Anda di halaman 1dari 12

Makalah Bahasa Indonesia

KELOMPOK :

Mahesa Rivaldi
Febrian Hadi Permana
Dede Koswara
Kendi Suhendi
Tujuan : * Menganalisis cerita fiksi dalam Cerpen atau Novel
- Menentukan Unsur – Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik
- Mengevaluasi Struktur teks Cerpen ( Abstrak, Orientasi,
Komplikasi, Evaluasi, Resolusi, Koda )
- Mencari kalimat – kalimat yang mengandung majas
- Memproduksi Teks Cerpen

A. Unsur Instrinsik Dan Ekstrinsik Pada Novel ( Bumi Manusia )


Unsur Instrinsik
* Alur
Alur cerita ini menggunakan alur keras, yaitu akhir cerita
tidak dapat ditebak. Pada awal dan tengah cerita, mungkin
pembaca akan berpikir cerita akan berakhir bahagia dengan
pernikahan Minke dan Annelies, tetapi cerita ini diakhiri
dengan perpisahan Annelies dan Minke. Annelies harus pergi ke
negaranya, Belanda, sedangkan Minke tetap di Hindia sebagai
seorang Pribumi.
Secara keseluruhan novel ini menggunakan alur maju, tetapi
ditengah cerita terdapat kilas balik, yaitu :
Agar ceritaku ini agak urut, biar kuutarakan dulu yang
terjadi atas diri Robert sepeninggalanku dari Wonokromo
dibawa agen polisi klas satu itu ke B
Pengaluran yang digunakan di dalam novel Bumi Manusia ini
adalah :
Teknik linier: Peristiwa berjalan secara runtun dari awal
penceritaan perkenalan Minke dengan Annelies sampai kemudian
mereka berdua berpisah.
Tenik ingatan: Minke menceritakan semua kejadian yang
dialaminya, layaknya orang yang sedang menulis catatan
harian.
* Tema
Tema novel ini adalah tentang kisah percintaan seorang pemuda
keturunan priyayi Jawa dengan seorang gadis keturunan Belanda
dan perjuangannya di tengah pergerakan Indonesia di awal abad
ke-20.

* Penokohan :
- Minke seorang pemuda pribumi keturunan bangsawan pangreh
praja yang cerdas dan berbakat menulis dalam bahasa Belanda.
Ia juga seorang pelajar HBS, sekolah menengah Belanda yang
bergengsi di jaman itu.
- Nyai Ontosoroh istri tak resmi seorang Belanda.
- Herman Mellema suami Nyai Ontosoroh.
- Annelies Mellema seorang gadis Indo Belanda anak Herman
Mellema dengan Nyai Ontosoroh alias Sanikem.
* Sudut Pandang
Dalam novel Bumi Manusia pengarang menggunakan sudut pandang
orang pertama pelaku utama, seperti pada kutipan novel di
bawah ini.
“Aku tunggu-tunggu meledaknya kemarahan Nyai karena puji-
pujian”.
* Latar
Wonokromo dekat Surabaya di Jawa Timur.
* Amanat
Novel yang dilatarbelakangi pergerakan Indonesia di awal abad
20 ini, menceritakan pergerakan, perjuangan, dan semangat
pemuda Indonesia di masa itu. Pengarang menyerukan agar
pemuda-pemudi sekarang ini tetap mempunyai semangat itu
meskipun sekarang sudah tidak ada penjajahan kolonial.
“Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam
pikiran, apalagi dalam perbuatan.”
Unsur Ekstrinsik Pada Novel unsur dari luar novel tersebut.
* Sejarah dan Biografi Pengarang
Pramoedya Ananta Toer (lahir di Blora, Jawa Tengah, 6
Februari 1925 – meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur
81 tahun), secara luas dianggap sebagai salah satu pengarang
yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Pramoedya
telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke
dalam lebih dari 41 bahasa asing.
Pramoedya dilahirkan di Blora pada tahun 1925 di jantung
pulau jawa di sebelah timur Pulau Sumatera, sebagai anak
sulung dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang guru,
sedangkan ibunya seorang penjual nasi. Nama asli Pramoedya
adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis
dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul
Cerita Dari Blora. Karena nama keluarga Mastoer (nama
ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan
awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer"
sebagai nama keluarganya. Pramoedya menempuh pendidikan pada
Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya, dan kemudian bekerja
sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama
pendudukan Jepang di Indonesia.
* Tempat atau Kondisi Alam
Penjara tak membuatnya berhenti untuk menulis, Baginya,
menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan ia konsekuen
terhadap semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya
dilarang dan dibakar.
Tetralogi Buru ditulis Pram waktu masih mendekam di kamp
kerjapaksa tanpa proses hukum pengadilan di Pulau Buru,
sebelum ditulis roman ini oleh Penulis diceritaulangkan pada
teman-temannya di Pulau Buru. Hal ini mengisyaratkan bahwa
Penulisnya bukan hanya sekedar menulis dan membumbungkan
imajinasi semata, tetapi dengan penguasaan pendalaman cerita
yang dimaksud – dengan penulusuran dokumen pergerakan awal
abad 20.
Pram memang tidak menceritakan sejarah sebagaimana terwarta
secara objektif dan dingin yang selama ini diampuh oleh
orang-orang berpendidikan. Pram juga berbeda dengan
penceritaan kesilaman yang lazim sebagaimana tertulis dalam
buku-buku pelajaran sekolah yang memberi jarak antara pembaca
dan kurun sejarah yang diceritakan. Dengan gayanya sendiri,
Pram coba mengajak, bukan saja ingatan, tapi juga pikir,
rasa, bahkan diri untuk bertarung dalam golak gerakan
nasional awal abad 20. Karena itu gaya kepengarangan dan
bahasa Pram yang khas, pembaca diseret untuk mengambil peran
di antara tokoh-tokoh yang ditampilkannya.
* Kondisi Sosial Budaya
a. Sosiologi pengarang: yakni yang mempermasalahkan tentang
status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang
menyangkut diri pengarang.
b. Sosiologi karya sastra: yakni mempermasalahkan tentang
suatu karya sastra; yang menjadi pokok telaah adalah tentang
apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan
atau amanat yang hendak disampaikannya;
c. Sosiologi sastra: yang mempermasalahkan tentang pembaca
dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

