Disusun oleh:
FAJAR DIAN UTOMO
NIM. 175060601111007
Disusun oleh:
Fajar Dian Utomo
NIM. 175060601111007
Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini telah direvisi dan disetujui oleh Dosen Pembimbing
pada tanggal 20 Desember 2020
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunia-Nya saya dapat menyusun Laporan Kuliah Kerja Lapangan. Ucapan terima
kasih tak lupa saya sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu
proses penyusunan laporan, terutama kepada Bapak Aris Subagyo, ST., MT. selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan penyusunan laporan KKL
saya.
Saya menyadari bahwa dalam Laporan KKL ini masih terdapat kekurangan, baik dari
segi susunan dan tata bahasa yang saya gunakan untuk menyusun laporan ini. Oleh sebab
itu, saya berharap adanya kritik, saran atau usulan demi perbaikan untuk penyelesaian tugas
selanjutnya. Semoga laporan yang saya susun ini dapat dipahami dan menambah wawasan
serta bermanfaat bukan hanya untuk saya tetapi bagi semua pihak yang membacanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
3.2.2 Kependudukan.......................................................................................................... 27
4.2 Permasalahan.................................................................................................................... 46
4.3 Saran................................................................................................................................. 47
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
berbagai permasalahan perkotaan dengan studi kasus yang berbeda-beda. Salah satu, materi yang
diangkat adalah Sustaining High Density, Livable Cities.
Sustaining High Density, Livable Cities adalah materi yang dibawakan oleh Khoo Teng
Chye, dalam materi tersebut dijelaskan bagaimana Singapura yang memiliki luas wilayah 722,5 km2
dan kepadatan penduduk 7.804 jiwa/km2 tetap dapat berkembang menjadi suatu kota berkelanjutan
yang layak huni. Materi tersebut menjelaskan bahwa dalam pengembangan Singapura terdapat suatu
kerangka kerja yang digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan kota layak huni. Sehingga
melalui pembahasan materi tersebut, diharapkan mahasiswa menjadi lebih paham terkait cara
mengembangkan suatu kota melalui pendekatan livable city. Dengan demikian diharapkan pada masa
mendatang, mahasiswa dapat berpartisipasi dalam menciptakan kota layak huni di Indonesia.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan MK KKL oleh mahasiwa memiliki tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengetahui praktik perencanaan berkelanjutan pada negara maju atau
berkembang. Sehingga, dalam hal ini mahasiswa telah mendapatkan pengetahuan terkait
pengembangan suatu kota dengan konsep livable city. Konsep livable city merupakan salah
satu pendekatan menuju pembangunan berkelanjutan.
2. Mahasiswa memahami praktik perencanaan berkelanjutan pada negara maju atau
berkembang serta dapat mengadopsinya dalam perumusan strategi perencanaan
pembangunan dan pengembangan wilayah perkotaan. Agar mahasiswa lebih memahami
konsep livable city yang merupakan salah satu praktik perencanaan berkelanjutan, maka
dilakukan penyusunan Laporan KKL ini. Alasan pemilihan materi tersebut untuk diangkat
dalam laporan karena dalam RPJPN 2005-2025 pemerintah menargetkan pada tahun 2025
seluruh kota di Indonesia dapat menjadi kota layak huni. Sehingga dengan mengangkat
materi tersebut diharapkan penulis dan pembaca dapat memahami konsep livable city
sehingga dapat berpartisipasi dalam merealisasikan target yang dicanangkan pemerintah
untuk mewujudkan seluruh kota di Indonesia menjadi layak huni.
d. Pelaksanaan kegiatan lapangan harus dibimbing atau didampingi oleh dosen PWK UB.
Dalam kegiatan lapangan, dosen pembimbing dapat ikut serta ke lokasi kegiatan atau
hanya memantau.
e. Dalam penunjukan dosen pembimbing (Form KKL-03) dan surat pengantar visa (Form
KKL-04) harus melampirkan Letter of Acceptance dari institusi penyelenggara kegiatan
f. Mahasiswa/i diperbolehkan memprogram MK KKL selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
setelah kegiatan lapangan selesai.
g. Mahasiswa/i diperbolehkan untuk melakukan kegiatan lapangan secara berkelompok
atau perseorangan. Bagi yang melakukan secara berkelompok, masing-masing anggota
kelompok harus menyusun laporan secara perseorangan dengan topik yang spesifik.
h. Setelah kegiatan KKL berakhir, mahasiswa harus membuat bukti kehadiran mahasiswa
yang ditandatangai oleh dosen pembimbing dari PWK-UB dan pembimbing dari instansi
yang memfasilitasi kegiatan (form KKL-04).
i. Tidak diperkenankan untuk mengajukan pembimbingan KKL setelah kegiatan lapangan
berakhir.
