Anda di halaman 1dari 26

Nama: Charisma Wulan Widananda

NIM: 2020001006

LAPORAN HASIL ANALISIS CERPEN

Teman Baik{ persahabatan}


Cerpen Karangan: Gugun
Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 25 March 2016

Kring.. Jam berbunyi aku pun bangun dari tidurku dan mematikan jamku, jam
menunjukkan pukul 6:00am aku pun bergegas bangun dari tempat tidurku dan menuju
kamar mandi. Nattasha itulah namaku, aku duduk di bangku kelas 3 SMA di sekolah
cukup terkenal di kotaku. Aku pun turun untuk sarapan pagi dengan orangtuaku.

“Pagi Bu…” Kataku menyapa,


“Pagi juga sayang sarapan dulu Nak baru sekolah.” kata ibu lembut.
Aku pun makan bersama ibuku karena ayahku sudah tidak ada sejak umurku 10 tahun
dia meninggal karena punya penyakit jantung yang dideritanya dan aku punya aku
harap aku juga bisa sembuh dari sakit ini karena aku ingin menggapai cita-citaku.

Setelah aku sarapan aku menuju ke sekolah dengan menaiki sepeda karena sekolahku
tidak begitu jauh dari rumahku. Aku menikmati suasana pagi sambil bersepeda,
sesampainya di sekolah ku parkirkan sepedaku di tempat parkir. Banyak yang
menggunakan sepeda di sekolah ini sampai hampir penuh tempatnya. Aku pun menuju
ke kelas dan menaruh tasku dan duduk di kursi sambil menunggu guru sambil
mengambil hp yang ada di kantongku dan mulai membuka layanan internet yaitu
facebook. Tik.. Tik.. Tik.. Suara keyboardku memasukan email dan kata sandi, ku lihat
profilku dan ada aku melihat ada permintaan pertemanan di facebookku. Aku pun
melihat profilnya bernama Ega aku pun mengonfirmasi pertemanan. Aku membuat
status di pagi ini dan ku taruh kembali hpku di kantongku. Tak lama guru datang
mengajar kami, selesai belajar aku menuju ke kantin bersama temanku namanya Lita
kami pun berjalan bersama.

“Eh… Lita berapa pertemanan facebookmu saat ini?” tanyaku.


“Baru 3400 Natta ada apa?”
“Gak apa-apa kok tanya aja.”
Aku pun mengambil hp di kantongku dan membuka kembali facebookku melihat apakah
ada like dan komen ternyata ada 50 pemberitahuan aku pun membukanya ternyata
yang like semua adalah ega yang tadi aku konfirmasi tadi. Aku jarang main facebook
sebenarnya hanya ingin bila penuh aku sering menggunakan beetalk karena lebih
simple. Setelah sampai di kantin aku mengobrol dengan teman-temanku tentang dapat
kenalan yang asyik di facebook dan like yang banyak hingga 200 like. Aku saja tidak
sampai 200 like paling cukup 100 like.

“Eh.. Yuk kita selfie semua nanti aku upload,” Ajak Lita.
“Apa selfie Lita?” Keluhku.
“Suka, suka dong entar buat status makan bareng.”
“Yuk, yuk.” ucap Putri meminum minumannya.

Aku pun ikut foto bersama mereka sebenarnya aku tidak mau aku mengambil hpku lagi
dan ingin menyebarkan beetalkku di facebook. Setelah ku sebarkan di facebook ku
taruh hpku lagi di kantong dan menuju ke perpustakaan untuk membaca buku.
Sesampainya aku di perpustaan ku lihat banyak yang membaca buku hari ini aku pun
mencari buku yang ingin aku baca seseorang menepuk pundakku dari belakang.

“Hai Natta cari buku apa?”


“Oh.. Kamu Gun buat kaget aja deh, ini cari buku untuk aku baca,” Ucapku.
“Hhhh kamu nih lucu deh.” tawa Gun.
“Kenapa?” Ucapku heran.
“Iya lah lucu, buku semua untuk dibaca Natta nih baca yang ini pasti seru ceritanya.”
kata Gugun menyodorkan bukunya.
“Oke aku baca ya.” kataku mengambil buku.

Gugun adalah temanku dari kelas 1 SMA kelas kami berbeda aku di B dia di A aku
sering curhat ke dia bila ada masalah. Dia baik humoris dan perhatian banyak yang
suka dengan sifatnya itu. Aku pun duduk dan membaca buku bersama Gugun temanku
terlihat suasana sangat tenang di ruang perpustakaan tak lama kemudian bel berbunyi
aku pun berjalan menuju ke kelas dengan Gugun.

“Eh… Natta kita pergi nonton yuk aku yang bayar mau enggak?” kata Gugun mengajak.
“Boleh tapi benar kan kamu yang bayarin entar kayak dulu lagi.” kataku.
“Yang mana kayak dulu perasaan aku yang teraktir terus deh.” kata Gugun.
“Eh… Mulai lupa deh enggak ingat kejadian dulu pas mau nonton lupa bawa uang udah
ambil minuman sama makanan tahu, tahu gak bawa uang huh…” Kataku.
“Hehehe iya iya itu kan dulu bukan sekarang Natta nanti aku jemput.”
“Iya Gun jam 2 ya, nanti d irumahku.”
“Oke deh aku masuk dulu ya.” kata Gugun memasuki ruang kelas.

Aku pun masuk ke kelasku dan mulai belajar hari ini yang mengajar guru matematika
pelajaran yang paling susah. Kami pun belajar pak guru menerangkan di atas tentang
matematika saat aku fokus untuk mendengar hpku berbunyi terus nada facebook
kling…Kling berulang kali. Aku lupa mengubahnya ke mode diam aku pun mengambil
hp di kantongku dan mengubahnya ke mode diam. Tapi saat aku ingin mengubahnya
pak guru sudah di depanku dan meminta hpku dan menghukumku di luar tidak boleh
ikut pelajarannya.

“Huh. Sial banget deh sudah hp diambil di hukum lagi di luar kelas berdiri,” Keluh
kesalku.
“Kmu kenapa Natta kok enggak masuk malah berdiri di luar kelas?” tanya Gugun dari
kamar mandi.
“Di hukum tahu Gun diam deh.” ucapku.
“Dihukum karena apa lagi bukanya kalau kamu belajar selalu fokus tatap mata saya gitu
haha,” Ucap Gugun sambil ketawa. “Tadi gara-gara nada facebook aku lupa kasih
mode diam.” ucapku.
“Kasihan…. Hehehe,” Ledek Gugun.
“Apaan sih Gun sudah sana masuk entar dimarahi kamu sama guru,” Ucapku
menyuruh ya masuk kelas.
“Oke entar kita pulang bareng ya.” ajak Gugun.
“Iya iya udah sana masuk bikin beban aja.” ucapku menendangnya.
“Au…Iya bawel yang lama ya di sana biar kayak patung hahaha.” ledek Gugun berlari
menuju kelas.

Cerpen Karangan: Gugun

Analisis:

Identitas cerpen:

Judul :Teman Baik

Pengarang : Gugun

Tahun terbit : 25 maret 2016

Jenre cerpen : Cerpen Remaja, Cerpen Persahabatan

Unsur Instrinsik

Tema: Cerpen ini bertemakan tentang kisah pertemanan siswa SMA yang bernama
Natasya dan Gugun. Natasya dan Gugun berteman sejak mereka duduk di kelas 10,
namun keduanya berbeda kelas, Natasya di kelas B sedangkan Gugun di kelas A.
walaupun mereka berbeda kelas tetapi mereka berteman dekat. Menurut Natasya
Gugun adalah teman terbaiknya karena Gugun orangnya baik,hambel, ramah dan juga
perhatian kepada semua temannya tanpa membeda-bedakan teman. Sebab itulah
Natasya merasa nyaman bila berteman dengan Gugun, bahkan Natasya tidak sungkan
untuk curhat tetang masalah yang sedang ia alami kepada Gugun.
“Gugun adalah temanku dari kelas 1 SMA kelas kami berbeda aku di B dia di A aku
sering curhat ke dia bila ada masalah. Dia baik humoris dan perhatian banyak yang
suka dengan sifatnya itu.”

Tokoh dan Penokohan: dalam cerpen ini terdapat dua jenis tokoh yaitu tokoh

 Tokoh utama sebagai orang yang punya pengaruh paling besar dibanding tokoh
lainnya: tokoh utama dalam cerpen ini adalah Natasya dan Gugun.{protagonis}
 tokoh tambahan, atau biasa disebut pembantu keberadaannya tidak terlalu
diperhatikan dibanding tokoh utama: tokoh tambahan dalam cerpen ini adalah
Ega,Lita,Pak guru dan Putri {tokoh figuran}

Berbeda dengan tokoh yang hanya memperhatikan peran dan sifat individu. Penokohan
terkesan lebih deskriptif karena dari situ bisa dilihat bagaimana pengarang
menggambarkan seorang tokoh, mulai dari secara langsung (eksplisit) atau tidak
langsung (implisit). Pada cerpen ini menurut saya menggambarkan seorang tokoh
secara langsung menggukan Teknik analitik lebih melihat bagaimana tokoh
digambarkan secara langsung oleh penulis, misalnya terdapat keterangan, “
Dia baik humoris dan perhatian banyak yang suka dengan sifatnya itu.” Yang
menjelaskan sikap tokoh Gugun .

