidikan Islam. Banyak orang mengetahui bahwa R A

15
Kartini adalah pelopor emansipasi wanita dan feminisme di Indonesia. Emansipasi

diartikan sebagai proses pelepasan diri wanita dari pengekangan hukum yang

membatasi perkembangan untuk maju. Kartini menuliskan pemikirannya terkait

emansipasi wanita dan pendidikan perempuan pada surat-suratnya yang kemudian

dibukukan dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemikiran emansipasi wanita dan pendidikan bertujuan

untuk membebaskan perempuan dari kekangan budaya atau adat patriarkhi.

Selanjutnya, penelitian ini menyimpulkan bahwa pemikiran emansipasi wanita

dan pendidikan R A Kartini berhubungan erat dengan tujuan pendidikan Islam

yakni persamaan hak untuk memperoleh pendidikan bagi perempuan dan laki-

laki. Penelitian ini fokus pada pemikiran Kartini mengenai emansipasi dan

pendidikan yang dituangkan dalam bukunya yaitu Habis Gelap Terbitlah Terang

sedangkan penelitian saya berfokus pada perbandingan emansipasi wanita dalam

novel Little Women dan Letters of a Javanese Princess dengan pendekatan

Feminisme Marxis. Keduanya menggunakan novel Letters of a Javanese Princess

sebagai objek penelitian.

Meidiana (2018) melakukan penelitian tentang representasi citra

perempuan Jawa dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Penelitian ini

merupakan studi stilistika Feminis. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang telah

membuat masyarakat tahu dan menghargai Kartini karena gagasan dan

pemikirannya yang luar biasa baik dari segi nasionalisme maupun tentang

perempuan jawa. Dalam penelitian ini peneliti menggunaka pendekatan stilistika

Feminis oleh Sarah Mills. Pendekatan ini lebih melihat posisi karakter dalam teks

yang akan menentukan bagaimana struktur teks dan makna dalam teks

16
keseluruhan. Sedangkan penelitian saya berfokus pada perbandingan emansipasi

wanita dalam novel Little Women dan Letters of a Javanese Princess dengan

pendekatan Feminisme Marxis. Keduanya menggunakan novel Letters of a

Javanese Princess sebagai objek penelitian.

Sanulita (2018) melakukan penelitian tentang etos kerja tokoh utama yang

tercermin dalam novel Habis Gelap Terbitlah Terang. Etos kerja merupakan

kemauan yang tumbuh dalam diri seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan

dengan baik. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dan

pendekatan sosiologi dalam sastra. Hasilnya peneliti menemukan bahwa ada 3

bentuk etos kerja dalam novel Habis Gelap Terbitlah Terang. 3 Bantuk Etos kerja

tersebut ialah kerja adalah rahmat yang harus disyukuri, kerja bersifat amanah dan

yang terakhir adalah kerja bersifat penggilan untuk mencapai cita-cita. Penelitian

ini berfokus pada etos kerja dalam novel Habis Gelap Terbitlah Terang sedangkan

penelitian saya berfokus pada perbandingan emansipasi wanita dalam novel Little

Women dan Letters of a Javanese Princess dengan pendekatan Feminisme Marxis.

Keduanya menggunakan novel Letters of a Javanese Princess sebagai objek

penelitian.

Abdul (2020) melakukan penelitian tentang ibu sebagai madrasah bagi

anaknya dalam pemikiran pendidikan r.a. kartini. Fokus kajian dalam penelitian

ini adalah seputar konsep pendidikan kartini dan pandangan Kartini seputar peran

ibu sebagai madrasah bagi anak-anaknya. Peran ibu sangat penting dalam

pendidikan informal. Tidak hanya mencerdaskan otak saja namum membantuk

akhlak baik pada diri peserta didik atau anak-anaknya. Dalam pembentukkan

akhlak, kartini memandang kalau peran ibu sangatlah penting sebagai madrasah

17
bagi anaknya. Peran ayah juga sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Ayah

dan ibu, keduanya harus bisa bersinergi untuk menciptakan Lembaga pendidikan

informal yang berkualitas bagi anak. Ibu sebagai salah satu pendidik utama

disamping ayah, dengan pendidikannya mampu mempengaruhi perkembangan

anak. Penelitian ini berfokus pada sosok perepuan sebagai Ibu dalam pemikiran

Kartini sedangkan penelitian saya berfokus pada perbandingan emansipasi wanita

dalam novel Little Women dan Letters of a Javanese Princess dengan pendekatan

Feminisme Marxis. Keduanya menggunakan novel Letters of a Javanese Princess

sebagai objek penelitian.

Kuswanto dan Handak (2021) menelaah urgensi pendidikan bagi

perempuan sesuai dengan pemikiran r.a. kartini. Penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran pembaca mengenai urgensi pendidikan bagi perempuan

dimasa sekarang agar berjalan sebagaimana mestinya. Hasil penelitian ini

menemukan bahwa terdapat beberapa urgensi pendidikan bagi perempuan.

Pertama, perempuan adalah tempat pendidikan utama. Kedua, perempuan adalah

pembawa peradaban. Ketiga, Pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada

kognitif akan tetapi juga pada aspek psikomotorik. Keempat, Pendidikan dengan

kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dan yang terakhir adalah pendidikan

sebagai rasa cinta tanah air. Penulis artikel ini juga menekankan gagasan bahwa

pendidikan akan dapat mematahkan anggapan bahwa derajad perempuan lebih

rendah daripara derajad laki-laki. Penelitian ini berfokus pada urgensi pendidikan

bagi perempuan menurut Kartini sedangkan penelitian saya berfokus pada

perbandingan emansipasi wanita dalam novel Little Women dan Letters of a

18
Javanese Princess dengan pendekatan Feminisme Marxis. Keduanya

menggunakan novel Letters of a Javanese Princess sebagai objek penelitian.

Dibagian ini penulis menyediakan tinjauan dari penelitian yang

menggunakan teori yang sama dengan yang akan penulis gunakan. Teori tersebut

adalah teori Feminisme Marxis dan Sosialis. Berikut adalah beberapa tinjauan

penelitian yang menggunakan teori Feminisme Marxis dan Sosialis.

Nur (2017) melakukan penelitian yang berjudul “Kedudukan Perempuan

dalam Kumpulan Cerpen SAIA karya Djenar Maesa Ayu (Feminisme Marxis).”