2. Persyaratan Khusus untuk Bentuk Kegiatan Lapangan Seminar International
a. Kegiatan dapat dilaksanakan di dalam atau di luar negeri yang diselenggarakan oleh
institusi bereputasi baik yang relevan di bidang pengembangan IPTEK.
b. Seminar diselenggarakan secara internasional yang dibuktikan dengan publikasi
pendaftaran secara daring (on-line).
c. Dalam pengajuan kelayakan kegiatan (Form KKL-01), harus melampirkan leaflet Call
for Paper.
b. Form KKL-01 akan menjadi dasar persetujuan orang tua (form KKL-02) dan
penunjukan dosen pembimbing (form KKL-03). Form KKL-03 ditandatangani oleh
Dosen Pembimbing dan Ketua Jurusan PWK dengan melampirkan form KKL-02.
c. Bagi kegiatan lapangan di luar negeri, Jurusan akan mengeluarkan Surat Pernyataan
(form KKL-04) yang dipergunakan untuk mengajukan Visa. Form KKL-04 dapat
diterbitkan setelah menerima Letter of Acceptance atau korespondensi yang menyatakan
bahwa mahasiswa/i telah diterima sebagai peserta kegiatan.
d. Sebelum keberangkatan, seluruh peserta kegiatan lapangan di luar negeri wajib untuk
melaksanakan persiapan keberangkatan yang dipandu oleh Dosen Pembimbing dan
Dosen Pengampu MK KKL.
e. Setelah kegiatan lapangan berakhir (baik kegiatan di dalam dan luar negeri), peserta
kegiatan lapangan wajib menyusun bukti kehadiran (form KKL-05) yang ditandatangani
oleh dosen pembimbing (dosen pembimbing dari PWK UB dan dari instansi pelaksana
kegiatan) dan dosen koordinator KKL.
f. Memprogram MK KKL.
3. Pelaksanaan kegiatan lapangan setelah memprogram MK KKL dilakukan dengan urutan
sebagai berikut:
a. Memprogram KKL.
b. Mengajukan kelayakan KKL dan melaksanakan kegiatan lapangan sesuai urutan pada
point 2.
4. Kegiatan dalam MK KKL, antara lain:
a. Mata Kuliah KKL diselenggarakan dalam bentuk perkulihan tatap muka, penyusunan
laporan, presentasi dan evaluasi.
b. Dosen pembimbing bertugas untuk mendampingi penyusunan laporan dan memberi
penilaian laporan (form KKL-06).
c. Dosen pengampu KKL bertugas untuk memberi kuliah tatap muka dan memberi
evaluasi melalui presentasi (form KKL-07).
BAB II
LAPORAN PERJALANAN
saling bertukar ide dalam menyelesaikan permasalahan perkotaan di masa sekarang ataupun
memberikan ide terkait inovasi dalam dunia perencanaan dan perancangan kota. Dalam kegiatan
AJCAF 2019 terdapat 15 pemateri yang memaparkan gagasannya dengan topik yang berbeda-beda.
ASEAN-Japan City and Architecture Forum 2019 mengangkat tema besar Connecting Cities and
People through Planning and Design. Dengan mengangkat tema besar tersebut, AJCAF 2019
bermaksud memberikan pesan kepada para peserta bahwa masyarakat memiliki peran yang penting
dalam perkembangan suatu kota. Namun, didalam tema besar tersebut terdapat sub-tema yang
dibawakan oleh masing-masing pemateri.
Dengan visi menyediakan kualitas konten kreatif dalam ranah arsitektur dan desain yang mampu
meningkatkan kesetaraan bagi para pelakunya di Indonesia. Sementara itu, misi Anabata adalah
memberikan layanan yang dapat menunjang keberhasilan klien dalam penetrasi pasar untuk saat ini
dan dimasa mendatang, dan memberikan sarana bagi pelaku desain untuk dapat saling terhubung
sehingga terjalin kesinambungan dalam industri desain (Anabata, 2020).
I. Scott Dunn
Scott Dunn adalah seorang Vice President, Strategy and Growth South East Asia dari
perusahaan AECOM. Beliau juga merupakan bagian dari Urban Land Institute Singapore Council,
mantan ketua pendiri dan wakil ketua saat ini. Beliau adalah pendukung pembangunan lahan
berkelanjutan dan desain lingkungan perkotaan yang padat dan tinggi dan percaya bahwa untuk
menciptakan tempat-tempat yang hebat, seseorang harus peka terhadap lingkungan dan bertanggung
jawab terhadap masyarakat. Buku dan makalahnya tentang isu-isu keberlanjutan dan kelayakan huni
sering diterbitkan dengan media cetak lokal dan internasional dan sangat dihormati sebagai
pemimpin pemikiran dalam komunitas perencanaan. Scott Dunn aktif memberikan seminar tentang
pengembangan lahan dan telah memberikan pidato di konferensi dan acara di seluruh Asia dan
Amerika Utara. Pada AJCAF 2019, Scott Dunn membawakan materi dengan judul Bonifacio Global
City and Clark New Town Decompressing Manila.
K. Eric Niemy
Eric Niemy adalah seorang arsitek yang memberikan materi pada AJCAF 2019. Eric Niemy
adalah seorang Associate Director pada Benoy Hongkong. Pada AJCAF 2019, beliau membawa
materi dengan judul Airports for People: Designing the Passenger Experience.
N. Gito Wibowo
Gito Wibowo adalah seorang Urban Designers pada PDW Architects Indonesia. Beliau
adalah seorang arsitek kelahiran Indonesia. Pada AJCAF 2019, Gito Wibowo memaparkan materi
berjudul Case of Grand Rubina Rasuna Epicentrum.
pada pukul 08.30, mahasiswa memasuki ruang seminar yang diawali dengan kata sambutan dari
Wakil Walikota Bandung, Bapak Yana Mulyana.
