Anda di halaman 1dari 13

PUSTAKA AGUNG SUNAN TEMBAYAT II

"Semoga Semua Manusia Bisa Mengadakan Patembayatan/Pirukunan Terhadap Diri Sendiri


Maupun Orang Lain"

MINGGU, 03 NOVEMBER 2019

WEJANGAN PERTAPA MAHAGURU TAN TIK SIOE SIAN

Wejangan Pertapa

Mahaguru Tan Tik Sioe Sian

Disusun oleh

Muhammad Agung Priyokusumo

Arif Muzayin Shofwan

Dikeluarkan oleh

“KOMUNITAS PECINTA BUMI SPIRITUAL”

Blitar – Jawa Timur

Judul Buku:

“WEJANGAN PERTAPA MAHAGURU TAN TIK SIOE SIAN”

Disusun oleh:
Muhammad Agung Priyokusumo

Arif Muzayin Shofwan

Penyunting: Muhammad Hafidz

Tim Kreatif Wacana: Ahmad Mansuri

Penyelaras Akhir: Sulaiman

Untuk Kalangan Sendiri

Cetakan Pertama, 2018

Dikeluarkan oleh

“KOMUNITAS PECINTA BUMI SPIRITUAL (KPBS)”

Blitar – Jawa Timur

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Tuhan sebagai penguasa alam semesta. Shalawat dan salam mudah-
mudahan tetap terlimpahkan kepada para Nabi dan Rasul, para ahli bait dan sahabatnya serta
anak Adam di seluruh penjuru dunia. Ada yang menyatakan bahwa Mahaguru Tan Tik Sioe Sian
merupakan sosok jenius, spiritualis luar biasa, dan pernah bertapa di Goa Rejotangan.

Tulisan berjudul “Wejangan Pertapa Mahaguru Tan Tik Sioe Sian” ini merupakan sebuah buku
yang membahas sekelumit kisah dan kata-kata wejangan Mahaguru Tan Tik Sioe Sian atau
yang kadang disebut dengan: Romo Moortie, Begawan Bunga Cempaka Cina II, Pangeran Papak,
dan beberapa sebutan lainnya.

Oleh karena mengharap manfaat dari buku ini, maka dua penulis buku ini berdoa: “Semoga Allah
SWT memberikan manfaat yang luar biasa kepada semua pembaca buku ini. Dan semoga
wejangan Mahaguru Tan Tik Sioe Sian selalu menginspirasi perjalanan spiritual kita semua.
Amiin, Amiin, Amiin, Ya Rabbal Alamin.’’

Blitar, 17 Juni 2018

Penyusun,

Muhammad A.P. & Arif M.S.

DAFTAR ISI

Judul Buku ~ 1

Kata Pengantar ~ 3

Daftar Isi ~ 4

Bab I: Sekelumit Mahaguru Tan Tik Sioe Sian ~ 5

Bab II: Wejangan dari Mahaguru Tan Tik Sioe Sian ~ 15

Daftar Bacaan ~ 23

Tentang Penulis - 24

BAB I

SEKELUMIT MAHAGURU TAN TIK SIOE SIAN

Biografi Mahaguru Tan Tik Sioe Sian

Mahaguru Tan Tik Sioe Sian atau Chen De Xiu (Hanzi=陈德修; Pinyin= Chén Dé Xiū; Hokkien: Tan
Tik Siu ; Indonesia: Rama Moerti) adalah sastrawan, ahli pengobatan, dan seseorang berilmu
tinggi semasa hidupnya. Dia kini dipuja oleh berbagai kalangan, baik oleh warga China maupun
penganut kepercayaan Kejawen. Dia tidak bisa makan daging semenjak kecil dan hidup suci
melajang (selibat) sepanjang hidupnya.
Mahaguru Tan Tik Sioe Sian lahir pada tanggal 11 Juni 1884 (Imlek tanggal 14 bulan 12 tahun
2434) di Surabaya. Ia lahir pada hari Jumat tepat tengah hari, saat itu langit gerimis. Malam
harinya, langit cerah dan bulan bersinar dengan gemilang. Ia adalah putera Tan Liong To dari
istri keduanya yang berkebangsaan Jawa. Meski berlainan ibu, Tan Tik Sioe dengan 11 saudara-
saudarinya yang lain sangat rapat hubungannya dan hidup rukun. Tan Liong To menamai
puteranya Tan Tik Sioe. Tan adalah nama marga Cina. Tik memiliki arti moralitas, kebajikan.
Sioe memiliki arti memperbaiki, mendirikan, melatih. Jadi, Tik Sioe memiliki arti bertapa
membersihkan hati demi kebajikan moral.

