Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH PEMGANTAR EKONOMI MAKRO

“KESEIMBANGAN EKONOMI TIGA SEKTOR”


Dosen pembimbing: Deswati Supra S.E.,M.Si

OLEH:

NAMA: ZUMIRA

NIM : 2315181035

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS INSTITUT RAHMANIYAH


SEKAYU

JL.MERDEKA NO.531, SEKAYU KABUPATEN MUSI BANYUASIN


SUMATERA SELATAN KODE POS 30711
TAHUN 2024-2025
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayahnya, penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Teori Ekonomi Makro.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis


hadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah
ini tidak lain berkat bantuan,dorongan, dan bimbingan orang tua. Sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Pasar.


Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Saya sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah dimasa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca.

Sekayu, 17 Maret 2024

`Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR……………………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………….2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang………………………………………………………………………3


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….3
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Aliran pendapatan dan syarat keseimbangan…………………………4

2.2 Jenis-jenis pajak……………………………………………………………………..7

2.3 Jenis pajak ke atas konsumsi da tabungan………………………………8

2.4 Pengeluaran pemerintah…………………………………………………...…..20

2.5 Keseimbangan dalam perekonomian tiga sector…………………….22

2.6 Masalah makro ekoomi dan kebijakan fiscal…………………………..26

BAB III

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………….39

3.2 Saran……………………………………………………………………………………..39

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Yang diartikan dengan perekonomian tiga sector adalah perekonomian yang


terdiri dari sector-sektor berikut: rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah.

Campur tangan pemerintah dalam perekonomioan menimbulkan dua perubahan


penting dalam proses pementuan keseimbangan pendapatan nasional, yaitu:

i. Pungutan pajak yang dilakukan pemerintah akan mengurangi


pengeluaran agregat melalui pengurangan ke atas konsumsi rumah
tangga.
ii. Pajak memungkinkan pemerintah melakukan perbelanjaan dan ini akan
menaikkan perbelanjaan agregat.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa maksud dari alira pendapatan dan syarat keseimbangan
b. Apa saja jenis-jenis pajak
c. Apa saja efek pajak terhadap konsumsi da tabungan
d. Apa maksud dari pegeluara pemerintah
e. Apa maksud keseimbangan dan perekonomian 3 sektor
1.3 Tujuan
a. Agar mahasiswa dapat mengerti aliran pendapatan dan syarat
keseimbangan
b. Agar mahasiswa mengerti apa saja jenis-jeis pajak
c. Agar mahasiswa mengerti apa saja efek pajak terhadap konsumsi da
tabungan
d. Agar mahasiswa megerti apa maksud dari pengeluaran pemerintah
e. Agar mahasiswa tau apa maksud keseimbangan da perekonomian 3 sektor

3
Bab 2

Pembahasan

2.1 Aliran pendapatan dan syarat keseimbangan

Analisis keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian 3 sektor


bertujuan untuk menunjukkan penentuan pendapatan nasional dalam
perekonomian di mana terdapat pemerintah. Untuk memahami analisis tersebut
dengan baik perlulah terlebih dahulu disadari pola aliran pendapatan dan
pengeluaran yang berlaku dalam perekonomian tersebut dan selanjutnya dari
Gambaran tersebut ditunjukkan syarat keseimbangan pendapatan nasional
dalam perekonomian 3 sektor.

Aliran pendapatan dan pengeluaran

Campur tangan pemerintah dalam perekonomian akan menimbulkan tiga


jenis aliran baru dalam sirkulasi aliran pendapatan. Ketiga jenis aliran yang baru
tersebut adalah:

i. Pembayaran pajak oleh rumah tangga dan perusahaan kepada


pemerintah. Pembayaran pajak tersebut menimbulkan pendapatan
kepada pihak pemerintah. Ia merupakan sumber pendapatan
pemerintah yang terutama.
.

ii. Aliran baru yang kedua adalah pengeluaran dari sektor pemerintah ke
sektor perusahaan aliran ini menggambarkan nilai pengeluaran pemerintah
ke atas barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh sektor
perusahaan.

iii. Aliran yang ketiga adalah aliran pendapatan dari sektor pemerintah ke
sektor rumah tangga aliran ini timbul karena akibat dari pembayaran ke atas
konsumsi faktor-faktor produksi yang dimiliki sektor rumah tangga oleh
pemerintah.

4
Dengan adanya tiga aliran tersebut corak aliran pendapatan dalam
perekonomian tertutup adalah seperti yang ditunjukkan dalam gambar 5.1 dari
gambar itu dapat dilihat bahwa dalam suatu perekonomian tertutup ciri-ciri
pokok dari aliran-aliran pendapatan dan pengeluarannya adalah sebagai berikut:

i. Pembayaran oleh sektor perusahaan sekarang dapat dibedakan


menjadi dua jenis, yaitu: pembayaran kepada sektor rumah tangga
sebagai pendapatan kepada faktor-faktor produksi, dan
pembayaran pajak pendapatan perusahaan kepada pemerintah.
ii. Pendapatan yang diterima rumah tangga sekarang berasal dari dua
sumber: dari pembayaran gaji dan upah, sewa, bunga dan untung
oleh perusahaan, dan dari pembayaran gaji dan upah oleh
pemerintah.

iii. Pemerintah menerima pendapatan berupa pajak dari perusahaan


dan rumah tangga. Pendapatan tersebut akan digunakan untuk
membayar gaji dan upah pegawai-pegawai dan untuk membeli
barang-barang dan jasa-jasa.
iv. Pendapatan yang diterima rumah tangga (Y) akan digunakan untuk
memenuhi tiga kebutuhan: membayar dan membiayai pengeluaran
konsumsi (C) disimpan sebagai tabungan (S) dan membayar pajak
pendapatan rumah tangga (T). Dalam persamaan: Y = C + S + T.
5
v. Dalam Gambaran tersebut tetap dimisalkan bahwa tabungan rumah
tangga dipinjamkan oleh lembaga-lembaga keuangan kepada para
pengusaha yang menanam modal.
vi. Pengeluaran agregat (AE) telah menjadi bertambah banyak
jenisnya, yaitu di samping pengeluaran konsumsi (C) dan investasi
(I), sekarang termasuk pula pengeluaran pemerintah (G) dalam
persamaan AE = C + I + G.