Latar: Dalam suatu cerpen terdapat 3 jenis latar yaitu latar twmpat,waktu dan suasana

 latar tempat: Di rumah {kamar, ruang makan} “Kring.. Jam berbunyi aku pun bangun
dari tidurku dan mematikan jamku, jam menunjukkan pukul 6:00am aku pun bergegas
bangun dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi.” Dan “Aku pun makan bersama
ibuku”
Di kantin : “Setelah sampai di kantin”
Di depan kelas : “Kamu kenapa Natta kok enggak masuk malah berdiri di luar kelas?”
Di kelas : “Aku pun masuk ke kelasku”
 latar waktu: pagi hari “jam menunjukkan pukul 6:00am”
 latar suasana/budaya : kesal : “Huh. Sial banget deh sudah hp diambil di hukum lagi
di luar kelas berdiri,”
gelisah : “aku pun bergegas bangun”
tenang : “Aku menikmati suasana pagi sambil bersepeda”

Alur: pada cerpen ini menggunakan jenis alur maju mundur. Pada cerpen ini
mencerikana kisah pertemana antara Natasya dan Gugun dari awal mereka bertemu
samapi saat ini mereka berteman dengan baik. Pada cerpen ini lebih berdominan pada
alur maju akan tetapi ada beberapa panggalan cerpen ini yang menceritakan kembali
masa lalu contohnya pada panggalan “ayahku sudah tidak ada sejak umurku 10 tahun”

Sudut pandang: sudut pandang orang pertama

Sudut pandang orang pertama biasanya menggunakan kata ganti “aku" atau “saya"
atau juga “kami” (jamak). Pada saat menggunakan sudut pandang orang pertama,
Anda seakan-akan menjadi salah satu tokoh dalam cerita yang sedang dibuat. Sudut
Pandang Orang Pertama (Tokoh Utama
Sesuai dengan namanya–sudut pandang orang pertama (tokoh utama)–si penulis
seolah-olah ‘masuk’ dalam cerita tersebut sebagai tokoh utama/tokoh sentral dalam
cerita (first person central). Segala hal yang berkaitan dengan pikiran, perasaan,
tingkah laku, atau kejadian yang tokoh “aku" lakukan akan digambarkan pada cerita
tersebut.Ia akan menjadi pusat kesadaran dan pusat dari cerita. Jika ada
peristiwa/tokoh di luar diri “aku", peristiwa/tokoh itu akan diceritakan sebatas keterkaitan
dengan tokoh “aku". Hal ini terbukti pada
“aku duduk di bangku kelas 3 SMA di sekolah cukup terkenal di kotaku. Aku pun turun
untuk sarapan pagi dengan orangtuaku.’'

Gaya bahasa: Pada cerpen ini menggunakan gaya bahasa hiperbola karena dalam
beberapa kalimat yang menggunakan kata-kata yang terlalu berlebihan “Setelah
sampai di kantin aku mengobrol dengan teman-temanku tentang dapat kenalan yang
asyik di facebook dan like yang banyak hingga 200 like.” Dan juga pada contoh kalimat
“Aku pun masuk ke kelasku dan mulai belajar hari ini yang mengajar guru matematika
pelajaran yang paling susah.” Padahal keduanya itu menggunakan kata-kata pada
umumnya, hanya saja cara pengungkapannya terlalu berlebihan.

Amanat: Teman adalah seseorang yang bisa melihat sisi terlemah kita. Ia bisa
menerima kita apa adanya. Amanat yang dapat kita ambil dari cerpen ini adalah kita
tidak boleh membeda-bedakan teman mau itu cewek atau cowok kita tetap bisa
berteman denngan baik. Dan juga kita harus bersikap baik, humoris dan tidak boleh
egois kepada siapakun itu agar kita bisa memiliki banyak teman.

Struktur yang ada dalam cerpen

 Orientasi memiliki arti yang sama seperti setting. Kamu bisa menampilkan
keterangan waktu, tempat, dan suasana yang digunakan pada alur cerita cerpen pada
bagian ini. Pada cerpen ini terjadi pada pagi hari dan siang hari, namun pada siang
harinya tidak tertera dalam cerpen ini, mengapa saya bisa menulis bahwa pada cerpen
ini terjadi pada pagi dan siang hari karena pada cerpen ini dominan menggunakan alur
maju yang menggambarkan kegiatan Natasya di rumah hingga kegiatannya di sekolah.
Ada juga tempat yang digambarkan pada cerpen ini yaitu suasana di kantin : (Setelah
sampai di kantin), di depan kelas : (Kamu kenapa Natta kok enggak masuk malah
berdiri di luar kelas?), di kelas : (Aku pun masuk ke kelasku), di kamar dan di ruang
makan (“Kring.. Jam berbunyi aku pun bangun dari tidurku dan mematikan jamku, jam
menunjukkan pukul 6:00am aku pun bergegas bangun dari tempat tidurku dan menuju
kamar mandi.” Dan “Aku pun makan bersama ibuku” ). Suasanya yang ada
dalamcerpen ini yaitu sepertii menggambarkan rasa kesal : (“Huh. Sial banget deh
sudah hp diambil di hukum lagi di luar kelas berdiri,”), rasa gelisah : (“aku pun
bergegas bangun”) dan perasaan tenang :( “Aku menikmati suasana pagi sambil
bersepeda
 Komplikasi pada struktur cerpen akan menampilkan watak tokoh dan alur cerita.
Pada bagian ini kamu perlu memunculkan setiap tokoh yang digunakan beserta
wataknya.  Pada tokoh Natasya dan Gugun keduanya memiliki watak yang Protagonis
karena menggambarkan watak yang baik dan positif. Tokoh protagonis dapat menyita
empati dan perhatian pembaca. Sedangkan tokoh Ega, Lita, Putrid an Pak guru hanya
sebagai figguran saja.
 Evaluasi pada struktur cerpen dapat membuat pembaca mengerti konflik apa yang
terjadi pada cerita. Pada bagian ini konflik yang ditampilkan haruslah mencakup semua
konflik hingga klimaks. Setiap konflik yang dimunculkan juga sudah mulai disertai
dengan penyelesaian masalah. Contoh konfik yang terjadi pada cerpen ini adalah “
kling…Kling berulang kali. Aku lupa mengubahnya ke mode diam aku pun mengambil
hp di kantongku dan mengubahnya ke mode diam. Tapi saat aku ingin mengubahnya
pak guru sudah di depanku dan meminta hpku dan menghukumku di luar tidak boleh
ikut pelajarannya.”
  Resolusi penyelesaian dari setiap masalah akan ditampilkan. Pada bagian ini
penyelesaian masalah yang ditampilkan harus mampu menjawab permasalahan secara
tuntas. Pada cerpen ini ada beberapa konfik yang terjadi contohnya “ pada saat
Natasya sedang focus mendengarkan penjelasan guru nya tiba-tiba ada notivikasi dari
facebook, Natasya ingin mematikan hpnya karena ada guru yang sedang mengajar,
tetapi setela ia mematika notivikasinya ternyata gurunya sudah berada di depannya dan
menggambil HPnya, walau bagaimanapun Natasya tetap bersalah, kenapa pada saat
sedang diadakan KBM HP nya tidak di sailen atau di matikan saja, karena jika hidup itu
bisa menganggu jalannya KBM.

Relevensi cerpen ini dengan kehidupan masa kini


Pada cerpen ini mengisahkan pertemana atau bisa di bilang persahabatan antara
seorangg perempuan dan seorang lalki-laki, seperti tidak ada perbedaan di antara
mereka. Keduanya berteman dengan baik bahkan bisa di bilang sebagai sahabat. Jika
dibandingkan dengan kehidupan yang ada di masa sekarang ini bisa dibilang bertolak
belakang, karena sekarang jarang bisa di jumpai persahabatan antara perempuan dan
laki-laki. Pada sekarang ini masih banyak dari mereka yang merasa gengsi atau malu
untuk bersahabat sengan lawan jenis, mereka lebih senang memiliki sahabat yang
sesame jenis karena mereka berranggapan bahwa lebih enek curhat dengan teman
yang sesame jenis. Missal perempuan dengan perempuan banyak yang beranggapan
jika curhat dengan sesama jenis lebih enak kerena bisa mengerti apa yang kita
rasakkan.