Wibowo dengan judul Case of Gran Rubina Rasuna Epicentrum Jakarta (10.40 - 11.05). Materi
terakhir di hari kedua sekaligus di AJCAF 2019 diberikan oleh Bapak Smith Obayawat dengan judul
Tropical Figure Ground (11.05 - 11.35). Setelah materi berakhir, peserta dipersilahkan untuk sholat
Jum’at dan kemudian makan siang di restoran hotel. Selanjutnya peserta kembali ke ruang seminar
dengan acara tanya jawab dan diskusi antar peserta dan pemateri yang berlangsung selama 75 menit.
Kemudian moderator membacakan resume materi dan diskusi kegiatan AJCAF 2019 dari hari
pertama dan kedua. Setelah itu moderator memberikan informasi terkait rencana kegiatan AJCAF
pada masa mendatang yang sekaligus menutup rangkaian acara AJCAF 2019. Setelah itu mahasiswa
kembali ke penginapan dan melakukan persiapan untuk kembali ke Kota Malang keesokan harinya.
di Marunouchi dilakukan oleh pihak Pemerintah Lokal, Pemerintah Kota Tokyo, East Japan
Railway Company serta Dewan Pengembangan dan Manajemen Area Otemachi,
Marunouchi dan Yurakucho.
4. Sustaining High Density, Livable Cities oleh Khoo Teng Chye. Materi tersebut bercerita
tentang bagaimana Singapura sebagai kota pelabuhan yang sebelumnya kumuh hingga
tumbuh dan berkembang menjadi kota yang layak huni. Untuk menuju kota yang layak huni
diperlukan rencana induk dan pengembangan yang terintegrasi serta tata kelola kota yang
dinamis. Untuk mewujudkan rencana induk dan pengembangan yang terintegrasi maka kita
perlu memikirkan rencana dan dampak secara jangka panjang, berjuang secara produktif,
membangun fleksibilitas, menjalankan rencana secara efektif, berinovasi secara sistemik.
Sedangkan untuk mewujudkan tata kelola kota yang dinamis, diperlukan pemimpin dengan
visi dan pragmatisme, membangun budaya integritas, mengembangkan institusi yang sehat,
melibatkan masyarakat, serta bekerja dengan markets. Dengan melakukan hal tersebut
Singapura berhasil menjadi kota yang memiliki High Quality of Live, Sustainable
Environment, serta Competitive Economy.
5. Infra Architecture-Connected, Urban Infrastructure, Town and People oleh Maeda
Yasutaka. Materi tersebut berbicara tentang membuat hubungan timbal balik antara
infrastruktur, kota, dan manusia. Dalam materinya, Maeda Yasutakan menceritakan
bagaimana Taisei Construction mengerjakan proyek-proyek pembangunan yang tidak hanya
sekedar membangun, tetapi juga memperhatikan interaksi antar manusia di kota tersebut.
Untuk melakukan hal tersebut, Taisei Construction menghadirkan ruang-ruang publik pada
bangunannya melalui desain arsitektur yang inovatif.
6. District Heating and Cooling System: Effective Solutions to Develop Human-centered Smart
Cities oleh Toshihisa Murayama. Materi yang dibawakan berbicara terkait bagaimana sistem
pemanas dan pendingin distrik diimplementasikan sebagai salah satu solusi penting untuk
pembangunan perkotaan. Untuk melakukan hal tersebut maka diperlukan adanya District
Cooling System (DCS) dan District Heating and Cooling System (DHCS). DCS dan DHCS
adalah sebuah teknologi yang diproduksi oleh Azbil Corporation. Dengan adanya
DCS/DHCS maka akan diperoleh manfaat sebagai berikut, DCS/DHCS dapat memanfaatkan
energi yang terbuang dari pabrik, kereta bawah tanah dan mal bawah tanah untuk
menghasilkan panas. Kemudian, karena operasi yang lebih efisien, dapat mengurangi gas
rumah kaca. DCS/DHCS akan membantu mencapai terget efisiensi energi gedung, kota dan
negara.
7. Iskandar Malaysia,The New Economic Region oleh Datuk Ismail Ibrahim. Materi yang
dibawakan beliau, bercerita tentang pembangunan di Iskandar Malaysia yang berfokus pada
pembangunan kota baru yang berkelanjutan dengan menciptakan kehidupan masyarakat
yang tidak menghasilkan banyak CO2. Dimana Iskandar Malaysia memiliki visi
kehilangan identitas dan karakternya. Masalah Indonesia seringkali terletak pada kurangnya
kepemimpinan, siapa dan bagaimana menginspirasi pembangunan dengan lebih baik, dan mereka
kebanyakan berfokus pada TAD (Transit Adecting Development) daripada TOD.
BAB III
LAPORAN AKADEMIK
3.1 Abstrak
ASEAN-Japan City & Architecture Forum 2019 menyajikan materi pembahasan dan diskusi
terkait permasalahan perkotaan yang terjadi pada masa sekarang. Permasalahan tersebut meliputi
aspek kurangnya akses, transportasi publik, jaringan listrik, jaringan air bersih. Salah satu materi
yang dipaparkan pada kegiatan tersebut adalah Sustaining High Density, Livable Cities.