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kedudukan perempuan dalam

kumpulan cerpen tersebut menurut pandangan feminisme Marxis. Hasilnya,

kedudukan perempuan dapat dilihat dari dua aspek. Kedua aspek tersebut adalah

kedudukan perempuan dalam keluarga dan kedudukan perempuan dalam

masyarakat. Dalam keluarga kedudukan perempuan adalah sebagai istri

sedangkan dalam masyarakat kedudukan perempuan adalah sebagai tenaga kerja

yang memikul beban ganda. Dalam pandangan Feminisme Marxist kedudukan

perempuan lebih rendah atau subordinat dari laki-laki. Hal tersebut terjadi karena

sistem kapitalisme dalam masyarakat yang membuat kaum perempuan

terasingkan -atau biasa disebut alienasi.

Ahmad Aidi (2022) melakukan penelitian menggunakan Feminisme

Marxist sebagai teori dan Novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan sebagai

objeknya. Penelitiannya berjudul “Perempuan Dalam Novel Cantik Itu Luka

Karya Eka Kurniawan Dalam Perspektif Feminisme Marxis”. Penelitian ini

dilakukan mengingat pentingnya peran perempuan khusunya dimasa sekarang.

Selama ini perempuan selalu dianggap pelengkap laki-laki sehingga posisi mereka

19
lebih rendah dalam masyarakat. Teori Feminisme Marxis digunakan untuk

mengetahui ketertidasan apa saja yang dialami perempuan dalam novel Cantik Itu

Luka. Hasilnya, penelitian ini mengungkap bahwa sistem patriaki dan kapitalisme

telah menindas perempuan baik dalam ranah domestik maupun ranah publik.

Rini (2014) melakukan penelitian berjudul “ Citra Perempuan Pada Novel

Hati Sinden Karya Dwi Rahyuningsih (Kajian Feminisme Marxis)”. Penelitian ini

dilakukan dengan tujuan mendeskripsikan kedudukan tokoh perempuan dalam

novel dan bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan dalam novel serta usaha

tokoh perempuan dalam melawan patriarki dalam novel. Hasilnya, penelitian ini

menunjukkan bahwa, kedudukan perempuan dalam masyarakat sebagai pemenuh

kebutuhan keluarga yang rela berkorban, mandiri dan memiliki harga diri. Bentuk

ketidakadilan bagi perempuan meliputi pemaksaan perjodohan, pernikahan dini

dan kekerasan psikis pada perempuan. Perlawaan tokoh perempuan terhadap

patriarki meliputi keberanian dalam mengungkapkan pendapat, mengambil

keputusan dan tindakan yang pro terhadap feminisme.

Nailah (2016) menulis jurnal artikel tentang Refleksi Feminisme Marxis

dalam Mockingjay karya Suzanne Collins. Artikel ini menganalisis tentang

Feminisme Marxist, dominasi, alienasi, perjuangan kelas, dan revolusi yang ada

dalam novel Mockingjay. Tokoh utama dalam novel, Katniss Everdeen, sangat

menarik untuk dianalisis karena merepresentasikan gagasan Feminisme Marxis.

Novel Mockingjay merupakan salah satu novel yang sangat populer dan

diterbitkan pada tahun 2010. Novel tersebut menyajikan pembaca kondisi

kesulitan yang dialami oleh kelas tertentu. Hal yang paling menarik dari novel ini

20
adalah keberadaan seorang perempuan yang tegas dan kuat yaitu karakter

utamanya bernama Katnis Everdeen.

Kesimpulan dari artikel ini menunjukkan bahwa Katniss Everdeen sebagai

karakter utama memainkan peran yang paling penting dalam keseluruhan cerita

dinovel Mockingjay. Dengan segala kesulitan yang Katniss hadapi dan

kemampuannya untuk mengatasi kesulitan tersebut membuktikan bahwa dia,

sebagai perempuan, tidak selalu bergantung pada laki-laki dan mampu mengambil

keputusan sendiri. Tokoh Katniss yang menjadi pemimpin perjuangan kelas

bawah melawan Capitol atau kelas atas yang otoriter membuktikan keberadaan

Feminisme Marxis dalam novel Mockingjay.

Nurhalifah (2022) melakukan penelitian berjudul “Social Discrimination

On Woman Marriage In Jane Austen’s Sense And Sensibility (1811) A Marxist

Feminism Approach”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bentuk

diskriminasi sosial dalam pernikahan yang tercermin dalam tokoh utama

perempuan didalam novel Sense and Sensibility karya Jane Austen. Penelitian ini

juga mendeskripiskan tentang keberadaan Feminisme Marxis. Hasilnya

mengindikasikan bahwa ada diskriminasi sosial dalam pernikahan bagi

perempuan. Karakter perempuan dalam novel tersebut harus menghadapi berbagai

konflik sebelum akhirnya menikahi lelaki atas dasar cinta dan hidup bahagia

selamanya.

Paragraf berikut menyediakan review dari penelitian yang menggunakan

metode yang sama seperti yang akan digunakan oleh peneliti yaitu metode sastra

bandingan. Bagian ini berguna untuk memperdalam pengetahuan mengenai

metode sastra bandingan meskipun objek yang dianalisis berbeda.

21
Basyiroh (2014) melakukan penelitian tentang emansipasi wanita yang

digambarkan dalam Habis Gelap Terbitlah Terang terjemahan Pane dan The Color

Purple karya Walker. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan

metode komparatif. Metode ini memungkinkan peneliti untuk membandingkan

teks lintas budaya, waktu dan tempat. Dengan metode ini juga peneliti bisa

menemukan kesamaan dan perbedaan dari kedua karya sastra. Hasilnya,

ditemukan beberapa kesamaan dan perbedaan diantara kedua novel yang

berkaitan dengan emansipasi perempuan. Pada Habis Gelap Terbitlah Terang,

Kartini memperjuangkan emansipasi wanita melalui pendidikan. Sedangkan

dalam The Color Purple, Celie memperjuangkan emansipasi wanita dengan

menentang deskriminasi ras yang ia alami serta dengan meraih kemandirian

melalui kewirausahaan.

Budiman (2017) melakukan penelitian tentang sastra bandingan pada

cerita pendek (cerpen) untuk anak-anak. Penelitian ini bertujuan untuk

membandingkan antara cerpen Indonesia yang ada pada media cetak dengan

cerpen Amerika yang ada pada media elektronik. Melakukan kajian sastra

bandingan memungkinkan kita untuk mengetahui dua atau lebih karya sastra.

Karya sastra tak hanya menyampaikan cerita tetapi juga meliputi nilai-nilai

kehidupan dari pengarang. Penelitian ini membandingkan struktur dari beberapa

cerpen dari kedua negara yang telah disebutkan diatas. Hasilnya menunjukkan

bahwa pesan yang ada dalam setiap cerpen dapat digunakan sebagai media untuk

pembangunan karakter.

