Anda di halaman 1dari 4

Nama : Aspuri Safitri

NPM : 1888201019

Mata kuliah : Menulis Kreatif

TUGAS AKHIR SEMESTER GENAP ( MEMBACA ESTETIS )

1. Persoalan-persoalan yang melatar-belakangi lahirnya lakon monolog “Tiga Perempuan”


Penjelasan :

Persoalan tersebut di implemetasikan dalam pementasan sebuah pertunjukan monolog pada ulang
tahun pertama Galeri Indonesia Kaya yaitu denagn mempertunjukkan sebuah lakon monolog yang
diambil/ ditafsirkan/ diadaptasi dari 3 karakter dari 3 karya novel “ Bumi Manusia” Pramodyea
Ananta Toer , “Ronggeng Dukuh Paruh” Karya Ahmad Tohari dan “Nayla” Karya Djenar.
Monolog ini mencoba menggali Psikologi juga latar belakang tiga karakter dalam ketiga novel
tersebut. Dari hasil riset ketiga novel tersebut cukup memberi gambaran/perspektif bagaimana
sejarah perempuan di Indonesia, Tiga cerita itu dipilih karena mewakili tiga masa berbeda yaitu
masa kolonialisme, masa pergerakan pemuda dan tahun 60-an, dan masa kekinian. Satu benang
merah yang menjalin Annelies, Nayla, dan Srintil adalah kekerasan dan perlawanan. Pertunjukan
ini mengajak penontonnya menyelami apa dan bagaimana sesungguhnya menjadi perempuan di
Indoneia dari sigi sejarah, lingkungan, masyarakat serta sosial budaya untuk menginspirasi dan
memberikan ilham bagi penonton agar nasib perempuan di Indonesia menjadi lebih baik
sebagaimana nasib bangsa ini yang semakin besar semakain hebat dan Indonesia semakin kaya
dengan berbagai ragam budayanya.

2. Tokoh : Annelies Mellema, Srinthil, dan Nayla!


 Fragmen Bumi Manusia, mengangkat Anneliesse, putri Nyai Ontosoroh yang harus
menerima kenyataan dipisahkan dari Minke, cinta pertama dan hidupnya berakhir
mengenaskan jauh dari keluarganya.(Annelies diperankan Olga Lydia)
 Fragmen Ronggeng Dukuh Paruk, juga tak mengangkat Srintil, tetapi justru sosok
antagonis, Nyai Kertareja (diperankan Pipien Putri), perempuan gila harta yang menjadi
induk semangat bagi Srinthil, ronggeng yang menjadi tokoh utama novel ini.
 Fragmen terakhir mengetengahkan Nayla yang merupakan korban kekerasan seksual yang
dialami sejak dini di rumahnya sendiri yang diperankan oleh Sha Ine Febriyanti.
Pertunjukan monolog ini membawa penonton pada 3 kisah perempuan yang berada dalam
ruang dan zaman yang berbeda, namun menghadapi permasalahan yang mengikat mereka
satu sama lain dan menunjukkan refleksi wajah Indonesia,"
3. A. Bagaiamana karakter ketiga tokoh tersebut ?
 Karakter Annelies Millema beparas cantik, putri orang belanda ( Herman
Mellema) dan pribumi ( Nyai Ontorosoh ), pendiam, manja dan labil
namun memiliki kemampuan sebagai mandor di persusahaan keluarga.
 Karakter Srinthil
Srintil kecil
Centil
“Ya, benar. Engkau sangat cantik sekali sekarang.” ujar Warta. “Seperti
seorang ronggeng?” tanya Srintil lagi. Gayanya manja.
Srinthil dewasa
Seorang ronggeng yang bersahabat, Dewasa, Agresif, Pemilih,
Penyayang, suka menolong dan mudah percaya.
 Karakter Nayla memiliki sifat-sifat yang tercantum dalam tiga macam
kualiatas kejiwaan, yaitu
1. Emosionalitas mudah marah, suka tertawa, perhatian tidak
mendalam, tetap dalam pendiriannya, tidak suka tenggang
menenggang, jujur dalam batas-batas hukum, tidak ingin berkuasa.
2. Proses pengiring / fungsi sekunder, tenang tidak lekas putus asa,
suka menolong, ingatan baik, dalam berpikir bebas, konsekuen,
tidak tenang, egistis
3. Aktivitas riang gembira, dengan keras menentang penghalang,
pandangan luas, setelah bertengakar lekas mau damai.