B. Mengevaluasi Struktur teks Cerpen/Novel ( Abstrak, Orientasi,


Komplikasi, Evaluasi, Resolusi, Koda )

* Abstrak :
Auliana Sofi. 2009. Eksistensi Perempuan dalam Novel Bumi
Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Sebuah Kajian Kritik
Sastra Feminisme). Skripsi Program Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia. Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra.
Universitas Negeri Malang. Pembimbing: Dr. Hj. Yuni Pratiwi
M.Pd.
* Orientasi :
Orang memanggil aku Minke Namaku sendiri. Sementara ini tak
perlu kusebutkan. Bukan karena gila mysteri. Telah aku
timbang: belum perlu benar tampilkan diri dihadapan mata
orang lain. Pada mulanya catatan pendek ini aku tulis dalam
masa berkabung: dia telah tinggalkan aku, entah untuk
sementara entah tidak. (Waktu itu aku tak tahu bagaimana
bakal jadinya). Hari depan yang selalu menggoda! Mysteri!
Setiap pribadi akan datang padanya—mau-tak-mau, dengan
seluruh jiwa dan raganya. Dan terlalu sering dia ternyata
maharaja zalim
* Komplikasi :
7 September 1898. Hari Jum'at Legi. Ini di Hindia. Di
Nederland sana: 6 September 1898, hari Kamis Kliwon. Para
pelajar seakan gila merayakan penobatan ini: pertandingan,
pertunjukan, pameran ketrampilan dan kebisaan yang dipelajari
orang Eropa — sepakbola, standen, kasti. Dan semua itu tak
ada yang menarik hatiku. Aku tak suka pada sport. Dunia
sekelilingku ramai. Meriam pun berdentuman. Arak-arakan dan
panembrama. Di hati aku tetap nelangsa.
* Evaluasi : Setelah waktunya tiba, dalam keadaan lemah
Arnelis tetap dibawa menuju Holland. Dengan pasrah dan
terpaksa, Arnelis mengikuti langkah seorang wanita yang
menuntunnya berjalan menuju kereta kuda. Sebelum pergi,
Arnelis berkata kepada ibunya, “Aku akan pergi, Ma, jangan
kenangkan yang dulu-dulu. Yang sudah lewat biarlah berlalu.”
Setelah itu, ia berkata kepada Minke, “Mas, kita kan pernah
berbahagia bersama? Kenangkan kebahagiaan itu saja ya, Mas,
jangan yang lain.”
Akhirnya Nyai Ontosoroh dan Minke pun menang dalam kekalahan.
* Resolusi :
Arnelis jatuh sakit sampai-sampai ia menjadi seperti mayat
hidup. Dokter keluarga pun tidak dapat menyembuhkannya lagi.
Minke dan Nyai Ontosoroh berjuang supaya Arnelis bisa tetap
tinggal di Hindia atau paling tidak mereka bisa ikut
mengantar Arnelis ke Holland.
* Koda :
Dengan memeluk istriku aku mendongeng dan mendongeng, mulut
kudekatkan pada kupingnya - suatu cara yang ia sukai. Waktu
aku terbangun, malam ternyata telah lewat, kamar telah terang
oleh cahaya siang. Namun kelelahan itu belum juga terhalau
oleh tidur yang tak kuketahui sampai berapa lama. Dan
kusadari: Annelies memeluk aku, menciumi dan membelai-belai
rambutku. Aku tergagap bangkit. "Ann, Annelies!" seruku. Aku
pegangi pergelangan tangannya dan kurasai denyutan jantungnya
tidak lagi selambat kemarin.
C. Mencari Kalimat – Kalimat yang mengandung majas