Sustaining High Density, Livable Cities adalah materi yang dibawakan oleh Khoo Teng
Chye, dalam materi tersebut dijelaskan bagaimana Singapura dapat berkembang menjadi suatu kota
berkelanjutan yang layak huni. Materi tersebut menjelaskan bahwa dalam pengembangan Singapura
terdapat suatu kerangka kerja yang digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan kota layak
huni yang meliputi, Competitive Economy, High Quality of Life, Sustainable Environment.
Competitive Economy berkaitan dengan bagaimana perencanaan kawasan pelabuhan yang
dilakukan oleh Singapura sehingga dapat berperan dalam mewujudkan perekonomian Singapura
yang competitive dan dapat bersaing dengan perekonomian negara-negara maju lainnya. High
Quality of Life menjelaskan terkait upaya pemerintah Singapura dalam meningkatkan kualitas hidup
masyarakatnya. Sustainable Environment membahas terkait upaya pemerintah Singapura untuk
meningkatkan luasan lahan hijau di wiliayahnya seiring dengan bertambahnya penduduk, selain itu
juga membahas upaya pemerintah Singapura dalam menjaga kualitas air di perkotaan, serta upaya
pemerintah Singapura dalam memperbanyak RTH.
Dalam studi kasus dibahas bagaimana Kota Bandung yang merupakan salah satu kota layak
huni di Indonesia berhasil mengembangkan konsep livable city di kotanya dengan berfokus
meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya melalui program-program yang membuat masyarakat
gemar bersepeda dan menggunakan transportasi publik serta melakukan banyak pembanguan ruang
publik dengan berbagai tema dan konsep yang menarik.
mengartikan kota berkelanjutan sebagai kota yang pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan
fisiknya dilakukan untuk jangka waktu yang lama. Sehingga, dalam pembangunan kota berkelanjutan
harus memiliki pasokan sumber daya alam yang terus menerus dengan memperhatikan daya dukung,
daya tampung dan kelestariannya. Kementerian Percepatan Pembangunan Nasional/Bappenas pada
tahun 2011 mempublikasikan Indeks Kota Berkelanjutan (IKB) yang didasarkan pada tipologi kota
di Indonesia yang mencakup enam aspek, yaitu Sistem Pelayanan Perkotaan, Sosial Budaya,
Ekonomi, Lingkungan, Tata Kelola Kota, Sistem Perkotaan Nasional. Sedangkan Key Performance
Indikator pembangunan kota berkelanjutan mencakup tiga pilar, yaitu, pilar ekonomi, pilar sosial,
pilar lingkungan. Dalam pilar ekonomi, terdapat tiga elemen, yaitu elemen iklim usaha, elemen
pendapatan masyarakat dan daerah, serta elemen infrastruktur. Sedangkan dalam pilar lingkungan
terdiri dari tiga elemen yang meliputi, elemen penggunaan lahan, elemen sumber daya air serta
elemen kualitas lingkungan. Selanjutnya, pada pilar sosial terdiri dari elemen penduduk dan
kemiskinan, elemen ketenagakerjaan dan elemen taraf hidup (Apriyanto, 2015).
bersih dan sanitasi, memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak, hidup
dalam komunitas yang aman dan lingkungan yang bersih (Yovie, 2018).
Pengembangan livable city harus didasari dengan prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasar
tersebut harus dimiliki oleh kota-kota yang ingin menerapkan konsep livable city di wilayahnya.
Prinsip-prinsip dasar tersebut menurut Douglass (2002) adalah:
1. Meningkatkan sistem kesempatan hidup untuk kesejahteraan masyarakat.
2. Penyediaan lapangan pekerjaan.
3. Lingkungan yang aman dan bersih untuk kesehatan, kesejahteraandan untuk
mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
4. Good governance.
Sedangkan dalam Indonesia Most Liveable City Index 2011 prinsip pengembangan kota
layak huni adalah sebagai berikut:
1. Tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan
2. Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial
3. Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi
4. Keamanan, bebas dari rasa takut
5. Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya
6. Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik
3.1.3 Indikator Livable City
Kota layak huni atau livable city dapat dikatakan sebagai gambaran sebuah lingkungan kota
yang nyaman untuk tempat tinggal dan untuk beraktifitas yang dilihat dari berbagai aspek, baik aspek
fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial,
aktivitas ekonomi, dll) (IAPI, 2011). Dalam Indonesia Most Liveable City Index 2011 tingkat kinerja
penerapan kota layak huni dapat diukur dengan indikator sebagai berikut.
masalah perkotaan, seperti lalu lintas yang padat, banjir, dan polusi. Untuk menghadirkan kembali
keindahan Kota Bandung dan memulihkan kualitas hidup masyarakatnya, Pemerintah Kota Bandung
sedang gencar-gencarnya mengupayakan berbagai proyek perbaikan bersama pihak swasta untuk
sekali lagi menjadikan Kota Bandung sebagai kota yang indah dan layak huni.