Sipnosis

Nattasha itulah namaku, aku duduk di bangku kelas 3 SMA di sekolah cukup terkenal di
kotaku. Setiap haari aku berangkat ke sekolah dengan menaiki sepeda karena
sekolahku tidak begitu jauh dari rumahku. Setelah sampai di sekolah Aku pun menuju
ke kelas dan menaruh tasku dan duduk di kursi sambil menunggu guru sambil
mengambil hp yang ada di kantongku dan mulai membuka layanan internet yaitu
facebook. Aku jarang main facebook sebenarnya hanya ingin bila penuh aku sering
menggunakan beetalk karena lebih simple. Tak lama guru datang mengajar kami,
selesai belajar aku menuju ke kantin bersama temanku namanya Lita kami pun berjalan
bersama. Sampainya di kantin kami duduk ber 3, mereka membahas tentang like pada
akun facebook tentang dapat kenalan yang asyik di facebook dan like yang banyak
hingga 200 like. Aku saja tidak sampai 200 like paling cukup 100 like. Akupun
memutuskan untuk pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Sesampainya aku di
perpustaan ku lihat banyak yang membaca buku hari ini aku pun mencari buku yang
ingin aku baca seseorang menepuk pundakku dari belakang. Tiba-tiba ada yang
memanggilku dari belakang, itu ternyata Gugun. Gugun adalah temanku dari kelas 1
SMA kelas kami berbeda aku di B dia di A aku sering curhat ke dia bila ada masalah.
Dia baik humoris dan perhatian banyak yang suka dengan sifatnya itu. Aku pun duduk
dan membaca buku bersama Gugun temanku terlihat suasana sangat tenang di ruang
perpustakaan tak lama kemudian bel berbunyi aku pun berjalan menuju ke kelas
dengan Gugun. Sesampainya di depan kelas ku, Aku pun masuk ke kelasku dan mulai
belajar hari ini yang mengajar guru matematika pelajaran yang paling susah. Pada saat
pembelajaran sedang dimulai nada dering Hp ku berbunyi itu adalah notivikasi dari
Facebook. Pada saat ku ingin mematikan nada dering Facebook, Pak guru sudah
berada di depan mejaku dan akhirnya HP ku diminta akupun disuruh keluar tidak boleh
mengikuti pemmbelajaran. Akupun keluar dan pada saat aku duduk di depan kelas
Gugun menghampiriku dan meledekku, ia memang orangnya menjengkelkan tetapi
aslinya dia itu teman yang baik.
Balai Hujan { motovasi}
Cerpen Karangan: Al iz Kusuma
Kategori: Cerpen Inspiratif, Cerpen Islami (Religi), Cerpen Kisah Nyata
Lolos moderasi pada: 19 October 2013

Hari ini terasa singkat sekali. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua
siang. Kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwal kuliahku di majukan jadi pukul 2 siang
sekarang. Jadi gugup, belum makan, mandi, sholat, cuci motor. Semua aku kerjakan
dengan tergesa-gesa agar tidak telat nanti sampai ke kampus.

1 jam berlalu aku sudah sampai kampus dan mengikuti beberapa mata kuliah. Beranjak
dari halaman kampus aku berniat untuk pulang saja karena semua mata kuliah hari ini
sudah selesai. Baru jam 17.45 sholat magrib di masjid waktu pulang aja batinku.

Aku mulai mengendarai motorku dengan kencang karena kudapati langit semakin gelap
dan rintik-rinrik air mulai membasahi kaca helm. Kontan laju motorku pun semakin aku
kencangkan agar tidak kehujanan karena aku tidak bawa jas hujan dan rumah masih
jauh.

Baru saja aku berfikir begitu hujan sudah turun dengan sangat derasnya hingga bajuku
pun basah kuyup. Yang terlintas di fikiranku hanyalah mencari tempat berteduh paling
dekat dan tak kuduga mataku tertuju pada sebuah balai yang berada ditepi jalan
dengan beberapa orang yang telah berteduh disana mendahuluiku.

Langsung saja motorku kuparkirkan di halamanya. Dingin sekali sore ni, sudah hujan
anginya kencang pula. Aku pun berusaha menghangatkan tubuhku dengan
Menggosokkan kedua tanganku. Lama sudah aku menunggu, tapi hujan tak kunjung
reda hingga waktu sudah menunjukkan pukul 18.40 kontan aku pun tersadar kalau aku
belum sholat magrib tadi.

Tuhan.. maafkan aku. Maka dari itu kenapa seperti ada yang mengganjal di batinku
yang aku pikir dari tadi tidak kunjung ingat juga. Bingung lagi deh mau sholat dimana
ini? waktu magrib sudah akan habis, hujan turun dengan sangat deras sekali. Aku
menengokkan kepalaku jauh ke ujung jalan berharap ada mushola di dekat sini. Tapi
sejauh mata memandang tidak ada satu pun mushola atau masjid yang terlihat. Tak
lama kemudian aku mulai duduk dan melihat aktifitas orang di sampingku yang melihat-
lihat seperti aku tadi. Jenuh rasanya berteduh lama begini. Jadi aku pun merebahkan
tubuhku di lantai balai tersebut. Saat aku merebahkan tubuhku ke lantai, aku baru sadar
kalau balai itu bersih juga. Kenapa tidak terfikirkan sholat di sini saja. Balai ini bersih
dan eang tidak ada seorang pun yang berteduh disi yang memakai alas kakinya
memasuki balai ini, karena kami cuma duduk di samping-samping saja. Lalu aku pun
mengambil air wudhu dengan air hujan yang turun dengan deras dari pipa genteng
tanpa memperdulikan orang-orang di sampingku yang semenjak tadi memperhatikanku
saja. Peduli amat, kenal juga tidak. Aku pun memakai jaket-ku yang agak basah untuk
kupakai sebagai alas dan aku sholat sendiri membelakanngi orang-orang yang sedang
berteduh, yang semakin lama semakin banyak karena hujan tak kunjung reda.
Ku coba mengkhusukkan sholatku dalam dinginya angin malam yang membuat tubuhku
menggigil. Hari mulai gelap dan suara hujan terdengar bising sekali. Usai raka’at
pertama konsentrasiku terganggu oleh seseorang yang menepuk pundak kananku. Aku
jadi bingung apa maksud dari orang itu, apakah orang itu mau mencegahku,
mengingatkanku, ataukah hendak ikut sholat di belakangku?. Dan pertanyaanku
terjawab dengan sebuah tepukan lagi. Aku yakin orang ini hendak ikut sholat di
belakangku. Akhirnya aku pun mengubah niatku menjadi seorang imam dan
mengeraskan baca’anku. Dua rakaat terakhir pun usai dan aku mengucap salam.
Setelah itu aku berdo’a agar hujan cepat reda dan aku bisa pulang dengan selamat,
karena hujan kali ini mengerikan sekali.

Sembari mengusap wajahku setelah berdo’a aku memalingkan badan untuk sekedar
berjabat tangan dengan dua orang yang ikut sholat bersamaku tadi. Aku pun kaget
seakan tidak percaya kalau ternyata orang yang ikut sholat di belakangku bukan hanya
dua orang, akan tetapi ada 19 orang. Di atas keherananku aku sangat merasa bahagia
bisa menjadi imam sholat disaat dan dikondisi seperti itu. Tawa kecil terbesit di hatiku
seakan tidak percaya. aku pun menyalami beberapa orang di belakangku sambil
kembali kearah motorku terparkir. kotor sekali motorku karena kehujanan. Seakan
Tuhan mengabulkn permohonanku secara cash, hujan pun seketika itu reda.

Senang sekali akhirnya bisa segera pulang, sudah jenuh disi menunggu terlalu lama.
Aku pun perlahan membersihkan dan memakai sepatuku yang lusuh dengan tanah.
“habis kuliah ya mas?” aku menoleh dan mencari sumber suara dari kerumunan orang
itu. “Iya mas” jawabku dengan tersenyum pada orang yang sedang memakai jaket
basahnya. “kuliah dimana mas?” tanyanya lagi. “Di ****** mas” jawabku dengan singkat.
“loh kok sama, aku juga kuliah disana, tapi sudah lulus. aku pun mengurungkan niatku
untuk pulang sejenak dan melanjutkan obrolnku dengan orang tadi. Obrolan kita yang
berlanjut begitu lama hingga berganti dengan canda’an bersama orang yang lain hingga
malam pun tiba. Dan kami mulai beranjak pergi dari balai bersama-sama dengan
lambaian tangan yang tinggi serta senyuman.
Seperti ada ikatan emosional yang terbentuk begitu saja, entah apa itu namanya aku
tak mengerti.

Analisis

Identitas cerpen

Judul: Balai Hujan

Pengarang: Al iz Kusuma

Tahun terbit: 19 oktober 2013

Jenre cerpen : cerpen islami (religi)


Unsur instrinsik

Tema: Cerpen ini bertemakan tentang religi atau keagamaan. Dimana pada cerpen ini
menggambarkan tentang seorang pemuda yang sholeh yang selalu mengutamakan
ibadahnya dimanapun dan kapanpun bahkan dalam situasi bagaimanapun ibadah
tetap nomer 1. Pada cerpen ini mengisahkan keadaan pada suatu malam hari dimana
pada saat itu sedang terjadi hujan yang sangat deras yang disertakan anggin kencang.
Pada saat perjalanan pulang dari kampusnya ia kehujanan di jalan, hujan yang sangat
deras yang di sertai angin mengharuskan tokoh “Aku” untuk mencari tempat untuk
berteduh, ia pun memutuskan untuk berteduh di suatu balai yang ada di sebrang jalan.
Hujan semakin deras tiba-tiba tokoh “Aku” tersadar bahwa ia belum melaksanakan
sholat maghib. Ia pun merasa gelisah, ia melihat apakah ada masjid atau mushola
terdekat, tetapi tidak ada. Ia memutuskan untuk sholat di balai itu, toh balai itu juga
bersih. Saat ia selesai sholat ia berdoa agar hujan cepat reda, dan Alhamdulillah hujan
yang awalnya di sertai dengan angin kencang perlahan sudah mulai reda.