NO Kalimat Majas
1. Peluit wasit menjerit panjang menandai Personifikasi
akhir dari pertandingan tersebut. Lalu
Minke pun bergegas pulang.
2. Herman pulang dari luar negeri naik garuda Metonimia
3. Hingga detik ini ia belum kelihatan batang Sinekdok
hidungnya.
4. Arnelis jatuh sakit sampai-sampai ia Hiperbola
menjadi seperti mayat hidup
5. Lama-lama aku bisa jadi gila melihat Sinisme
tingkah lakumu itu.
D. Memproduksi Teks Cerpen
Berawal Dari Sebuah Nama
Namaku Farrenia Zaviera Alkhatiri aku tinggal di kota Karawang,
saat ini aku bersekolah di salah satu SMA terfavorit di Karawang
dan duduk di kelas 11- MIA 2. Aku termasuk salah seorang siswi
berprestasi di sekolahku karena banyak prestasi yang telah aku
torehkan selama aku bersekolah di sini. “Kriiiiing..kriiing,” alarm
di kamarku berbunyi membangunkanku yang sedang tertidur pulas.
Saat ku lihat waktu menunjukkan pukul 06.30 hari ini aku terlambat
aku segera bergegas ke kamar mandi lalu memakai seragam dan turun
untuk sarapan.
“Selamat pagi bu,”
“Selamat pagi yah,”
“Selamat pagi Kak,” sapaku.
“Pagi ren mau sarapan apa? Ibu buatkan roti selai cokelat ya?”
Jawab Ibu menjawab sapaanku dan menawariku roti cokelat.
“Tidak Bu terima kasih aku harus buru-buru soalnya aku sudah
terlambat!!”
“Kak Radit anter ya, mau pakai motor atau mobil?” tawar Kak Radit.
“iya udah ayo ka pakai apa aja deh, nanti aku keburu telat,”
Setelah berpamitan aku langsung berangkat diantar Kak Radit,
sampai di sekolah aku langsung masuk tanpa berpamitan pada Kak
Radit. Tiba-tiba saja seseorang menabrakku Brukk!! Suara itu
terdengar nyaring karena di lorong sekolah sudah sepi.
“Maaf, maaf aku gak sengaja nabrak, karena aku buru-buru tadi,”
suara itu muncul dari mulut orang yang menabrakku dan sepertinya
itu suara laki-laki tadi.
“Iya gak apa apa ko,” kataku. “Kamu anak baru ya?” tanyaku.
“Iya, kamu tahu di mana ruangan kelas 11-IPA 2?”
“Itu ruang kelasku,” Kami berdua pun masuk ke kelas semua mata
tertuju pada kita berdua, bel masuk pun berbunyi pelajaran pun
dimulai.
“Anak-anak sepertinya kita mendapat teman baru di kelas ini?
silahkan maju dan perkenalkan dirimu.” Sahut pak guru
Dia pun maju ke depan dan memperkenalkan diri, “Perkenalkan namaku
Farel Xaviero Alkhatiri aku siswa pindahan dari Jakarta Terima
kasih,” Aku tercengang mendengar namanya kenapa namanya hampir sama
denganku. Aku sungguh tidak konsen dalam pelajaran sampai bel
istirahat berbunyi. Tiba-tiba seseorang membuyarkan lamunanku.
“Hey, kenapa kamu melamun?” tanyanya.
“Aku gak apa apa ko,” jawabku sambil tersenyum.
“Oh iya siapa namamu dari tadi pertama kita bertemu aku belum tahu
namamu?”
“Namaku Farren, Farren Zaviera Alkhatiri,”
“Wah nama kita sama hanya kau Farren sedangkan aku Farel.”
“Iya,” senyumku dengan malu.
Hari demi hari terlewati aku dan Farel semakin dekat entah kenapa
setiap aku dekat dengan Farel dan ketika aku menatap matanya ada
getaran yang sangat cepat di dadaku seperti hari ini aku sedang
duduk bersama Farel di sebuah taman di mengajakku makan ice cream.
Aku memang tidak bisa makan ice cream apalagi yang di cone jika
aku makan ice cream maka mulutku akan belepotan.. tapi aku PD saja
karena Farel sudah tahu kebiasaanku ini. Tiba-tiba saja tangan