Kota Bandung, ibu kota Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu pusat ekonomi terpenting
di Indonesia. Terletak 768 m di atas permukaan laut, iklim kota yang sejuk dan ekonomi yang
berkembang pesat menjadikannya tempat yang menarik untuk tinggal, bekerja, dan dikunjungi. Hal
ini menyebabkan ledakan populasi sekitar 3,5% per tahun, menjadikan Kota Bandung sebagai kota
terpadat ketiga di Indonesia. Sekitar enam juta pengunjung (kebanyakan penduduk lokal) juga
memadati Kota Bandung karena tanaman hijau suburnya, galeri seni yang tak terhitung jumlahnya,
dan factory outlet mode. Dengan banyaknya aktivitas terkait perekonomian yang berada di Kota
Bandung, telah memberikan tekanan besar pada infrastruktur publik di Kota Bandung, seperti
kemacetan lalu lintas, polusi, dan banjir, yang sekaligus menjadi beberapa tantangan yang dihadapi
kota ini. Penduduk Kota Bandung merasakan tekanan hidup dan bekerja di lanskap perkotaan yang
padat, di mana lalu lintas sering macet. Untuk membuat Kota Bandung lebih nyaman dan
menyenangkan, Walikota Bandung terdahulu Ridwan Kamil, telah mempelopori berbagai upaya
pembangunan kota melalui kerja sama dengan sektor swasta.
3.3.1 Aspek Livable City Singapura
Livable city adalah kota dengan gambaran sebuah lingkungan kota yang nyaman untuk
tempat tinggal dan untuk beraktifitas yang dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik (fasilitas
perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi,
dll). Suatu kota dapat dikatakan layak huni jika memenuhi aspek-aspek tertentu. Dalam Sustaining
High Density, Livable Cities, aspek liveable cities digunakan sebagai framework atau kerangka kerja
pembangunan livable city di Singapura. Aspek liveable city di Singapura tersebut terdiri dari
competitive economy, high quality of life dan sustainable environment. Sehingga untuk mencapai
konsep liveable city, Singapura berusaha menjadi perkotaan dengan aspek-aspek tersebut. Berikut
Gambar 3.3 terkait aspek liveable city di Singapura dan cara mewujudkannya.
Dengan pemindahan lokasi pelabuhan menuju daerah Tuas, pemerintah Singapura berharap
agar perdagangan Singapura tetap dapat berjalan dengan baik dan mampu bersaing di tingkat global.
Sedangkan lahan bekas pelabuhan di pusat perkotaan dapat digunakan sebagai tempat tinggal
penduduk, tempat bekerja serta tempat maasyarakat bermain dan mencari hiburan. Sehingga pada
lokasi lahan pelabuhan lama akan menjadi lebih banyak unit perumahan publik dan pribadi, lebih
banyak ruang kantor dan peluang kerja, Pulau Brani dan dua pembangkit listrik yang tidak terpakai
dapat dibangun kembali menjadi atraksi baru, jejak warisan dan alam harus diperluas dan saling
terkait, menciptakan destinasi baru.
memiliki target pembangunan rail lines hingga sepanjang 360 km pada tahun 2030, yang mana
awalnya hanya sepanjang 178 km pada tahun 2019.
luasan lahan hijau di wiliayahnya seiring dengan bertambahnya penduduk, selain itu pemerintah
Singapura juga berupaya menjaga kualitas air di perkotaan, kamudian pemerintah Singapura juga
berupaya memperbanyak RTH.
1. Increasing Green Cover
Selama 50 tahun terakhir pemerintah Singapura telah banyak melakukan upaya untuk
menyejahterahkan masyarakatnya membukan banyak lapangan pekerjaan bagi sebagian besar
warganya, menciptakan perdamaian, membangun infrastruktur, namun tetap ramah lingkungan
dalam segala hal. Meskipun seratus persen penduduk Singapura mengalami urbanisasi, namun
pemerintah Singapura tetap memperhatikan pentingnya lahan hijau bahkan melampaui sebagian
besar negara di dunia dalam hal perlindungan hijau, keberlanjutan, dan energi terbarukan. Sehingga
pemerintah Singapura dapat meningkatkan tutupan hijaunya meskipun banyak melakukan
pembangunan, bahkan di era ketika sebagian besar hutan hujan tropis di negara lain ditebang untuk
memberi jalan bagi pembangunan.
Tutupan lahan hijau di Singapura pada tahun 1986 memiliki luas sebesar 35,7% namun pada
saat ini meningkat menjadi 50%. Tutupan lahan hijau di Singapura dilindungi oleh perundang-
undangannya, sehingga lahan hijau yang ada tetap terpelihara. Meskipun lahan hijau di Singapura
telah banyak meningkat, namun Singapura masih berusaha meningkatkan keragaman hayati, dan
kealamian hutan hujan tepat di jantung Singapura.
Untuk meningkatkan tutupan lahan hijau tersebut, pemerintah Singapura membuat kebijakan
agar setiap pengembang yang mencoba membangun gedung baru di Singapura, harus mengganti
tanaman hijau yang terdampak pembangunan. Bentuk kompensasi yang dapat dilakukan adalah
dengan membuat atap hijau, taman teras bertingkat, dan tanaman hijau vertikal berjenjang, sehingga
hal tersebut banyak dijumpai di setiap gedung pencakar langit baru. Selain itu, pengembang juga
harus menambahkan ruang publik di gedung yang dibangun tersebut. Bahkan pembangunan
perumahan publik Singapura pun hijau. Ada tujuh bangunan berlantai 50 yang dihubungkan oleh
taman di lantai 26 dan 50. Untuk menerapkan penghijauan di Singapura, Otoritas Bangunan dan
Konstruksi memiliki Skema Tanda Hijau, atau sistem peringkat, yang dibangun ke dalam kodenya.