Irwansyah dkk (2021) melakukan penelitian dengan judul Analysis sastra

banding dari cerita rakyat Goa Mampu dan Bowerman’s Nose. Penelitian ini

22
bertujuan untuk mengidentifikasi kesamaan dan perbedaan dari legenda Goa

Mampu dan Bowerman’s Nose. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pesan moral dibalik cerita Goa Mampu dan Bowerman’s Nose. Menurut

Anggraini & Febrianto (2019), karya sastra adalah representasi dari kehidupan

melalui udaya yang diekpresikan dalam bentuk kreatifitas dan imajinasi penulis

dalam karyanya. Karya sastra juga dibagi menjadi dua yaitu karya sastra tulis dan

karya sastra lisan. Cerita rakyat merupakan salah satu karya sastra yang tersebar

secara verbal. Cerita rakyat juga diartikan sebagai tradisi atau wawasan dari

sekelompok orang dengan budaya yang sama dan telah diturunkan dari generasi

ke generasi melalui lisan. Dalam penelitian ini peneliti membahas mengenai

legenda dari indonesia yaitu Goa Mampu dan legenda dari Inggris yaitu

Bowerman’s Nose.

Legenda Goa Mampu bercerita tentang kerajaan Mampu yang sangat

makmur. Kerajaan ini memiliki putri yang sangat cantik namun banyak orang

menganggap dia sombong karena tidak pernah meninggalkan istana dan bahkan

tidak pernah menginjakkan kakinya ke tanah. Suatu hari sang putri menjatuhkan

kain tenunnya dan berteriak seraya berkata “siapapun yang bisa mengambilkan

alat tenunku jika laki-laki akan aku jadikan suami dan jika perempuan akan aku

jadikan sodara”. Sedangkan Bowerman’s Nose menceritakan tentang gugusan

batu granit di Dartmoor, Devon, Inggris. Menurut legenda batu itu dulunya

seorang manusia yang bernama Bowerman. Bowerman pernah secara tidak

sengaja berurusan dengan penyihir dan dikutuk menjadi batu. Dalam penelitian ini

peneliti menemukan bahwa kedua legenda memiliki kesamaan dan perbedaan.

Kesamaannya terletak pada tema minor. Goa Mampu dan Bowerman’s Nose

23
bercerita tentang kutukan. Sedangkan perbadaan dari kedua cerita rakyat tersebut

terletak pada tema mayornya. Tema mayor dari Goa Mampu adalah janji yang

tidak ditepati sedangkan tema mayor dari Bowerman’s Nose adalah kesalahan

yang menyebabkan hukuman.

Falah dkk (2020) melakukan penelitian berjudul Comparative Litarature

Between Fitsgeral's The Great Gatsby and Hamka's Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck. Dalam menganalisis data peneliti menggunakan metode deskriptif

komparatif dengan pendekatan Human Models and Heroes. Human models

merupakan cara pengarang mendeskripsikan model karakter termasuk tampilan,

karaterisasi dan pemikiran. hal ini si pengaruhi olah latar belakang histori dan

sosial dari pengarang. Jadi penelitian ini mempunyai korelasi dengan sejarah dari

daerah dari setting novel dan akan menunjukkan budaya maupun tradisi dari

daaerah tersebut. Hero adalah cara pengarang untuk mendeskripsikan karakter

sebagai pemimpin bagi dirinya maupun orang disekitarnya. Sehingga peneliti

menggunakan pendekatan ini untuk menemukan kesamaan dan perbedaan dari

posisi karakter utama.

Ratna (2012) mengatakan bahwa sastra merupakan media untuk

mengarahkan, mengajarkan atau mengintruksikan pembaca. Secara tidak langsung

sastra dapat mempengaruhi masyarakat. Kedua novel bercerita tentang pemuda

yang merubah hidupnya karena cinta. Peneliti hanya berfokus pada posisi karakter

utama dalam kedua novel. Gatsby adalah karakter utama dari novel The Great

Gatsby. Bercerita tentang Gatsby tag terobsesi dengan Daisy, cinta pertamanya,

tetapi tidak bisa menikah dengan Daisy karena dia sudah menjadi istri dari Tom

Buchanan. Kemudian, Gatsby melakukan segala cara untuk memiliki Daisy.

24
Selanjutnya, Zainudin adalah karakter utama dari novel Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck. Tenggelamnya Kapal Vander Wijck menceritakan tentang Zainudin

dan Hayati yang saling mencintai tetapi terjebak dalam tradisi Minangkabau.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan Gatsby sebaga karakter utama dipengaruhi

oleh orang Amerika dalam budaya amerika lalu menghasilkan sosok Gatsby yang

misterius, palsu dan obsesif. Sedangkan Zainudin dipengaruhi budaya Indonesia

khususnya kombinasi dari tradisi Mengkasar dan Minangkabau menghasilkan

sosok Zainudin yang ramah/ sopan, religius dan loyal.

Masofa (2018) melakukan penelitian berjudul Sastra Bandingan dalam

Rose for Emily karya Faulkner dan Panggil Saja Aku Kartini karya Pramodya.

Artikel ini menggunakan metode sastra bandingan untuk melakukan perbandingan

bagaimana aturan masyarakat mempengaruhi karakter utama dengan

menganalisis kesamaan dan perbedaan dalam kedua novel. Dalam Rose for Emily,

sang karakter utama bernama Emily terisolasi karena ayahnya tidak merestui

hubungannya dengan seorang laki-laki dan bahkan dia dilarang untuk menikah.

Sedangkan dalam Panggil Saja Aku Kartini, sang karakter utama yaitu Kartini

terisolasi sejak kecil karena norma dalam masyarakatnya waktu itu.

Susan Bassnett mendefinisikan sastra bandingan meliputi teks lintas

budaya dan interdisciplinary, serta terkait dengan pola koneksi dalam sastra dan

kajian lainnya yang juga lintas tempat dan waktu. Kesamaan dari kedua karakter

utama adalah bahwa mereka berasal dari keluarga yang kaya. Sedangkan untuk

perbedaannya terletak pada negara dan budaya serta pada reaksi kedua karakter

dalam menghadapi keadaan sosial. Kartini dapat mengubah keadaan sosial waktu

itu sedangkan Emily tidak bisa.