Semenjak kecil, Mahaguru Tan Tik Sioe tidak bisa makan daging dan akan dimuntahkan kembali
jika dipaksa oleh ibunya. Ia tidak mau makan makanan yang berjiwa atau nasi, tetapi hanya
sayur-mayur dan buah-buahan atau singkong. Biasanya di kala anak-anak sedang bermain-main,
Mahaguru Tan Tik Siu tidak mau ikut serta, hanya melihat saja sebagai penonton kecil.

Saat ia berusia sembilan tahun, ibunya meninggal. Pada salah satu bait syair yang ditulis oleh
Mahaguru Tan Tik Sioe di dalam Kitab resep obat yang dicetak di percetakan Sie Dhian Ho &
Sons Solo pada tahun 1921, pada halaman 133 alinea 4 terkait kematian ibunya berbunyi
sebagai berikut: "Tiga harilah ! - tjoema setali; Terkadang hadang, soenyi sepeser; Terlaloe
soesah menanggoeng diri; Iboe dan Papa ke jaman achir".

Ia menceritakan kehidupannya semasa kecil yang berkekurangan, tidak memiliki uang untuk
membeli apa yang disukai, dan sudah kehilangan orang tua di usia yang teramat muda. Sesudah
kematian orang tuanya, Mahaguru Tan Tik Sioe tinggal di rumah kakaknya dan sempat
mengenyam pendidikan di Tiong Hwa Hwee Kwan dan bekerja hingga usia 18 tahun di Kota
Surabaya.

Mahaguru Tak Tik Sioe mempunyai efigi Kwan Im Hud Co saat berada di rumah kakak
kandungnya, Tan Tik Liang, di Surabaya. Kalau ada orang minta obat, ia akan membuat Hu yang
disembahyangkan kepada Kwan Im Hud Co kemudian diberikan kepada si peminta obat.

Pindah ke Tulungagung

Saat pertama kali pindah ke kota Tulungagung, Mahaguru Tan Tik Sioe menumpang di pabrik
minyak kacang milik Tho Lian Hiang. Pada tahun 1916, dalam salah satu suratnya, ia
mengatakan pada waktu itu ia masih dalam keadaan berantakan. Pada akhir tahun 1916, ia
sering terlihat mengenakan baju dan celana panjang putih serta beristirahat di dekat Goa
Selomangleng di daerah Kilisuci Kabupaten Kediri. Waktu itu, ia juga sering pergi ke Gunung
Klotok Kediri.

Pada tahun 1917 dan 1918, Mahaguru Tan Tik Sioe masih belum mempunyai gua-gua
pertapaan baik di lereng Gunung Wilis maupun di Sumberagung, Rejotangan, Tulungagung.
Namun, namanya telah banyak dikenal penduduk Jawa Tengah karena ia banyak berbuat amal
dan suka menyembuhkan orang-orang yang sakit tanpa memungut biaya sepeserpun. Ia tidak
membedakan yang kaya dan yang miskin, pribumi atau bukan, keluarga atau orang lain. Ia juga
mahir berbahasa China, Melayu, dan Inggris serta ilmu bela diri dengan keinginannya sendiri,
karena ia tidak mengenyam pendidikan hingga tinggi. Setiap perayaan Cap Go Meh, biasanya di
Tulungagung diadakan pawai barongsai dan liong. Tan Tik Sioe ikut serta berperan sebagai Sun
Go Kong sambil mempertunjukkan kemahiran bersilat dengan menggunakan senjata Kim Kong
Pang ("Pentung Kim Kong"). Terkadang ia juga berperan sebagai Boe Siong (Wu Song).

Rakyat setempat mengisahkan bahwa Kampung Sumber Agung menempati wilayah yang pada
awalnya adalah rawa-rawa (Danau Remang) seluas 50 hektare lebih. Mahaguru Tan Tik Sioe
menutup sumber air utama yang mengairi danau tersebut sehingga menjadi kering. Konon dia
menyumbatnya hanya menggunakan seputung rokok yang ia ciptakannya dari sebatang ranting
kering. Kini wilayah rawa-rawa yang kering berubah menjadi beberapa desa dan kawasan
persawahan. Nama Desa Sumber Agung sendiri merupakan pengingat atas kejadian tersebut,
dimana Sumberagung memiliki arti Mata Air dan Agung memiliki arti Besar. Seringkali pula di
halaman gua rumahnya diadakan pertunjukan Barongsai dan Jaranan.

