OLEH:
NAMA: ZUMIRA
NIM : 2315181035
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayahnya, penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Teori Ekonomi Makro.
`Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR……………………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………….2
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………….39
3.2 Saran……………………………………………………………………………………..39
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
Bab 2
Pembahasan
ii. Aliran baru yang kedua adalah pengeluaran dari sektor pemerintah ke
sektor perusahaan aliran ini menggambarkan nilai pengeluaran pemerintah
ke atas barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh sektor
perusahaan.
iii. Aliran yang ketiga adalah aliran pendapatan dari sektor pemerintah ke
sektor rumah tangga aliran ini timbul karena akibat dari pembayaran ke atas
konsumsi faktor-faktor produksi yang dimiliki sektor rumah tangga oleh
pemerintah.
4
Dengan adanya tiga aliran tersebut corak aliran pendapatan dalam
perekonomian tertutup adalah seperti yang ditunjukkan dalam gambar 5.1 dari
gambar itu dapat dilihat bahwa dalam suatu perekonomian tertutup ciri-ciri
pokok dari aliran-aliran pendapatan dan pengeluarannya adalah sebagai berikut:
Syarat keseimbangan
C+I+G=C+S+T
I+G=X+T
i. Y = C + I + G, dan
ii. I + G = S + T
6
2.2 JENIS-JENIS PAJAK
2. Pajak tak langsung pajak tak langsung adalah pajak yang bebannya dapat
dipindah-pindahkan kepada pihak lain. Salah satu jenis pajak tak langsung yang
penting adalah pajak impor.
Yd= Y - T
Dalam tabel 5.1 ditunjukkan satu contoh yang menunjukkan akibat dari
pungutan pajak terhadap konsumsi dan pendapatan. Berbagai tingkat
pendapatan nasional (Y) ditunjukkan dalam kolom 1, dan pajak (T dari taxses)
ditunjukkan dalam kolom (2). Pendapatan disposebel (Yd) yang dihitung dengan
menggunakan formula: Yd = Y - T ditunjukkan dalam kolom (3). Kolom (4) dan (5)
8
menunjukkan konsumsi rumah tangga C yang dihitung dengan formula: C =a +
bYd.
i. C = 90 + 0,75Y, atau
C = 90 + 0,75 Yd.
S = -90 + 0,25 Yd
9
iii. Kenaikan pendapatan akan mengakibatkan kenaikan konsumsi dan
tabungan. Hubungannya dapat dinyatakan dengan formula
a. ΔC = MPC x Yd dan
b. ΔS = MPS x Yd
Dengan demikian apabila ΔYd = 240 maka ΔC = 0,75 x 240 = 180. Sesuai
dengan perhitungan ini dalam bagian 1 tabel 5.1 konsumsi rumah tangga selalu
naik sebanyak RP 180 triliun. Perubahan tabungan (ΔS) adalah ΔS = 0,25 x 240 =
60. Berarti tabungan rumah tangga selalu bertambah RP 60 triliun. Pertambahan
tabungan ini dapat juga dihitung dengan persamaan ΔS = Y d – ΔC, dan
perhitungannya akan menghasilkan nilai yang sama.
10
ii. Persamaan C= a + bYd menggambarkan sikap rumah tangga dalam
melakukan konsumsi. Ia tetap sama dalam semua keadaan, yaitu
Apakah ada pajak atau tidak ada pajak, kelakuan rumah tangga
dalam berbelanja ditentukan oleh persamaan tersebut maka dalam
menentukan nilai C dalam kolom 2 digunakan persamaan: C = 90 +
0,75 Yd seterusnya nilai tabungan dihitung dengan menggunakan
formula S = Yd – C.
Efek pajak ke atas konsumsi dan tabungan untuk melihat efek pajak ke atas
konsumsi dan tabungan akan dibandingkan keadaan dalam bagian 1 dan bagian
2. Akibat dari pemungutan pajak kepada konsumsi dan tabungan adalah sama
saja di berbagai tingkat pendapatan nasional. Oleh karena itu untuk
menerangkan efek bagi kepada konsumsi dan tabungan akan diperhatikan
keadaan di dua tingkat pendapatan nasional yaitu pada pendapatan sebesar 0
dan 1.200 triliun.