Tokoh dan penokohan : dalam cerpen ini terdapat dua jenis tokoh yaitu tokoh

 Tokoh utama sebagai orang yang punya pengaruh paling besar dibanding tokoh
lainnya: tokoh utama dalam cerpen ini adalah tokoh “Aku”. Tokoh “Aku” ini
termasuk dalam Tokoh protagonis karena tohoh “Aku” pemeran utama yang
menjadi tokoh inti dari cerita, tokoh ini  memiliki sifat yang baik hati. {tokoh
protagonis}
 Tokoh tambahan, atau biasa disebut pembantu keberadaannya tidak terlalu
diperhatikan dibanding tokoh utama: tokoh tambahan dalam cerpen ini adalah 19
orang yang itu sholat bersamanya. Tokoh ini termasuk tokoh figuran.
 Berbeda dengan tokoh yang hanya memperhatikan peran dan sifat individu.
Penokohan terkesan lebih deskriptif karena dari situ bisa dilihat bagaimana
pengarang menggambarkan seorang tokoh, mulai dari secara langsung
(eksplisit) atau tidak langsung (implisit). Pada cerpen ini menurut saya
menggambarkan seorang tokoh secara langsung menggukan Teknik analitik
lebih melihat bagaimana tokoh digambarkan secara langsung oleh penulis. Pada
cerpen ini penulis menuliskan sifat tokoh yang sholeh dan selalu menjalankan
perintah Allah, ia sanagat merasa bersalah dan gelisah karena hamper tidak
menjalankan sholat maghib “Tuhan.. maafkan aku. Maka dari itu kenapa seperti
ada yang mengganjal di batinku yang aku pikir dari tadi tidak kunjung ingat juga.
Bingung lagi deh mau sholat dimana ini? waktu magrib sudah akan habis, hujan
turun dengan sangat deras sekali.” Pada cerpen ini tokoh “Aku” sebagai tokoh
protagonis karena memiliki kepribadian yang baik hati.

Latar: Dalam suatu cerpen terdapat 3 jenis latar yaitu latar twmpat,waktu dan suasana
latar tempat: Di rumah: “Hari ini terasa singkat sekali. Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul setengah dua siang. Kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwal kuliahku
di majukan jadi pukul 2 siang sekarang.”

di kampus: “1 jam berlalu aku sudah sampai kampus dan mengikuti beberapa mata
kuliah.”

di balai : “Yang terlintas di fikiranku hanyalah mencari tempat berteduh paling dekat
dan tak kuduga mataku tertuju pada sebuah balai yang berada ditepi jalan dengan
beberapa orang yang telah berteduh disana mendahuluiku.”

Latar waktu: Siang hari ”Tak te/rasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua
siang. Kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwal kuliahku di majukan jadi pukul 2 siang
sekarang.”

Sore hari : “Baru jam 17.45 sholat magrib di masjid waktu pulang aja batinku.” dan
“Dingin sekali sore ni, sudah hujan anginya kencang pula.”

Malam hari : “Lama sudah aku menunggu, tapi hujan tak kunjung reda hingga waktu
sudah menunjukkan pukul 18.40 kontan aku pun tersadar kalau aku belum sholat
magrib tadi.”

Latar suasana/ budaya: gelisah(terburu-buru dan gugup) :” Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul setengah dua siang. Kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwal kuliahku
di majukan jadi pukul 2 siang sekarang. Jadi gugup, belum makan, mandi, sholat, cuci
motor. Semua aku kerjakan dengan tergesa-gesa agar tidak telat nanti sampai ke
kampus.”

Suasana sedih :” Tuhan.. maafkan aku. Maka dari itu kenapa seperti ada yang
mengganjal di batinku yang aku pikir dari tadi tidak kunjung ingat juga.”

Suasana kebingungan: “Bingung lagi deh mau sholat dimana ini? waktu magrib sudah
akan habis, hujan turun dengan sangat deras sekali”

Budaya : pada tokoh aku sangat menjunjung tinggi nilai keagamaan.

Alur: alur dalam cerpen ini adala menggunakan alur maju karena Peristiwa yang
berjalan teratur dan berurutan sesuai dengan urutan waktu kejadian dari awal sampai
akhir.

Sudut pandang: sudut pandang orang pertama


Sudut pandang orang pertama biasanya menggunakan kata ganti “aku" atau “saya"
atau juga “kami” (jamak). Pada saat menggunakan sudut pandang orang pertama,
Anda seakan-akan menjadi salah satu tokoh dalam cerita yang sedang dibuat. Sudut
Pandang Orang Pertama (Tokoh Utama

Sesuai dengan namanya–sudut pandang orang pertama (tokoh utama)–si penulis


seolah-olah ‘masuk’ dalam cerita tersebut sebagai tokoh utama/tokoh sentral dalam
cerita (first person central). Segala hal yang berkaitan dengan pikiran, perasaan,
tingkah laku, atau kejadian yang tokoh “aku" lakukan akan digambarkan pada cerita
tersebut.
Ia akan menjadi pusat kesadaran dan pusat dari cerita. Jika ada peristiwa/tokoh di luar
diri “aku", peristiwa/tokoh itu akan diceritakan sebatas keterkaitan dengan tokoh “aku".
Hal ini terbukti pada

“Kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwal kuliahku di majukan jadi pukul 2 siang sekarang.
Jadi gugup, belum makan, mandi, sholat, cuci motor. Semua aku kerjakan dengan
tergesa-gesa agar tidak telat nanti sampai ke kampus.”

Gaya bahasa: Pada cerpen ini menggunakan majas hiperbola, karena dalam cerpen ini
terdapat beberapa kata yang terlalu berlebihan misalnya pada “Aku mulai mengendarai
motorku dengan kencang karena kudapati langit semakin gelap dan rintik-rinrik air mulai
membasahi kaca helm.”

Majas retorika berbentuk kalimat tanya. Kalimat tanya retorika itu tak memerlukan
jawaban. Tujuan kalimat tanya tersebut memang untuk membuat penegasan.
Contohnya “Bingung lagi deh mau sholat dimana ini?” pada kutipan cerpen ini maksud
dari penulis ialah sang tokoh “Aku” kebingungan ingin mencari tempat sholat karena ia
sudah melihat kanan dan kiri tidak ada masjid atau mushola terdekat, sedang hujan
lebat tidak mungkin ia harus menerobos hujan yang disertai angin itu. Contoh yang ke-2
ataukah hendak ikut sholat di belakangku?.pada kutipan ini ia bertanya pada diriya sendiri
apakah yang menepuk pundaknya ingin sholat berjamaah dengan nya.

Amanat: pada cerpen ini maksud dari penulis yaitu mau dalam keadaan yang
bagaimana pun, kapanpun,dan dimanapun Ibadah adalah yang nomer 1. Jangan
tinggalkan ibadahmu karena itu yang akan menjadi bekalmu untuk masuk kesurga.
Tidak hanya itu, jika kita rajin beribadah maka apa yang kita do’akan perlahan pasti bisa
tercapai selagi kita terus berdoa, meminta kepadda tuhan karena sejujurnya tuhan itu
akan mengabulkan setiap permintaan hambanya jika ia rajin beribadah dan disertai
oleh usaha.

Struktur puisi
 Orientasi memiliki arti yang sama seperti setting. Kamu bisa menampilkan
keterangan waktu, tempat, dan suasana yang digunakan pada alur cerita cerpen
pada bagian ini. Pada cerpen ini terdapat 3 latar tempat yang pertama di rumah
terbukti dari panggalan cerpen “Hari ini terasa singkat sekali. Tak terasa waktu
sudah menunjukkan pukul setengah dua siang. Kenapa aku bisa lupa ya kalau
jadwal kuliahku di majukan jadi pukul 2 siang sekarang.” Yang kedua di kampus:
“1 jam berlalu aku sudah sampai kampus dan mengikuti beberapa mata kuliah.”
Dan yang ketigadi balai : “Yang terlintas di fikiranku hanyalah mencari tempat
berteduh paling dekat dan tak kuduga mataku tertuju pada sebuah balai yang
berada ditepi jalan dengan beberapa orang yang telah berteduh disana
mendahuluiku.” Pada cerpen ini penulis menggambarkan 3 latar waktu yang
pertama pada siang hari ”Tak te/rasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah
dua siang. Kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwal kuliahku di majukan jadi pukul
2 siang sekarang.” Yang kedua Sore hari : “Baru jam 17.45 sholat magrib di
masjid waktu pulang aja batinku.” dan “Dingin sekali sore ni, sudah hujan
anginya kencang pula.”dan yang ketiga pada Malam hari : “Lama sudah aku
menunggu, tapi hujan tak kunjung reda hingga waktu sudah menunjukkan pukul
18.40 kontan aku pun tersadar kalau aku belum sholat magrib tadi.”Latar
suasana/ budaya: gelisah(terburu-buru dan gugup) :” Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul setengah dua siang. Kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwal
kuliahku di majukan jadi pukul 2 siang sekarang. Jadi gugup, belum makan,
mandi, sholat, cuci motor. Semua aku kerjakan dengan tergesa-gesa agar tidak
telat nanti sampai ke kampus.” Kedua Suasana sedih :” Tuhan.. maafkan aku.
Maka dari itu kenapa seperti ada yang mengganjal di batinku yang aku pikir dari
tadi tidak kunjung ingat juga.”yaang ke tigaSuasana kebingungan: “Bingung lagi
deh mau sholat dimana ini? waktu magrib sudah akan habis, hujan turun dengan
sangat deras sekali”. Dan yang keempat Budaya : pada tokoh aku sangat
menjunjung tinggi nilai keagamaan.