25
Tasnimah dkk (2021) melakukan penelitian dengan objek puisi berjudul

Bubarnya Agama dan Syukran Kuruna. Penelitian ini membandingkan aspek

Corona dari perspektif penyair. Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam

penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pasan dari kedua puisi

tentang pendemi Corona. Pandemi Corona telah mempengaruhi berbagai aspek

dalam kehidupan manusia secara signifikan. Kehadiran coronavirus yang

menyerang seluruh dunia telah membuat berbagai pihak mencoba untuk

mengambil peran, termasuk para penulis, khususnya penyair. Coronavirus telah

menjadi magnet bagi para penyair untuk menulis berbagai puisiyang menyentuh

agar menyalakan semangat optimisme dalam menghadapi dunia yang tidak baik-

baik saja. Puisi Bubarnya Agama merupakan puisi karya Said Muniruddin dari

Indonesia sedangkan puisi Syukran Kuruna merupakan puisi karya Jabeer Ali

Ba'adany dari Yaman. Kedua penyair melihat Corona sebagai sesuatu yang

membawa kebajikan dan perubahan bersar-besaran untuk kehidupan manusia dan

tatanan agama. Hasilnya diketahui bahwa kedua puisi saling berhubungan dengan

persepsi penyair-penyairnya dimana corona adalah figur yang membawa

kebajikan dan perubahan besar-besar-besaran untuk kehidupan dan tatanan agama

serta kemanusiaan.

Ningrum dkk (2022) melakukan penelitian berjudul The Comparative

Literature Analysis in Suzanne Collins' Novel “The Hunger Games” and Veronica

Roth's Novel “Divergent”. Penelitian ini membandingkan dua karakter utama

dalam setiap novel, yaitu Katniss dan Triss, menggunakan pendekatan feminis.

Tujuannya adalah untuk mengungkap dan membandingkan nilai-nilai feminisme.

Penelitian ini juga bertujuan untuk menemukan kesamaan dan perbedaan peran

26
karakter-karakter utama dalam mempengaruhi kondisi sosial dalam aspek

feminisme. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan juga

sastra bandingan. Sastra bandingan adalah cabang studi yang fokus pada sastra

dan budaya, juga aksi membandingkan dua atau lebih karya sastra. Cara paling

sederhana dalam mengartikan sastra bandingan adalah perbandingan diantara dua

karya sastra. Sastra bandingan menganalisis kesamaan dan perbedaan antara dua

atau lebih karya sastra. Kemudian, secara lebih lanjut mengkaji tema, mode, dan

aspek lain dalam dua atau lebih karya sastra.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti melakukan analisis satra bandingan

dari dua karya sastra yaitu The Hungger Games dan Divergent dalam artikel ini.

Kedua novel dipilih karena memiliki tema yang sama. Selain itu, kedua karya

sastra menyajikan seorang perempuan sebagai karakter utama. Oleh karena itu,

pendekatan feminisme digunakan dalam penelitian ini. Feminisme adalah teori

yang fokus perempuan.

Gerakan feminismee dalam banyak budaya dipicu oleh keberadaan sistem

patriarki. Gerakan ini didedikasikan untuk mencapai kesetaraan gender antara

laki-laki dan perempuan. Keserataan yang dimaksud adalah keserataan dalam hak

memperolah pendidikan, bekerja dan lain sebagainya. Gerakkan ini tidakhanya

dilakukan dalam bentuk demonstrassi atau aktifitas fisik, akan tetapi gerakkan ini

juga dapat dilaksanakan dalam berbagai cara -contohnya melalui karya sasta.

Hasil penelitian ini menunjukkan banwa karakter utama dalam kedua novel yaitu

Katnis dan Tris memiliki karakter yang tanggunh dan dominan. Keduanya juga

menunjukkan aktifitas yang selaras dengan gerakkan feminisme. Perbedaannya,

27
Katnis menggunakan gestur/cara yang bijak sedangkan Tris melakukan

konfrontasi.

Ningsih (2017) melakukan penalitian tentang upaya pencapaian kesetaraan

gender antara novel hanauzumi karya jun’ichi watanabe dengan novel habis gelap

terbitlah terang karya armijn pane. Melalui noveldapat diketahui budaya maupun

fenomena yang ada dimasyarakat, salah satunya fenomena perempuan.

Masyarakat percaya bahwa laki-laki memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada

perempuan. Deskriminasi gender tersebut menyebabkan banyak permasalahan,

seperti di Indonesia. Posisi perempuan di Indonesia dalam keluarga pada

umumnya masih berada dibawah laki-laki. Hal yang sama juga terjadi di Jepang.

Dari permasalahan ini maka munculah gerakan atau paham feminisme.

Feminisme dipahami sebagai ideologi pembebasan perempuan dengan

keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya.

Oleh karena itu peneliti membahas pengenai upaya pencapaian kesetaraan gender

melalui dua karyasastra yaitu karya sastra dari Jepang dan Indonesia, yakni novel

“Hanauzumi” karya Jun‟ichi Watanabe dan novel “Habis Gelap Terbitlah

Terang” karya Armijn Pane. Peneliti tertarik untuk mengkaji kedua novel tersebut

karena keduanya memiliki latar belakang budaya dan tempat yang berbeda akan

tetapu mengangkat konsep yang sama yaitu pencapaian kesetaraan gender. Teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sastra bandingan dengan analisis

kritik sastra feminis. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode analisis

deskriptif kualitatif. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua karakter utama, yakni

Ginko dan Kartini, menyetarakan kaum perempuan melalui pendidikan. Akan

tetapi terdapat perbedaan dalam upaya meminta izin kepada orang tua mereka.

28
Ginko yang ditentang keinginannya tetap pergi ke Tokyo untuk belajar.

Sedangkan kartini menuruti perkataan bapaknya untuk tinggal di rumah dan

berupaya belajar sendiri dengan membaca buku.

Dari tinjauan penelitian terdahulu ditemukan gap penelitian. Gap tersebut

menunjukkan bahwa belum ada peneliti yang menganalisis tentang perbandingan

emansipasi wanita dalam novel Little Women dan Letters or a Javanese Princess

dengan menggunakan teori Feminisme Marxis. Dengan demikian penelitian ini

layak dilakukan karena penelitian ini mengandung kebaruan dan relevan dengan

permasalahan dimasyarakat saat ini.

2.2 Tinjauan Pustaka

Bagian ini menjelaskan definisi dari novel dan elemen intrinsik yang

relevan dengan penelitian ini (karakter, plot dan setting), sejarah perkembangan

feminisme, feminisme marxist dan emansipasi wanita.