Pindah Ke Malaysia dan Singapura Hingga Wafat

Mahaguru Tan Tik Sioe pindah menuju Singapura kemudian Penang, Malaysia. Ia dipercaya
menempati lokasi Gua One Hundred Bat Cave. Gua pertapaan Mahaguru Tan Tik Sioe di pulau
Penang tersusun atas batu-batu besar. Di sana, ia banyak dikunjungi orang yang datang minta
kesembuhan. Ia menyembuhkan orang dengan sesuka hati, asalkan percaya kepadanya. Saat
ada orang datang membawakan buah apel, buah apel itu akan diberikan kepada seorang
pengunjung yang lain dan disuruh makan supaya sembuh dari penyakitnya. Ada pula pasien lain
yang hanya disuruh minum air saja supaya sembuh.

Suatu ketika, batu hitam bulat dengan bagian dalam putih, disebut Tan, yang selalu dibawa oleh
Tan Tik Sioe pecah menjadi dua bagian. Hal tersebut menjadi firasat bahwa akhir hayatnya
segera tiba. Ia juga bermimpi utusan Dewi Kwan Im untuk menjemputnya. Ia meninggalkan
pesan-pesan kepada dua keponakan yang mengurusnya, kemudian menulis berbagai catatan
wasiat di dalam sebuah buku yang berisi nama-nama orang yang akan beri barang-barang
peninggalannya, kemudian berpesan agar di samping klentengnya didirikan sebuah pagoda.
Pada suatu siang, pada tahun 1929, seorang tua datang di klenteng dan bersembahyang di sana.
Selesai bersembahyang, seperti biasanya ia masuk ke gua pertapaan untuk menemui Mahaguru
Tan Tik Sioe, tetapi ia telah wafat. Mahaguru Tan Tik Sioe wafat saat berusia 45 tahun.

Jenasah Mahaguru Tan Tik Sioe tidak berubah dan tidak berbau meskipun telah seminggu
wafat. Ia diperabukan dengan ritual pemakaman umat Hindu di daerah setempat, sesuai dengan
pesan sebelum kematiannya. Sesuai pesannya, perabuannya tidak boleh menyisakan tulang
yang utuh sehingga membutuhkan waktu selama 17 hari. Setelah datang surat dari kakak
kandung Mahaguru Tan Tik Sioe untuk meminta sebagian abunya sebagai kenang-kenangan,
barulah seluruh tulang melebur menjadi abu sehingga tidak semuanya terlanjur dilarung ke laut.

Mahaguru Tan Tik Sioe dan Ilmu Kejawen

Menurut Sjoerja Woelan yang mengaku sebagai keturunan Eyang Boeyoet guru Ilmu Kejawen
Tan Tik Sioe, semasa masih remaja, Tan Tik Sioe ditemukan anak-anak sebayanya dalam
kondisi telantar di ujung Desa Sumberagung, Rejotangan, Tulungagung, dekat Kecamatan
Kademangan, Blitar. Namun, karena kulitnya yang putih berbeda dengan anak-anak desa
setempat yang umumnya berwarna coklat, kendati ia mengenakan pakaian lusuh, dengan cepat
beritanya menyebar di seluruh pelosok desa.

Kisah yang disampaikan Pak Sumirin, juru kunci generasi ketiga (setelah Pak Seni dan putranya
Pak Tukirin) yang menjaga gua Tan Tik Sioe di Sumberagung, Tan Tik Sioe sejak usia anak-anak
ditemukan sejumlah anak-anak desa yang sedang menggembalakan kerbau dalam keadaan
terlantar di dekat persawahan Desa Sumberagung. Tan Tik Sioe yang dalam kisah itu diduga
menyandang autis, diambil sebagai anak angkat oleh seorang misionaris Belanda yang dikenal
pula sebagai sastrawan. Nama ayah angkatnya disamarkan sebagai Budiman. Selain sebagai
misionaris, ia juga pengelola kebun kelapa milik Belanda di Onderneming Soemberagoeng
Afdeeling Toeloengagoeng. Dari ayah angkat, Tan Tik Sioe menguasai ilmu kesusasteraan yang
kemudian dipublikasikan melalui media surat kabar terbitan Surabaya, Semarang, dan
Yogyakarta.

Selain diajar kesusastraan, Tan Tik Sioe juga diizinkan ayah angkatnya berguru kepada Eyang
Boeyoet yang dikenal memiliki Ilmu Kejawen tingkat tinggi. Ayah angkatnya juga memberikan
tanah di tepi lahan perkebunan kelapa untuk dijadikan gua pertapaannya agar dapat mendalami
ilmu yang diajarkan Eyang Boeyoet. Pada tahun 1922, Mahaguru Tan Tik Sioe yang berusia 38
tahun sudah berhasil secara sempurna menguasai Ilmu Sabda dan Sangkan Paraning Dumadi
dari gurunya. Ia pun kemudian tinggal di Gua Gondo Mayeet dan menjadi sesosok pertapa yang
sakti.