12
ii. Dari setiap tingkat pendapatan nasional ke tingkat pendapatan nasional
lainnya besar pertambahannya adalah sebanyak RP 240 triliun. Di bagian
1, kenaikan ini akan menyebabkan kenaikan pendapatan disposebel
sebanyak RP 240 triliun juga tetapi dalam bagian 2, disebabkan oleh T =
0,2Y maka pertambahan pendapatan disposebel adalah ΔYd = ΔY - ΔT = (1
- 0,2) ΔY = 0,8ΔY maka ΔYd = 0,8 (240) = Rp 192 triliun dapat dilihat bahwa
di bagian 2 YD bertambah sebanyak rp192 triliun apabila Y bertambah
sebanyak 240 triliun. Data konsumsi dan tabungan di kedua bagian
dihitung dengan menggunakan persamaan ΔC = 90 x 0,75 Yd dan ΔS = -90
+ 0,25Yd
Efek pajak ke atas konsumsi dan tabungan seperti dengan analisis yang
dibuat sebelum ini pengaruh pajak ke atas konsumsi dan tabungan dapat
ditunjukkan dengan membandingkan keadaan di bagian 1 (sebelum ada pajak)
dan bagian 2 (sesudah pajak proporsional di perkenalkan). 3 keadaan akan
diperhatikan pada waktu pendapatan nasional adalah 0, RP 480 triliun, dan RP
960 triliun
13
III. Dengan cara yang sama seperti dalam (ii) didapati bahwa pada Y =
960, pajak dan perubahan pendapatan disposebel adalah T = ΔYd =
0,2 (960) = 192. Sebagai akibatnya konsumsi turun sebanyak ΔC=
0,75 x 192 = 144 triliun rupiah (dari 810 menjadi 666 triliun rupiah)
dan tabungan berkurang sebanyak ΔS = 0,25 X 192 = 48 triliun
rupiah dari 150 menjadi 102 triliun rupiah).
perhatikan kembali tabel 5.1, dan tabel 5.2. Masing-masing tabel tersebut
memberi data mengenai dua macam pendapatan: pendapatan nasional (y) dan
pendapatan disposebel (Yd). Oleh karena didapati dua istilah pendapatan, maka
dalam ekonomi 3 sektor dapat ditentukan 2 nilai MPC yaitu, ΔC/ΔY dan ΔC atau
ΔY. Maka untuk menghindari kekeliruan perlulah dibedakan diantara
kecondongan mengkonsumsi Marjinal pendapatan disposebel (MPC), dan
kecondongan mengkonsumsi Marginal pendapatan nasional (MPCy). Definisi dari
masing-masing konsep itu adalah:
ΔC
MPC =
ΔYd
14
ii. MPCy adalah rasio di antara pertambahan konsumsi dengan
pertambahan pendapatan nasional. Dalam persamaan:
Δc
MPCy =
Δy
ΔS
MPS =
ΔYd
ΔS
MPSy =
ΔYd
MPSy. = (1 – b 1 – t).
15
EFEK PAJAK: ANALISIS ALJABAR DAN GRAFIK
Pendekatan aljabar
dalam Contoh angka yang dibuat dalam tabel 5.1 dan 5.2 dimisalkan fungsi
konsumsi adalah: C = 90 + 0,75Y. Contoh dalam tabel 5.1 misalkan pajak tetap
sebanyak Rp 40 triliun dan dalam tabel 5.2 dimisalkan pajak adalah sebesar 20%
dari pendapatan nasional (T = 0,2Y) bertitik tolak dari perbesaran ini, fungsi
konsumsi dan tabungan sesudah pajak dapat ditentukan.
1. Efek pajak tetap misalkan fungsi konsumsi asal adalah c = a + bY, dan
pajak adalah T (tetap pajak) sebanyak T menurunkan konsumsi sebanyak
ΔC = bT. Dengan demikian fungsi konsumsi sesudah pajak (C1) adalah:
C1 = - bT + a + bY
i. Fungsi konsumsi:
16
C1 = -bT + a + bY
C1 = 60 + 0,75Y
S1 = -(1 – bT – a + (1 –b)Y
S1 = -10 – 90 + 0,2Y
S1 = -100 + 0,2Y
C1 = a + bY– b.tY
C1 = a + b (I–t)Y
S1 = - a +( 1 –b)Y- (1 – bt)Y
S1 = - a + (1 – b) (1 – t)Y
Pendekatan grafik
17
MPC T adalah semakin besar apabila Y meningkat karena T = Ty. maka ΔC = -btY.
Dengan demikian fungsi konsumsi C1 berubah menjadi: C1 = a + b (1 – t)Y.
Efek pajak tetap dan proporsional terhadap tabungan ditunjukkan dalam grafik
(b). Pajak tetap menyebabkan fungsi tabungan asal yaitu S = -a + (1 – b)Y
berubah menjadi S1 = -(1 – b)T = a + (1 – b)Y. Pajak proporsional menyebabkan
fungsi tabungan berubah dari s = - a + (1 –b)Y menjadi S1 = - a + (1 – b) (1 – t)Y.