Semua gedung baru pada tahun 2005 dievaluasi berdasarkan dampak dan kinerja lingkungan.
2. Water as an Asset
Sejak Singapura berdiri sebagai negara, pemerintah Singapura selalu berusaha berkomitmen
dalam pengelolaan lingkungan, dimulai dengan pengelolaan risiko banjir selama masa awal
kemerdekaan hingga pengembangan Rencana Induk Drainase selama tahun 1970-an, integrasi air
dengan lanskap perkotaan selama tahun 1980-an, dan pembentukan serta cara kerja Waterbodies
Panel Desain dari tahun 1989 hingga 1990-an. Selain itu, pemerintah Singapura juga melakukan
berbagai perubahan kelembagaan dan kebijakan pada tahun 2000-an, termasuk reorganisasi Public
Utilities Board (PUB) pada tahun 2001 menjadi Otoritas Air Nasional Singapura, membuka jalan
bagi penerapan Active, Beautiful, Clean Waters (ABC Waters) program untuk menjaga kualitas air
pada tahun 2006.
Program ABC Waters bertujuan untuk mengubah saluran air dan waduk di Singapura di luar
fungsi drainase dan penyimpanan air, untuk memungkinkan ruang-ruang ini digunakan untuk ikatan
komunitas dan rekreasi. Dengan cara ini, PUB bertujuan untuk menciptakan rasa kepedulian di antara
publik terhadap air dan memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan badan air dan saluran air
sebagai bagian dari lingkungan perkotaan. Pada saat yang sama, program ini juga berkontribusi pada
strategi pengelolaan air hujan kota dengan menurunkan risiko banjir.
Program ABC Waters dilakukan bersamaan dengan tujuan penting lainnya seperti
memperbesar daerah tangkapan air untuk meningkatkan pasokan air, menghasilkan dukungan politik
dari para pemimpin untuk program tersebut. Pada saat yang sama, Anggota Parlemen dan para
pemimpin akar rumput sangat yakin akan kelangsungan program tersebut. Selain mendapatkan
dukungan politik, jangkauan publik dan komunikasi sangat penting untuk mencapai tujuan
pengawasan yang dimaksudkan program. Sebuah kampanye hubungan masyarakat yang besar telah
ditetapkan, termasuk pembuatan maskot Water Wally, majalah gaya hidup "PURE", dan produksi
acara permainan untuk televisi di jam tayang utama yang diberi judul "ABCs of Water". Kampanye
tersebut memuncak dalam Pameran Air ABC selama enam hari pada tahun 2007, kampanye-
kampanye tersebut berhasil membuat masyarakat Singapura penduli terhadap kualitas air di kotanya
dan berperan aktif dalam mejaga air tersebut.
Disuki antar lembaga, integrasi desain ke dalam ruang kota, serta peningkatan anggaran
untuk program ABC Waters dan lansekap yang dihasilkan, merupakan tantangan bagi implementasi
program ABC Waters. Dengan memastikan bahwa fitur yang diperkenalkan memiliki perawatan
yang rendah, biaya dapat dikurangi dalam jangka panjang. Pembelajaran utama dari keberhasilan
program ini mencakup pentingnya tata kelola kota yang dinamis - bekerja dengan lembaga lain dan
dengan pasar bila perlu - dan menjangkau pemangku kepentingan publik.
menutupi struktur beton seperti dinding penahan, tempat parkir, dan cadangan drainase dengan
tanaman hijau.
Pemerintah Singapura juga berusaha menerapkan aturan, insentif, dan kebijakan zonasi lahan
yang mengharuskan dibuatnya penyangga hijau, dan untuk tanaman hijau di atap dan langit-langit
yang harus ada di setiap gedung. Sehingga dapat dapat dilihat dari citra satelit bahwa tutupan hijau
Singapura tumbuh dari 35,7% pada tahun 1986 menjadi hampir 50% pada tahun 2010 meskipun
urbanisasi di Singapura terus meningkat.
Kebijakan penghijauan kota tersebut menjadikan pemerintah Singapura berusaha
menjadikan wilayahnya sebagai City in a Nature, setelah sebelumnya menjadi Garden City, City in
a Garden, City of Gardens and Waters. Dengan menjadi City in a Nature pemerintah Singapura
berharap wilayahnya tetap menjadi kota layak huni meskipun kepadatan penduduk terus meningkat.
mengalami kemajuan. Pada tahun 2016, program “Seandainya Saya Seorang Walikota” berhasil
mengumpulkan 1.200 ide dari warga tentang bagaimana Bandung dapat ditingkatkan, beberapa di
antaranya telah dilaksanakan.