Kultus Mahaguru Tan Tik Sioe Sian

Inti ajaran dari Mahaguru Tan Tik Sioe Sian adalah hidup suci dan berlaku benar. Ia bersumpah
untuk hidup selibat sepanjang hidupnya, bahkan pakaiannya pun tidak diperbolehkan untuk
dicuci wanita. Suatu ketika, seminggu setelah Tahun Baru Imlek, tanggal 8 bulan 1 Imlek pukul
12 malam untuk bersembahyang kepada Tuhan, ia pernah berpesan: “Saat bersembahyang
jangan meminta barang apa-apa, tetapi mohonlah diampuni dosa-dosanya yang dulu.”

Ia seringkali mengajarkan bahwa semua manusia saat menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa
haruslah mengoreksi dirinya sendiri, menentramkan pikiran, menerima segala derita yang
dihadapi, tahan melarat dan lapar, serta jangan mengeluh. Dalam salah satu buku Resep Obat
Tan Tik Sioe Sian yang dicetak di percetakan Sie Dhian Ho & Sons Solo pada tahun 1921, pada
halaman 22, disebutkan: "Seratus agama aku gabung menjadi satu, simpan di dalam cipta rasa!
Inilah tujuan membela Tuhan." Ia selalu menentang keras praktik ilmu hitam dan sihir, sebab
sihir itu mangkir dan menentang terhadap kodrat Allah.

Karya-Karya Mahaguru Tan Tik Sioe Sian

Sebagai seorang sastrawan, Mahaguru Tan Tik Sioe Sian telah menghasilkan beberapa karya
tulis yang kebanyakan dalam huruf dan aksara Jawa kuno. Banyak karya dia yang dihasilkan
pada saat dia berdiam di Gunung Wilis. Meskipun sebagian diterbitkan, tetapi hasil karya dia
hanya beredar di kalangan terbatas saja. Syair yang ia tulis pada sebuah gubuk di Sumberagung,
sebelum memiliki gua pertapaan, berbunyi sebagai berikut: "Kebanyakan di dunia ini palsu
belaka. Kebajikan moral memang betul-betul sejati. Sukses atau gagal di tangan Yang Maha
Kuasa. Janganlah ditilik beratkan pada dendam dan budi."

Pada tahun 1925, salah satu karangan Mahaguru Tan Tik Sioe yang berjudul "Mend your ways
and think of God", dimuat di harian Indonesian Daily News Surabaya, Sabtu tanggal 21
Desember 1974. Artikel tersebut terdapat dalam buku "Hermit Rama Moorti Tan Tik Sioe
Prescription" yang dicetak oleh percetakan "The Criterion Press Ltd.", Penang pada tahun 1925.
Dalam artikel tersebut disebutkan yang artinya sebagai berikut:

"Nah sekarang, kawan-kawanku, ingatlah ada satu Allah di atas sama benar ada seperti di dunia
di bawah. Perbaikilah cara/jalan hidupmu sekalian yang salah, lenyapkanlah semua perbuatan
perbuatan jahat/buruk, menempuh jalan hidup yang baik, dan bersihkanlah kau sekalian dari se-
gala dosa dengan hidup yang baik dan kehidupan yang benar. Baik dalam hati seperti engkau
sekalian seharusnya baik dalam perbuatan-perbuatan. Hidup kita ini terlalu pendek, maka bila
masih ada waktu, mulailah dengan segera dan kerjakanlah sekarang juga. Bangunlah dan
jangan menipu dirimu sendiri atau ditipu oleh kepentingan diri sendiri dan memikirkan dirimu
sendiri saja. Apa yang di dapat di dunia ini adalah dalam jangka waktu yang pendek saja Apakah
engkau sekalian tidak mengetahui dan mengerti kebanggaan yang kosong dari kesenangan
duniawi?".

Beberapa keajaiban Mahaguru Tan Tik Sioe Sian antara lain: (1) Mahaguru Tan Tik Sioe Sian
mampu menyalakan batang alang-alang kering tanpa menggunakan korek api untuk menolong
seorang pekerja bangunan gua yang hendak merokok, tetapi apinya terus pada tertiup angin; (2)
Tan Ping Hwie, keponakannya yang masih kecil, sering berkunjung ke guanya. Sewaktu pulang,
Mahaguru Tan Tik Sioe Sian memetik selembar daun yang berubah menjadi uang.
Keponakannya menggunakan uang itu untuk jajan setelah kembali ke Surabaya.

