Anda di halaman 1dari 4

NAMA : NOVA DWI PAMUNGKAS

NIM : 122011133049

Kelas : Bahasa Indonesia Jurnalistik – C

1. DESKRIPSI TEMPAT

Kolam Segaran, Peninggalan Kerajaan Majapahit Yang Masih Ramai Dikunjungi

Mojokerto – Kolam Segaran yang terletak di Dusun Unggaran, Desa/Kecamatan Trowulan,


Kabupaten Mojokerto ini termasuk salah satu peninggalan zaman kerajaan Majapahit yang
masih dilestarikan dan banyak dikunjungi hingga sekarang. Kolam ini menjadi salah satu bukti
kejayaan kerajaan Majapahit pada masa itu. Konon kolam besar ini dulu digunakan untuk
menampung air dan mengairi lahan pertanian.

Kolam ini ditemukan pada tahun 1926 dalam keadaan yang masih teruruk oleh tanah. Pada
tahun 1966 dilakukan pemugaran kecil-kecilan kemudian pada tahun 1974 mulai dilaksanakan
pemugaran secara menyeluruh hingga seperti yang dapat kita lihat saat ini. Kolam segaran
memiliki panjang sekitar 375 m dan lebar 175 m, dengan dibatasi dinding batu bata merah yang
memiliki ketebalan 1,6 m dan kedalaman 2,88 m. Di pintu masuk sebelah barat terdapat
emperan yang menjorok ke tengah kolam dan di sisi dalamnya terdapat undakan untuk turun
ke kolam. Di sisi tenggara terdapat saluran masuknya air ke dalam kolam dan di barat laut
terdapat saluran keluarnya air.

Menurut informasi kolam ini merupakan kolam kuno terbesar yang pernah ditemukan di
Indonesia dan sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Uniknya meskipun hujan terus
mengguyur tetapi kolam ini tetap tidak pernah banjir ataupun meluap begitu juga ketika
kemarau airnya juga tetap masih ada.

Mengutip dari candi.perpusnas.go.id , kolam ini digunakan oleh keluarga Kerajaan Majapahit
untuk rekreasi serta menjamu tamu-tamu dari luar negeri. Adanya saluran masuk dan keluarnya
air di kolam ini dapat membuktikan bahwa dahulu kolam kuno ini juga digunakan sebagai
irigasi. Menurut para ahli kolam ini merupakan telaga yang terdapat dalam kitab
Negarakertagama.

Terdapat folklor yang hingga saat ini masih dipercaya masyarakat di sekitar kolam segaran.
Konon katanya alat-alat makan terbuat dari emas yang digunakan untuk menjamu tamu
kerajaan dibuang di tempat ini. Namun hingga saat ini belum ditemukan satu pun tanda adanya
alat makan yang terbuat dari emas di kolam Segaran.

Saat ini kolam Segaran masih sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat sekitar dan juga dari
luar kota. Di daerah sekitar kolam Segaran juga terdapat banyak area wisata lainnya seperti
Museum Majapahit dan Makam Troloyo yang letaknya tak jauh dari kolam segaran. Wisatawan
yang usai berkunjung dari makam ataupun museum biasanya menyempatkan diri untuk
menengok keindahan yang terdapat di kolam segaran ini.

Ukuran kolam yang cukup luas dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kolam ini sebagai area
untuk jogging maupun sekedar nongkrong biasa. Selain itu masyarakat juga memanfaatkannya
untuk memancing ikan-ikan kecil seperti ikan Wader. Ikan-ikan kecil yang diperoleh dengan
cara ditangkap maupun dipancing di kolam ini biasanya dijual dan menjadi makanan khas di
daerah ini yaitu Sambel Wader. Jika kita berkunjung ke kolam Segaran maka kita akan melihat
beberapa warung-warung yang menjual makanan ini terutama pada saat weekend warung
tersebut biasanya sangat ramai dikunjungi.

