b. Pencegahan
Pencegahan penularan juga perlu dilakukan sesegera mungkin sejauh upaya
pencegahan bisa diterapkan sesuai dengan referensi dan hasil penyelidikan.
[1] Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumber penularan
penyakit, termasuk tindakan isolasi dan karantina.
[2] Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi dan imunisasi.
[3] Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk menghindari kontak
dengan penderita, sarana dan lingkungan tercemar, penggunaan alat proteksi
diri, perilaku hidup bersih dan sehat, penggunaan obat profilaksis.
[4] Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit untuk
menghilangkan sumber penularan dan memutus mata rantai penularan.
Pada KLB DBD contohnya, segera dilakukan foging fokus pada satu RT dan
sekitarnya yang terbukti terjadi penularan setempat, sehingga semua nyamuk
Aedes agypti yang menjadi sumber penularnya dapat dimusnahkan. Tentu
sebelum melakukan foging focus, penyelidikan untuk mennetukan luas wilayah
penularan setempat perlu dilakukan. Juga dilaksanakan kampanye kepada
masyarakat agar melakukan tindakan pembersihan sarang nyamuk Aedes agypti,
dan melakukan berbagai upaya pencegahan lainnya.
Pada KLB difteri, salah satu pencegahan efektif adalah pengobatan dan isolasi
penderita dan pengobatan profilaksis semua orang yang kontak dengan penderita
difteri tersebut, tentu dan terutama dilakukan upaya pencarian kasus dan kontak.
Hasil-hasil penyelidikan seharusnya lebih memperjelas jenis faktor risiko dan
identifikasi sumber-sumber penularan, sesuai upaya penanggulangan lebih efektip
dan efisien.
c. Penyelidikan
Pada prinsipnya, penyelidikan KLB dilakukan segera ketika suatu KLB terjadi,
kemudian baru diikuti dengan upaya-upaya penanggulangan, tetapi pada
prakteknya kegiatan penyelidikan KLB dilakukan bersamaan dengan kegiatan
penanggulangan lainnya
Penyelidikan KLB tidak harus hanya saat awal terjadinya KLB, tetapi bisa saja
dilakukan kembali apabila terdapat indikasi yang memerlukan penyelidikan lebih
lanjut.
Tim penyelidikan KLB harus terlibat dalam tim penanggulangan, agar setiap
tahapan hasil penyelidikan yang telah diperoleh, dapat segera dibahas bersama
tim penanggulangan untuk menentukan upaya-upaya penanggulangan yang lebih
tepat. Contoh, pada penyelidikan dapat diketahui bahwa risiko dehidrasi pada
penderita cukup tinngi, sehingga dapat menjadi masukan kepada tim pengobatan
dalam melaksnakan tatalaksana kepada penderita.
Seingkali dalam penyelidikan sudah teridentifikasi faktor risiko dan dugaan
sumber-sumber penularan berdasarkan gambaran epidemiologi kasus-kasus yang
ditemukan, walaupun penyebab penyakitnya (etiologi KLB) belum diketahui.
Tindakan pada sumber penularan, dapat menurunkan risiko penularan, walaupun
penyakitnya belum teridentifikasi.
d. Surveilans
Sama halnya dengan penyelidikan, surveilans ketat segera diterapkan pada saat
ditetapkan adanya KLB penyakit tertentu di suatu wilayah, tidak harus menunggu
hasil penyelidikan selesai dan memberikan rekomendasi pengembangan
surveilans
Surveilans selama periode KLB dilaksanakan lebih intensif untuk mengetahui
perkembangan penyakit menurut waktu dan tempat dan dimanfaatkan untuk
mendukung upaya penanggulangan yang sedang dilaksanakan, meliputi kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
[1] Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pos-pos kesehatan
dan unit-unit kesehatan lainnya, membuat tabel, grafik dan pemetaan dan
melakukan analisis kecenderungan wabah dari waktu ke waktu dan analisis
data menurut tempat, RT, RW, desa dan kelompok-kelompok masyarakat
tertentu lainnya.
[2] Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan kepala desa, kader
dan masyarakat untuk membahas perkembangan penyakit dan hasil upaya
penanggulangan wabah yang telah dilaksanakan.
[3] Memanfaatkan hasil surveilans tersebut dalam upaya penanggulangan wabah.