Saat Menjalani Pertapaan

Tan Kwie Nio merupakan satu-satunya saudara Tan Tik Sioe yang ikut menjalani pertapaan.
Konon, wahyu yang ia peroleh berasal dari Tan Tik Sioe. Ia tinggal di dalam Pondok Adem Hati
yang berlokasi di atas bukit. Jika ada orang yang ingin bertemu dengannya, orang tersebut
harus singgah pada sebuah rumah yang terletak di kaki bukit. Rumah tersebut dijaga oleh ibu
mertua saudarinya, yaitu Tan Tik Swie. Tan Tik Swie sendiri merupakan saudari tiri Tan Tik Sioe
dan Tan Kwie Nio, yaitu putri dari istri ketiga ayah mereka.

Pondok di atas bukit hanya ditinggali oleh Tan Kwie Nio sendirian, kondisinya selalu tertutup
rapat. Namun, konon ia dapat mengetahui siapa yang hendak menemuinya tanpa harus melihat.
Saat mertua saudarinya menabuh bumbung sebagai tanda ada orang yang memohon izin untuk
bertemu, Tan Kwie Nio akan membalas menabuh bumbung jika ia bersedia menemuinya.
Menurut cerita, ia pernah berjalan kaki menuju Gunung Merbabu di Jawa Tengah dan kembali
pulang ke Semarang hanya dalam tempo singkat.

Selanjutnya, kelenteng utama yang memuja Mahaguru Tan Tik Sioe Sian berlokasi di Situs Goa
Pendhem Pasetraan Gondo Mayeet Soemberagoeng. Bangunan gua tersebut selesai dibangun
pada tahun 1922. Pada kedua dindingnya, tertera ajaran Tan Tik Sioe dengan judul: "TOEGGANG
KERBOW MOE HIDJOOW ITOE ATIE2." Dan di bawah judul tertera:
"Tidak kamilikan, djangan moorkah, zonder doeweet, djaooh familimoe, tidak anak dan bini,
djangan djoestak tidak bohong, zonder obroll, djangan poerak2, tidak tjrewet."

Adapun lima mata air berikut merupakan mata air yang disakralkan oleh Mahaguru Tan Tik Sioe
Sian. Menurut cerita rakyat setempat, kelima sumber air ini telah membantunya sembuh dari
penyakit serta mencapai pembebasan. Hingga kini, para umat selalu melakukan ritual
membasuh muka di kelima mata air tersebut; (1) Mata Air Utama. Berada tepat di depan
klenteng kecil yang berjarak sekitar 200 meter di sisi timur Gua Tan Tik Sioe, Sumberagung; (2)
Mata Air di tengah Kota Banyuwangi, berupa sumur artesis; (3) Mata Air di tengah sawah di
Pacuh, Ngancar, Kediri; (4) Mata Air di Klampok, Sendang, Karangrejo, Tulungagung (lereng
Gunung Wilis); dan (5) Mata Air di Durenan, Trenggalek (lereng Gunung Wilis).

Selanjutnya beberapa daftar klenteng yang memiliki altar untuk Mahaguru Tan Tik Sioe Sian,
antara lain: (1) Klenteng Hong Tik Hian, Jalan Dukuh, Surabaya, Jawa Timur; (2) TITD Hong San
Koo Tee, Jalan Cokroaminoto No. 12, Surabaya, Jawa Timur; (3) Kelenteng Kwan Im Bio, jalan
Teratai No. 100. Cikoleang, Pabuaran, Gunung Sindur, Puspitek Bogor.[]

BAB II

WEJANGAN DARI MAHAGURU TAN TIK SIOE SIAN

Pada bab ini akan saya uraikan tentang tauhid kepada Allah, wejangan semedi, dan macam-
macam perenungan dari Mahaguru Tan Tik Sioe Sian (Romo Moortie atau Begawan Bunga
Tjempaka Tjina II atau Pangeran Papak) dengan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku saat ini,
agar mudah dimengerti. Semoga sekelumit ringkasan ini bisa bermanfaat buat para penempuh
spiritual dan dapat digunakan untuk melihat mana semedi “NING” yang sejati dan mana pula
semedi “NING”-nya yang palsu mengaku-ngaku untuk menipu.