Di tengah banyaknya tempat-tempat wisata yang menarik , Kolam Segaran ini merupakan salah
satu yang sangat direkomendasikan jika kita ingin menilik kembali jejak kerajaan Majapahit
yang ada di Mojokerto. Agar dapat berkunjung ke kolam ini tidak akan dipungut biaya
sepeserpun alias gratis. Namun kita harus tetap menjaga kebersihan dan keindahan kolam kuno
terbesar yang ada di Indonesia ini.
2. DESKRIPSI ORANG

Mengenal Sosok Budayawan Emha Ainun Nadjib

Emha Ainun Nadjib atau lebih akrab disapa Cak Nun atau Mbah Nun ini lahir di
Jombang, Jawa Timur pada 27 Mei 1953. Ia merupakan sosok budayawan terkenal
sekaligus tokoh intelektual muslim yang sudah menulis banyak buku, esai, cerpen, puisi,
film, musik dan sebagainya. Ia juga beberapa kali menggelar pementasan drama seperti
yang baru saja dipentaskan di bulan Mar et kemarin yang berjudul Drama Mlungsungi.
Beliau dikenal sebagai sosok yang mempunyai pemikiran yang cerdas mengenai agama
maupun politik.
Cak Nun adalah anak ke-empat dari 15 bersaudara. Ayahnya bernama Muhammad
Abdul Latief dan ibunya bernama Chalimah. Ayah Cak Nun merupakan tokoh agama
yang disegani di desa kelahirannya yaitu Desa Menturo, Kecamatan Sumobito,
Jombang. Saat ini Cak Nun telah mempunyai istri yang bernama Novia Kolopaking yang
dikenal masyarakat sebagai penyanyi dan juga aktris. Ia dikaruniai 4 anak yaitu Ainayya
yang telah meninggal dunia sejak di kandungan, kemudian Haya, Jembar, dan Rampak.
Selain itu Cak Nun juga memiliki anak dari istri pertamanya yang bernama Sabrang
Mowo Damar Panuluh atau lebih populer dengan nama Noe vokalis sebuah band
terkenal ‘Letto’.
Bukan hanya dikenal sebagai sosok budayawan, sastrawan, atau cendekiawan, Cak Nun
juga merupakan sosok kyai (pimpinan/panutan). Ia merupakan sosok yang dihormati
serta memiliki pengaruh besar bagi negara ini. Pencapaian besar yang membuat dirinya
terkenal hingga saat ini adalah ketika Cak Nun membuat sebuah pementasan drama yang
berjudul “Lautan Jilbab”. Pementasan tersebut digelar hampir di setiap kota yang ada
di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Berkat upayanya dalam pementasan d rama tersebut
hingga saat ini jilbab dapat digunakan dengan bebas sebagai penutup aurat bagi seorang
muslimah. Cak Nun juga merupakan salah satu tokoh yang turut mendesak pengunduran
diri Presiden Soeharto pada zaman pemerintahan orde baru.
Dalam bidang sastra, Cak Nun telah melahirkan beberapa karya yang juga sangat
terkenal. Diantaranya adalah Sajak-sajak Sepanjang Jalan (1997), Nyanyian
Gelandangan (1982), 99 Untuk Tuhanku (1984), Syair Lautan Jilbab (1989), Suluk
Pesisiran (1990) dan beberapa karya lainnya yang baru ditulis dan diterbitkan. Cak Nun
memulai menulis karya sastra sejak tahun 1969 atau pada saat ia berusia 16 tahun. Ia
mulai aktif menulis puisi di surat kabar.
Saat ini Cak Nun telah menggelar beberapa kali pertunjukkan musik, kajian budaya
serta kajian agama bersama grup musik yang dibawahinya bernama Kiai Kanjeng.
Pertunjukkan tersebut ia kemas dalam sebuah acara yang bertajuk “Sinau Bareng Cak
Nun dan Kiai Kanjeng”. Ia bersama grup musik Kiai Kanjeng telah melakukan
pementasan di berbagai kota di Indonesia terutama di desa -desa dan juga beberapa kali
tampil di mancanegara seperti di Meksiko, Malaysia, Taiwan, dan banyak lainnya.
Cak Nun memiliki sebuah komunitas yang bernama Maiyah. Beberapa komunitas
Maiyah tersebut terbagi di berbagai wilayah di Indonesia yang disebutnya sebagai
simpul maiyah seperti Kenduri Cinta di Jakarta, Gambang Syafaat di Semarang,
Mocopat Syafaat di Yogyakarta, dan juga Padhangmbulan di Jombang. Komunitas
tersebut selalu mengadakan pengajian rutin yang digelar setiap satu bulan sekali di
daerah masing-masing. Tidak hanya mengaji saja namun kegiatan ini juuga merupakan
sebuah forum yang mendiskusikan mengenai keadaan sosial budaya dan politik yang
tengah terjadi dan mengupayakan solusi -solusi atas masalah tersebut. Cak Nun sebagai
sosok intelektual yang cerdas banyak di idolakan oleh kaum muda yang datang di setiap
pengajian yang diadakannya.

Anda mungkin juga menyukai