2.2.1 Novel

Salah satu karya sastra yang populer adalah novel. Novel merupakan karya

fiksi yang panjang. Sebagai karya yang panjang, novel memungkinkan lebih

banyak variasi karakter, komplikasi plot yang lebih besar, pengembangan latar

belakang yang lebih luas, dan eksplorasi karakter serta motif yang lebih

berkelanjutan dari pada mode pendek serta lebih terkonsentrasi (ABRAMS,

1999). Novel memiliki beberapa unsur intrsnsik sebagai berikut:

2.2.1.1 Karakter

29
Karakter merupan tokoh yang ada dalam novel. Karakter biasanya

dideskripsikan secara legkap atau detil oleh pengarang. Penggambaran

karakter dalam novel meliputi ciri fisik, keadaan sosial, tingkah laku, sifat

atau kebiasaan dan lain-lain. Hubungan antar karakter juga

menggambarkan karakter tersebut secara tidak langsung (Nurgiantoro,

2002). Menurut Stanton (2007: 33) alasan satu karakter melakukan atau

bertindak sebagaimana yang dilakukan dalam cerita disebut dengan

motivasi. Karakter yang sering ditemukan dalam cerita biasanya

merupakan karakter utama. Karakter utama juga merupakan karakter yang

penting dalam novel sehingga tidak heran banyak peneliti yang

menggunakan karakter utama sebagai objek penelitian.

2.2.1.2 Latar

Latar merupakan suatu tempat, waktu, dan keadaan sosial dimana

karakter melakukan atau dikenai kejadian tertentu. Latar akan

mempengaruhi tingkah laku dan cara berfikir karakter dalam suatu cerita

sehingga latar juga dapat mempengaruhi tema dalam novel. Pemilihan

latar yang tidak sesuai dengan karakter dan tema menjadikan cerita kurang

meyakinkan (Nurgiantoro, 2002). Dalam berbagai novel latar dapat

memunculkan tone dan mode emosi yang mempengaruhi karakter. Tone

dan mode emosional ini disebut atmosfer. Atmosfer bisa jadi

merefleksikan suasana jiwa atau hati sang karakter (Stanton, 2007:35-36)

2.2.1.3 Plot

30
Alur juga sering disebut dengan rangkaian peristiwa dalam novel.

Stanton dalam (Nurgiantoro, 2002) mengemukakan bahwa alur adalah

cerita yang berisi urutan-urutan kejadian yang dihubungkan secara sebab-

akibat atau dengan kata lain peristiwa yang satu disebabkan atau

menyebabkan peristiwa yang lain. Jadi alur bukan hanya sekedar

rangkaian peritiwa akan tetapi harus memiliki keterkaitan sebab dan

akibat.

Dalam alur terdapat konflik. Konflik adalah kejadian penting yang

merupakan unsur yang sangat berpengaruh dalam pengembangan plot.

Konflik yang telah dirancang sedemikian rupa dan telah mencapai puncak

disebut dengan klimaks. Menurut (Warren, 1949) konflik adalah sesuatu

yang dramatik, mengacu pada pertarungan dua kekuatan dan menyiratkan

adanya aksi dan aksi balasan.

2.2.2 Sejarah Perkembangan Feminisme

Humm mengatakan bahwa feminisme merupakan ideologi yang

membebaskan perempuan dengan klaim bahwa perempuan mengalami

ketidakadilan kerena jenis kelaminnya. Feminisme meliputi berbagai analisis

tentang penindasan perempuan (Maggie Humm, 2007). Perkembangan feminisme

bisa dirangkum sebagai berikut:

1). Feminisme Gelombang Pertama

Feminisme modern gelombang pertama dianggap berawal dengan

Marry Wollstonecraft yang menulis Vindication of the Rights of Woman

31
(1792). Menurut (Sanders, 2006) tulisan Wollstonecraft merupakan

tonggak gerakkan feminisme modern yang menuntut hak perempuan untuk

belajar disekolah pemerintah sama dengan laki-laki dan menyerukan

pengembangan sisi rasional pada perempuan. Hal tersebut diharapkan

dapat meningkatkan intelektualitas perempuan sehingga mampu menjadi

individu yang mandiri, terutama secara finansial (Richardson, 2002) .

Marry menekankan bahwa wanita harus mendapatkan pendidikan yang

sama dengan laki-laki sehingga sisi rasionalnya terlatih. Dia tidak

mendeskripsikan perempuan sebagai individu yang ingin menjadi superior

dari laki-laki. Tujuan Marry dengan menulis essay tersebut adalah untuk

meningkatkan moral dan intelektual wanita sehingga wanita juga menjadi

lebih rasional. Marry juga tidak menganjurkan wanita untuk meninggalkan

ranah domestik. Dia juga tidak merekomendasikan aksi radikal dalam

mencapai tujuan feminisme. Fokus utama Marry adalah cara masyarakat

mengkonstruksikan femininitas.

Marry ingin pendidikan wanita mempersiapkan mereka untuk

kemungkinan yang mengharuskan wanita mandiri secara ekonomi. Tujuan

yang lain dari pendidikan wanita, menurut Marry, juga untuk memberi

wanita kebebasan dan kehormatan. Dengan begitu tujuan pendidikan

wanita atau tujuan feminisme secara umum bukan untuk membuat wanita

superior daripada laki-laki akan tetapi untuk melindungi perempuan dari

pihak yang ingin mengeksploitasi atau merendahkan mereka.

32
2). Feminisme Gelombang Kedua

Menurut (Thornham, 2006) feminisme gelombang kedua dianggap

sebagai gerakan yang paling kompak. Buktinya pada tahun 1966 berdiri

organisasi bernama National Organization for Woman (NOW). Selain itu

muncul juga kelompok-kelompok CR (Conscious Rising) pada akhir tahun

1960an (Thompson, 2010). Feminisme gelombang kedua ini muncul

sebagai reaksi ketidakpuasan perempuan terhadap diskriminasi meskipun

emansipasi perempuan secara hukum dan politis sudah dicapai oleh

feminisme gelombang pertama.

Feminisme muncul dari berbagai isu perempuan yang berbeda.

Oleh karena itu, sejarah dan perkembangan feminisme pun juga berbeda

sesuai dengan kelas, ras dan etnis tertentu. Kenyataan bahwa feminisme

berkembang dengan majemuk menyebabkan pendefinisian kembali konsep

feminisme dan berkhirnya feminisme gelombang kedua. Dengan

berakhirnya feminisme gelombang kedua pada tahun 1975 (Hewitt, 2010)

feminisme memasuki gelombang ketiga yang juga ditandai dengan

lahirnya postfeminisme.

3). Feminisme Gelombang Ketiga atau Postfeminisme

Feminisme gelombang kedua memiliki berbagai kelemahan,

sehingga menyebabkan terjadinya pendefinisian kembali konsep

feminisme pada akhir tahun 1980an. Brooks (1997) mengkalim bahwa

setidaknya ada 3 hal yang memdorong pedefinisian kembali konsep-

konsep feminisme. Pertama, femnisme hanya bisa mewakili perempuan

33
dari golongan tertentu dan belum bisa mewakili perempuan secara

universal atau keseluruhan. Kedua, feminisme gelombang kedua belum

mencakup isu perbedaan gender atau sexual difference. Ketiga, diluar

feminisme berkembang teori postmodernisme, postkolonoalisme dan

poststrukturalisme. Teori-teori tersebut kemudian mempengaruhi

perkembangan feminisme.