Syarat keseimbangan

Analisis dalam Bab 3 telah menunjukkan bahwa dalam suatu perekonomian


keseimbangan pendapatan nasional akan dicapai apabila: penawaran agregat
adalah sama dengan pengeluaran agregat. Dalam perekonomian yang tidak
melakukan perdagangan luar negeri penawaran agregat adalah sama dengan
pendapatan nasionalnya (Y).

Dalam keseimbangan berlaku kesamaan berikut Y = C + I + G sedangkan


pada setiap tingkat pendapatan nasional berlaku kesamaan: Y = C + S + T dengan
demikian pada keseimbangan pendapatan nasional berlaku kesamaan berikut:

C+I+G=C+S+T

Apabila C dikurangi dari setiap ruas maka:

I+G=X+T

Dalam perekonomian tiga sektor I dan G adalah suntikan ke dalam sirkulasi


aliran pendapatan, sedangkan S dan T adalah kebocoran. Dengan demikian,
dalam keseimbangan ekonomi 3 sektor juga berlaku keadaan: suntikan =
bocoran. Sebagai kesimpulan dapatlah dirumuskan bahwa dalam perekonomian
tiga sektor yang mencapai keseimbangan akan berlaku keadaan yang berikut:

i. Y = C + I + G, dan

ii. I + G = S + T

6
2.2 JENIS-JENIS PAJAK

Uraian di bawah ini secara ringkas menerangkan struktur pajak yang


menjadi sumber dana untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Pajak langsung dan pajak tak langsung

Sejarah garis besarnya berbagai jenis Pajak yang dipungut pemerintah


dapat dibedakan kepada dua golongan, yaitu pajak langsung dan pajak tak
langsung.

1. Pajak langsung Pajak langsung berarti jenis pungutan pemerintah yang


secara langsung dikumpulkan dari pihak yang wajib membayar pajak. Setiap
individu yang bekerja dan perusahaan yang menjalankan kegiatan dan
memperoleh keuntungan wajib membayar pajak

2. Pajak tak langsung pajak tak langsung adalah pajak yang bebannya dapat
dipindah-pindahkan kepada pihak lain. Salah satu jenis pajak tak langsung yang
penting adalah pajak impor.

Bentuk bentuk pajak pendapatan

1. Pajak regresif sistem pajak yang presentasi pungutan pajaknya menurun


bila pendapatan yang dikenakan pajak bertambah tinggi dinamakan pajak
regresif. Dalam sistem ini pada pendapatan rendah Pajak yang dipungut meliputi
bagian yang tinggi dari pendapatan tersebut. Tetapi, semakin tinggi pendapatan
semakin kecil presentasi pajak itu dibandingkan dengan keseluruhan pendapatan

2. Pajak proporsional presentasi pungutan pajak yang tetap besarnya pada


berbagai tingkat pendapatan, yaitu dari pendapatan yang sangat rendah kepada
yang sangat tinggi dinamakan pajak proporsional. Dalam sistem pajak seperti ini
tidak dibedakan antara penduduk yang kaya atau miskin dan di antara
perusahaan besar dan perusahaan kecil mereka harus membayar keseimbangan
ekonomi 3 sektor.

3. Pajak progresif sistem pajak yang presentasinya bertambah apabila


pendapatan semakin meningkat dinamakan pajak progresif. Pajak progresif
7
menyebabkan pertambahan nominal pajak yang dibayar akan menjadi semakin
cepat apabila pendapatan semakin tinggi.

2.3 Efek pajak ke atas konsumsi dan tabungan

Dalam perekonomian yang telah mengenakan pajak berhubungan diantara


pendapatan disposebel dan pendapatan nasional dapat dinyatakan secara
persamaan berikut:

Yd= Y - T

Yaitu, pendapatan disposebel (Yd) adalah sama dengan pendapatan


nasional (Y) dikurangi oleh pajak (T).

Penurunan pendapatan desposebel akan mengurangi konsumsi dan


tabungan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena pajak yang dibayarkan
mengurangi kemampuannya untuk melakukan pengeluaran konsumsi dan
menabung. Berdasarkan kepada sifat pengaruh pajak kepada pendapatan
disposebel, pengeluaran konsumsi dan tabungan secara umum dapat
dirumuskan:

I. Pajak yang dipungut akan mengurangi pendapatan disposebel


sebanyak Pajak yang dipungut tersebut dalam persamaan: YD = Y - T
II. penurunan pendapatan disposable menyebabkan pengeluaran
konsumsi dan tabungan rumah tangga akan berkurang pada
berbagai tingkat pendapatan

PAJAK KONSUMSI DAN TABUNGAN: CONTOH ANGKA

Contoh Angka: Pajak Tetap

Dalam tabel 5.1 ditunjukkan satu contoh yang menunjukkan akibat dari
pungutan pajak terhadap konsumsi dan pendapatan. Berbagai tingkat
pendapatan nasional (Y) ditunjukkan dalam kolom 1, dan pajak (T dari taxses)
ditunjukkan dalam kolom (2). Pendapatan disposebel (Yd) yang dihitung dengan
menggunakan formula: Yd = Y - T ditunjukkan dalam kolom (3). Kolom (4) dan (5)

8
menunjukkan konsumsi rumah tangga C yang dihitung dengan formula: C =a +
bYd.

Pemisalan yang digunakan angka-angka dalam bagian 1 diperoleh dari


memisahkan fungsi konsumsi dan tabungan rumah tangga adalah sebagai
berikut:

i. C = 90 + 0,75Y, atau

C = 90 + 0,75 Yd.

ii. S = -90 + 0,25Y, Atau

S = -90 + 0,25 Yd

dalam persamaan di atas C sebagai fungsi Y adalah sama dengan C sebagai


fungsi Y begitu pula S sebagai fungsi Y adalah sama dengan S sebagai
fungsi Yd. Kesamaan tersebut disebabkan karena pemerintah tidak
memungut pajak, jadi adalah sama dengan Yd. Keadaan sebelum ada pajak
berdasarkan kepada pemisalan di atas maka dalam bagian 1 dari tabel 5.1
ditunjukkan keadaan keadaan yang berikut:

i. Pada ketika pendapatan nasional adalah 0 (y = 0) konsumsi rumah


tangga adalah sebanyak RP 90 triliun
ii. Dimisalkan pendapatan nasional (lihat kolom 1) selalu mengalami
kenaikan sebanyak Rp 240 triliun, yaitu dari 0 menjadi RP 240
triliun kemudian menjadi RP 480 triliun dan seterusnya. Maka ΔY =
ΔYd = 240.