3.5 Kesimpulan
Pemerintah Singapura berusaha mewujudkan konsep livable city di wilayahnya, aspek
livable city yang digunakan meliputi competitive economy, high quality of live dan sustainable
environment. Pemerintah Singapura berupaya mewujudkan competitive economy dengan cara
mengembangkan pelabuhan yang memiliki peranan besar dalam perekonomian Singapura, dalam
pengembangan pelabuhan tersebut pemerintah Singapura berupaya agar pengembangannya
mendukung kota layak huni, sehingga pemerintah Singapura rela memindahkan kawasan pelabuhan
agar lebih jauh dari pusat kota, sehingga pada wilayah bekas pelabuhan di pusat kota dapat
dikembangkan sebagai tempat tinggal masyarakat, tempat bekerja dan tempat mencari hiburan.
Untuk mewujudkan high quality of life, pemerintah Singapura melakukan peningkatan terhadap
pelayanan jaringan transportasinya, pemerintah Singapura membuat kebijakan penyediaan
transportasi publik yang murah, nyaman dan efisien, sehingga masyarakat mau untuk beralih
menggunakan transportasi publik di lain sisi pemerintah Singapura juga tetap meningkatkan kualitas
dan kuantitas jaringan jalan rayanya. Pemerintah Singapura juga berupaya menghadirkan pilihan
tempat tinggal yang aman dan nyaman bagi semua kalangan sehingga semua penduduk Singapura
dapat hidup dengan layak. Lingkungan menjadi hal yang sangat diperhatikan pemerintah Singapura,
untuk mewujudkan sustainable encironment, pemerintah Singapura berupaya untuk selalu
meningkatkan tutupan lahan hijau dan kualitas air di kotanya. Peningkatan lahan hijau dilakukan
dengan menetapkan berbagai kebijakan, salah satunya adalah mewajibkan pengembang untuk
mengganti lahan hijau yang terdampak pembangunan.
Kota Bandung sebagai salah satu kota layak huni di Indonesia juga berusaha untuk
membangun kotanya agar dapat dikatakan sebagai kota layak huni. Kota Bandung menjadikan aspek
kualitas hidup masyarakat sebagai titik utama dalam pengembangan livable city di Kota Bandung.
Untuk meningkatkatkan kualitas hidup masyarakatnya pemerintah Kota Bandung membuat
kampanye agar masyarakat gemar bersepeda dan menggunakan transportasi masal, sehingga
masyarakat tidak ketergantungan dengan kendaraan pribadi sehingga dapat menekan angka
kepadatan lalu lintas. Selain itu Pemerintah Kota Bandung juga berhasil membangun Teras
Cihampelas yang dapat mengatasi permasalah kemacetan di daerah Cihampelas akibat banyaknya
pejalan kaki, pengendara sepeda dan aktivitas pedagang kaki lima pada satu ruas jalan yang sama.
Pemerintah Kota Bandung juga melakukan pembenahan pasar tradisional menjadi pusat perbelanjaan
serba ada yang akan menarik penduduk lokal dan turis. Pasar baru juga menampung pedagang kaki
lima, yang dipindahkan dari pinggir jalan yang padat dan tidak sehat. Harapannya adalah bagi usaha
kecil dan menengah untuk berskala dari perdagangan informal ke usaha formal. Selain itu untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya Pemerintah Kota Bandung aktif membangun RTH dan
ruang publik dengan berbagai tema dan konsep yang menarik. Ruang Publik yang dibangun tersebut
berhasil menjadi fasilitas untuk interaksi sosial dan sarana rekreasi bagi penduduk yang penat dengan
aktivitas perkotaan.
Dengan adanya kegiatan lapangan melalui seminar berjudul ASEAN-Japan City and
Arhitecture Forum 2019, mahasiswa mendaptkan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang dunia
perencanaan wilayah dan kota, sehingga mahasiswa dapat mempelajari beberapa cara atau
pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengahadapi permasalahan perkotaan. Terkait materi
Sustaining High Density, Livable Cities yang dibahas, mahasiswa berharap dapat menjadi lebih
paham terkait cara mengembangkan suatu kota melalui pendekatan livable city. Dengan demikian
diharapkan pada masa mendatang, mahasiswa
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Benefit
Selama mengikuti kegiatan lapangan pada AJCAF 2019, mahasiswa mendapatkan manfaat
sebagai berikut:
4.2 Permasalahan
Selama mengikuti kegiatan lapangan pada AJCAF 2019 mahasiswa tentu menemui beberapa
permasalahan, permasalahan yang dihadapi mahasiswa anatara lain sebagai berikut:
1. Mahasiswa kurang dapat memahami materi dengan baik karena selama seminar bahasa yang
digunakan adalah bahasa inggris, pemahaman tersebut lebih sulit karena setiap pemateri
berasal dari negara yang berbeda-beda dengan aksen dan pemilihan kosa kata dalam bahasa
inggris yang berbeda-beda pula
2. Saat kegiatan mahasiswa memperoleh tempat duduk di barisan belakang, sehingga kurang
dapat mendengar pemabahasan pada sesi diskusi
4.3 Saran
Untuk mengembangkan program KKL, saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota FT-UB diharapkan dapat melakukan kerja sama
dengan pihak lain seperti swasta, pemerintah lokal atau universitas lain baik di dalam atau
luar negeri agar dapat membantu pendanaan bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan
lapangan, terlebih yang memilih kegiatan lapangan di luar negeri
2. Diperlukan adanya pendampingan secara langsung pada seminar, sehingga setelah kegiatan
seminar selesai, dosen pendamping dapat melakukan sesi diskusi dengan mahasiswa agar
materi pada seminar dapat dipahami dengan lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Amemiya, T. (2019). Old City Fabric Lesson for New Town Making. ASEAN-Japan City and
Architecture Forum 2019. Bandung.