Dengan pengaruh dari berbagai teori seperti postmodern istilah

postfeminisme muncul. Istilah ini digunakan untuk menyatakan sikap “pro

perempuan tetapi tidak anti laki-laki” yang mengapresiasi keberhasilan

feminisme gelombang pertama dalam memperjuangkan hak pilih bagi

perempuan (Genz dan Brabon, 2009). Selain itu, menurut (Brooks, 1997)

postfeminisme merupakan pengkajian lebih kritis terhadap feminisme.

(Brooks, 1997) melihat postfeminisme sebagai perkembangan feminisme

pasca 1970an. Brooks serta Genz dan Brabon menggunakan istilah

postfeminisme sebagai perkembangan feminisme yang mencakup

feminisme gelombang ketiga.

Meskipun gerakan feminisme memiliki banyak versi akan tetapi

tujuan dari feminisme secara general harus tetap sama. Tujuan tersebut

ialah memperjuangkan keadilan gender dan menyadarkan perempuan

bahwa mereka adalah subjek yang juga memiliki kedudukan yang sama

dengan laki-laki maskipun menjalankan peran yang berbeda.

Perkembangan feminisme dari waktu ke waktu bukanlah sebuah cacat atau

34
kekuarangan. Hal itu merupakan bukti bahwa feminisme menyesuaikan

diri dengan masalah dan tuntutan zaman yang diahadapi perempuan.

2.2.3 Feminisme Marxis-Sosialis

Gerakkan feminisme berkembang dari waktu ke waktu dan hal itu

menyebabkan keberagaman dalam feminisme. Tong (2009) membagi

keberagaman feminisme dalam beberapa jenis yaitu feminisme liberal, feminisme

radikal, feminisme marxis-sosialis, feminisme psikoanalisis, ekofeminime,

postmodern feminisme dll. Sehubungan dengan fokus penelitian ini, maka peneliti

akan menjelaskan secara lebih lanjut mengenai jenis feminisme marxis-sosialis.

Sebenarnya, menurut Tong, pemisahan feminis marxis dengan sosialis

dapat dilakukan. Feminis marxis percaya bahwa sumber dari penindasan kaum

perempuan adalah kapitalisme sedangkan feminis sosialis percaya bahwa bukan

hanya kapitalisme yang menjadi sumber dari penindasan perempuan tetapi juga

budaya patriarki. Oleh karena itu, usaha untuk memisahkan feminis marxis dan

sosialis tidak banyak berguna karena perbedaan dari keduanya hanya masalah

penekanan.

Untuk dapat memahami feminisme marxis-sosialis maka diperlukan

pemahaman menganai konsep dari marxisme. Marxisme adalah paham yang

berdasar pada pemikiran dan pandangan-pandangan Karl Marx. Marxisme

menganggap bahwa produksi dan reproduksi materi adalah penggerak utama

sejarah. Oleh karena itu masyarakat terbagi menjadi dua kelas sosial yaitu borjuis

dan proletariat. Borjuis adalah adalah kelompok orang yang memiliki alat-alat

35
produksi dan properti pribadi. Sedangkan proletariat dikenal sebagai kaum buruh

atau pekerja yang bekerja untuk kaum borjuis agar mendapat upah.

Menurut Marx, kita hidup dalam masyarakat yang menganut sistem

kapitalisme dimana kaum borjuis menindas kaum proletar dengan

mengeksploitasi tenaganya untuk mendapat keuntungan lebih banyak dari alat-alat

produksi yang mereka miliki. Kedua kelompok sosial tersebut memang saling

membutuhkan. Akan tetapi hubungan ketergantungan mereka tidak seimbang.

Dapat dikatakan bahwa kaum proletar adalah kelas lemah atau bawah sedangkan

kaum borjuis adalah kelas kuat atau atas. Pembagian masyarakat menjadi kelas

atas dan kelas bawah ini menjadi ciri khas dari masyarakat kapitalis.

Selain itu, Karl Marx juga mengembangkan konsep basis dan

superstruktur. Basis merujuk pada cara produksi, bahan atau sumber daya yang

menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat. Sedangkan

superstruktur merujuk pada gagasan yang tidak berkaitan langsung dangan

produksi. Yang termasuk contoh dari superstruktur adalah politik, budaya, agama,

dan sastra. Antara basis dan superstrukur, keduanya saling berhubungan dan

saling mempengaruhi satu sama lain.

Teori feminisme telah dipengaruhi oleh berbagai perspektif, termasuk

perspektif marxisme yang fokus pada permasalahan antara kapitalis dengan

pekerja. Permasalahan perempuan yang belum bisa diselesaikan oleh aliran

feminisme lain telah mendorong lahirnya teori feminisme marxis-sosialis. Dalam

teori ini sistem patriarki dan kapitalisme adalah penyebab utama ketimpangan

gender. Asumsi dalam teori ini menekankan bahwa penindasan perempuan berasal

36
dari exploitasi kelas dan cara produksi. Dijelaskan dalam feminisme marxis-

sosialis, perempuan digambarkan sebagai kelas bawah yang lemah atau proleariat

dan seringkali menjadi objek yang ditindas. Sedangkan, laki-laki digambarkan

sebagai kelas atas yang kuat atau borjuis yang dapat menindas perempuan.

Singkatnya, feminisme marxis-sosialis adalah bentuk feminisme yang

berdasar pada gagasan Karl Marx, bapak dari sosialisme. Feminisme marxis-

sosialis mengklaim bahwa pemberdayaan perempuan tidak bisa dicapai dalam

framework kapitalisme. Perempuan ditindas karena ketergantungan dalam konteks

ekonomi. Secara tradisional, perempuan tidak dibayar dalam mengerjakan

pekerjaan rumah tangga dan sering memegang pekerjaan dengan gaji yang

rendah. Oleh karena itu feminisme marxist-sosialis mengusulkan beberapa

gagasan.

Perempuan harus mempunyai partisipasi setara dengan laki-laki dalam

proses produksi. Pengakuan pekerjaan rumah tangga setara dengan pekerjaan

produksi juga menjadi poin yang penting. Selain itu, adanya kebijakan yang

berkaitan dengan ketidakseimbangan gender dalam ranah publik dan privat juga

perlu dibuat. Frederic Engels (1884) dalam bukunya The Origin of the femily,

private property and the state mengatakan bahwa dibawah kapitalisme pekerjaan

rumah tangga tidak menjadi perhatian dalam masyarakat. Hal itu mengakibatkan

perempuan dikesampingkan dari kebanyakan partisipasi dalam produksi.

