Anda di halaman 1dari 7

POKOK BAHASAN 4

MATERI PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

A. PELAKSANAAN PENANGGULANGAN KLB


1. Langkah penanggulangan
Pada prinsipnya penanggulangan KLB adalah segera melaksanakan penyelidikan,
membangun dan memperkuat surveilans selama periode KLB, melaksanakan
pencarian penderita dan pengobatan serta segera menerpkan upaya-upaya
pencegahan agar mata rantai penularan dapat dihentikan. Kegiatan
penanggulangan tersebut relatif bersamaan mulainya, tidak harus berurutan.

a. Pengobatan dan Penatalaksanaan Penderita


Penatalaksanaan penderita meliputi penemuan penderita, pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan serta upaya pencegahan penularan penyakit. Upaya
pencegahan penularan penyakit dilakukan dengan pengobatan dini, tindakan
isolasi, evakuasi dan karantina sesuai dengan jenis penyakitnya. Penatalaksanaan
penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat lain yang
sesuai untuk kebutuhan pelayanan kesehatan penyakit menular tertentu.
Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan, baik di
rumah sakit, puskesmas, pos pelayanan kesehatan atau tempat lain yang sesuai
untuk penatalaksanaan penderita. Secara umum, penatalaksanaan penderita
setidak-tidaknya meliputi kegiatan sebagai berikut :
[1] Mendekatkan sarana pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan
tempat tinggal penduduk di daerah wabah, sehingga penderita dapat
berobat setiap saat.
[2] Melengkapi sarana kesehatan tersebut dengan tenaga dan peralatan untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan, pengambilan spesimen dan
sarana pencatatan penderita berobat serta rujukan penderita.
[3] Mengatur tata ruang dan mekanisme kegiatan di sarana kesehatan agar
tidak terjadi penularan penyakit, baik penularan langsung maupun
penularan tidak langsung. Penularan tidak langsung dapat terjadi karena
adanya pencemaran lingkungan oleh bibit/kuman penyakit atau penularan
melalui hewan penular penyakit.
[4] Penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan
berperan aktif dalam penemuan dan penatalaksanaan penderita di
masyarakat.
[5] Menggalang kerja sama pimpinan daerah dan tokoh masyarakat serta
lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan penyuluhan kepada
masyarakat.

Apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi dan karantina.

[1] Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara memisahkan


seorang penderita agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit selama
penderita atau tersangka penderita tersebut dapat menyebarkan penyakit
kepada orang lain. Isolasi dilaksanakan di rumah sakit, puskesmas, rumah
atau tempat lain yang sesuai dengan kebutuhan.
[2] Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari
suatu lokasi di daerah wabah agar terhindar dari penularan penyakit.
Evakuasi ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan
wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.
[3] Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang dari dan ke
daerah rawan wabah untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit.
Karantina ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan
wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.

b. Pencegahan
Pencegahan penularan juga perlu dilakukan sesegera mungkin sejauh upaya
pencegahan bisa diterapkan sesuai dengan referensi dan hasil penyelidikan.
[1] Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumber penularan
penyakit, termasuk tindakan isolasi dan karantina.
[2] Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi dan imunisasi.
[3] Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk menghindari kontak
dengan penderita, sarana dan lingkungan tercemar, penggunaan alat proteksi
diri, perilaku hidup bersih dan sehat, penggunaan obat profilaksis.
[4] Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit untuk
menghilangkan sumber penularan dan memutus mata rantai penularan.
Pada KLB DBD contohnya, segera dilakukan foging fokus pada satu RT dan
sekitarnya yang terbukti terjadi penularan setempat, sehingga semua nyamuk
Aedes agypti yang menjadi sumber penularnya dapat dimusnahkan. Tentu
sebelum melakukan foging focus, penyelidikan untuk mennetukan luas wilayah
penularan setempat perlu dilakukan. Juga dilaksanakan kampanye kepada
masyarakat agar melakukan tindakan pembersihan sarang nyamuk Aedes agypti,
dan melakukan berbagai upaya pencegahan lainnya.
Pada KLB difteri, salah satu pencegahan efektif adalah pengobatan dan isolasi
penderita dan pengobatan profilaksis semua orang yang kontak dengan penderita
difteri tersebut, tentu dan terutama dilakukan upaya pencarian kasus dan kontak.
Hasil-hasil penyelidikan seharusnya lebih memperjelas jenis faktor risiko dan
identifikasi sumber-sumber penularan, sesuai upaya penanggulangan lebih efektip
dan efisien.

c. Penyelidikan
Pada prinsipnya, penyelidikan KLB dilakukan segera ketika suatu KLB terjadi,
kemudian baru diikuti dengan upaya-upaya penanggulangan, tetapi pada
prakteknya kegiatan penyelidikan KLB dilakukan bersamaan dengan kegiatan
penanggulangan lainnya
Penyelidikan KLB tidak harus hanya saat awal terjadinya KLB, tetapi bisa saja
dilakukan kembali apabila terdapat indikasi yang memerlukan penyelidikan lebih
lanjut.
Tim penyelidikan KLB harus terlibat dalam tim penanggulangan, agar setiap
tahapan hasil penyelidikan yang telah diperoleh, dapat segera dibahas bersama
tim penanggulangan untuk menentukan upaya-upaya penanggulangan yang lebih
tepat. Contoh, pada penyelidikan dapat diketahui bahwa risiko dehidrasi pada
penderita cukup tinngi, sehingga dapat menjadi masukan kepada tim pengobatan
dalam melaksnakan tatalaksana kepada penderita.
Seingkali dalam penyelidikan sudah teridentifikasi faktor risiko dan dugaan
sumber-sumber penularan berdasarkan gambaran epidemiologi kasus-kasus yang
ditemukan, walaupun penyebab penyakitnya (etiologi KLB) belum diketahui.
Tindakan pada sumber penularan, dapat menurunkan risiko penularan, walaupun
penyakitnya belum teridentifikasi.

d. Surveilans
Sama halnya dengan penyelidikan, surveilans ketat segera diterapkan pada saat
ditetapkan adanya KLB penyakit tertentu di suatu wilayah, tidak harus menunggu
hasil penyelidikan selesai dan memberikan rekomendasi pengembangan
surveilans
Surveilans selama periode KLB dilaksanakan lebih intensif untuk mengetahui
perkembangan penyakit menurut waktu dan tempat dan dimanfaatkan untuk
mendukung upaya penanggulangan yang sedang dilaksanakan, meliputi kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
[1] Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pos-pos kesehatan
dan unit-unit kesehatan lainnya, membuat tabel, grafik dan pemetaan dan
melakukan analisis kecenderungan wabah dari waktu ke waktu dan analisis
data menurut tempat, RT, RW, desa dan kelompok-kelompok masyarakat
tertentu lainnya.
[2] Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan kepala desa, kader
dan masyarakat untuk membahas perkembangan penyakit dan hasil upaya
penanggulangan wabah yang telah dilaksanakan.
[3] Memanfaatkan hasil surveilans tersebut dalam upaya penanggulangan wabah.

Biasanya kegiatan surveilans yang diterapkan pertama-tama adalah mendata


penderita yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan, baik Puskesmas, rumah
sakit atau di pos pos pelayanan, sehingga dapat segera diketahui pola penularan
dan perkembangan kasus, distribusi kasus menurut karakteristik waktu, umur,
jenis kelamin dan wilayah pelayanan dan atau wilayah domisii penderita.
Status penderita dan perkembangannya dari waktu ke waktu sesuai dengan
beratnya penyakit dan kematian juga sangat diperlukan bagi tim pengobatan untuk
memberi tindakan pengobatan dan tatalaksana kasus yang lebih tepat.
Pada situasi KLB, surveilans terutama dimanfaatkan untuk :
1) Mengetahui perkembangan kasus dari waktu ke waktu, terutama menurut
wilayah, baik menggunakan kurva epidemi, maupun menyajikan serial
peta sebaran kasus
[1] Pemetaan wilayah sebaran dan perkembangan kasus dari waktu ke waktu
menjadi sumber informasi penting untuk mengetahui kelurahan atau desa
yang mengalami masalah lebih besar dari wilayah lain, sehingga bisa
dilakukan pengerahan sumber daya pada wilayah-wilayah bermasalah.
[2] Pemannfaatan analisa surveilans yang dilakukan terus menerus atau secara
periodic dapat memberikan arah yang lebih tepat wilayah mana yang
memerlukan upaya penanggulangan lebih instensif dibandingkan daerah
lain.
[3] Informasi surveilans yang menjelaskan kelompok-kelompok berisiko sakit
dan berisiko sakit berat dan meninggal juga sangat berguna untuk
menentukan tindakan khusus pada kelompokberisiko tersebut.
[4] Wilayah-wilayah dengan risiko kematian relatif tinggi (CFR) menjadi
perhatian utama dalam tatalaksana kasus disamping tetap melakukan
berbagai tindakan untuk menurunkan risiko kejadian (kecenderungan
jumlah kasus menurun)
2) Menilai keberhasilan upaya penanggulangan yang telah dilaksanakan
Sekecil apapun tindakan penanggulangan dilakukan adalah bertujuan untuk
menghentikan atau mengurangi risiko terjadinya penularan yang lebih besar
(KLB). Pada KLB yang tidak menerapkan surveilans secara ketat di wilayah
tersebut, maka dampak dari upaya penanggulangan tidak bisa dipantau
keberhasilannya.
Contoh
Pada KLB DBD dilakukan foging fokus pada satu RT dan sekitarnya setelah
dilakukan pembersihan tempat-tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes
agypti. Berdasarkan tindakan foging dan pengendalian lingkungan tersebut,
diharapkan semua nyamuk bisa dibersihkan, sehingga tidak ada penularan lagi.
Untuk membuktikan bahwa penularan berhenti di cluster penularan di RT
tersebut, maka munculnya kasus-kasus baru setelah foging fokus terus
dipantau.
Pada KLB DBD dilakukan kampanye pembersihan sarang nyamuk dengan
ketat, terutama di kelurahan-kelurahan yang terdapat kasus baru dalam 4
minggu terakhir. Tim surveilans melakukan pemantauan kasus-kasus DBD baru
(surveilans) untuk mengetahui apakah bisa terjadi penghentian penularan DBD
di wilayah Puskesmas dalam 3 minggu kemudian.
Pada saat terjadi polio, dilakukan mopping up imunisasi polio, dan diharapkan
penularan segera berhenti setelah mopping up dilakukan. Untuk menilai
keberhasilan upaya penanggulangan polio dengan menerapkan mopping up
imunisasi polio tersebut dilaksanakan pemantauan (surveilans) adanya
kemungkinan masih munculnya virus polio.

2. Tim gerak cepat penanggulangan


Ketika terjadi KLB, maka segera dibentuk atau diaktifkan tim gerak cepat
penanggulangan KLB (TGC KLB). Seberapa besar tim penanggulangan KLB
tergantung jenis penyakit, besarnya masalah KLB dan status faktor yang bisa
mempengaruhinya besarnya masalah pada KLB tersebut.
Secara umum TGC KLB dibentuk di Pusat, dinas Kesehatan provinsi,
kabupaten/kota yang terdiri atas tenaga medis, epidemiolog kesehatan,
sanitarian, entomolog kesehatan, tenaga laboratorium, dengan melibatkan tenaga
pada program/sektor terkait maupun masyarakat 1), di Puskesmas dan rumah
sakit sebaiknya juga dibentuk timgerak cepat penanggulangan KLB sesuai
dengan prioritas daerah masing masing
Untuk melakukan penyelidikan dan penanggulangan KLB dibuat pedoman
penanggulangan KLB yang bersifat umum, dan beberapa jenis penyakit dibuat
pedoman penanggulangan KLB khusus, dan didukung dengan sara penyelidikan
dan penanggulangan KLB yang memadai, teruatama sara komunikasi dan
transportasi.

3. Laporan penanggulangan KLB


Upaya penanggulangan KLB selalu dibuat pelaporan agar dapat dilakukan
monitoring dan evluasi sejauh penanggulangan telah berhasil dilakukan.
Selanjutnya pelaporan penanggulangan KLB akan dibahas pada Topik Bahasan
berikutnya

1PMK No 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang


Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan

Anda mungkin juga menyukai