18
19
2.4 Pengeluaran Pemerintah
20
memenuhi tujuan-tujuan tersebut sering sekali pemerintah membelanjakan uang
yang jauh lebih besar dari pendapatan yang diperboleh dari pajak untuk
mengatasi pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang lambat, misalnya
Pemerintah perlu membiayai pembangunan infrastruktur-irigasi, jalan-jalan,
pelabuhan dan pembangunan pendidikan. Untuk memperoleh dana yang
diperlukan pemerintah terpaksa meminjam atau mencetak uang.
Data dalam tabel 5.3 menunjukkan bahwa apabila pendapatan nasional adalah
lebih kecil dari RP 960 triliun, berlaku keadaan di mana titik 2 AE > Y yaitu
pengeluaran agregat lebih besar dan pendapatan nasional ini jelas terlihat dari
membandingkan kolom 1 dan 7 kelebihan perbelanjaan.
22
Keseimbangan Secara Grafik
23
akan dipotong oleh fungsi bocoran W = S + T pada ketika pendapatan nasional
mencapai keseimbangan yaitu pada pendapatan nasional Y= 960.
Y=C+1+G
Y = 60 + 0,75 Y + 120 + 60
0,25 Y = 240
Y = 960
24
Untuk menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian
yang menggunakan sistem pajak proporsional digunakan pemisalan-pemisalan di
bawah ini
i. C = 90 + 0,60Y
ii. S = -90 + 0,20Y
26
Sedangkan I = 150 dan G = 240 menurut pendekatan penawaran agregat
pengeluaran agregat keseimbangan dicapai pada Y = C + I + G dengan demikian
pendapatan nasional adalah dalam Triliun Rupiah: Y = 90 + 0,60 y + 150 + 240
0,40 y = 480 y = 1200.
Dalam Contoh angka ini digambarkan dua keadaan yaitu, dalam perekonomian
yang sistem pajaknya adalah pajak tetap dan dalam perekonomian di mana
27
sistem pajaknya adalah pajak proporsional. Dalam kedua keadaan tersebut
dimisalkan sektor perusahaan memutuskan untuk menambah investasi sebanyak
Rp 20 triliun, dalam perekonomian tersebut kecondongan konsumsi Marginal
pendapatan disposebel MPC adalah 0,75 dan pajak proporsional adalah T= 0,20
Y. proses multiplier sebagai akibat pertambahan investasi tersebut ditunjukkan
dalam tabel 5.5 di bagian 1 digambarkan proses multiplier dalam perekonomian
dengan sistem pajak tetap dan di bagian 2 digambarkan proses multiplier yang
akan berlaku dalam perekonomian dengan sistem pajak proporsional.
Y=C+1+G
28
Y = a + b Yd + I + G
Y = a + b + (Y – T) + I + G
Y = a + bY - bT + I + G
Y = a - bt + i + g
1
Y= (a-bTx +1 + G)
1−b
Y1 = C + I + I + G
Y1 = A + B Y + I + I + G
Y1 = A + B Y - T + I + I + G
Y1 = A + B Y - BT + I + I + J
Y1 = A - BT + I + I + G
1
Y 1= (a-bTx+I+ΔI+g
1−b
Y=C+I+G
Y = a + bYd + I + G
Y = a + b (1 –t) Y + I + G
Y = a + b y - bt Y + I+ G
Y - bY + b Ty= a + I+G
Y = (1 -b + bt) = a + I + G
29
1
Y= (a+I+G)
1−b=bt
Y = a + bYd + I + ΔI + G
Y = a + bY1 - btY+ Y + G
1
Y= (a+I+ΔI+G)
1−b+ bt
1
Y= (a+I+G)
1−B+BT
menjadi
1
Y 1= (a+I+ΔI+G)
1−b+ bt
1
ΔY = y1 - y = IΔ
1−b+ bt
Multiplier Investasi 1 1
= =
( Pajak Proporsional) 1−b=bt 1−b (1−t)
1
ΔY ΔG
1−b+ bt
Multiplier pajak
1
y ( a−bT + I +G )
1−b
ΔC = ΔAE = ΔbT
1
ΔY = (bΔT)
1−b
ΔY b
MT = =
ΔT 1−b
Masalah pengangguran dan inflasi tingkat kegiatan ekonomi negara yang wujud
pada suatu waktu tertentu adalah berbentuk salah satu dari tiga keadaan berikut:
Masalah ini adalah masalah yang selalu dihadapi oleh setiap perekonomian. Akan
tetapi sampai di mana seriusnya masalah itu berbeda dari satu negara ke negara
lain terdapat negara-negara yang masalah penganggurannya sangat serius tetapi
ada pula negara yang tingkat penganggurannya sangat rendah dan hampir
mendekati tingkat konsumsi tenaga kerja penuh gambar 5.8 a menunjukkan
keseimbangan perekonomian negara yang menghadapi masalah pengangguran.