Feminis marxis-sosialis menganggap bahwa ketimpangan gender

disebabkan oleh sistem kapitalisme yang menimbulkan kelas-kelas termasuk di

dalam keluarga. Perempuan harus sadar bahwa mereka menempasti posisi sebagai

37
kelas bawah yang tidak diuntungkan. Kesadaran ini diharapkan dapat mendorong

perempuan untuk berjuang bukan dengan tujuan agar menjadi superior dari laki-

laki akan tetapi dengan tujuah agar peran perempuan diakui dan dihormati

layaknya laki-laki.

2.2.4 Sinopsis Little Women dan Latar Belakang Pengarangnya

Dikutip dari Gramedia.com, Little Women adalah novel yang ditulis oleh

pengarang atau novelis asal Amerika Serikat bernama Louisa May Alcott. Novel

ini diterbitkan dalam 2 jilid yang berjudul Little Women dan Good Wives pada

tahun 1868 dan 1969. Kemudian, pada tahun 1880, kedua jilid itu disatukan dan

diberi judul Little Women.

Novel Little Women membahas tentang keluarga (rumah tangga), cinta

dan pekerjaan. Dalam Little Women terdapat 4 sosok perempuan bersaudara yaitu

Meg, Jo, Beth dan Amy. Meg adalah perempuan cantik sekaligus disiplin. Jo

merupakan perempuan yang aktif dan memiliki kemauan yang keras. Beth

memiliki sikap pendiam dan baik hati. Sedangkan Amy adalah perempuan yang

memiliki jiwa seni dan kekanak-kanakan.

Berlatar di Concord Massachusetts, keempat bersaudara tersebut tinggal

bersama ibunya yaitu Mrs. March sementara ayahnya, Mr. March, pergi berperang

pada perang saudara di Washington. Dalam suasana perang dan krisis yang terjadi

karena perang, keempat saudara tersebut harus berjuang menghadapi

permasalahan dalam hidup. Dengan perbedaan sifat dan karakteristik tokoh-

tokohnya, novel Little Women menyediakan cerita yang kompleks.

38
Keluarga Louisa May Alcott secara tidak langsung mempengaruhi

penulisan novel ini. Louisa May Alcott berasal dari keluarga yang cukup

intelektual tetapi sedang menghadapi kesulitan finansial. Oleh karena itu Louisa

bekerja membantu kebutuhan keluarga sejak kecil. Beranjak dewasa Louisa

menjadi seorang feminis dan sempat bekerja di RS sebagai perawat di

Georgetown, DC. Louisa banyak menulis karya-karya lain, akan tetapi karyanya

yang paling sukses adalah Little Women. Terinspirasi oleh kisah masa kecilnya

bersama tiga saudara perempuannya yaitu Abigail May Alcott, Elizabeth S Alcott

dan Anna Alcott Pratt, Louisa memberikan pelajaran tentang feminisme, usaha

dan kebersamaan keluarga.

2.2.5 Sinopsis Habis Gelap Terbitlah Terang dan Latar Belakang Kartini

Letters of a Javanese Princess adalah terjemahan dari kumpulan surat RA

Kartini dalam bahasa Belanda yang berjudul Door Duisternis Tot Licht. Kartini

menulis surat untuk teman-temannya di Belanda tentang kepeduliannya terhadap

kaum perempuan di Jawa. Kaum perempuan di Jawa pada masa Kartini tidak

terlalu diakui kedudukannya sehingga mendorong kartini untuk memulai gerakkan

emansipasi perempuan.

RA Kartini adalah sosok perempuan yang menjadi salah satu dari

pahlawan nasional Indonesia. Dia merupakan perempuan yang lahir pada tanggal

21 April 1879. Dia merupakan putri dari pejabat Jawa bernama Sosroningrat dan

Ngasirah. Ngasirah adalah istri Sosroningrat yang bukan merupakan bangsawan

sehingga Sosroningrat kemudian menikah lagi dengan bangsawan bernama RA

Moerjam (6 Ibid). Edy Suryono dan Moenir Arisoendha, Ibid, hlm.24

39
Kartini adalah perempuan yang berbeda dengan perempuan lain pada

masanya. Dia gemar membaca dan menulis. Dia bahkan belajar bahasa belanda

agar dapat membaca buku-buku berbahasa belanda untuk memperluas

pengetahuannya. Kemampuan berbahasa belanda yang dimiliki Kartini

memungkinkan dia untuk berkomunikasi dengan wanita modern seperti Stella

Zeeandelaar. Hal itu semakin membuka wawasannya kaum perempuan. Kartini

pun tergerak untuk meningkatkan status sosial kaum perempuan di Jawa yang

pada saat itu sangat rendah.

Kartini memang perempuan yang cerdas, hal itu bukan berarti Kartini

tidak mengalami kendala. Kendala-kendala yang dia alami juga dideskripsikan

dalam kumpulan suratnya. Terlepas dari itu, Kartini berhasil mengubah beberapa

aturan yang merugikan kaum perempuan Jawa dan meningkatkan status sosial

mereka.

2.2.6 Emansipasi wanita

Menurut Cambridge Dictionary kata “emansipasi” berarti tindakan

membebaskan seseorang dari kontrol atau kendali orang lain. Kata “emansipasi”

juga merupakan proses pemberian kebebasan dan hak sosial atau politik kepada

seseorang. Emansipasi wanita merupakan sebuah istilah yang sudah digunakan

sejak awal abad ke 19. Emansipasi wanita diartikan sebagai perlawanan atau

perjuangan perempuan untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan

40
perbaikan (improvement) pada posisi legal, social, kultural, dan politikal (Sylvia

Paletschek, 2004). Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI)

kata “emansipasi” berarti pembebasan dari perbudakan dan juga merupakan

persamaan hak diberbagai aspek kehidupan masyarakat. Dari pengertian-

pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa emansipasi perempuan berarti

perjuangan untuk membebaskan perempuan dari segala bentuk perbudakan dan

pemberian kesamaan hak dibidang sosial atau politik.

Emansipasi perempuan awalnya merupakan tujuan/goal dari feminisme

gelombang pertama yang berjuang untuk memberi perempuan hak memilih/vote,

kemandirian ekonomi, dan akses yang sama terhadap pendidikan (Gamble, 2006).