9
iii. Kenaikan pendapatan akan mengakibatkan kenaikan konsumsi dan
tabungan. Hubungannya dapat dinyatakan dengan formula
a. ΔC = MPC x Yd dan
b. ΔS = MPS x Yd

Dengan demikian apabila ΔYd = 240 maka ΔC = 0,75 x 240 = 180. Sesuai
dengan perhitungan ini dalam bagian 1 tabel 5.1 konsumsi rumah tangga selalu
naik sebanyak RP 180 triliun. Perubahan tabungan (ΔS) adalah ΔS = 0,25 x 240 =
60. Berarti tabungan rumah tangga selalu bertambah RP 60 triliun. Pertambahan
tabungan ini dapat juga dihitung dengan persamaan ΔS = Y d – ΔC, dan
perhitungannya akan menghasilkan nilai yang sama.

Keadaan setelah pemungutan pajak dalam bagian 2 ditunjukkan bagaimana


Pajak yang dipungut mempengaruhi konsumsi dan tabungan. Ciri-ciri perubahan
pendapatan disposebel konsumsi dan tabungan diterangkan dalam uraian
berikut:

i. Sebagai akibat pajak, Y tidak sama lagi dengan Yd. Berkaitan di


antara kedua dua variabel itu sekarang menjadi Y d = y – T. Angka Yd
di bagian 2 dihitung dengan menggunakan persamaan tersebut.

10
ii. Persamaan C= a + bYd menggambarkan sikap rumah tangga dalam
melakukan konsumsi. Ia tetap sama dalam semua keadaan, yaitu
Apakah ada pajak atau tidak ada pajak, kelakuan rumah tangga
dalam berbelanja ditentukan oleh persamaan tersebut maka dalam
menentukan nilai C dalam kolom 2 digunakan persamaan: C = 90 +
0,75 Yd seterusnya nilai tabungan dihitung dengan menggunakan
formula S = Yd – C.

Efek pajak ke atas konsumsi dan tabungan untuk melihat efek pajak ke atas
konsumsi dan tabungan akan dibandingkan keadaan dalam bagian 1 dan bagian
2. Akibat dari pemungutan pajak kepada konsumsi dan tabungan adalah sama
saja di berbagai tingkat pendapatan nasional. Oleh karena itu untuk
menerangkan efek bagi kepada konsumsi dan tabungan akan diperhatikan
keadaan di dua tingkat pendapatan nasional yaitu pada pendapatan sebesar 0
dan 1.200 triliun.

i. Data dalam bagian 1 menunjukkan pada y = 0 didapati C = 90 dan S


= -90 sedangkan data dalam bagian 2 menunjukkan pada Y =
didapati C = 60 dan S = -100. Perbandingan kedua-dua data
menunjukkan sesudah ada pajak konsumsi berkurang sebanyak C =
90 – 60 = 30 dan tabungan berkurang sebanyak S = -100 – 90 = 10.
iii. Data dalam bagian 1 menunjukkan bahwa pada Y = 1200 didapati
pada C = 990 dan S = 210, sedangkan data dalam bagian 2
menunjukkan bahwa pada Y = 1200 didapati C = 960 dan S = 200
perbandingan kedua-dua data menunjukkan perubahan konsumsi
dan tabungan yang terjadi adalah sama sifatnya seperti yang
terdapat dalam kesimpulan di bagian I yaitu sebagai akibat dari
Pajak yang dipungut konsumsi berubah sebanyak ΔC = 990 – 660 =
30, sedangkan tabungan berubah sebanyak ΔS = 210 – 200 = 10.
Dalam contoh di atas pajak T = 40, S = 0,75 dan MPS = 0,25. Maka
pengurangan konsumsi dan tabungan rumah tangga yang terjadi
adalah
11
i. ΔC = 0,75 x (-40) = -30
ii. ΔS = 0,25 x (–40) = -10

Perhitungan tersebut membuktikan bahwa pajak sebanyak rp 40 triliun


mengurangi konsumsi sebanyak rp 30 triliun dan tabungan sebanyak rp 10
triliun. Secara umum hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam
persamaan

T = ΔYd = (MPC x T) + (MPS x T)

Contoh Angka: Pajak Proporsional

Pemisalan yang digunakan data dalam tabel tersebut menggunakan


pemisalan-pemisalan di bawah ini.

i. Fungsi konsumsi adalah C = 90 + 0,75Yd (berlaku untuk kasus


sebelum ada pajak dan sesudah ada pajak). Berdasarkan pemisalan
ini Apabila Yd = 0 maka C = 90 dan perubahan konsumsi dan
tabungan pada berbagai tingkat pendapatan nasional adalah ΔC =
0,75 xT dan ΔS = 0,25 x T.

i. Pajak proporsional yang dipungut pemerintah adalah sebanyak 20% dari


pendapatan nasional (T = 0,2 Y).