B. Deskripsikan kesamaan karakter ketiga tokoh tersebut ?


Penjelasan dari ketiga kareakter tersebut sama-sama sebagai wanita. Yang
mengalamai kekerasan dan perlawan dari setiap jaman mulai kolonialis , masa
pergerakan , sampai masa kekinian. Peristiwa dalam fragmen “Bumi Manusia
diceritakan melalui mata seorang Anneliesse, anak dari Nyai Ontosoroh. Fragmen
“Ronggeng Dukuh Paruk” akan mengetengahkan sosok Nyai Kertareja, antagonis
yang menjadi ‘Germo’ bagi Srintil, penari yang menjadi tokoh utama novel ini.
Fragmen terakhir mengetengahkan Nayla yang merupakan korban kekerasan
seksual yang dialami sejak dini di rumahnya sendiri. Dari ketiga novel tersebut
diangkat menjadi sebuah monolog yang memiliki kesamaan cerita yang dialami
oleh wanita indonesia dengan berbagai konflik yang melatarbelakangi kisah
tersebut.
4. Pesan yang dapat diambil dari kisah monolog Tiga Perempuan :
1. Dari kisah tokoh Annelies Mellemma ia hanya perempuan yang sama dengan
pribumi yang kalah dengan hukum eropa. Annelies merupakan anak yang
rapuh karena diperkosa oleh kakaknya sendiri yang berperilaku seperti
ayahnya eropa dan sama sekali memandang rendah perempuan yang telah
melahirkannya. Annelise bertahan hidup karena cahaya energi dari ibunya.
Ketika dia harus diambil oleh istrinya syah ayahnya yang asli belanda
perlahan-lahan dia memudar dan mati.
2. Dari kisah Srinthil ia adalah seorang penari ronggeg yang Pada akhirnya nasib
perempuan bernama srintil ronggeng kebanggaan kampung Dhukuh Paruh
membawanya ke penjara karena politik, dia dituduh PKI hanya karena menari
di acara yang diselenggarakan para kumpulan komunis. Diciduk dan
dimasukan penjara 2 tahun, berbeda dengan cintanya, Rasuh, lelaki yang
dipilih Srintil menyerahkan keperawanannya dengan tulus ikhlas itu akhirnya
menjadi tentara, orang terhormat. Srintil yang tak mampu mendobrak nasibnya
menjadi perempuan Ronggeng. Mungkinkah Srintil harus seperti Nyai
Kateraja yang sudah dia anggap ibunya sendiri? jadi dia tak perlu mengutuk
nasibnya sendiri dan menikmati menjadi Ronggeng. Mungkinkah jika
demikian dia kan tetap hidup dan tidak gila. Tetapi siapa yang bisa
mengendalikan hati, perasaan, bukankah diri kita sendiri saja sulit. Srintil
menggugat nasibnya tetapi tetap dia tidak mampu, hatinya dan perasaannya
tak mampu.
3. Dari kisah Nayla seorang gadis dengan didik keras ibunya yang ditinggal oleh
lelaki (Ayah Nayla) tak bertanggungjawab, Ibu bermaksud Nayla bisa kuat
dan tak diperbudak oleh rayuan cinta laki laki seperti dirinya dulu, akan tetapi
dia tak melihat Nayla yang sunyi, gelisah melihat ibunya pulang ke rumah
bersama pacar-pacar dan tidur dengannya. Suatu hari kekasih ibunya itu
memperkosa Nayla pada usia yang cukup belia, 9 tahun. Peristiwa itu
membuatnya tak percaya terhadap lelaki, tidak juga Ayahnya yang dulu sering
dia tanyakan ke ibu dan dijawab dengan amarah dan siksaan. Akhirnya dia
menemukan cintanya pada diri Julie, teman perempuannya yang juga seolah
penghibur malam. Sebenarnya dia menemukan Julie seperti menemukan
seorang Ibu,Kasih sayang seorang ibu yang tak dia temukan pada diri Ibu
kandunganya sendiri.
5. Petikan dialog
“ Aku Ingin Punya Ibu Tapi Bukan Ibuku Sendiri ”
Dari petikan dialoag diatas dijaidkan karangan yang puitis dengan judul :
“ Sayap Pelindungku “
Karya Aspuri Safitri
Apalah di kata jika takdir tak memihakku
Luka yang selalu mengahantuiku
Menembus batinku
Mengisak relung nadiku
Meggoyak jiwa dan ragaku
Menanam sedih dan pilu
Berakar sampai hati kecilku
Seluruh hidupku
Meringkih perih pedih
Oh ibuku ...
Jadilah sayap pelindungku
Bukan jadi padar dalam baka di sisa hidupku

Anda mungkin juga menyukai