Komplikasi: mplikasi ini berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan secara


sebab dan akibat. Pada komplikasinya, biasanya mendapatkan karakter ataupun watak
dari berbagai tokoh cerita pendek tersebut, hal ini dikarenaka bagian komplikasi
kerumitan mulai bermunculan. Misalnya pada saat tokoh “Aku” lupa bahwa ia belum
sholat maghib, pada saat itu tokkoh aku selesai kuliah pada pukul17.45 hampir azan
maghib. Ia berencana akan melaksanakan sholat maghib di rumah saja, pada sore itu
cuacanya mendung gelap, ia takut jika ia sholat di kampus ia pulangnya akan
kesujanan karena ia tidak membawa mantol. Benar saja dalam pertengahan
perjalanann ia pulang, ia justru malah kehujana di jalan. Tokoh “Aku” pun memutuskan
untuk berteduh di sebuah balai, hujan semakin deras tidak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 18.40, ia gelisah karena ia belum sholat maghib. Tokoh “Aku”
melihat kanan kiri berharap ada masjid atau mushola terdekat, tapi ia tidak
menemukannnya. Pada saat ia ingin duduk dan menyentuh taras balai, ternyata balai
ini sangat bersih dan terawat, lalu tokoh “Aku” memutuskan untuk sholat disana.

Evaluasi adalah struktur konflik yang terjadi dan mengarah pada klimaks serta sudah
mulai mendapatkan penyelesaiannya darii konflik yang telah terjadi

Resolusi penyelesaian dari setiap masalah akan ditampilkan. Pada bagian ini
penyelesaian masalah yang ditampilkan harus mampu menjawab permasalahan secara
tuntas.

Relevensi cerpen ini dengan kehidupan masa kini


Pada cerpen ini mengisahkan tentang seorang pemuda yang sholeh yang selalu
mengutamakan ibadahnya. Sang tokoh “Aku” yang merasa sangat bersalah kepada
Allah karena ia hampir lupa bahwa ia belum melakssanakan ibadah sholat maghib.
Padahal sudah ia akan melaksanakan sholat maghib di rumah, namun di tengah
perjalanan pulang ia kehujanan dan memutuskan untuk berteduh di balai. Ttidak terasa
waktu sudah semakin malam ia lupa bahwa ia belum sholat maghib, ia sangat merasa
bersala kepada Allah, ia merasa ada yang aneh dan perasaan bersalah itu. Ia
memutuskan untuk sholat di balai dan mengambil air wudhu dari air hujan. Saat ia
mengambil air wudhu ia dilihat oleh orang-orang tapi ditak di hiraukannya yang
terpenting ia sholat dulu. Nah dari kisah ini saya sangat senang melihat pemuda yang
selalu mengutamakan ibadahnya tanpa melihat dimana, dan dalam situasi seperti apa,
yang penting ia tidak meninggalkan ibadahnya. Di jaman sekarang sangat sulit kita
jumpai ada pemuda yang selalu mengutamakan ibadahnya, ya memang tidak semua
orang itu sama tapi di jaman sekarang oang lebih mengutamakan duniawi, banyak
pemuda/pemudi jika ia sudah nongkrong bersama temannya itu bisa lupa waktu bahkan
tidak jarang mereka melupakan ibadahnya. Padahal kelak jika kita sudah meninggal
yang di tanyakan itu amal ibadah kita.

Sipnosis

Hari ini terasa singkat sekali. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua
siang. Kenapa aku bisa lupa ya kalau jadwal kuliahku di majukan jadi pukul 2 siang
sekarang. Jadi gugup, belum makan, mandi, sholat, cuci motor. Semua aku kerjakan
dengan tergesa-gesa agar tidak telat nanti sampai ke kampus.1 jam berlalu aku sudah
sampai kampus dan mengikuti beberapa mata kuliah. Setelah itu aku memutuskan
untuk pulang. Aku mulai mengendarai motorku dengan kencang karena kudapati langit
semakin gelap dan rintik-rinrik air mulai membasahi kaca helm. Baru saja aku berfikir
begitu hujan sudah turun dengan sangat derasnya hingga bajuku pun basah kuyup. Aku
memutuskan untuk berteduh di balai, Lama sudah aku menunggu, tapi hujan tak
kunjung reda hingga waktu sudah menunjukkan pukul 18.40 kontan aku pun tersadar
kalau aku belum sholat magrib tadi.Tuhan.. maafkan aku. Maka dari itu kenapa seperti
ada yang mengganjal di batinku yang aku pikir dari tadi tidak kunjung ingat juga. Waktu
magrib sudah akan habis, hujan turun dengan sangat deras sekali. Aku menengokkan
kepalaku jauh ke ujung jalan berharap ada mushola di dekat sini. Tapi sejauh mata
memandang tidak ada satu pun mushola atau masjid yang terlihat.Kenapa tidak
terfikirkan sholat di sini saja. Balai ini bersih dan eang tidak ada seorang pun yang
berteduh disi yang memakai alas kakinya memasuki balai ini, karena kami cuma duduk
di samping-samping saja. Usai raka’at pertama konsentrasiku terganggu oleh
seseorang yang menepuk pundak kananku. ebuah tepukan lagi. Aku yakin orang ini
hendak ikut sholat di belakangku.Akhirnya aku pun mengubah niatku menjadi seorang
imam dan mengeraskan baca’anku. Aku pun kaget seakan tidak percaya bahwa ada 19
orang yang ikut sholat berjamaah denganku. Setelah sholat aku berdoa agar hujan
cepat reda agar kita bisa pulang kerumah masing-masing. Selang beberapa menit
Alhamdulillah hujan deras itu perlahan mulai reda, dan kami semuapun bergegas untuk
pulang dderumah masing-masing.
Senja Membisik
Cerpen Karangan: Fadlin S.Pd
Kategori: Cerpen Cinta
Lolos moderasi pada: 30 September 2021

Secangkir kopi hangat dan sepiring gorengan kecil buatan Weni dinikmati perlahan
dalam lamunan oleh pak Hanif sore itu. Ada rasa yang menelusup kalbu saat pak Hanif
menatap wajah ayu Weni. Walau kulitnya sedikit hitam dan kusam, namun kilau
senyumnya selalu menawan hati. Kebaikannya terpancar dari hati yang tulus dan polos.
Ya Weni namanya. Dia adalah asisten rumah tangga anak pak Hanif yang sudah
bekerja dua tahun setengah di rumah anaknya.

Semenjak istrinya meninggal empat tahun yang lalu pak Hanif sering berpindah-pindah
dari rumah anaknya. Dari ke empat rumah anaknya pak Hanif paling betah tinggal di
rumah putri bungsunya. Alasan awal pak Hanif betah di rumah putri bungsunya karena
dekat dengan klinik tempat ia berobat.

Sejak istrinya meninggal pak Hanif mengidap Autophobia. Sehingga ia harus


melakukan terapi setiap minggu. Autophobia itu sendiri adalah rasa takut terhadap
kesendirian atau cemas untuk merasa kesepian. Fobia ini membuat pak Hanif
senantiasa membutuhkan orang lain untuk merasa aman.

Selama ini Weni lah yang menemani dan mengurus segala keperluan pak Hanif di
rumah. Karena kebaikan dan kejujuran Weni dipercayai sepenuhnya oleh putri pak
Hanif untuk menjaga ayah dan anak-anaknya saat ia bekerja di kantor.
Sejak empat bulan terakhir pak Hanif sudah menaruh hati kepada Weni. Rasa cintanya
kepada Weni sudah tak bisa dibendung lagi. Pagi itu usai menikmati secangkir kopi
buatan Weni Pak Hanif dengan bibir bergetar mengungkapkan kalau ia ingin
memperistri kan Weni sebagai istrinya.

Langkah Marni terhenti, tangannya menjadi kaku dan tubuhnya mendingin serasa
peredaran darah di dalam tubuhnya berhenti saat ia mendengar ucapan terbata-bata
pak Hanif. Marni melihat dengan jelas rona kesepian di wajah pak Hanif. Matanya yang
berkaca-kaca seakan mengisyaratkan Weni untuk menerima cintanya.

Hati Weni bingung dan mengiba lalu ia terdiam seribu bahasa. Weni terjebak oleh
situasi yang tidak memungkinkan ia untuk menjawab akan ketulusan hati pak Hanif.
“Bagaimana dengan ibu Fera majikanku! Kalau ia tahu pak Hanif ingin menikahiku.”
pikirnya sedih dan bingung. “Kalau aku menolak pasti pak Hanif sedih.” Sambung Marni
dalam hati.