12
ii. Dari setiap tingkat pendapatan nasional ke tingkat pendapatan nasional
lainnya besar pertambahannya adalah sebanyak RP 240 triliun. Di bagian
1, kenaikan ini akan menyebabkan kenaikan pendapatan disposebel
sebanyak RP 240 triliun juga tetapi dalam bagian 2, disebabkan oleh T =
0,2Y maka pertambahan pendapatan disposebel adalah ΔYd = ΔY - ΔT = (1
- 0,2) ΔY = 0,8ΔY maka ΔYd = 0,8 (240) = Rp 192 triliun dapat dilihat bahwa
di bagian 2 YD bertambah sebanyak rp192 triliun apabila Y bertambah
sebanyak 240 triliun. Data konsumsi dan tabungan di kedua bagian
dihitung dengan menggunakan persamaan ΔC = 90 x 0,75 Yd dan ΔS = -90
+ 0,25Yd

Efek pajak ke atas konsumsi dan tabungan seperti dengan analisis yang
dibuat sebelum ini pengaruh pajak ke atas konsumsi dan tabungan dapat
ditunjukkan dengan membandingkan keadaan di bagian 1 (sebelum ada pajak)
dan bagian 2 (sesudah pajak proporsional di perkenalkan). 3 keadaan akan
diperhatikan pada waktu pendapatan nasional adalah 0, RP 480 triliun, dan RP
960 triliun

I. pada Y = 0 tidak ada Pajak yang dipungut (T = 0,20 y = 0). Maka


keadaan di bagian 1 adalah sama dengan di bagian 2.
II. Sebelum ada pajak apabila Y = 480 maka Yd = 480 dan C dan S
masing-masing adalah C = 450 dan S = 30. Sesudah ada pajak, pada
Y= 480 pajak adalah ΔT = 0,2 Y = 96. Maka pendapatan disposebel
telah berkurang sebanyak ΔYd = RP 96 triliun dan hanya berjumlah
Yd = 384. Penurunan ini menyebabkan konsumsi berkurang dari RP
450 triliun (sebelum pajak) menjadi RP 378 triliun, yaitu
pengurangan sebanyak ΔC = 0,75 X 96 = RP 72 triliun. Pengurangan
tabungan adalah sebanyak ΔS = 0,25 x 96 RP 24 triliun, yaitu dari 30
sebelum pajak menjadi 6 triliun rupiah sesudah pajak.

13
III. Dengan cara yang sama seperti dalam (ii) didapati bahwa pada Y =
960, pajak dan perubahan pendapatan disposebel adalah T = ΔYd =
0,2 (960) = 192. Sebagai akibatnya konsumsi turun sebanyak ΔC=
0,75 x 192 = 144 triliun rupiah (dari 810 menjadi 666 triliun rupiah)
dan tabungan berkurang sebanyak ΔS = 0,25 X 192 = 48 triliun
rupiah dari 150 menjadi 102 triliun rupiah).

Kecondongan mengkonsumsi dan menabung

Dalam analisis mengenai keseimbangan pendapatan nasional dalam


perekonomian 3 sektor perlu dibedakan dua pengertian kecondongan
mengkonsumsi Marginal dan dua pengertian kecondongan menabung marginal.

Kecondongan mengkonsumsi Marginal

perhatikan kembali tabel 5.1, dan tabel 5.2. Masing-masing tabel tersebut
memberi data mengenai dua macam pendapatan: pendapatan nasional (y) dan
pendapatan disposebel (Yd). Oleh karena didapati dua istilah pendapatan, maka
dalam ekonomi 3 sektor dapat ditentukan 2 nilai MPC yaitu, ΔC/ΔY dan ΔC atau
ΔY. Maka untuk menghindari kekeliruan perlulah dibedakan diantara
kecondongan mengkonsumsi Marjinal pendapatan disposebel (MPC), dan
kecondongan mengkonsumsi Marginal pendapatan nasional (MPCy). Definisi dari
masing-masing konsep itu adalah:

i. MPC adalah rasio di antara pertambahan konsumsi dengan


pertambahan pendapatan disposable dalam persamaan:

ΔC
MPC =
ΔYd

14
ii. MPCy adalah rasio di antara pertambahan konsumsi dengan
pertambahan pendapatan nasional. Dalam persamaan:

Δc
MPCy =
Δy

Kecondongan menabung Marjinal

Dalam konsep ini juga perlu dibedakan diantara kecondongan menabung


Marginal pendapatan disposebel (MPS) dan kecondongan menabung Marginal
pendapatan nasional (MPSy) definisi dari masing-masing konsep itu adalah:

i. MPS adalah rasio di antara pertambahan tabungan dengan


pertambahan pendapatan disposebel dalam persamaan:

ΔS
MPS =
ΔYd

ii. MPS, adalah rasio di antara pertambahan tabungan dengan


pertambahan pendapatan nasional dalam persamaan:

ΔS
MPSy =
ΔYd

Dalam perekonomian dua sektor Dan dalam perekonomian 3 sektor di mana


pajak adalah tetap, MPS = MPSy. dalam perekonomian 3 sektor dengan sistem
pajak proporsional MPS adalah lebih besar dari MPS dalam sistem pajak
proporsional nilai MPSy adalah

MPSy. = (1 – b 1 – t).

Bagaimana persamaan itu ditentukan diterangkan dalam uraian di bawah ini:

15
EFEK PAJAK: ANALISIS ALJABAR DAN GRAFIK

Untuk memudahkan penerangan dan penggambaran mengenai efek pajak ke


atas fungsi konsumsi dan fungsi tabungan terlebih dahulu Baiklah dilihat
pendekatan aljabar dalam menerangkan efek pajak kepada konsumsi dan
tabungan.

Pendekatan aljabar

dalam Contoh angka yang dibuat dalam tabel 5.1 dan 5.2 dimisalkan fungsi
konsumsi adalah: C = 90 + 0,75Y. Contoh dalam tabel 5.1 misalkan pajak tetap
sebanyak Rp 40 triliun dan dalam tabel 5.2 dimisalkan pajak adalah sebesar 20%
dari pendapatan nasional (T = 0,2Y) bertitik tolak dari perbesaran ini, fungsi
konsumsi dan tabungan sesudah pajak dapat ditentukan.