Kata petikan-petikan Mahaguru Tan Tik Sioe Sian dalam “Kitab Hingsoon Olee-Olee” yang
akhirnya saya singkat dengan “KHO” saja (untuk bagian selanjutnya; Penulis) dinyatakan
sebagai berikut, antara lain:

MENYEMBAH SATU TUHAN

“Wajiblah kita menyembah Yang Satu” (KHO, hal. 5). “...Artinya Tuhan Allah terlalu murah welas-
asih rahmat dan rahim, Robbbil Alamin” (KHO, hal. 11).

LARANGAN BELAJAR ILMU SIHIR

“....Sang Guru berpesan, jangan ada mengandung ilmu sihir, rapal-rapal, japa mantra-japa
mantra. Ini ada jelek akhirnya, bisa mencelakakan dirinya sendiri. Karena itu semua tidak
termasuk golongan utama dari lantarannya penuh bekakasan (makhluk jahat) dalam badannya.”
(KHO, hal. 13).

“...Karenanya, ilmu sihir itu sesuatu yang dipaksa semau-maunya melawan Allah! Dan iya!
Teracap kali ilmu sihir itu berdekatan dengan syetan-syetan, satu tempo bisa digoda syetan juga
atau rupa-rupa bekakasan (makhluk jahat).... Sebab ilmu sihir itu pemberian dari syetan juga...
Hal itu lantas bisa menjadikan angkuh brutal....” (KHO, hal. 24).

PENEGASAN BAGI PENEMPUH SPIRITUAL

“... Janganlah kepingin membesarkan diri; atau jangan ingin dipuji orang lain; atau ingin dikasih
barang-barang orang lain (tamak). Dan jangan ingin mempunyai banyak dicintai orang lain. Dan
jangan suka banyak bicara...” (KHO, hal. 24-25).

TAK BOLEH RAGU ATAU WAS-WAS

“Sujudlah kepada Yang Maha Kuasa, rahmat dan rahim!! Yang bertetap hati, serta jangan was-
was!. Yang segala coba itu pasti akan bakal mendatangimu. Kita pun lebih dulu mesti jaga-jaga
sebelumnya”. (KHO, hal. 26).

HARUS BERLAKU JUJUR

“Ingatlah! Segala kejujuran itu mengandung banyak keselamatan. Janganlah terpisah-pisah dari
keselamatan yang banyak jujur itu. Hiduplah! Senang bagi si jujur dan selamat!” (KHO, hal. 27).

PROSES LAKU SEMEDI

1. Laku semedi yang teracap kali melihat satu bintang berkerlip atau bercahaya, sebentar-
sebentar hilang, sebentar-sebentar datang untuk menggoda badanmu, tandanya kamu belum
betul dari semedimu.

2. Laku semedi yang teracap kali bisa melihat sebagian api merah atau bintang merah ini juga
ada yang kurang baik dalam jasadmu, tandanya ada yang kotor dalam cipta-mu. Sebab hal itu
berasal dari hawa nafsu kekotoranmu sendiri.

3. Laku semedi yang teracap kali kelihatan asap bergulung-gulung, bertimbun-timbun, itu
pertanda ciptamu tidak bagus. Sebab itu berasal dari hawa kejahatanmu sendiri.

4. Laku semedi yang satu tempo badan jasad ini bisa bergerak-gerak seperti ada lindu/gempa.
Tandanya cipta-mu payah dan mengandung keinginan yang susah diturutinya dan uap darah
sendiri yang menimbulkan barang paksaan.

5. Laku semedi waktu tafakur di dalam hati penglihatan dan perasaan kita bisa berlipat hingga
tiga (3) sampai lima (5) besarnya orang, ini tandanya kamu punya dasar yang kurang bagus. Itu
berasal dari keinginan yang sudah terlalu melekat di dalam cipta dan susah dibuang. Walau
dalam hal ini, kamu bisa melihat berwarna-warni bintang (biru, hijau, merah, putih). Ini berasal
dari godaan dirimu sendiri.

6. Laku semedi yang bisa melihat potret dirinya sendiri, laksana melihat rupa di dalam kaca, ini
yang paling bagus. Hati, usus, jantung, paru-paru, limpa ini bisa kelihatan wujud di depan mata
dan bergerak-gerak, itu perkakas sama bernafas, dan sebentar-sebentar kelihatan rupanya
sendiri seperti di waktu terang bulan, ini yang dibilang semedi betul.
(KHO, hal. 42-43)

BANYAK KITAB TIDAK DIJALANKAN

“Jika cumak selamanya percaya pada buku-buku, kitab-kitab, namun jika tidak dijalani dengan
sesungguh-sungguhnya dengan tulus hati, tentu selamanya pengetahuannya hanya terdapat di
buku-buku dan kitab-kitab itu saja”

“Carilah kedung yang dalam! Jangan cari kedung pesisir”

(KHO, hal. 62)

SIFAT ALLAH DAN UNTUNGNYA ELING

“Allah Ta’ala Maha Kuasa. Elok dan lembut, baik budi-Nya. Bersifat murah memang kuasa.
Halus dan tertib pengadilan-Nya. Satu-persatu sabda dibilang. Dalam dunia barang dumilang.
Menuju satu cahya gumilang. Tentu untungnya orang yang Eling.” (KHO, hal. 69).