“Bagaimana Weni! Kau bersedia kan menikah denganku?” Ucap pak Hanif memecah
kebisuan. Plaaaak!!! bunyi suara gunting jatuh dari tangan Weni. Ucapan pak Hanif
mengejutkan sekaligus menghentakkan dada Weni yang sedang menggunting bunga di
teras depan. Weni menarik napasnya, lalu melepaskannya agak berat. “Sulit aku
menjawabnya, Pak. Tapi, aku merasa heran, kok bisa-bisanya bapak jatuh cinta kepada
saya.” Jawab polos Weni tanpa memandang pak Hanif. “Selama ini aku merawat dan
menjaga bapak karena tugasku sebagai seorang pembantu. Lagian aku sudah
menganggap bapak itu seperti ayahku sendiri.” Sambung Weni yang masih
membelakangi pak Hanif karena ia tak mau melihat wajahnya.

Penolakan tak menyurutkan tekad pak Hanif untuk mendapatkan hati Weni. Ia Terus
berusaha meyakinkan Weni kalau ia benar-benar mencintainya walau usia telah senja.
“Apa karena aku sudah tua, sehingga kau tak mau menikah denganku.” pungkas pak
Hanif mendekati Weni. Weni yang semakin tersudut dengan pertanyaan pak Hanif
memalingkan wajah takutnya ke arah pak Hanif lalu menggelengkan kepalanya yang
menandakan kalau tua bukan faktornya. “Lalu apa yang memberatkanmu untuk
menikah denganku.” Sambung pak Hanif yang semakin penasaran. Weni tak menjawab
ia hanya menundukkan kepalanya.

“Apa karena Fera kau takut menikah denganku?” tanya pak Hanif yang mulai curiga
karena Weni menolaknya. “Perkara Fera kau tak perlu khawatir, itu semua bisa saya
atur.” Sambung pak Hanif yang semakin menggebu akan keinginannya untuk menikahi
Weni. Weni semakin ketakutan dengan keinginan pak Hanif yang terus memaksanya.
Buliran keringat dingin mulai terlihat di wajah Weni saat ia mendengar bunyi klakson
mobil ibu Fera. Weni yang belum sempat menjawab pertanyaan pak Hanif langsung
berlari menuju gerbang membukakan pintu untuk ibu Fera majikannya.

Weni menghempaskan tubuh lelahnya di kasur dan memandang langit-langit kamarnya.


Dia teringat dengan perkataan pak Hanif yang terus mendesak keinginannya. Weni
tidak menyangka sama sekali kalau pak Hanif akan senekat itu mengajaknya untuk
segera menikah.

kamar dekat tempat tidurnya lalu meneguk segelas air putih yang diambilnya sebelum
masuk ke kamar. Suara napas leganya terdengar saat ia selesai minum. “Haaa! untung
tadi ibu Fera tidak melihat aku dengan pak Hanif.” ucap suara lega Weni sambil
memegang gelas di tangannya. Weni semakin gelisah akan perihal yang sedang ia
alami. “Kalau ibu Fera tau bisa gawat ini.” Gumam Weni dalam hati.

Belum pun kegelisahan dan ketakutan Weni hilang terdengar ada suara yang mengetuk
pintu kamar Weni. “Wen? Kamu tidur.” ucap ibu Fera memanggil Weni. Weni yang
sedang ketakutan langsung bangun dan membukukan pintu kamarnya. “Kok muka
kamu pucat, kamu sakit ya.” Tanya ibu Fera saat melihat wajah Weni yang sedang
membukukan pintu.

Suasana semakin hening saat ibu Fera menatap keanehan di wajah Weni yang terlihat
pucat. Namun Weni berusaha menutupi akan perihal yang sedang ia alami dengan
berdalih kalau ia hanya kelelahan. “Tidak buk, saya baik-baik saja.” ucap Weni
tersenyum meyakinkan ibu Fera kalau ia baik-baik saja. “Ibu mau saya siapkan makan
siang sekarang.” Sambung Weni bersemangat. Kecurigaan sempat melintas di pikiran
Fera saat ia melihat wajah pucat Weni karena terburu-buru harus balik ke kantor Fera
pun mengabaikannya. “Saya sudah makan di kantor tadi.” Jawab ibu Fera singkat.
Meeting sore ini membuat Fera tidak bisa menemani ayahnya untuk check up sehingga
ia meminta bantuan Weni untuk membawa ayahnya ke klinik. Lagi-lagi Weni harus
berhadapan dengan pak Hanif padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
tidak berdekatan lagi dengan pak Hanif. Walau berat Weni terpaksa menuruti
permintaan Fera agar ia tidak menaruh curiga kepadanya.

Di sepanjang perjalanan menuju klinik tak sepatah katapun membuncah dari mulut
Weni. Ia lebih memilih diam karena tidak mau memberi ruang kepada pak Hanif.
Sementara pak Hanif terlihat wajahnya merona bahagia karena bisa bersama dengan
Weni dalam satu taksi. Sesekali pak Hanif melirik ke arah Weni pertanda ingin
mengajak ia untuk berbicara namun Weni mengabaikannya. Hingga tak terasa taksi
berhenti di depan klinik. “Ayo pak kita turun!” Ucap Weni mengajak pak Hanif turun dari
taksi dan berjalan masuk ke klinik.

Setelah selesai melakukan terapi eksposur yang terakhir dokter mengatakan bahwa
pak Hanif telah sembuh dari autophobia yang dideritanya. Sudah enam bulan secara
rutin pak Hanif melakukan terapi eksposur dengan sabar ditemani oleh Weni. Dokter
sempat memuji Weni yang begitu setia menemani pak Hanif untuk terapi setiap minggu.
Rona bahagia terpancar dari wajah pak Hanif saat dokter mengatakan Weni adalah tipe
wanita yang baik dan setia. Sementara Weni hanya tersenyum saat dokter memujinya.

“Alhamdulillah pak, bapak sudah sembuh.” ucap Weni saat mereka keluar dari ruang
terapi. “Tugas saya menemani bapak untuk terapi sudah selesai.” Sambung Weni
sambil berjalan menuju apotik klinik untuk mengambil tebusan obat. Lirikan aneh dari
beberapa orang yang melihat mereka berdua tak ditanggapi serius oleh Weni.
Sementara pak Hanif terus memancarkan rona bahagianya ke setiap orang yang melirik
mereka.

“Obatnya sudah saya tebus. Sebaiknya kita pulang sekarang pak.” ucap lesu Weni
mengajak pak Hanif pulang. Weni yang jalannya melamun hampir saja tertabrak oleh
brankar yang didorong oleh dua perawat saat mereka keluar dari klinik. Untungnya pak
Hanif cepat menarik tangan Weni sehingga tubuhnya tidak mengenai Brankar dorong
tersebut. “Tadi kamu hampir saja tertabrak brankar pasien.” ucap heroik pak Hanif saat
menarik tangan Weni. Weni baru sadar dari lamunannya saat ia mendengar pak Hanif
telah menyelamatkannya. Begitu melihat tangannya berada di genggaman pak Hanif, ia
langsung melepaskannya.

Dengan muka kusut Weni memasuki kamarnya. Cuaca yang kian memburuk sejak sore
tadi kini menyisakan butir-butir gerimis yang kian halus menetes di bumi. Suasana
senyap, para penghuni rumah merasa lebih aman berada di balik selimut. Namun, tidak
dengan Weni.

Weni yang masih gelisah akan perihalnya dengan pak Hanif belum bisa memejamkan
matanya mesti malam sudah larut menyapa. Kejadian tadi siang di klinik masih
membekas di matanya. “Seandainya saja pak Hanif tidak menarik tanganku, pasti
tubuhku sudah mengenai brankar dorong itu.” pikir Weni dalam hati sambil melirik jam
di kamarnya.

Weni terus membayangkan tindakan heroik pak Hanif saat menyelamatkan dirinya.
Rasa kasihan dan bersalah terus membingkai hatinya. “Seharusnya tadi aku berterima
kasih kepada pak Hanif.” pungkas Weni dalam hati. Ada rasa mulai menelusup hati
Weni. Malam pun semakin dingin. “Ya sudahlah aku tidur saja.” peluh Weni dalam hati.
Lalu ia mematikan lampu dan menarik selimutnya.

“Maaf, saya tidak sengaja.” ucap terkejut Weni saat menjatuhkan cangkir teh yang
nyaris mengenai kaki Fera yang sedang duduk sarapan pagi di meja makan.
Pandangan matanya tajam menusuk sudut netra indah Weni yang bertabur lebam, ia
terpukau sesaat. Senyum yang tiada ramah sekilas terbersit, lalu pudar ditelan
bengisnya tamparan yang ringan melayang.

Weni yang sedang memungut pecahan cangkir di lantai melirih kesakitan saat tangan
lemahnya terkena pecahan cangkir. Pak Hanif yang berusaha membantu Weni dicegat
oleh Fera. “Sudah, Ayah! gak usah dibantu. Itu tugas pembantu, bukan tugas Ayah.”
ucap ketus fara melarang ayahnya lalu pergi meninggalkan meja makan.

Ucapan kasar Fera sungguh menyayat hati Weni. Sikap kasarnya itu dilandaskan
karena ia telah mengetahui hubungan Weni dengan ayahnya. Weni! Maafkan Fera.
Mungkin dia syok mendengarnya, tapi aku yakin semuanya akan baik-baik saja.” Ujar
pak Hanif menenangkan Weni. Pak Hanif tak henti-hentinya memanggil Weni. Namun
Weni terus menangis di kamar tak menghiraukannya.