1. Efek pajak tetap misalkan fungsi konsumsi asal adalah c = a + bY, dan
pajak adalah T (tetap pajak) sebanyak T menurunkan konsumsi sebanyak
ΔC = bT. Dengan demikian fungsi konsumsi sesudah pajak (C1) adalah:

C1 = - bT + a + bY

fungsi tabungan asal adalah ΔS = -a + (1-b)Y. Pajak sebanyak T


menurunkan tabungan sebanyak ΔS = -(-1–b)Y. Dengan demikian fungsi
tabungan sesudah pajak (S1) adalah:

S1 =-(-1 – b) T – a + (1 –b)Y dengan menggunakan persamaan-


persamaan di atas ini ditentukan fungsi konsumsi dan fungsi tabungan
sesudah pajak untuk contoh dalam tabel 5.1

i. Fungsi konsumsi:
16
C1 = -bT + a + bY

C1 = -0,75 (40) + 90 + 0,75Y

C1 = 60 + 0,75Y

ii. Fungsi tabungan:

S1 = -(1 – bT – a + (1 –b)Y

S1 = -(1 -0,75) 40 – 90 + 0,2Y

S1 = -10 – 90 + 0,2Y

S1 = -100 + 0,2Y

2. Pengaruh pajak proporsional Pajak proporsional sebanyak tY


menurunkan konsumsi sebanyak: ΔC = - btY. Apabila fungsi konsumsi asal
adalah C = a + bY maka fungsi konsumsi yang baru (C1) adalah:

C1 = a + bY– b.tY

C1 = a + b (I–t)Y

Misalkan fungsi tabungan asal adalah S = - a + (1 – b)Y dan pajak adalah


tY pajak tersebut akan menurunkan fungsi tabungan sebanyak ΔS = (1 –b)tY
maka fungsi tabungan yang baru (S1) adalah:

S1 = - a +( 1 –b)Y- (1 – bt)Y

S1 = a +{(1 -b )-(1 – b) t}Y

S1 = - a + (1 – b) (1 – t)Y

Pendekatan grafik

pajak proporsional akan mengurangi konsumsi dari c = a + bY menjadi: C1 = a +


bY – btY atau C1 = a + bY – MPC. T, yaitu pengurangan sebanyak MPC. T, perlu
diingat bahwa nilai BT = MPC adalah tetap (karena T tetap), akan tetapi nilai btY =

17
MPC T adalah semakin besar apabila Y meningkat karena T = Ty. maka ΔC = -btY.
Dengan demikian fungsi konsumsi C1 berubah menjadi: C1 = a + b (1 – t)Y.

Efek pajak tetap dan proporsional terhadap tabungan ditunjukkan dalam grafik
(b). Pajak tetap menyebabkan fungsi tabungan asal yaitu S = -a + (1 – b)Y
berubah menjadi S1 = -(1 – b)T = a + (1 – b)Y. Pajak proporsional menyebabkan
fungsi tabungan berubah dari s = - a + (1 –b)Y menjadi S1 = - a + (1 – b) (1 – t)Y.

18
19
2.4 Pengeluaran Pemerintah

Pajak yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai


kegiatan pemerintah. Bagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk
membiayai administrasi pemerintahan dan sebagian lainnya adalah untuk
membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan, membayar gaji pegawai pegawai
pemerintah, membiayai sistem pendidikan dan kesehatan rakyat, membiayai
perbelanjaan untuk Angkatan Bersenjata dan membiayai berbagai jenis
infrastruktur yang penting.

Penentu penentu pengeluaran pemerintah

jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode


tertentu tergantung kepada banyak faktor yang penting diantaranya adalah:
Jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi jangka pendek
dan pembangunan ekonomi jangka panjang, dan pertimbangan politik dan
keamanan.

1. Proyeksi jumlah pajak yang diterima dalam menyusun anggaran belanjanya


pemerintah harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak
yang akan diterimanya. Makin banyak jumlah pajak yang dapat dikumpulkan
makin banyak pula perbelanjaan pemerintah yang akan dilakukan.

2. Tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai beberapa tujuan penting dari


kegiatan pemerintah adalah mengatasi masalah pengangguran, menghindari
inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Untuk

20
memenuhi tujuan-tujuan tersebut sering sekali pemerintah membelanjakan uang
yang jauh lebih besar dari pendapatan yang diperboleh dari pajak untuk
mengatasi pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang lambat, misalnya
Pemerintah perlu membiayai pembangunan infrastruktur-irigasi, jalan-jalan,
pelabuhan dan pembangunan pendidikan. Untuk memperoleh dana yang
diperlukan pemerintah terpaksa meminjam atau mencetak uang.

3. Pertimbangan politik dan keamanan pertimbangan-pertimbangan politik dan


kestabilan negara selalu menjadi salah satu tujuan penting dalam menyusun
anggaran belanja pemerintah. Kekacauan politik perselisihan di antara berbagai
golongan masyarakat dan daerah sering berlaku di berbagai negara di dunia,
keadaan seperti itu akan menyebabkan kenaikan perbelanjaan pemerintah yang
sangat besar terutama apabila operasi militer perlu dilakukan.

Fungsi pengeluaran pemerintah

Pengeluaran pemerintah pada suatu periode tertentu dan perubahannya dari


suatu periode ke periode lainnya tidak didasarkan kepada tingkat pendapatan
nasional dan pertumbuhan pendapatan nasional. Dalam masa kemunduran
ekonomi misalnya, pendapatan pajak berkurang tetapi untuk mengatasi
pengangguran itu Pemerintah perlu melakukan lebih banyak program-program
pembangunan maka pengeluaran pemerintah perlu ditambah.

Berdasarkan kepada alasan yang baru diterangkan di atas fungsi perbelanjaan


pemerintah adalah seperti yang digambarkan dalam gambar 5.4 yaitu, ia sejajar
dengan sumbu datar dan dengan demikian besarnya tidak tergantung kepada
pendapatan nasiona,l ini berarti seperti dengan sifat pengeluaran untuk investasi
perbelanjaan pemerintahan adalah pembelanjaan otonomi. perubahan-
perubahan perbelanjaan pemerintah digambarkan dalam bentuk perpindahan
fungsi pengeluaran pemerintah ke atas atau ke bawah sebagai contoh misalkan
dalam suatu periode tertentu pengeluaran pemerintah adalah sebanyak G rupiah
maka dalam grafik fungsi pengeluaran.
21
2.5 Keseimbangan dalam perekonomian tiga sektor

Pajak tetap dan keseimbangan pendapatan

i. Jumlah pajak dan sifat hubungan di antara pendapatan nasional


konsumsi dan tabungan adalah seperti dalam bagian 2 tabel 5.1
dengan demikian fungsi konsumsi adalah Y = 60 + 0,75Y fungsi
konsumsi sesudah pajak dan fungsi tabungan adalah S = 100 + 0,25Y
pajak adalah T = 40
ii. Investasi sektor pemeriksaan adalah I = 120 (triliun rupiah) dan
pengeluaran pemerintah adalah G = 60 triliun rupiah.