Masalah ini wujud karena pengeluaran agregat AE adalah di bawah pengeluaran
agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh
AEF. Pendapatan nasional adalah Y yaitu nilainya di bawah pendapatan nasional
potensial garis AB dinamakan jurang deflasi. Jurang deflasi adalah Jumlah
kekurangan perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai konsumsi
tenaga kerja penuh.
33
Menghadapi Masalah Inflasi
grafik b dari gambar 5.8 menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang melebihi
tingkat konsumsi tenaga kerja penuh dan berlaku inflasi.Pengeluaran agregat yang
wujud adalah kelebihan kemampuan dari perekonomian itu untuk
memproduksikan barang-barang dan jasa-jasa kelebihan permintaan tersebut akan
menimbulkan kenaikan harga-harga. ini dicerminkan oleh nilai Y yang lebih besar
daripada YF dalam keadaan yang sebenarnya pendapatan nasional riil yang wujud
tidak dapat melebihi F maka keadaan dimana Y lebih kecil YF hanya mungkin
terjadi apabila harga-harga telah mengalami kenaikan yang menyebabkan
sejumlah barang tertentu sekarang mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada
sewaktu kenaikan harga barang belum berlaku. Perbedaan di antara AE dengan
AEF dinamakan jurang inflasi, yaitu kelebihan dalam pengeluaran agregat di atas
pengeluaran agregat pada konsumsi tenaga kerja penuh yang menimbulkan
kekurangan barang dan seterusnya karena ikan harga-harga.
34
Dengan menggunakan kebijakan fiskal pemerintah dapat mempengaruhi
besarnya jurang deflasi atau jurang inflasi yang wujud dalam perekonomian.
Apabila terdapat jurang deflasi tingkat kegiatan ekonomi belum mencapai
potensinya yang maksimal dan pengangguran wujud dalam keadaan seperti ini
pengeluaran agregat perlu dinaikkan, kebijakan pemerintah itu akan menaikkan
tingkat kegiatan ekonomi dan mengurangi pengangguran. Langkah-langkah yang
dijalankan pemerintah ini berkecondongan akan menimbulkan anggaran belanja
defisit dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kebijakan anggaran belanja
defisit adalah satu langkah pemerintah yang dapat dilakukan untuk mengatasi
depresi dan pengangguran di dalam masa dimana jurang inflasi Wujud yaitu
pengeluaran agregat melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksikan
barang-barang dan jasa-jasa, kebijakan anggaran belanja surplus perlu dinaikkan.
35
Masalah inflasi, dapat dikurangi keseriusannya dan (iii) gerak naik turun siklus
perusahaan dapat diperkecil. Berarti kegiatan ekonomi negara berjalan dengan
lebih stabil.
Dari penjelasan mengenai arti dari kebijakan fiskal diskresioner ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua macam alat yang digunakan oleh pemerintah
untuk menjalankan kebijakan tersebut:
36
Dalam pelaksanaannya, kedua alat kebijakan fiskal diskresioner tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau merupakan gabungan daripada kedua-duanya
maka pada hakikatnya kebijakan fiskal diskresioner dapat dibedakan dalam tiga
bentuk yaitu:
Penutup
Pemisalan yang digunakan
1
ΔY =
1−b+ bt
1
50 = 1−0 , 75+¿ 0 , 75(20) ΔG
50 = 2,5 (ΔG)
ΔG 50/2,5 = 20
38
Pengurangan pajak
b
Δy= (ΔT)
1−b+ bt
1
50 = (ΔT)
1−0 , 75+(20)
0 , 75
50 = (ΔT)
0 , 40
1,875 ΔT=50
ΔT 26,6667
1
ΔY = (ΔG)
1−0 , 75+(0 ,20)
ΔY = 2,5 (10)
ΔY = 25
b
ΔY = ΔT
1−b+ bt
0 , 75
50 = 1−0 , 75+0 , 75 ( 0 , 20 ) ΔT
¿
¿
0 , 75
Y= ΔT
0 , 40
1,875 ΔT = 25
ΔT = 13,333
III.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa, penawaran agregat dan permintaan
agregat sebagai model analisi dalam teori makro ekonomi, terutama
dalam kaitannya dengan bagaimana tingkat harga ditentukan. Dan kurva
penawaran agregat adalah suatu kurva yang menggambarkan pendapatan
nasional yag akan diproduksikan sector perusahaan pada berbagai tibfkat
harga. Aadapun perbedaan teori-teori terhadap keseimbangan AD dan
AS.
III.2 Saran
40