Kesedihan kian menyeruak saat Weni keluar dari kamar. Ia berasa melangkah di atas
bara api penderitaan saat akan meninggalkan pak Hanif. Tatapan matanya semakin
lebam saat menatap wajah senja pak Hanif. Weni berusaha mematahkan rasa yang
mulai tertanam di dalam hatinya.

“Maafkan aku pak Hanif. Aku tak bisa meneruskan semua ini meski rasa mulai
menyentuh hatiku.” ucap tangis Weni berusaha melepaskan tangan pak Hanif yang
melekat di genggamannya. Kepiluan semakin menusuk hati saat pak Hanif enggan
melepaskan tangannya dari genggaman Weni.
Anasis

Identitas

Judul : Senja Membisik

Pengarang : fadlin Yunus S.Pd

Tahun terbit : 30 September 2021

Jenre cerpen: cinta

Unsur instrinsik

Tema: pada cerpen ini bertemakan tentang cinta, kisah cinta berbeda usia antara 2
insan yaitu pak Hanif dan Weni. Pak Hanif adalah seorang duda, istrinya sudah
meninggal 2 tahun lalu saat ini ia tinggal berssama putrinya yang bernama Fara, pak
Hanif mengidap Autophobia. Sehingga ia harus melakukan terapi setiap minggu.
Autophobia itu sendiri adalah rasa takut terhadap kesendirian atau cemas untuk merasa
kesepian. Fobia ini membuat pak Hanif senantiasa membutuhkan orang lain untuk
merasa aman. Sedangkan Weni adalah asisten rumah tangga di rumah Fara, pak hanif
sudah lama merasa nyaman dengan Weni, sampai pada suatu ketika pak Hanif
mengungkapkan perasaannya kepada Weni, namun Weni belum menjawab ia takut
kalau Fara tau ini pasti akan marah, ya benar saja apa yang di pikirkan oleh Weni, Fara
sangat marah kepada Weni, dan setelah Fara tau itu Weni langsung di pecat. Namun
pak Hanif berusaha mengejar Weni, ia selalu memegang tangan Weni melarangnya
untuk pergi. Sejujurnya Weni juga memiliki perasaan yang sama dengan pak Hanif
namunia sadar diri mereka itu berbeda kasta, toh Fara juga tidak akan setuju dengan
hubungan ini.

Tokoh dan Penokohan :

Tokoh Utama: Weni dan Pak Hanif {tokoh Protagonis} pada cerpen ini Weni dan pak
Hanif digambarkan sebagai orang yang penyabar dan baik hati.

tokoh tambahan: fara pada cerpen ini tokoh Fara digambarkan sebagai orang yang
kasar dalam berbicara dan suka merendahkan orang lain.

Berbeda dengan tokoh yang hanya memperhatikan peran dan sifat individu. Penokohan
terkesan lebih deskriptif karena dari situ bisa dilihat bagaimana pengarang
menggambarkan seorang tokoh, mulai dari secara langsung (eksplisit) atau tidak
langsung (implisit). Pada cerpen ini tokoh Wani dan Pak Hanif merupakan tokoh
Protagonis karena mereka memiliki sifat yang baik hati, tidak sombbong, penuh kasih
sayang dan penyabar. Sedangkan tokoh Fara merupakan tokoh antagonis karena
memiliki sifat yang jahat, keji,sombong, kasar dalam omongan, dan juga suka
merendahkan orang lain di lihat dari status sosialnya.

Latar:: Dalam suatu cerpen terdapat 3 jenis latar yaitu latar tempat,waktu dan suasana

Latar tempat: kamar weni “Weni menghempaskan tubuh lelahnya di kasur dan
memandang langit-langit kamarnya.”

Teras depan ” Ucapan pak Hanif mengejutkan sekaligus menghentakkan dada Weni
yang sedang menggunting bunga di teras depan."

Klinik “Ucap Weni mengajak pak Hanif turun dari taksi dan berjalan masuk ke klinik”

Latar waktu: siang hari “Ibu mau saya siapkan makan siang sekarang.”

Sore hari “Meeting sore ini membuat Fera tidak bisa menemani ayahnya untuk check
up sehingga ia meminta bantuan Weni untuk membawa ayahnya ke klinik.”

Latar suasana: Dalam cerpen ini penulis menggambarkan tentang suasana yang
membingungkan “Hati Weni bingung dan mengiba lalu ia terdiam seribu bahasa” dalam
teks ini penulis seperti menggambarkan perasaan Weni yang bingung harus bagaimana
menjawab pertanyaan pak Hanif, apakah ia menerima atau justu malah menolak cinta
pak Hanif.

Suasana yang hening “Suasana semakin hening saat ibu Fera menatap keanehan di
wajah Weni yang terlihat pucat.”

Suasana yang penuh rasa ketakutan dan gelisah “Belum pun kegelisahan dan
ketakutan Weni hilang terdengar ada suara yang mengetuk pintu kamar Weni.” dalam
cerpen ini pada tokoh Weni merasa takut bagaimana jika Fara tau tentang kejadian tadi
di teras ia terus merasa gelisah tentang hal itu.

Suasana senyap, “para penghuni rumah merasa lebih aman berada di balik selimut.
Namun, tidak dengan Weni.”

Suasana yang dramatis “. Pak Hanif yang berusaha membantu Weni dicegat oleh Fera.
“Sudah, Ayah! gak usah dibantu. Itu tugas pembantu, bukan tugas Ayah.” ucap ketus
fara melarang ayahnya lalu pergi meninggalkan meja makan.”

Alur: Pada cerpen ini dominan menggunakan alur maju yaitu menceritakan tentang
awal mula mengapa Pak Hanif bisa menaruh hati kepada Weni. sampai pada akhirnya
Pak Hanif memberanikan diri untuk mengutarakan perasaannya kepada Weni yang
telah ia pendam selama 4 bulan terakhir ini, namun Weni belum berani menjawab
permintaan Pak Hanif itu. Weni takut jika Bu Fara tau pasti ia akan marah kepada Weni.
dan benar terjadi akhirnya Bu Farah tau bahwa ayahnya menyimpan rasa kepada Weni,
bu Fara tidak terima itu dengan kasarnya ia bekata bahwa ayahnya tidak cocok dengan
Weni karena Weni hanya seorang asisten rumah tangga di tempatnya. Pada akhirnya
Weni di pecat oleh Fara, pada saat Weni ingin pergi, tangannya di tahan oleh pak Hanif.
Pak Hanif tidak mau Weni meninggalkannya seperti istrinya dulu. Weni pun terpaksa
pergi padahal ia sebenarnya memiliki perasaann yang sama kepada pak Hanif namun
situasi nya yang tuudak mendukung.

Sudut pandang: Pada cerpen ini menggunakan sudut pandang pesona ketiga karena
dalam cerpen ini menggunakan kata ganti "dia"dan "ia". Contohnya yeng tertera pada
“Dia adalah asisten rumah tangga anak pak Hanif yang sudah bekerja dua tahun
setengah di rumah anaknya.” Tokoh “dia” dalam cerpen ini adalah Weni.

Contoh kedua dalam “Walau berat Weni terpaksa menuruti permintaan Fera agar ia
tidak menaruh curiga kepadanya.” Dalam dalimat itu terdapat kata ganti “ia”, ia dalam
cerpen ini yang dimaksud adalah tokkoh Fara.

Gaya bahsa: Hiperbola : “Ada rasa yang menelusup kalbu saat pak Hanif menatap
wajah ayu Weni. Walau kulitnya sedikit hitam dan kusam, namun kilau senyumnya
selalu menawan hati.” Dari panggalan cerpen ini seolah- olah pak Hanif “ingin
mengutarakan bahwa Weni itu perempuan yang cantik, namun caramengutarakannya
itu terlalu berlebihan.

Antitesis ciri khas gaya bahasa ini adalah pasangan kata yang maknanya bertentangan
atau berlawanan. Pasangan kata tersebut biasanya diletakkan berurutan. “Walau
kulitnya sedikit hitam dan kusam, namun kilau senyumnya selalu menawan hati” seperti
pak Hanif mengatakan bahwa cantik itu bukan dari fisiknya melainkan dari dalam
hatinya.

Amanat: Dalam cerpen ini pesan yang dapat kita ambil yaitu jika seseorang sudah
menaruh hati kepada seseorang maka mau sejauh apapun umur atau perbedaan
apapun itu tidak lagi menjadi sebuah permasalahan. Umur yang tua bukan berarti dia
tidak boleh memiliki perasaan kepada lain jeni, justru dengan adanya perbedaan itu
yang akan lebih berkesan. Sejujurnya rasa cinta itu bukan dari berapa umurnya namun
dari perasaan dan kenyamanan bila ada di dekatnya. Percumah jika kita
berpacaran/menikah dengan orang yang seumuran dengan kita tapi tidak ada rasa
nyaman bila didekatnya, bisa juga karena masih berpedoman pada ego masing-masing
hubungan mereka tidak harmonis. Tapi semua itu kembali lagi pada diri kita masing-
masing karena setiap orang itu memiliki sifat yang berbeda.