Keseimbangan secara angka

Data dalam tabel 5.3 menunjukkan bahwa apabila pendapatan nasional adalah
lebih kecil dari RP 960 triliun, berlaku keadaan di mana titik 2 AE > Y yaitu
pengeluaran agregat lebih besar dan pendapatan nasional ini jelas terlihat dari
membandingkan kolom 1 dan 7 kelebihan perbelanjaan.

Pajak tetap dan keseimbangan pendapatan (dalam triliun rupiah)

22
Keseimbangan Secara Grafik

i. Pendekatan penawaran agregat - pengeluaran agregat (Y = AE)


ii. Pendekatan suntikan Min bocoran J = w

Dengan menggunakan pendekatan penawaran agregat Min pengeluaran agregat


keseimbangan pendapatan nasional dicapai apabila fungsi pengeluaran agregat
c+1+g memotong garis 45° garis Y = AE titik perpotongan kedua garis tersebut
menggambarkan keseimbangan perekonomian di mana: Y = C + I + G dalam
pendekatan suntikan bocoran keseimbangan tercapai pada perpotongan fungsi
suntikan I + G dan fungsi bocoran S+T.

Grafik b dalam gambar 5.5 menunjukkan keseimbangan mengikuti pendekatan


suntikan bocoran fungsi suntikan adalah: I + Y = 120 + 60 = 180 dan fungsi
bocoran adalah S + T = -100 + 0,25 y + 40 = -60 + 0,25 Y fungsi bocoran
memotong sumbu data pada Y = 240 pada pendapatan nasional ini Y = C lihat
penjelasan di atas maka S + T harus bernilai nol dan memotong sumbu datar oleh
karena Y = C + S + T maka apabila Y = C haruslah: S + T = 0 fungsi suntikan Y = I + G

23
akan dipotong oleh fungsi bocoran W = S + T pada ketika pendapatan nasional
mencapai keseimbangan yaitu pada pendapatan nasional Y= 960.

Keseimbangan Secara Aljabar

Dalam pendekatan penawaran agregat Min permintaan agregat keseimbangan


pendapatan nasional dicapai apabila Y = C + I + G dalam Contoh angka telah
dimisalkan dan diterangkan bahwa

i. C = 60 + 0,75 y dan S = -100 + 0,25Y


ii. I= 120
iii. G = 60

Dengan demikian pendapatan nasional pada keseimbangan adalah dalam


Triliun Rupiah

Y=C+1+G

Y = 60 + 0,75 Y + 120 + 60

0,25 Y = 240

Y = 960

PAJAK PROPORSIONAL DAN KESEIMBANGAN PENDAPATAN

24
Untuk menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian
yang menggunakan sistem pajak proporsional digunakan pemisalan-pemisalan di
bawah ini

i. Presentasi kadar pajak dan sifat hubungan di antara pendapatan


nasional konsumsi dan tabungan adalah seperti dalam bagian 2 tabel
5.2 maka fungsi konsumsi adalah C = 90 + 0,60y dan fungsi tabungan
adalah s = -90 + 0,20 y fungsi pajak adalah T = 0,20.
ii. investasi perusahaan adalah I = 150 triliun dan pengeluaran
pemerintah G = 240 Triliun Rupiah.

Keseimbangan Secara Angka

Data pengeluaran agregat, di dapat dibawa apabila pendapatan nasional


kurang dari Y = 1200 Triliun Rupiah maka pengeluaran agregat melebihi
pendapatan nasional AE > dari Y dan ini akan menyebabkan ekspansi dalam
ekonomi. Apabila Y lebih kecil 1200 misalnya pada Y = 1440 triliun pengeluaran
agregat kurang dari pendapatan nasional stok barang dalam perekonomian
bertambah dan kontraksi dalam kegiatan ekonomi berlaku. Keseimbangan
pendapatan nasional dicapai apabila Y = 1200 triliun karena pada tingkat ini
25
pengeluaran agregat sama dengan pendapatan nasional pada pendapatan
nasional ini juga suntikan sama dengan bocoran yaitu I + G = 150 ditambah 240 =
390 dan S + T = 150 dan 240 = 390.

Keseimbangan secara grafik

Fungsi konsumsi adalah C = 90 + 0,60Y dan fungsi pembelanjaan agregat


adalah AE = 480 + 0,60Y fungsi konsumsi memotong garis 45 -derajat pada y =
225 yakni pada ketiga Y = C dan fungsi perbelanjaan agregat AE memotong garis
45 - derajat apabila pendapatan nasional mencapai keseimbangan y = 1200.

Keseimbangan secara aljabar

persamaan konsumsi dan tabungan adalah:

i. C = 90 + 0,60Y
ii. S = -90 + 0,20Y

26
Sedangkan I = 150 dan G = 240 menurut pendekatan penawaran agregat
pengeluaran agregat keseimbangan dicapai pada Y = C + I + G dengan demikian
pendapatan nasional adalah dalam Triliun Rupiah: Y = 90 + 0,60 y + 150 + 240
0,40 y = 480 y = 1200.

2.6 Multiplier dalam perekonomian 3 sektor

Untuk melihat mengenai proses multiplier dalam perekonomian 3 sektor 2


analisis akan dibuat: analisis dengan menggunakan contoh angka dan dengan
analisis secara aljabar.

Multiplier dalam angka

Dalam Contoh angka ini digambarkan dua keadaan yaitu, dalam perekonomian
yang sistem pajaknya adalah pajak tetap dan dalam perekonomian di mana

27
sistem pajaknya adalah pajak proporsional. Dalam kedua keadaan tersebut
dimisalkan sektor perusahaan memutuskan untuk menambah investasi sebanyak
Rp 20 triliun, dalam perekonomian tersebut kecondongan konsumsi Marginal
pendapatan disposebel MPC adalah 0,75 dan pajak proporsional adalah T= 0,20
Y. proses multiplier sebagai akibat pertambahan investasi tersebut ditunjukkan
dalam tabel 5.5 di bagian 1 digambarkan proses multiplier dalam perekonomian
dengan sistem pajak tetap dan di bagian 2 digambarkan proses multiplier yang
akan berlaku dalam perekonomian dengan sistem pajak proporsional.

Menghitung nilai multiplier

Penghitungan nilai multiplier yang akan diterangkan menggunakan pemisahan


pemisahan di bawah ini:

i. Fungsi konsumsi adalah C = A + bYd


ii. 2 bentuk sistem pajak akan digunakan dalam contoh yang pertama
pajaknya adalah pajak tetap yaitu t = TX sedangkan dalam contoh kedua
pajaknya adalah pajak proporsional yaitu t = type. Fungsi investasi yang
asal adalah I dan fungsi pengeluaran pemerintah yang asal adalah G

Multiplier investasi untuk menghitung nilai multiplier investasi di misalkan nilai


investasi bertambah dari i menjadi I1 dan besar pertambahannya adalah Δ1

1. sistem pajak tetap dalam perekonomian bersistem pajak tetap


keseimbangan pendapatan nasional yang asal adalah

Y=C+1+G

28
Y = a + b Yd + I + G

Y = a + b + (Y – T) + I + G

Y = a + bY - bT + I + G

Y = a - bt + i + g

1
Y= (a-bTx +1 + G)
1−b

Pertambahan investasi sebanyak ΔI dari I menjadi I1 menyebabkan


pendapatan nasional meningkat menjadi y dan nilainya dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:

Y1 = C + I + I + G

Y1 = A + B Y + I + I + G

Y1 = A + B Y - T + I + I + G

Y1 = A + B Y - BT + I + I + J

Y1 = A - BT + I + I + G

1
Y 1= (a-bTx+I+ΔI+g
1−b

2. sistem pajak proporsional sebelum ada kenaikan investasi tingkat


pendapatan nasional dalam perekonomian adalah:

Y=C+I+G

Y = a + bYd + I + G

Y = a + b (1 –t) Y + I + G

Y = a + b y - bt Y + I+ G

Y - bY + b Ty= a + I+G

Y = (1 -b + bt) = a + I + G
29
1
Y= (a+I+G)
1−b=bt

Pertambahan investasi sebanyak dari ΔI menjadi I 1 menyebabkan pendapatan


nasional meningkat menjadi Y1 dan nilainya dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:

Y = a + bYd + I + ΔI + G

Y = a + bY1 - btY+ Y + G

Y1 = (1-b + bt) = a + I +ΔI + G

1
Y= (a+I+ΔI+G)
1−b+ bt

Dari perhitungan di atas nyatalah bahwa pertambahan investasi sebanyak ini


akan menaikkan pendapatan nasional dari

1
Y= (a+I+G)
1−B+BT

menjadi

1
Y 1= (a+I+ΔI+G)
1−b+ bt

yaitu suatu kenaikan pendapatan nasional Y sebanyak:

1
ΔY = y1 - y = IΔ
1−b+ bt

dengan demikian pertambahan pendapatan nasional (ΔY) yang akan


terwujud dalam perekonomian 3 sektor dengan sistem pajak proporsional
1
adalah kali lipat dari pertambahan investasi yang berlaku berarti
1−b+ bt
nilai multiplier adalah:

Multiplier Investasi 1 1
= =
( Pajak Proporsional) 1−b=bt 1−b (1−t)

Multiplier pengeluaran pemerintah pertambahan investasi akan menaikkan


pendapatan nasional yang sama besarnya. Pengeluaran pemerintah juga akan
30
mengakibatkan pertumbuhan seperti itu, yaitu pada tahap pertama dari
proses multiplier pertambahan pengeluaran pemerintah akan menaikkan
pendapatan nasional yang sama besarnya sebagai akibat dari keadaan ini
maka nilai multiplier dari perubahan Investasi adalah sama dengan nilai
multiplier dari perubahan pengeluaran pemerintah. Sistem pajak tetap dalam
perekonomian yang menggunakan sistem pajak tetap nilai multiplier
1
mengeluarkan pemerintah adalah kenaikan pendapatan nasional ΔY
1−b
dapat dihitung dengan persamaan:

1
ΔY ΔG
1−b+ bt

Multiplier pajak

Apabila dimisalkan pajak mengalami kenaikan sebesar ΔT maka pendapatan


disposebel akan turun sebanyak ΔY = T seterusnya konsumsi dan pengeluaran
agregat akan turun sebanyak C = AE = MPCx T oleh karena MPC lebih besar 1
maka MPC x T adalah lebih kecil dari T dengan demikian dari persamaan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa nilai multiplierr pajak adalah lebih kecil dari
multiplier yang diakibatkan oleh perubahan investasi atau pengeluaran
pemerintah. Uraian di bawah ini akan menerangkan nilai multiplier dari perubahan
pajak sistem pajak tetap dalam perekonomian yang bersistem pajak tetap seperti
telah ditunjukkan dalam uraian mengenai multiplier investasi pendapatan nasional
yang asal dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut:

1
y ( a−bT + I +G )
1−b

Apabila pajak diturunkan sebanyak ΔT maka konsumsi dan perbelanjaan agregat


akan bertambah sebanyak:

ΔC = ΔAE = ΔbT

dengan demikian pendapatan nasional yang baru dapat dihitung dengan


menggunakan persamaan:
31
1
Y1 = (a-Bt+bΔT + I+G)
1−b

Apabila pendapatan nasional yang barunya dikurangi dengan pendapatan nasional


yang asal jadi tambahan pendapatan nasional yang wujud (ΔY=Y1-Y) adalah:

1
ΔY = (bΔT)
1−b

dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa pengurangan pajak sebanyak ΔT


b
akan menambah pendapatan nasional ΔY sebanyak dikali dengan
1−b
pengurangan pajak yang dilakukan dalam pajak tetap penilai multiplier perubahan
pajak M adalah:

ΔY b
MT = =
ΔT 1−b

2.7 Masalah makro ekonomi dan kebijakan fiskal


Langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam
sistem pajak atau dalam pembelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi
masalah-masalah ekonomi yang dihadapi dinamakan kebijakan fiscal. Salah satu
bentuk dari campur tangan pemerintah yang dapat dilakukan adalah menjalankan
kebijakan fiskal dalam usaha untuk menunjukkan konsumsi kebijakan fiskal
dalam mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi, bagian ini akan menerapkan
dua hal berikut:

i. Menunjukkan bentuk masalah yang mungkin dihadapi dalam


perekonomian.
ii. Menerangkan bahwa bentuk langkah kebijakan fiskal dalam mengatasi
masalah ekonomi yang dihadapi.