PALING PERLU DIPEGANG

“Jangan mempunyai mulut yang jahat. Jangan mempunyai keinginan dan kepemilikan. Jangan
mempunyai hati yang membikin banyak orang menjadi susah dan jangan serakah” (KHO, hal. 81)

JIKA SUSAH MAKA ALLAH KELIHATAN

“Ya, memang sudah lumrahnya, jika hati susah, Tuhan Allah lantas kelihatan. Jika hati sudah
senang, Tuhan Allah tidak kelihatan...” (KHO, hal. 86)

Selanjutnya, berikut ini merupakan kata-kata petikan dari Mahaguru Tan Tik Sioe Sian yang
dipetik dari buku berjudul “Kitab Soetjie Ilmoe Woelang Hoetomo” yang nantinya saya singkat
dengan “KSIWH” saja (untuk bagian selanjutnya; Penulis). Inilah kata-kata petikan dari kitab suci
tersebut, antara lain:

TIDAK BOLEH MEMAKSA ORANG LAIN

“... Janganlah kamu memaksa bagi orang lain. Tetapi ada yang paling perlu kamu paksa, yaitu
hatimu sendiri saja...” (KSWIH, hal. 8)

MAKNA MEMATIKAN RAGA

“Mematikan raga atau melenyapkan hawa nafsu serakah, marah, juga melupakan keduniawian,
atau segala pendengaran, penglihatan, dan keinginan atau keheranan” (KSIWH, hal. 11)

SYARAT BISA “NING” DALAM SEMEDI

“Apabila seseorang orang belum bisa pasrah dirinya pada TEKAD, IKHLAS, BERHATI BAJA,
CEPAT dan KERAS di dalam langgeng pada dirinya, maka belumlah dia nanti bisa mengerjakan
di bagian NING.” (KSIWH, hal. 15)

BOHONG BISA “NING” LEBIH 25 MENIT

“Ada pula di waktu sedang semedi, Astaghfirullah lebih-lebih lagi dari beratnya. Kita si bodah ini
lancang berkata barangkali bisa “NING” selama lebih dari 25 menit saja....” (KSIWH, hal. 18)

ENAM SAMPAI TUJUH TAHUN BISA “NING” HEBAT

“.... kita punya kira-kira saja orang yang berusaha semedi atau mati rasa berlaku di dalam enam
(6) sampai tujuh (7) tahun bisa “NING” di antara lima (5) menit saja, boleh dibilang sudah bagus
dan pilih tanding adanya” (KSIWH, hal. 18)

MADEP, KAREP, MANTEB, DAN TETEP

“Madep pada hati sendiri. Karep bersujud di hati. Manteb pada agama budi. Tetep pada
kelakuan bersih”

(KSIWH, hal. 44)

BALAS-MEMBALAS

Siapa menolong Allah, maka Allah akan menolongmu

Siapa berbakti pada Allah, maka Allah akan berbakti pada jiwamu

Siapa bersujud kepada Allah, maka Allah bersujud di atas kesujudanmu

Siapa mengasihi Allah, maka Allah akan mengasihimu

Siapa menjahati Allah, maka Allah akan menjahatimu

Siapa menipu Allah, maka Allah akan menipumu

Siapa serakah pada Allah, maka Allah akan serakahi kamu

Siapa kejam pada Allah, maka Allah akan kejam pada kamu

Siapa menghina Allah, maka Allah akan menghinamu

Siapa murah kepada Allah, maka Allah akan murah kepadamu

Siapa mencintai Allah, maka Allah akan mencintaimu

Siapa membenci Allah, maka Allah akan membencimu

Siapa berpura-pura pada Allah, maka Allah akan berpura-pura pada kamu (KSIWH, hal. 47-48)

TANPA BATAS BANGSA DAN AGAMA


“Tidak peduli bangsa apa saja dan agama apa saja, jika dia bisa bersujud pada hatinya sendiri,
ingat pada Allah-mu sendiri, iya ini saudara kita” (KSIWH, hal. 56)