Sementara di Indonesia, emansipasi perempuan dimulai oleh RA Kartini pada

masa penjajahan Belanda. Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan dan

melindungi kaum perempuan dari adat yang merugikan perempuan. Karena

kepedulian Kartini terhadap perempuan pada masanya dia menulis surat yang

kemudian dibukukan dan sampai sekarang menjadi sejarah bagi emansipasi

perempuan di Indonesia.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini saya menganalisis bagaimana definisi emansipasi

perempuan yang di gambarkan dalam Little Women dan Letters of Javanese

Princess. Karena keduanya terdapat aspek-aspek perjuangan perempuan, maka

saya menganalisis menggunakan teori feminisme. Khusunya saya menganalisa

menggunakan Feminisme Marxis.

41
Data berbentuk kata, frasa dan kalimat diambil dari kedua novel untuk

menjawab rumusan masalah. Setelah data didapat kemudian data diinterpretasi.

Kemudian langkah terakhir adalah mengambil kesimpulan. Kerangka berpikir

dapat dituangkan dalam bentuk bagan seperti bagan berikut:

Figure 1. Theoretical framework

42
BAB III
METODOLOGI

43
Bab III terdiri dari desain penelitian, objek penelitian, peran peneliti, prosedur

pengumpulan data, dan prosedur dalam menganalisis data. Dalam bab ini

disajikan langkah-langkah dalam menganalis objek penelitian ini, yaitu Little

Women dan Letters of A Javanese Princess.

3.1 Tipe dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

suatu pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap

berasal dari suatu masalah sosial atau kemanusiaan oleh individu atau

kelompok(Creswell & Creswell, 2017). Metode ini juga disebut metode artistik

karena lebih berkenaan dengan interpretasi dari data yang ditemukan (Sugiyono).

Selain itu, (Sugiyono) juga mengatakan bahwa ada beberapa tujuan dari penelitian

dengan metode kualitatif. Tujuan tersebut diantaranya: (1) menemukan pola

hubungan interaktif, (2) menemukan teori, (3) menggambarkan realitas kompleks

dan (4) memperoleh pemahaman makna. Karena peneliti ingin memperoleh

pemahaman makna pada Novel Little Women dan Letters of Javanese Princess,

maka metode kualitatif akan digunakan dalam penelitian ini.

3.2 Bentuk Data

Seperti yang dijelaskan pada 3.1, metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode kualitatif. Oleh karena itu, maka bentuk data yang digunakan

adalah data yang bersifat kualitatif atau bukan angka. Data yang diambil adalah

kata, frasa, klausa dan kalimat dalam sumber data primer yaitu novel Little

Women dan Letters of Javanese Princess. Selain itu, penelitian ini juga

menggunakan data sekunder yang diambil dari buku, jurnal artikel, dan website

yang berkaitan dengan topiknya.

44
3.3 Asumsi Penelitian

Hasil dari penelitian ini akan berupa penjelasan dari definisi emansipasi

perempuan dalam novel Little Women dan Letters of a Javanese Princess melalui

perspektif Feminisme Marxis. Hasil akan diperoleh dengan menganalisis peran

perempuan dalam kedua novel, penggambaran emansipasi perempuan dalam

kedua novel, perbedaan emansipasi perempuan dalam kedua novel, penyebab

perbedaan emansipasi perempuan dalam kedua novel dan implikasi dari peredaan

tersebut. Dengan menganalisis beberapa hal diatas diharapkan akan ditemukan

definisi dari emansipasi wanita dalam kedua novel melalui perspektif Feminisme

Marxis.

3.4 Sumber Data

Data primer diambil dari novel Little Women dan Letters of a Javanese

Princess termasuk narasi, dan dialog antar karakter. Sedangkan data sekunder

diambil dari buku, jurnal dan website yang berkaitan dengan topik penelitian.

3.5 Intrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah intrumen utama dalam

mengumpulkan data (Creswell & Creswell, 2017). Data dikumpulkan dengan

membaca dokumen, mengobservasi perilaku atau mewawancara partisipan.

Peneliti yang menggunakan metode kualitatif tidak menggunakan borang atau

intrumen lain. Akan tetapi, mereka mungkin menggunakan alat perekam atau

catatan dalam proses pengumpulan data. Dalam hal ini, peneliti menggunakan

tabel inventori dari data yang diambil dari novel Little Women dan Letters of a

Javanesse Princess.

45
3.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data peneliti mengikuti langkah-langkah sebagai

berikut:

3.6.1 Membaca Novel

Langkah pertama adalah membaca dengan seksama novel Little Women

dan Letters of a Javanese Princess. Hal ini dilakukan untuk menemukan topik atau

isu yang akan dibahas dalam penelitian ini.

3.6.2 Mengidentifikasi data

Setelah membaca dengan seksama, langkah selanjutnya adalah

mengidentifikasi data yang berkaitan dengan topik yang dibahas dalam penelitian

ini. Data yang diidentifikasi berupa kata, frasa, kausa atau kalimat dalam novel

Little Women dan Letters of a Javanese Princess.

3.6.3 Menginventarisasi data

Setelah mengidentifikasi data sesuai topik, langkah selanjutnya adalah

memasukkan data tersebut dalam tabel inventaris agar lebih mudah dianalisis.

Tabel inventaris dapat digambarkan sebegai berikut:

No Halaman Kutipan Interpretasi

3.6.4 Mengklasifikasi data

Setelah memasukkan data dalam tabel inventori, kemudian data

diklasifikasikan sesuai dengan rumusan masalah yang dijawab.

46
3.6.5 Menganalisis data

Data dianalisis menggunakan pendekatan Feminisme Marxis. Tujuannya

untuk menemukan definisi dari emansipasi perempuan dalam Little Women dan

Letters of a Javanese Princess melalui perspektif atau lensa Feminisme Marxis.

3.7 Pemrosesan , Analisis, dan Teknik Interpretasi Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan dan teori untuk

dapat menjawab rumusan penelitian. Terkait dengan penelitian ini, data dianalisis

menggunakan teori Feminisme Marxis. Hasilnya akan diperoleh definisi

emansipasi perempuan dalam Little Women dan Letters of Javanesse Princess.

Proses analisis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyiapkan data: peneliti menyiapkan kumpulan data

terkait emansipasi perempuan dalam kedua novel.

2. Membaca data: peneliti membaca semua data yang

dikumpulkan dan menemukan masalah tentang emansipasi

perempuan yang ada dalam kedua novel.

3. Mengkategorikan data: peneliti mengkategorikan data sesuai

rumusan penelitian untuk menemukan definisi emansipasi

perempuan melalui perspektif Feminisme Marxis.

4. Memberi deskripsi: peneliti memberi deskripsi tentang data

yang sudah dikategorikan berdasarkan pemahaman peneliti

mengenai teori Feminisme Marxis.

5. Menarik kesimpulan: peneliti menarik kesimpulan

berdasarkan analisis yang sudah dilakukan.

47

Anda mungkin juga menyukai