Anabata. (2020). Anabata. Retrieved from Anabata: http://anabata.com
Apriyanto, H. (2015). Status Berkelanjutan Kota Tangerang Selatan-Banten dengan Menggunakan
Key Perfomance Indicators. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 260-270.
Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2020). Kota Bandung Dalam Angka 2020. Kota Bandung:
Badan Pusat Statistik Kota Bandung.
Bambang, A., Sambodho, K., & Suntoyo. (2012). Studi Dampak Reklamasi di Kawasan Kenjeran
dengan Penekanan pada Pola Arus dan Transpor Sedimen.
Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jurusan Perencanaan Wilayah
dan Kota Tahun Akademik 2019/2020. (2019). Malang: FT-UB.
Centre for Livable Cities. (2018). Falling in Love with Bandung Again. Centre for Livable Cities.
Chye, K. T. (2019). Sustaining High Density, Liveable Cities. ASEAN-Japan City and Architecture
Forum 2019. Bandung: Centre for Liveable Cities Singapore.
Delphi Lab. (2015). Delphi Lab. Retrieved from Delphi Lab: http://www.delphi-lab.com
Departmen of Statistics Singapore. (2019). Singapore in Figures 2019. Singapura: Departmen of
Statistics Singapore.
Department of Statistics Singapore. (2019). Yearbook of Statistics Singapore. Singapura: Department
of Statistics Singapore.
Douglass, M. (2002). From Global Intercity Competition to Cooperation for Livable Cities and
Economic Resilience in Pacific Asia. Environment and Urbanization, 53.
Dunn, S. (2019). Bonifacio Global City and Clark New Town Decompressing Manila. ASEAN-Japan
City and Architecture Forum 2019. Bandung.
Evans, P. (2002). Livable Cities? The Politics of Urban Livelihood and Sustainability. Berkeley:
University of California Press.
Fuji, H., & Sugeno, I. (2019). Tokyo Marunouchi – Placemaking and TOD . ASEAN-Japan City and
Architecture 2019. Bandung.
IAPI. (2011). Indonesia Most Liveable City Index. Jakarta: Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia.
Ibrahim, D. I. (2019). Iskandar Malaysia,The New Economic Region . ASEAN-Japan City and
Architecture Forum 2019. Bandung.
Ikatan Ahli Perencanaan. (2017). Most Livable City Index. Ikatan Ahli Perencanaan.
Kamil, R. (2019). 1. Shaping the Future of West Java via Infrastructure Development, Holistic City
Planning and Identity Creation. ASEAN-Japan City and Architecture Forum 2019. Bandung.
Kementerian Percepatan Pembangunan Nasional. (2011). Indeks Kota Berkelanjutan. Jakarta, DKI
Jakarta, Indonesia: Kementerian Percepatan Pembangunan Nasional.
Lee Kuan Yew School of Public Policy. (2016, Juni 27). Our People. Retrieved from Lee Kuan Yew
School of Public Policy: https://lkyspp.nus.edu.sg
Maki, F. (2019). The Future of Cities and Architecture. ASEAN-Japan City and Architecture Forum
2019. Bandung.
Ministry of National Development Singapore. (2013). A High Quality for All Singaporean. Retrieved
from Ministry of National Development: http://www.mnd.gov.sg
Murayama, T. (2019). 6. District Heating and Cooling System: Effective Solutions to Develop
Human-centered Smart Cities. ASEAN-Japan City and Architecture Forum 2019. Bandung.
Nasroen, H. (2019). Moving People through Architecture. ASEAN-Japan City and Architecture
Forum 2019. Bandung.
Niemy, E. (2019). Airports for People: Designing the Passenger Experience. ASEAN-Japan City and
Architecture Forum 2019. Bandung.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat . (2020). Tentang Jabar. Retrieved from Pemerintah Provinsi Jawa
Barat: https://jabarprov.go.id
Pemerintah Republik Indonesia. (2005). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-
2025. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: Pemerintah Republik Indonesia.
Ryusuke, K. (2019). Human, Architecture and Environment – Sustainable Built Environment in
SDGs Era . ASEAN-Japan City and Architecture Forum 2019. Bandung.
Soemarwoto, O. (2004). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.
Urban Plus. (2019). About. Retrieved from Urban Plus: https://www.urbanplus.co.id
Wibowo, G. (2019). Case of Gran Rubina Rasuna Epicentrum Jakarta. ASEAN-Japan City and
Architecture Forum 2019. Bandung.
Yasutaka, M. (2019). Infra Architecture-Connected, Urban Infrastructure, Town and People.
ASEAN-Japan City and Architecture Forum 2019. Bandung.
Yovie. (2018, Mei 22). Menggaggas Kota Masa Depan Indonesia. Retrieved from Disdukcapil Kota
Pontianak: https://disdukcapil.pontianakkota.go.id