Struktur cerpen
Abstrak

Karena adanya gambaran awal dari cerita yang dikisahkan yaitu gambaran tentang
sosok Weni “Walau kulitnya sedikit hitam dan kusam, namun kilau senyumnya selalu
menawan hati. Kebaikannya terpancar dari hati yang tulus dan polos. Ya Weni
namanya. Dia adalah asisten rumah tangga anak pak Hanif yang sudah bekerja dua
tahun setengah di rumah anaknya.” Dari cerpen itu penulis menggambarkan sosok
Weni yang baik hati walau kulitnya sedikit hitam dan kusam.

Orientasi
Pada orientasi cerpen biasanya menjelaskan tentang latar cerita seperti waktu,
suasana, tempat/lokasi yang digunakan dalam penggambaran cerita cerpen. Suasana,
tempat dan waktu yang ada dalam cerpen sudah jelas karena sang penulis menulis
cerpen ini seperti menulis kisah nyata mulai dari kata-kata yang bisa kita baca “Latar
tempat: kamar weni “Weni menghempaskan tubuh lelahnya di kasur dan memandang
langit-langit kamarnya.”

Teras depan ” Ucapan pak Hanif mengejutkan sekaligus menghentakkan dada Weni
yang sedang menggunting bunga di teras depan."

Klinik “Ucap Weni mengajak pak Hanif turun dari taksi dan berjalan masuk ke klinik”

Latar waktu: siang hari ““Ibu mau saya siapkan makan siang sekarang.”

Sore hari “Meeting sore ini membuat Fera tidak bisa menemani ayahnya untuk check
up sehingga ia meminta bantuan Weni untuk membawa ayahnya ke klinik.”

Latar suasana: Dalam cerpen ini penulis menggambarkan tentang suasana yang
membingungkan “Hati Weni bingung dan mengiba lalu ia terdiam seribu bahasa” dalam
teks ini penulis seperti menggambarkan perasaan Weni yang bingung harus bagaimana
menjawab pertanyaan pak Hanif, apakah ia menerima atau justu malah menolak cinta
pak Hanif.

Suasana yang hening “Suasana semakin hening saat ibu Fera menatap keanehan di
wajah Weni yang terlihat pucat.”

Suasana yang penuh rasa ketakutan dan gelisah “Belum pun kegelisahan dan
ketakutan Weni hilang terdengar ada suara yang mengetuk pintu kamar Weni.” dalam
cerpen ini pada tokoh Weni merasa takut bagaimana jika Fara tau tentang kejadian tadi
di teras ia terus merasa gelisah tentang hal itu.

Suasana senyap, “para penghuni rumah merasa lebih aman berada di balik selimut.
Namun, tidak dengan Weni.”
Suasana yang dramatis “. Pak Hanif yang berusaha membantu Weni dicegat oleh Fera.
“Sudah, Ayah! gak usah dibantu. Itu tugas pembantu, bukan tugas Ayah.” ucap ketus
fara melarang ayahnya lalu pergi meninggalkan meja makan.”

Evaluasi
Pada bagian evaluasi ini terjadi konflik masalah yang semakin memuncak. Konflik mulai
menuju bagian klimaks dan mendapatkan penyelesaian atas masalah yang terjadi.
Pada cerpen ini konflik yang terjadi adalah pak Hafis yang menyukai Weni
{pembantunya} tetapi tidak mendapat restu dari sang anak yaitu Fara. Fara tidak
menyetujuinya karena Weni dan pak Hafis itu berbeda kasta. Weni hanyalah seorang
pembantu sedangkan pak Hafis adalah majikna weni.

Resolusi
Resolusi merupakan bagian akhir permasalahan yang terjadi pada cerpen. Pada bagian
ini terdapat penjelasan dari pengarang mengenai solusi permasalahan yang dialami
tokoh. Karena Fara tidak suka jika ayahnya menikahi Weni maka Fara memutuskan
untuk memecat Weni padahal kinerja Weni sangatlah bagus dan cekatan dalam
mengurus rumah, ayah dan anak-anaknya, namun tujuan Fara memecat Weni adalah
agara Weni dan ayahnya itu menjauh. Weni pun pergi dari rumah Fara dengan
kesedihannya, bukan sedih karena dipecat tapi sedih karena harus jauh dari pak Hafis,
sejujurnya weni juga memiliki perasaan yang sama pada pak Hafis tetapi ia tau bahwa
itu tidak mungkin.

Relevensi di kehidupan

Dari cerpen diatas yang mengisahkan tentang Pak Hafis yang memiliki perasaan
kepada Weni padahal usia keduanya berbeda jauh bisa diibaratkan umur pak Hafis
sama dengan umur ayah Weni. Di jaman sekarang bila ada seseorang yang menikah
atau berpacaran dengan perbedaan umur yang terlalu jauh memang pati menjadi
bahan pembicaraan orang-orang, tidak sedikit orang yang memandang bawa bila
memiliki hubungna dengan perbedaan umur yang jauh itu tidak bagus, ada saja
penilaian orang-orang entah dipikir simpanan om-om, hanya mengincar hartanya saja,
mencari sensasi, murahan dan masih banyak lagi. Padahal menurut saya memiliki
hubungan dengan orang yang lebih tua itu biasa saja, karena dia lebih berpengalaman
soal menjaga suatu hubungan, ya memang tidak semua orang itu sama tapi menurut
pengalaman saya memiliki pasangan yang lebih tua dari saya 3 tahun itu ada kesan
tersendiri dia bisa mengarahkan saya yang lebih baik, lebih dewasa pemikirannya, dan
tidak memilirkan egonya saja setiap ada permasalahan selelalu diselesaikan secara
baik-baik. Namun di luar ada aja yang tidak suka dan menjadikan bahan pembicaraan
dimana-mana.
Sipnosis

Walau kulitnya sedikit hitam dan kusam, namun kilau senyumnya selalu menawan hati.
Kebaikannya terpancar dari hati yang tulus dan polos. Ya Weni namanya. Dia adalah
asisten rumah tangga anak pak Hanif yang sudah bekerja dua tahun setengah di rumah
anaknya. Semenjak istrinya meninggal empat tahun yang lalu pak Hanif sering
berpindah-pindah dari rumah anaknya. Namun Pak Hanif lebih betah tinggal dirumah
anak bungsunya, karena lebih dekat dengan tempat terapinya. Pak Hanif mengidap
Autophobia yaitu rasa takut terhadap kesendirian atau cemas untuk merasa kesepian.
Selama ini Weni lah yang menemani dan mengurus segala keperluan pak Hanif
dirumah. Sejak empat bulan terakhir pak Hanif sudah menaruh hati kepada Weni. Rasa
cintanya kepada Weni sudah tak bisa dibendung lagi. Ia pun tidak dapat menahan
perasaanya lagi, pada pagi itu pak hanif mengatakan bahwa ia ingin memperistri Weni,
Weni terkejut dengan ungkapan Pak Hanif. Hati Weni bingung, ia berfikir bagaimana
jika Bu Fara tahu tentang kejadian ini, tetapi jika ia menolaknya ia tidak tega
mengatakan kepada Pak Hanif “Bagaimana Weni! Kau bersedia kan menikah
denganku?” Ucap pak Hanif. Weni pun bertanya kepada Pak Hanif mengapa Pak Hanif
bisa suka dengannya, kata Pak Hanif karena selama ini Weni telah mengurusnya
dengan telaten dan perlahan Pak Hanif merasanyaman dan menarun perasaan. Weni
pun pergi kekamarnya dengan rasa bingung, pada sore itu Bu Fara tidak bisa
mengantar Ayahnya terapi karena ia sore ini ada meating di kantior. Weni merasa
semakin bingung tapi ia juga tidak bisa menolak permintaan majikannya. Di dalam taksi
Pak Hanif merasa bahagia karena yang mengantarkan terapi adalah Weni,
sesampainya di klinik dan melakukan terapi Dokter mengatakan bahwa Pak Hanif
sudah sembuh dari rasa takunya itu. Mereka pun keluar dari ruang Dokter, di sepanjang
perjalanan Weni tidak fokus, bahkan ia hampir saja tertabrak oleh brankar yang
didorong oleh dua perawat saat mereka keluar dari klinik. Untungnya pak Hanif cepat
menarik tangan Weni sehingga tubuhnya tidak mengenai Brankar dorong tersebut.
“Tadi kamu hampir saja tertabrak brankar pasien.” ucap heroik pak Hanif saat menarik
tangan Weni. Weni baru sadar dari lamunannya saat ia mendengar pak Hanif telah
menyelamatkannya. Begitu melihat tangannya berada di genggaman pak Hanif, ia
langsung melepaskannya. Setelah itu taksipun datang untuk menjemput mereka,
setelah mereka sampai di rumah Weni terus membayangkan tindakan heroik pak Hanif
saat menyelamatkan dirinya. Rasa kasihan dan bersalah terus membingkai hatinya.
keesokan harinya apa yang di takuni Weni terjadi, Bu Fara mengetahui apa yang terjadi
kemarin, kelihatan Bufara sangat arah kepada Weni bahkan ia mengakatan bahwa
ayahnya dan Weni itu tidak cocok, karena Weni hanyalah seoang pembantu di
rumahnya. Akhinya Weni di usir oleh Bu Fara, saat weni iangin pergi ia di tahan oleh
Pak Hanif, Pak Hanif tidak mau ditinggal oleh Weni.

Anda mungkin juga menyukai