GURU, DEWA, DAN JAGAD

“Guru itu iya hatimu sendiri. Dewa itu iya kelakuanmu sendiri. Jagad itu iya ragamu sendiri”
(KSIWH, hal. 51)

SIFAT ALLAH

“Allah terlalu murah. Allah terlalu adil. Allah paling berkuasa. Allah paling mulia” (KSIWH, hal. 47)

MAKNA MEMATIKAN RASA

Yakni mematikan: “Rasanya rasa. Rasanya pangrasa. Pangrasanya rasa. Pangrasanya pangrasa.
Pangrasanya rumangsa. Rumangsanya rasa. Rasanya rumangsa. Rumangsanya rumangsa.
Rumangsanya pangrasa” (KSIWH, hal. 17)

SEMUA HARUS KASUNYATAAN

“Sekali omong, kasihlah tanda. Sekali bicara, kasihlah kenyataan. Sekali cerita, kasihlah bukti.
Sekali bersuara, kasihlah kebenarannya” (KSIWH, hal. 9)

Semoga kata-kata petikan dari Mahaguru Tan Tik Sioe Sian ini bermanfaat bagi perjalanan
spiritual kita. Amin, Amin, Amin, Ya Rabbal Alamin.

DAFTAR BACAAN

Anonim (2018). Chen De Xiu. Dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, diakses
pada tanggal 15 Juni 2018.

Arif Muzayin Shofwan (2017). Menulusuri Sekelumit Kisah Mahaguru Tan Tik Sioe Sian. Diakses
dari http://kasannawawi.blogspot.com/2017/02/menelusuri-sekelumit-kisah-mahaguru-
tan.html.

Fachrizal Edyansyah (2014). Goa Tan Tik Sioe Rejotangan. Diakses dari http://fachrizal-
edyansyah.blogspot.com/2014/11/goa-tan-tik-sioe-rejotangan.html.

Ivan Taniputera (2017). Renungan Ajaran Dewa Tan Tik Sioe. Diakses dari
https://ramalanfengshui astrologimetafisika.wordpress.com/2017/06/13/renungan-ajaran-
dewa-tan-tik-sioe.

Tan Tik Sioe (1919). Kitab Soetjie Ilmoe Woelang Hoetomo. Blitar: Kantoor Pertjitakannja Liem
Liang Djwan, Statioon-Straat Blitar Telepon No. 14.

-------- (1920). Kitab Hingsoon Olee-Olee. Blitar: Kantoor Pertjitakannja Liem Liang Djwan,
Statioon-Straat Blitar Telepon No. 14.
TENTANG PENULIS

Muhammad Agung Priyokusumo, lelaki yang lahir pada bulan November ini merupakan salah
seorang spiritualis dari Blitar, Jawa Timur. Dia banyak mempelajari berbagai macam teknik
meditasi, di antaranya: Meditasi Sufi, Meditasi Samatha, Meditasi Vippasana, Meditasi
Anapanasati, Meditasi Reiki, dan berbagai macam teknik meditasi lainnya. Selain itu, lelaki yang
pernah bekerja sebagai Kepala Bagian Keuangan Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Blitar ini
juga sering mengkaji berbagai kitab tasawuf seperti: Kitab Al-Hikam karya Syaikh Ahmad Ibnu
Athoillah As-Sakandari, Kitab Insan Kamil, Kitab Hakikatul Makrifat, dan lain sebagainya. Pria ini
juga banyak mengkaji buku-buku kebatinan Jawa, seperti: Serat Hidayat Jati, Salat Daim Mulat
Sarira, buku kebatinan Tan Tik Sioe Sian, dan lainnya.[]

Arif Muzayin Shofwan, lelaki yang lahir pada bulan Juni ini merupakan seorang spiritualis yang
berasal dari Blitar, Jawa Timur. Lelaki yang berprofesi sebagai tenaga pendidik ini pernah
menulis buku bersama Mbah Haji Muhammad Agung Priyokusumo berjudul “Kitab Suluk
Rumekso Ing Napas” dan “Buku Panduan Reiki Tingkat Dasar” serta “Buku Panduan Ritual
Menarik Pusaka”. Selain itu, secara pribadi, lelaki yang suka meditasi dan tafakur ini juga pernah
menulis buku berjudul “Risalah Dzikir Hifdzul Anfas Wal Aurod Dilengkapi Dengan Sepercik Inti
Wejangan Sunan Tembayat” serta “Risalah Dzikir Hasbalah” dan judul buku-buku lainnya.[]

PUSTAKA AGUNG SUNAN TEMBAYAT di 20.57

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

MENGENAI SAYA

PUSTAKA AGUNG SUNAN TEMBAYAT

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai