Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TEORI EKONOMI MAKRO


“Keseimbangan Pendapatan Nasional dalam
Perekonomian 3 dan 4 Sektor”

Dosen Pengampu :

Dewi Andriani SE.MM

Kelompok 9 :

1. Ramona Dwi Kinasih ( 222010200129)


2. Dita Cahya Anggraini ( 222010200135)
3. Muhammad Hilmi Fauzna ( 222010200168)

KELAS A3
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS BISNIS HUKUM DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”KESEIMBANGAN
PENDAPATAN NASIONAL DALAM PEREKONOMIAN TIGADAN EMPAT SEKTOR ”
ini. Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria
mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh
dalam ajaran beliau.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh
kedangkalan dalam memahami teori, keterbatasan keahlian, dana, dan tenaga penulis.
Semoga segala bantuan, dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang telah diberikan kepada
kami dapat bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri.

Sidoarjo, 05 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN EREKONOMIAN 3 SEKTOR
2.1 Aliran pendapatan dan syarat keseimbangan...............................................
2.2 Jenis-jenis pajak...............................................................................................
2.3 Efek Pajak Ke Atas Konsumsi dan Tabungan...............................................
2.4 Pengeluaan pemerintah dan faktor – faktor menentukannya......................
2.5 Penentu-penentu pengeluaran pemerintah.....................................................
2.6 Keseimbangan dalam perekonomian 3 sektor...............................................
BAB 3 PEMBAHASAN PEREKONOMIAN 4 SEKTOR
3.1 Campur Tangan Pemerintah………………………………………………..
3.2 Macam-macam pndekatan…………………………………………………..
3.3 Hubungan dagng luar negeri………………………………………………..
3.4 Teori kesamaan daya beli……………………………………………………
3.5 Macam-macam tariff…………………………………………………………
3.6 Kuota ekspr dan impor………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................................
4.2 Saran..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perekonomian yang sebenarnya corak kegiatan ekonomi adalah jauh lebih rumit
dari yang kita bayangkan. Untuk memberikan gambaran yang lebih mendekati dari keadaan
yang sebenarnya dalam makalah ini akan di bahas tentang perekonomian tiga dan
empat sektor. Sistem Perekonomian tiga sektor merupakan perekonomian yg terdiri dari
sektor-sektor rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Dengan demikian dalam
menganalisis perekonomian tiga sektor pada hakikatnya akan diperhatikan peranan dan
pengaruh pemerintah ke atas kegiatan dalam suatu perekonomian. Disebabkan oleh ketiadaan
perdagangan luar negeri maka perekonomian tiga sektor dinamakan juga perekonomian
tertutup.
Perekonomian empat sektor sampai sedemikian jauh, perekonomian yang telah kita bicarakan
di muka adalah perekonomian swasta, yakni perekonomian tanpa campur tangan pemerintah,
dan tertutup, yakni tanpa hubungan ekonomi dengan luar negeri

Dalam hal ini, akan diperkenalkan kedua hal itu, yaitu: campur tangan pemerintah dalam
perekonomian (artinya, kita membicarakan perekonomian tiga sektor), dan hubungan
ekonomi dengan luar negeri (di mana kita membicarakan perekonomian empat sektor).

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa maksud dari aliran pendapatan dan syarat keseimbangan?
B. Apa saja jenis-jenis pajak?
C. Apa saja efek pajak terhadap konsumsi dan tabungan?
D. Apa maksud dari pengeluaran pemerintah?
E. Apa maksud keseimbangan perekonomian tiga dan empat sektor?
F. Bagaimana campur tangan pemerintah terhadap perekonomiaan empat sector ?
1.3 Tujuan
A. Agar mahasiswa mengerti maksud dari aliran pendapatan dan syarat keseimbangan
B. Agar mahasiswa mengerti apa saja jenis-jenis pajak
C. agar mahasiswa mengerti apa saja efek pajak terhadap konsumsi dan tabungan
D. agar mahasiswa mengerti apa maksud dari pengeluaran pemerintah
E. agar mahasiswa apa maksud keseimbangan dan perekonomian tiga dan empat sekto
BAB II
PEMBAHASAN
PEREKONOMIAN 3 SEKTOR

2.1 Aliran Pendapatan dan Syarat Pendapatan


      Analisis keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian tiga sektor bertujuan
untuk menunjukan penentuan pendapatan nasional dalam perekonomian dimana terdapat
pemerintah, untuk memahami analisis tersebut dengan baik perlulah terlebih dahulu disadari
pola aliran pendapatan dan pengeluaran yang berlaku dalam perekonomian tersebut dan
selanjutnya dari gambaran tersebut ditunjukkan syarat keseimbangan pendapatan nasional
dalam perekonomian tiga sektor.

A.    Aliran Pendapatan dan Pengeluaran


Campur tangan pemerintah dalam perekonomian akan menimbulkan tiga jenis aliran
baru dalam sirkulasi aliran pendapatan. Tiga jenis aliran yang baru tersebut adalah :
                                i.            Pembayaran pajak oleh rumah tangga dan perusahaan kepada pemerintah.
Pembayaran pajak tersebut menimbulkan pendapatan kepada pihak pemerintah. Ia merupakan
sumber pendapatan pemerintah yang terutama.
                              ii.            Pengeluaran dari sektor pemerintah ke sektor perusahaan. Aliran ini
menggambarkan nilai pengeluaran pemerintah keatas barang-barang dan jasa yang
diproduksikan oleh sektor perusahaan.
                            iii.            Aliran pendapatan dari sektor pemerintah sektor rumah tangga. Aliran itu
timbul sebagai akibat dari pembayaran keatas konsumsi faktor-faktor produksi yang dimiliki
sektor rumah tangga oleh pemerintah.

Pembayaran oleh sektor perusahaan sekarang dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu:
i. Pembayaran kepada sektor rumah tangga sebagai pendapatan kepada faktor-
faktor produksi
                               ii             Pembayaran pajak pendapatan perusahaan kepada pemerintah.

Pendapatan yang diterima rumah tangga sekarang berasal dari dua sumber yaitu :
i.   Dari pembayaran gaji dan upah, sewa, bunga dan utang oleh perusahaan.
ii.   Dari pembayaran gaji dan upah oleh pemerintah.
B.     Syarat Keseimbangan
Keseimbangan:
Y = AE,  atau Y = C + I + G
Keterangan:
Y   : penawaran agregat                                 
AE : pengeluaran agregat
C   : konsumsi rumah tangga              
I    : investasi perusahaan 
G   : pengeluaran pemerintah membeli barang dan jasa

Jika C dikurangi dari setiap ruas, maka dalam perekonomian tiga sektor I dan G adalah


suntikan kedalam sirkulasi aliran pendapatan, sedangkan S dan T adalah kebocoran. Sebagai
kesimpulan dapatlah dirumuskan bahwa dalam perekonomian tiga sektor yang mencapai
keseimbangan akan berlaku keadaan : I + G = S + T
Contoh :
Jika diket: C = 60 + 0,75 Y dan S = 0,25 Y - 100
I = 120
G = 60
Hitung Y keseimbangan!
(Ingat persamaan C diatas untuk pajak tetap T = 40)

Jawab :
Y=C+I+G
Y = 60 + 0,75 Y + 120 + 60
Y = 0,75 Y + 240
Y – 0,75 Y = 240
0,25 Y = 240
Y = 960

I+G=S+T
120 + 60 = 0,25 Y – 100 + 40
180 = 0,25 Y – 60
Y = 960
2.2 Jenis-jenis Pajak
Pajak adalah iuran wajib yang dibayar oleh wajib pajak berdasarkan norma-norma hukum
untuk membiayai pengeluaran kolektif guna meningkatkan kesejahteraan umum yang balas
jasanya tidak diterima secara langsung.
1.      Pajak objektif : pajak yg dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak
Misalnya PPN dikenakan kpd mereka yang membeli barang dan jasa kena pajak
2.      Pajak subjektif : pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Misalnya
pendapatan. Jika pendapatan makin besar, maka beban pajaknya makin besar
3.      Pajak langsung : jenis pungutan pemerintah yang secara langsung di kumpulkan dari
pihak yang wajib membayar pajak.( pajak yang secara langsung di pungut dari orang yang
berkewajiban untuk membayar pajak).
4.      Pajak tak langsung : pajak yang bebannya dapat di pindah2 kan kepada pihak lain.( yang
menanagung beban pajak tersebut adalah para konsumen. Ex : Impor.

B.     Bentuk-bentuk pajak pendapatan


Di samping dengan cara penggolongan seperti yang baru diterangkan,sistem pajak dapat pula
dibedakan dibedakan berdasarkan penggolongan yaitu sebagai berikut :
1.      Pajak regresif
Sistem pajak yang persentasi pungutan pajaknya menurun apabila pendapatan yang
dikenakan pajak menjadi bertambah tinggi dinamakan pajak regresif. Dalam sistem ini, pada
pendapatan rendah, pajak yang dipungut meliputi bagian yang tinggi dari pendapatan
tersebut. Tetapi, semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentasi pajak itu dibandingkan
dengan keseluruhan pendapatan.
2.      Pajak proporsional
Persentasi pungutan pajak yang tetap besarnya pada berbagai tingkat pendapatan, yaitu dari
pendapatan yang sangat rendah kepada yang sangat tinggi,dinamakan pajak proporsional.
3.      Pajak progresif
Sistem pajak yang persentasinya bertambah apabila pendapatan semakin meningkat
dinamakan pajak progresif. Berikut adalah satu contoh hipotesis dari pajak progresif.

Pendapatan yang dipajak Persentasi pajak


     1.  Sampai Rp 500 ribu 2%
     2.  Rp 501 ribu – Rp 2 juta 4%
     3.  Rp 2.001 juta – Rp 5 juta 10%
     4.  Lebih Rp 5 juta 20%

Pajak progresif menyebabkan pertambahan nominal pajak yang dibayar akan semakin cepat
apabila pendapatan semakin tinggi.

2.3 Efek Pajak Ke Atas Konsumsi dan Tabungan


       Pengaruh pajak terhadap konsumsi dan tabungan pada perekonomian tiga sektor ada dua,
yaitu sebagai berikut.

1. Pengaruh pajak tetap (yaitu jumlahnya sama pada berbagai tingkat pendapatan
nasional) atas pengeluaran konsumsi dan tabungan.
2. Pengaruh pajak proporsional atas pengeluaran konsumsi dan tabungan.

Setiap pemungutan pajak akan menimbulkan perubahan terhadap pendapatan disposibel (Yd).


Pajak sebanyak T akan menyebabkan pendapatan disposibel turun sebanyak T. Maka:  ∆Yd
=  - T
      Kemerosotan pendapatan disposibel akan mengurangi konsumsi dan tabungan RT.
Jumlah konsumsi dan tabungan yang berkurang adalah sama dengan pengurangan pendapatan
diposible. Maka : ∆Yd = -T = ∆C + ∆S. 
Disamping tergantung pada perubahan pendapatan disposibel  pengurangan konsumsi dan
tabungan ditentukan oleh MPC dan MPS. 
Perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :
∆C = MPC x T
∆C = MPS x T

2.4      Pengeluaran pemerintah


Pajak yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan
pemerintah. Dinegara-negara yang sudah sangat maju, Pajak adalah sumber utama dari
pembelanjaan pemerintah, sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk membiayai
administrasi pemerintahan dan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan, membayar
gaji pegawai-pegawai pemerintah, membiayai sistem pendidikan dan kesehatan rakyat,
membiayai pembelanjaan untuk angkatan bersenjata dan membiayai berbagai jenis
infrastruktur yang penting artinya dalam pembangunan adalah beberapa bidang penting yang
akan dibiayai pemerintah.

2.5      Penentu-penentu pengeluaran pemerintah


a.       Proyeksi jumlah pajak yang di terima: Dalam menyusun anggaran belanja pemerintah
harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak yang akan diterimanya.
Makin banyak jumlah pajak yang akan dapat di kumpulkan, makin banyak pula perbelanjaan
pemerintah yang akan di lakukan.
b.      Tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai: Mengatasi masalah pengangguran,
menghidari inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi. Untuk mempercepat kegiatan
tersebut seringkali membelanjakan uang yang lebih besar dari pendapatan yang di peroleh
oleh pajak.
c.       Pertimbangan politik dan keamanan: Pertimbangan-pertimbangan politik dan kestabilan
negara selalu menjadi salah satu tujuan penting dalam menyusun anggaran belanja
pemerintah. Kekacauan politik, keamanan. Keadaan seperti itu akan menyebabkan kenaikan
perbelanjaan pemerintah yang sangat besar.

2.6 Keseimbangan dan perekonomian tiga sektor

Pendapatan Keseimbangan,
Y=C+I+G
S+T=I+G
Keterangan : Y adalah pendapatan nasional
T adalah Pajak

C adalah konsumsi

  I adalah investasi

G adalah pengeluaran pemerintah

  S adalah saving
Contoh :
Diketahui C0 atau a = 50. MPC = 0.75. I=Io=20. G=15
Ditanya tentukan keseimbangan pendapatan nasional :
Dijawab : Y = C + I + G
C = 50 + 0.75Y
I = 20
G = 15
Y = 50 + 0.75Y + 20 + 15
Y = C + I + G = 85 + 0.75Y
0.25Y = 85
Ye = 340
BAB III
PEMBAHASAN
PEREKONOMIAN 4 SEKTOR
3.1 Campur Tangan Pemerintah
Di dalam teori ekonomi, bentuk campur tangan pemerintah di lapangan perekonomian
dirumuskan sebagai tindakan pemerintah dalam bidang pengeluaran pemerintah (government
expenditure atau G), dan pemungutan pajak (taxation policy atau T).

Pengeluaran pemerintah adalah peubah atau variabel yang lebih banyak ditentukan oleh
pertimbangan sosial dan politik daripada pertimbangan ekonomi. Sebelum melangkah lebih
jauh, hendaknya dicatat bahwa pengeluaran pemerintah G terdiri dari dua bagian. Ada
pengeluaran pemerintah yang dilakukan sebagai imbalan atas sesuatu, dan ada pula
pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan bukan sebagai imbalan. Jenis yang pertama itu
disebut pengeluaran pemerintah ( ya, sebutannya memang sama saja) dan diberi notasi G0,
seperti yang baru saja disampaikan di atas, merupakan variabel eksogen, yakni variabel yang
besarnya ditentukan oleh hal-hal yang ada di luar sistem persamaan yang hendak dikaji. Jenis
kedua melulu merupakan sumbangan pemerintah kepada pihak lain (orang maupun lembaga).
Pengeluaran ini disebut pembayaran transfer (transfer payment) dan diberi notasi Tr 0, yang
juga merupakan sebuah Variabel eksogen.

Di dalam teori ekonomi dikenal adanya dua bentuk pajak, yaitu pajak tidak langsung dan
pajak langsung. Pajak tidak langsung ini juga bersifat eksogen karena besarnya tidak
dinyatakan sebagai bagian tertentu dan GNP (misalnya, tidak dinyatakan bahwa besarnya
harus sekian persen dari GNP). Sementara itu, pajak langsung bersifat endogen karena
besarnya dinyatakan sebagai bagian tertentu dari GNP.

Pajak tidak langsung (indirect tax) adalah pajak yang dibayarkan secara tidak langsung oleh
wajib bayarnya. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang dibayarkan langsung oleh
wajib pajaknya.

Jadi, pada kesempatan pertama ini nanti akan dianggap bahwa pajak yang dipungut oleh
pemerintah hanyalah pajak tidak langsung saja, atau (T = T0) di mana T0 adalah pajak tidak
langsung.

Dengan masuknya kedua peubah (variable) ini (yaitu T0 dan G0), persamaan GNP
keseimbangan menjadi berubah pula. Di sisi penawaran agregat (aggregate supply),
persamaan yang semula
Y=C+S

Menjadi Y = C + S + T0. (1)

Karena masuknya pajak. Adapun di sisi permintaan (aggregate demand), persamaan yang
semula

Y = C + I0 ¹

Menjadi Y = C + I0 + G0 (2)

Karena diperhitungkannya pengeluaran pemerintah.

Dengan kedua persamaan baru tersebut, sisi penawaran akan sama dengan sisi permintaan,
apabila:

C + S + T0 = C + 10 + G0. (3)

Atau S + T0 = 10 + G0 (4)

Yakni: tabungan ditambah pajak sama dengan investasi swasta ditambah pengeluaran
pemerintah.

Persamaan (4) di atas dapat pula dituliskan sebagai:

(I0 – S) + (G0 – T0) = 0 (5)

Yakni: baik di sektor swasta (yaitu investasi dan tabungan) maupun di sektor pemerintah
(yaitu pengeluaran pemerintah dan pajak) tidak terjadi kekuatan-kekuatan yang menyebabkan
timbulnya ketidakseimbangan perekonomian, ² baik yang berupa inflasi maupun deflasi.

Secara sederhana, persamaan (5) di atas dapat dituliskan menjadi sebagai berikut:

(I0 + G0) – (S + T0) = 0 (5a)

Jika persamaan (5a) di atas membuahkan hasil lebih besar dari nol, nilai peubah injeksi (yaitu
I0 dan G0) lebih besar daripada nilai peubah kebocoran (yaitu S dan T0). Artinya
pengeluaran oleh lembaga bisnis dan pemerintah (dan konsumen sebagaimana yang
diisyaratkan oleh persamaan (3)) lebih besar daripada penyedotan yang dilakukan oleh kedua
lembaga tersebut (dan penerimaan konsumen).

Sebaliknya, jika persamaan (5a) di atas menunjukkan hasil yang lebih kecil dari nol, proses
yang sebaliknya akan terjadi, yakni injeksi akan lebih kecil daripada kebocoran. Proses
demikian inilah yang disebut proses deflasi. Kesimpulannya adalah bahwa jika persamaan (5)
di atas terpenuhi, di dalam perekonomian yang bersangkutan akan terjadi keseimbangan
moneter.

3.2 Keseimbangan perekonomian dapat didekati melalui dua macam pendekatan,yaitu :

1. Pendekatan penawaran agregat = permintaan agregat, (aggregate supply = aggregate


demand),

Y = C + I0 + G0 (6)

2. Pendekatan injeksi kebocoran,

I0 + G0 = S + T0 (7)

Hal ini sesuai dengan persamaan-persamaan (1) sampai dengan (4). Di sini dipakai
anggapan bahwa investasi yang ada hanyalah investasi otonom saja. Investasi memang
ada dua macam, yaitu investasi otonom dan investasi terimbas.

Pengeluaran konsumsi masyarakat tidak lagi didasarkan pada pendapatan mereka,


melainkan pada pendapatan-siap-pakai (disposable income). Dengan perkataan lain:

C = f(Yd)

Di mana Yd adalah pendapatan siap pakai atau disposable income yang besarnya adalah Y =
T0, Sebagaimana yang telah dibicarakan dalam Bab 6, pendapatan-siap-pakai itu adalah
pendapatan setelah dikurangi pajak, atau Yd = Y – T0.

Jadi, konsumsi (maupun tabungan) baru dapat dilakukan jika pendapatan yang diterima telah
berupa pendapatan-siap-pakai, atau Yd, yakni pendapatan setelah dikurangi pajak.

Pendekatan pertama adalah melalui persamaan (6). Dan diketahui sebagai berikut:

Y = C +I0 + G0 (6)

Karena Y = f (Yd)

Maka C = a + b(Yd)

Atau C = a + b(Y – T0)

Atau C = a + bY-bT0. (8)

Dengan menggabungkan persamaan (6) dan (8), dapat diperoleh:


Y = a + bY – bT0 + I0 + G0 (9)

Selanjutnya, dari persamaan (9) dapat diperoleh:

Y - bY = a – bT0 + I0 + G0

Y(1 – b) = a – bT0 + I0 + G0

Atau. Y = a – bT0 + I0 + G0 / 1 – b (10)

Persamaan (10) itu menunjukkan besarnya GNP keseimbangan di dalam perekonomian tiga
sektor. Secara grafis, keseimbangan tiga sektor itu dilukiskan di dalam gambar 10.1.

Melalui pendekatan kedua, yaitu pendekatan injeksi = kebocoran, dapat pula persamaan (10)
itu diperoleh. Syarat keseimbangan untuk pendekatan kedua ini adalah:

I0 + G0 = S + T0 (7)

Untuk itu, pertama sekali kita akan mencari tahu bentuk fungsi tabungan atau S.

Oleh karena S = Yd – C

Maka. S = Yd – (a + bYd)

Atau. S = Yd – a – b(Yd)

S = -a + (1 – b)Yd (11)

Dengan menggabungkan persamaan (7) dan persamaan (11) , diperoleh:

10 + G0 = -a + ( 1 – b)Yd + TT0 (12)

10 + G0 = -a + Yd – bYd + T0

Di ruas kanan persamaan (12) itu adalah S +T 0. Secara grafis, gambar kedua variabel
tersebut, bersama-sama, terlihat di dalam gambar 10.2.

Selanjutnya, karena Yd = Y – T0, persamaan (12) itu dapat ditulis ulang menjadi:

I0 + G0 = -a + (Y – T0) – b(Y – T0) + T0

I0 + G0 = -a + Y – T0 – bY – bT0 + T0

I0 + G0 = -a + Y – T0 – bY – bT0 + T0

I0 + G0 = (Y – bY) – a – bT0
Atau. Y = a – bT0 + I0 + G0 / 1 -b (13)

Yang ternyata sama dengan persamaan (10). Keseimbangan tiga sektor dengan menggunakan
pendekatan injeksi = kebocoran itu dapat dilukiskan secara grafis, seperti yang terlihat
gambar 10.3. Di dalam gambar 10.3 itu, pada sumbu tegak diukurkan besarnya tabungan (S)
dan pajak tidak langsung (T0), demikian pula investasi otonom (I0) dan pengeluaran
pemerintah (G0), sedangkan pada sumbu datar diukurkan GNP.

Demikianlah, dengan menggunakan pendekatan yang manapun juga, akan diperoleh hasil
yang sama.

Kembali pada persamaan (10), yaitu:

Y = a – bT0 + I0 + G0 / 1 – b

Di sebelah kanan tanda sama dengan (=) terdapat tiga peubah, yaitu T0, I0, dan G0. Seperti
yang sudah kita pelajari, gejala seperti ini disebut multiplier effect (efek pengganda). Adapun
besarnya koefisien pengganda untuk masing-masing peubah itu, dapat dicari dengan
melakukan diferensi.

a. Efek pengganda pajak adalah:

∆Y / ∆T0 = -b / 1 – b

Sehingga: ∆Y = -b / 1 – b ∆T0

Atau ∆Y = kt0 ∆T0

Di mana kT0 adalah koefisien pengganda pajak atau tax multiplier coefficient. Melihat
koefisien pengganda pajak yang bertanda negatif itu, maka tahulah kita bahwa pertambahan
pajak justru akan mengurangi GNP. Jelasnya, jika pajak bertambah (berkurang) sebesar 1
satuan, maka GNP akan berkurang (bertambah) sebesar kG0 kali lipat.

b. Efek pengganda investasi adalah:


∆Y / ∆T0 = -b / 1 – b
Sehingga: ∆Y = 1 / 1 -b ∆I0
Atau ∆Y = k10 ∆I0
Di mana k10 adalah koefisien pengganda investasi atau Investment multiplier coefficient,
yang ternyata besarnya sama dengan apa yang kita jumpai dalam perekonomian dua sektor
(lihat apendiks 3 Bab 9).
c. Efek pengganda pengeluaran pemerintah ( kG0 ), besarnya sama dengan efek
pengganda investasi, yaitu 1/(1 – b).
Jadi, jika investasi (atau pengeluaran pemerintah) bertambah (berkurang) sebesar 1 satuan,
GNP juga akan bertambah (berkurang) sebesar [1/(1 – b) ] kali lipat.

d. Satu hal yang menarik untuk dikemukakan di sini adalah konsep pengganda anggaran
berimbang (balanced-budget multiplier). Dengan perkataan lain, persoalannya adalah (1)
∆T0t = ∆G0, dan (2) baik kT0 maupun kG0 bersama-sama memengaruhi GNP.Jadi, sesuai
dengan prinsip bekerjanya multiplier,
kBB = kT0 + kG0
Maka kBB = 1 / 1 – b + -b / 1 – b
Atau kBB = 1
Yakni, jika pajak maupun pengeluaran pemerintah bertambah dengan pertumbuhan yang
sama, GNP akan bertambah sebesar itu pula. (kBB adalah balanced-budget multiplier
coefficient atau koefisien pengganda anggaran berimbang).

Sementara itu, pajak dipungut oleh pemerintah, dalam kenyataannya, tidak hanya terdiri dari
satu macam pajak saja, seperti contoh di atas. Pajak dalam contoh atas, yaitu T0, adalah pajak
yang dalam Ilmu Ekonomi Publik disebut pajak tidak langsung. Jenis pajak yang lain adalah
pajak langsung.

Dengan dimasukkannya pajak langsung itu ke dalam persamaan pajak, kini persamaan fungsi
pajak T menjadi:
T = T0 + t1Y (14)
Dengan T = pajak
T0 = pajak tidak langsung, dan
t1Y = pajak langsung.
Dengan masuknya kedua unsur pajak ini, disposable income, Yd, kini menjadi:
Yd = Y – T
= Y – (T0 + t1Y)
= Y – T0 – t1Y (15)
Akibatnya, persamaan fungsi konsumsi pun berubah, sekalipun formulanya tetap saja sama,
yaitu sebagai berikut:
C= f(Yd)
Sesudah kedua unsur pajak itu, yakni pajak langsung dan pajak tidak langsung,
diperhitungkan pula, persamaan fungsi konsumsi itu lalu menjadi:
C = a + bYd
= a + b(Y – T0 – t1Y)
= a + bY – bT0 – b t1 Y
Kini, dengan telah diperhitungkannya peranan pajak, fungsi konsumsi itu berubah,
sebagaimana yang dinyatakan dalam persamaan (16) di atas, menjadi:
C = a + bY – bT0 – bt1 Y
Dengan demikian, turunan pertamanya, atau MPC-nya, lalu menjadi b – bt1, dan bukan lagi
hanya b sebagimana yang kita jumpai dalam Bab 9.

Kembali pada persoalan di atas, dengan mempergunakan pendekatan aggregat supply =


aggregate demand, maka:
Y = C + I0 + G0
= a + bY – bT0 – b t1Y + I0 + G0
Dengan mengumpulkan semua suku yang mengandung Y ke sebelah kiri tanda sama dengan
(=), kita dapatkan:
Y -bY + b t1Y = a + I0 + G0 – bT0
Atau Y(1 – b + b t1) = a + I0 + G0 - bT0
Atau Y = a + I0 +G0 – bT0 / 1 – b + bt1
(17)
Melalui pendekatan injeksi = kebocoran, dapat kita lakukan dengan cara seperti di bawah ini.
Syarat keseimbangan melalui pendekatan ini adalah sebagai berikut.
S + T = I0 + G0 (4)
Karena T = T0 + t1Y (14)
Maka persamaan (4) dapat ditulis sebagai:
S + T0 + t1Y = I0 + G0
Kemudian, sebagaimana yang telah dikemukakan di depan. Yakni dalam persamaan (11),
persamaan fungsi tabungan di dalam perekonomian tiga sektor adalah:

S = -a + (1 – b)Yd (11)
Dan Yd = T0 + t1Y (15)
Sehingga S = -a + (1 – b) (Y – T0 – t1Y)
Atau S = -a + Y – bY – T0 + bT0 – t1Y + b t1Y (18)
Sebagaimana halnya MPC yang mengalami perubahan dalam perekonomian tiga sektor, MPS
juga mengalami hal yang sama. Seperti yang kita ketahui dan Bab 9. MPS adalah turunan
pertama fungsi tabungan terhadap GNP, yakni:

MPS = ∆S / ∆Y
Kini, dari persamaan (18) itu, dapatlah MPS kita turunkan menjadi:
MPS = 1 – b – t1 + bt1 (19)
Jika persamaan (18) tersebut dikembalikan ke persamaan (4), maka akan didapatkan:

I0 + G0 = -a + Y -bY + bT0 + bt1Y,


Atau Y – bY + b t1Y = -a + I0 + G0 – bT0
Yang untuk selanjutnya lalu menjadi sama dengan persamaan (17), yakni

Y = a + 10 + G0 + bT0 / 1 – b + bt1

Inilah tujuan uraian ini, yakni membuktikan bahwa GNP keseimbangan senantiasa akan sama
saja, baik didekati melalui pendekatan AS = AD, maupun melalui pendekatan injeksi =
kebocoran.
Sesudah diketemukan persamaan untuk GNP keseimbangan itu, nilai-nilai angka atau
koefisien pengganda (k) juga berubah, yaitu sebagai berikut:

a. Koefisien pengganda pajak menjadi:


kT0 = ∆Y / ∆T0 = - b / 1 – b + bt1
yang, sekali lagi terlihat, memiliki tanda negatif. Artinya, terdapat hubungan berlawanan arah
antara pajak dan GNP.
b. Koefisien pengganda investasi, menjadi:
K10 = ∆Y / ∆G0 = 1 / 1 – b + bt1
c. Koefisien pengganda pengeluaran pemerintah, menjadi:

K10 = ∆Y / ∆G0 = 1 / 1 – b + bt1


d. Koefisien pengganda anggaran-berimbang (kBB) tidak lagi sebesar 1 (satu)
sebagaimana yang terjadi dalam keadaan di mana hanya diperhitungkan pajak tidak langsung
saja.Jadi:
KBB = kG0 + kT0
Atau 1 / 1 – b + bt1 + -b / 1 – b + bt1
Kembali pada persoalan umum yang dikemukakan di awal bab ini. Dalam persamaan (4)
dikemukakan bahwa di dalam perekonomian tiga sektor ini,

S + T = I0 + G0 (4)
Yang selanjutnya, dari persamaan itu, dapat disimpulkan bahwa:

(I0 – S) + (G0 – T) = 0 (20)

Seperti yang telah kita ketahui, persamaan fungsi pajak menurut persamaan (14) adalah
sebagai berikut:

T = T0 + t1Y (14)
Dalam persamaan itu, sebagaimana dalam fungsi linier yang lain
a. T0 menunjukkan perpotongan antara fungsi pajak dengan sumbu tegak; titik potong
itu disebut intercept.
b. T1, yang besarnya adalah dT/dY, menunjukkan kemiringan (slope), kurva pajak itu.
Jadi, jika t1Y berubah, sedangkan T0 tetap, itu berarti bahwa t1 sajalah yang berubah. Jika
tarif pajak t1 menjadi semakin besar, umpamanya, tentu berarti bahwa kurva pajak itu
menjadi semakin tegak; sedang jika t1 mengecil, artinya kurva itu menjadi semakin landai.
Namun, harus dicatat bahwa perubahan itu tidak memengaruhi titik intercept K. Titik K baru
bergeser dari tempatnya semula, jika terjadi perubahan pajak tidak langsung T0.
Sementara itu, masih ada lagi bentuk pengeluaran pemerintah yang perlu dibicarakan, yaitu
pembayaran transfer pemerintah (government transfer payment) atau Tr0.

Sehubungan dengan diperhitungkannya Tr ini, pengertian pendapatan siap pakai (Yd)


berubah pula. Jika semula pendapatan siap pakai (disposable income) sama dengan GNP
dikurangi pajak, yakni:
Yd = Y – T
Maka kini, dengan dimasukkannya Tr ini, menjadi:
Yd = Y – T + Tr0
Akibatnya, fungsi konsumsi yang tergantung kepada pendapatan siap pakai, atau: C = f(Yd)
Itu, lalu harus diubah pula dengan masuknya Tr0 ini. Jika semula, ketika baru T saja yang
diperhitungkan:

C = a + b (Y – Y0 – t1Y),

Maka kini menjadi:

C = a + b (Y – T0 – t1Y + Tr0)

Atau C = a + bY – bT0 – b t1Y + b Tr0 (21)

Dengan dimasukkannya peubah Tr0 ini, GNP keseimbangan pun mengalami perubahan pula.
Demikianlah, jika sejak semula sudah kita ketahui bahwa:

Y = C + I0 + G0 (2)

Kemudian, persamaan (21) disubstitusikan ke dalamnya, maka:

Y = a + bY – bT0 – b t1Y + b Tr0 + I0 + G0

Maka Y – bY + b t1Y = a – bT0 + I0 + G0 + b Tr0

Atau Y (1 – b + bt1) = a – bT0 + I0 + G0 + b Tr0

Yakni Y = a – bT0 + I0 + G0 + bTr0 / 1 – b + bt1


(22)

Semua uraian di atas menunjukkan bahwa pendapatan konsumen tidak dapat langsung
dibelanjakan karena masih ada pajak yang harus dia bayar kepada pemerintah. Sesudah
pendapatan konsumen itu dikurangi pajak sehingga menjadi pendapatan siap pakai
(disposable income, yakni Y – T), barulah pendapatan konsumen itu siap dibelanjakan. Itulah
sebabnya fungsi konsumsi itu, dalam seluruh uraian di atas ini, merupakan fungsi dari
pendapatan siap pakai, yakni:

C = f(Yd)
3.3 Hubungan Dagang dengan Luar Negeri
Persoalan terakhir yang masih harus kita selesaikan adalah mengenai hubungan dagang
dengan luar negeri. Dalam membicarakan persoalan ini, ada beberapa hal yang harus kita
pahami lebih dahulu, yakni ekspor (export) impor (import), tariff, dan quota.

Ekspor merupakan suatu kegiatan yang hampir pasti dilakukan oleh negara manapun juga.
Contoh untuk aliran uang seperti ini adalah hutang luar negeri, bantuan luar negeri, investasi
asing di dalam negeri, pengeluaran orang asing yang sedang melancong ke dalam negeri,
kiriman uang para warga negara yang bekerja di luar negeri, dan sebagainya.

Ekspor dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, relative prices (harga-harga relatif). Kedua,
exchange rate (nilai tukar mata uang), yang ketiga adalah world income atau pendapatan
nasional atau GNP negara asing.

Ada hal yang perlu dicatat mengenai nilai tukar ini, baik dalam hubungannya dengan ekspor
maupun impor. Agar lebih mudah, kita ambil hubungan dagang antara Indonesia dengan
Malaysia. Dengan kata lain, baik orang Malaysia membayar ekspor Indonesia itu dengan
rupiah maupun dengan ringgit. Jika – misalnya – semula RM 1 = Rp3.000,00, maka kini
menjadi RM 1 = Rp2.800,00. Naiknya nilai rupiah terhadap nilai uang asing ini disebut
apresiasi (appreciation).

Dengan logika yang sama, tidaklah susah untuk memahami bahwa impor kita dari malaysia,
baik kita membayar dengan rupiah maupun dengan ringgit, akan menurunkan nilai rupiah
terhadap Ringgit malaysia. Jika – misalnya- semula RM 1 = Rp3.000,00, maka kini menjadi
RM 1 = Rp3.200,00. Turunnya nilai rupiah terhadap nilai uang asing ini disebut depresiasi
(depreciation).

Apabila keputusan pemerintah tersebut berisi menurunkan nilai tukar mata uang sendiri
terhadap nilai mata uang asing tertentu, maka turunnya nilai tukar mata uang dalam negeri itu
disebut devaluasi (devaluation). Sebaliknya, pemerintah dapat pula mengeluarkan kebijakan
untuk menaikkan nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang asing. Naiknya
nilai tukar yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah itu disebut revaluasi (revaluation).

Purchasing Power Parity


Ada beberapa teori yang membicarakan mengenai terbentuknya nilai tukar antarnegara. Salah
satu yang paling populer adalah teori kesamaan daya beli (purchasing power Parity atau
PPP). Teori ini dipopulerkan oleh ahli ekonomi Swedia bernama Gustave Cassel pada tahun
1920 sesudah untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh David Ricardo pada abad ke-18.

3.4 Teori kesamaan daya beli dibedakan menjadi dua yakni :

1. Teori Kesamaan Daya Beli Mutlak

Teori purchasing power Parity didasarkan pada hukum satu harga, atau the law of one price,
yang menyatakan bahwa harga komoditas yang sama di dua negara yang berbeda akan sama
jika dinilai dengan mata uang yang sama. Untuk memahami persoalan ini, akan disajikan
sebuah contoh hubungan antara dua negara, yakni Bahrain (dengan mata uangnya Bahrain
Dinar atau BD) dan Turki (dengan mata uangnya Turkish Lira atau TL). Hubungan tersebut
dapat dinyatakan sebagai berikut:

Pt = BD / TL × Pb

Di dalam persamaan tersebut, Pt adalah harga sekelompok barang dan jasa di Turki, Pb
adalah harga sekelompok barang dan jasa yang sama di Bahrain, dan BD / TL adalah nilai
tukar Dinar terhadap lira.

2. Teori Kesamaan Daya Beli Relatif


Kini misalkanlah bahwa kedua negara yang sedang kita bicarakan ini mengalami inflasi,
masing-masing 7% di Bahrain dan 4% di Turki. Apa yang terjadi dengan nilai tukar kedua
mata uang mereka?
Karena terjadinya inflasi itu, maka kini
a. harga sebungkus kebab di Bahrain menjadi BD 1(1 + 7%) = BD 1,07 dan
b. harga sebungkus kebab di Turki menjadi TL 5(1 + 4%) = TL 5,2.

Keadaan baru ini menyebabkan nilai tukar berubah menjadi

BD / TL = TL 5,2 / BD 1,07

Atau

BD / TL = TK 4,86 / BD 1
Yakni nilai tukar kedua mata uang itu menjadi 4,86 lira per satu dinar. Dengan kata lain,
inflasi ini mengakibatkan terjadinya perubahan nilai tukar dari BD / TL 5 menjadi BD / TL 4,
86

Artinya nilai lira turki mengalami peningkatan terhadap Dinar Bahrain, yakni semula 5 lira
per satu dinar, kini menjadi 4,86 lira per satu dinar.

Tarif dan Kuota

Tarif (atau bea) adalah pajak atau custom duties yang dibebankan terhadap barang-barang
yang melintasi batas suatu negara. Dilihat dari objek yang dibebani tarif, maka kita mengenal
tiga macam tariff.

3.5 Macam-macam tariff

a. bea ekspor atau tarif ekspor (export duties), yakni bea atau pajak yang dikenakan
kepada barang yang diangkut ke negara lain. Dengan kata lain, tarif ekspor adalah pajak
untuk barang-barang yang keluar dari custom area negara yang memungut pajak. Custom
area adalah wilayah yang di dalamnya barang-barang bebas bergerak tanpa dikenai tarif oleh
pabean. Batas custom area ini pada dasarnya sama dengan batas wilayah negara.
b. bea transito atau tarif transito (transit duties), yakni pajak atau bea yang dikenakan
terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara yang bukan tujuan akhir
pengiriman barang-barang tersebut;
c. bea impor atau tarif impor (impor duties), yakni pajak atau bea yang dikenakan
terhadap barang-barang yang masuk ke dalam custom area suatu negara yang merupakan
tujuan akhir pengiriman barang-barang tersebut.

3.6 Kuota ekspor dan impor


Kini kita beralih kepada kuota. Kuota (quota) adalah kebijakan pembatasan secara fisik
terhadap barang-barang yang diperdagangkan secara internasional. Kuota dikenakan baik
terhadap barang-barang ekspor maupun impor. Dengan demikian, kita mengenal
a. kuota ekspor (export quota), yakni pembatasan jumlah fisik barang-barang yang boleh
diekspor, dan
b. kuota impor (impor quota), yakni pembatasan jumlah fisik barang-barang yang boleh
diimpor.

Di dalam perdagangan internasional dikenal adanya tiga macam kuota, yakni:


a. absolute quota atau unilateral quota, yakni pembatasan yang dilakukan oleh suatu
negara secara sepihak, tanpa melalui persetujuan negara partner dagang. Misalnya, Indonesia
menetapkan bahwa daging sapi yang dapat diimpor ke Indonesia selama tahun 2015 adalah 5
juta ton. Kebijakan ini terutama sekali ditujukan kepada para importir di dalam negeri, agar
mereka menyesuaikan rencana impor mereka;
b. negotiated quota atau bilateral quota, yakni kuota yang ditentukan berdasarkan
kesepakatan dengan negara atau negara-negara lain. Misalnya, Indonesia mengikat perjanjian
dengan semua negara ASEAN mengenai banyaknya kedelai yang boleh diekspor ke (atau
diimpor oleh) Indonesia;
c. quota tariff atau tarif kuota, yakni gabungan antara tarif dan Kuota. Di sini ditetapkan
suatu batas maksimum suatu barang yang boleh diimpor dengan tarif tertentu. Jika melebihi
batas maksimum tersebut, maka bea atau tarif impornya akan menjadi lebih mahal.
BAN IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ekonomi tiga sektor adalah perekonomian yang meliputi dalam sektor perusahaan, rumah
tangga dan pemerintah. Pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan menjadi beberapa
cara. Cara yang pertama adalah membedakannya dengan cara pajak langsung dan pajak tak
langsung. Cara lain adalah pajak regresif, pajak proporsional dan pajak progresif.
Keseimbangan PN dapat ditunjukkan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan pengeluaran
agregat, penawaran agregat dan pendekatan suntikan bocoran. Multiplier dalam ekonomi tiga
sektor dapat dibedakan kepada dua jenis yaitu multiplier dalam sistem pajak tetap dan
multiplier dalam sistem pajak proporsional. Jenis- jenis penstabilan otomatik yang utama
adalah pajak proporsional dan pajak progresif program asuransi pengangguran. Sistem harga
minimum kebijakan fiskal diskresioner dilakukan dengan menambah pengeluaran agregat
pada waktu pengangguran mengurangi pada waktu inflasi. Sedangkan perekonomian empat
sektor dapat disebut juga dengan perekonomian terbuka, perekonomian empat sektor adalah
perekonomian yang terdiri dari sektor rumah tangga, perusahaan, pemerintahan, dan luar
negeri.

4.2 Saran
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, namun
walaupun demikian akan mencoba memberi saran yang mungkin akan dapat membangun.
Adapun saran penyusun kepada para pembaca kiranya dapat memahami isi tulisan, masukan,
kritikan, dan tanggapan guna penyempurnaan tulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Sadono Sukirno, Teori Pengantar Ekonomi Makro, Ed. 3, (Jakarta : PT Rajawali Pers, 2010)
Anonim keseimbangan ekonomi 3 sektor. https://www.google.com/-
q=keseimbangan+sistem+perekonomian+tiga+sektor
Suherman Rosyidi, Teori pengantar ekonomi pendekatan kepada teori ekonomi mikro dan
makro, Edisi Revisi, , (Jakarta : PT Rajawali Pers, 2017)

Anda mungkin juga menyukai