Farel membersihkan mulutku yang penuh dengan ice cream.
“Kamu itu kalau makan ice cream belepotan kaya anak kecil aja,”
ucapnya sembari mengelap bibirku. Aku begitu terpesona oleh
senyumnya Farel dua lesung pipinya yang menambah manis
senyumannya. Aku tersipu malu lalu melanjutkan menikmati ice
creamku. Sore pun tiba aku dan Farel berniat pulang tapi tiba-tiba
hujan besar datang kami pun berteduh di bawah ruko di tepi jalan.
Badanku menggigil kedinginan tanpaku sadari Farel memperhatikanku
dengan iba dia melepas jaketnya dan memakaikannya padaku tiba-tiba
petir datang dengan keras dan menggelegar aku kaget dan spontan
aku memeluk Farel dengan kuat.
“Farel aku takut aku mau pulang,” ucapku sambil menangis.
“Iya, kamu tenang ya kan ada aku kamu tenang ya,” ujar Farel
menenangkanku.
Memang dari dulu aku gak pernah suka dengan hujan karena selalu
membuatku takut. Aku masih berada di pelukan Farel. Kami pun
pulang ke rumah badanku masih menggigil badanku demam dan esok
harinya aku tidak masuk sekolah sampai tiga hari sakitku belum
sembuh. Tiba-tiba suara bel rumahku berbunyi entah siapa yang
datang lalu pintu kamarku terbuka ku dapati seorang laki-laki yang
tentunya sudah familiar bagiku ya itu adalah Farel orang yang aku
cintai datang menemuiku dia duduk di sampingku yang tengah
berbaring di atas kasur.
“Kamu sakit apa Ren?” tanyanya dengan lembut.
“Aku tidak apa-apa hanya demam biasa,” jawabku sambil tersenyum.
“ini semua pasti karena aku karena waktu itu aku ngajak kamu hujan-
hujanan,” jawabnya dengan muka yang bersalah.
Aku mencoba bangun, Farel membantuku duduk dan membenarkan
dudukku.
“Kamu gak boleh ngomong gitu kan ini pemberian dari Allah mana ada
manusia yang tahu kalau kita akan sakit jadi gak ada yang patut
disalahkan,” jawabku.
Keesokan harinya Farel selalu datang yang hanya sekedar menanyai
kabarku menemaniku dan menyuapiku makan sampai aku sembuh. Paginya
Farrel datang menjemputku untuk berangkat bersama denganku ke
sekolah. Sepulang sekolah Frel mengajakku ke taman tempat biasa
kami bersantai dan berbagi cerita sambil makan ice cream. Farel
membelikanku sebuah ice cream yang sepertinya sudah lama tidak
masuk ke dalam mulutku dan seperti biasa juga mulutku penuh dengan
ice cream yang belepotan ke mana-mana lalu Farrel membersihkannya
dengan penuh rasa kasih sayang. Setelah selesai Farel mengajakku
berdiri dia memegang kedua tanganku kami saling berhadapan dengan
mata yang berbinar dia mengucapkan kata-kata yang begitu indah
didengar.
“Farren sejak kita pertama bertemu entah kenapa hatiku langsung
berdegup kencang ketika di dekatmu kamu bagai matahari yang
menyinari hariku yang gelap, melengkapi hidupku dan jadi bagian
dari hidupku,dan aku ingin status kita lebih dari sekedar teman
atau sahabat, Farrenia Zaviera Alkhatiri would you be my
girlfriend?” ucapnya sembari berlutut di hadapanku. “Iya aku mau,”
dengan spontan aku mengucapkan kata itu Farel memelukku dengan
erat dan mencium keningku kebahagiaan kami diiringi rintik hujan
dan semua itu melengkapi kebahagiaan kami. Dan kami pun menjadi
pasangan yang bahagia, karna susah senang kami lewati. Kami pun
bisa di cap di sekolah sebagai pasangan teromantis karna selalu
bersama.

Anda mungkin juga menyukai