Masalah pengangguran dan inflasi tingkat kegiatan ekonomi negara yang wujud
pada suatu waktu tertentu adalah berbentuk salah satu dari tiga keadaan berikut:

i. Mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh.


ii. Menghadapi masalah pengangguran.
32
iii. Menghadapi masalah inflasi ketiga tiga keadaan ini ditunjukkan dalam
gambar 5.7 dan 5.8.

Mencapai Tingkat Konsumsi Tenaga Kerja Penuh

perekonomian yang mencapai konsumsi tenaga kerja penuh ditunjukkan dalam


gambar 5.7 dalam perekonomian yang mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja
penuh pengeluaran agregat yang sebenarnya wujud adalah sama dengan
pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat konsumsi tenaga
penuh dalam gambar 5.7 AE = AEF di mana AE adalah pengeluaran agregat
sebenarnya dan AF adalah pengeluaran agregat yang diperlukan untuk
mencapaitingkat konsumsi tenaga kerja penuh. bertindih karena konsumsi tenaga
kerja penuh dicapai pendapatan nasional adalah YF.

Menghadapi Masalah Pengangguran

Masalah ini adalah masalah yang selalu dihadapi oleh setiap perekonomian. Akan
tetapi sampai di mana seriusnya masalah itu berbeda dari satu negara ke negara
lain terdapat negara-negara yang masalah penganggurannya sangat serius tetapi
ada pula negara yang tingkat penganggurannya sangat rendah dan hampir
mendekati tingkat konsumsi tenaga kerja penuh gambar 5.8 a menunjukkan
keseimbangan perekonomian negara yang menghadapi masalah pengangguran.
Masalah ini wujud karena pengeluaran agregat AE adalah di bawah pengeluaran
agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh
AEF. Pendapatan nasional adalah Y yaitu nilainya di bawah pendapatan nasional
potensial garis AB dinamakan jurang deflasi. Jurang deflasi adalah Jumlah
kekurangan perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai konsumsi
tenaga kerja penuh.

33
Menghadapi Masalah Inflasi

grafik b dari gambar 5.8 menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang melebihi
tingkat konsumsi tenaga kerja penuh dan berlaku inflasi.Pengeluaran agregat yang
wujud adalah kelebihan kemampuan dari perekonomian itu untuk
memproduksikan barang-barang dan jasa-jasa kelebihan permintaan tersebut akan
menimbulkan kenaikan harga-harga. ini dicerminkan oleh nilai Y yang lebih besar
daripada YF dalam keadaan yang sebenarnya pendapatan nasional riil yang wujud
tidak dapat melebihi F maka keadaan dimana Y lebih kecil YF hanya mungkin
terjadi apabila harga-harga telah mengalami kenaikan yang menyebabkan
sejumlah barang tertentu sekarang mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada
sewaktu kenaikan harga barang belum berlaku. Perbedaan di antara AE dengan
AEF dinamakan jurang inflasi, yaitu kelebihan dalam pengeluaran agregat di atas
pengeluaran agregat pada konsumsi tenaga kerja penuh yang menimbulkan
kekurangan barang dan seterusnya karena ikan harga-harga.

PERANAN KEBIJAKAN FISKAL


Kebijakan fiskal memegang peranan yang cukup penting dalam menstabilkan
tingkat kegiatan ekonomi dan menciptakan tingkat kegiatan ekonomi ke arah
tingkat yang dikehendaki. Pandangan ini dikembangkan dalam buku Keynes yang
sekarang menjadi landasan dalam perkembangan teori makro ekonomi, pandangan
atau keyakinan ini sangat berbeda sekali dengan yang dianut ahli-ahli ekonomi
dan pihak pemerintah di dalam zamannya ahli-ahli ekonomi klasik. Ahli ekonomi
klasik menekankan tentang perlunya menjalankan anggaran belanja seimbang,
mereka menekankan tentang perlunya menjalankan sistem pasar bebas dan
mengurangi campur tangan pemerintah termasuk kebijakan fiskal yang aktif
dalam kegiatan perekonomian.

Jurang Deflasi Jurang Inflasi Dan Kebijakan Fiskal

34
Dengan menggunakan kebijakan fiskal pemerintah dapat mempengaruhi
besarnya jurang deflasi atau jurang inflasi yang wujud dalam perekonomian.
Apabila terdapat jurang deflasi tingkat kegiatan ekonomi belum mencapai
potensinya yang maksimal dan pengangguran wujud dalam keadaan seperti ini
pengeluaran agregat perlu dinaikkan, kebijakan pemerintah itu akan menaikkan
tingkat kegiatan ekonomi dan mengurangi pengangguran. Langkah-langkah yang
dijalankan pemerintah ini berkecondongan akan menimbulkan anggaran belanja
defisit dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kebijakan anggaran belanja
defisit adalah satu langkah pemerintah yang dapat dilakukan untuk mengatasi
depresi dan pengangguran di dalam masa dimana jurang inflasi Wujud yaitu
pengeluaran agregat melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksikan
barang-barang dan jasa-jasa, kebijakan anggaran belanja surplus perlu dinaikkan.

Akibat kebijakan fiskal ke atas kegiatan ekonomi

Akibat jangka panjang dari langkah-langkah pemerintah yang baru


diterangkan di atas untuk menstabilkan tingkat kegiatan ekonomi dapat
ditunjukkan dengan menggunakan gambar 5.9 di dalam grafik itu ditunjukkan
pengaruh kebijakan fiskal ke atas naik turunnya tingkat kegiatan ekonomi dalam
jangka panjang. Kurva a menggambarkan siklus perusahaan bisnis cycle yang
akan wujud apabila pemerintah tidak secara aktif menggunakan kebijakan
anggaran belanjanya untuk mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi sedangkan
kurva b menggambarkan siklus perusahaan yang wujud apabila pemerintah secara
aktif menjalankan kebijakan fiskal dari gambaran yang ditunjukkan oleh kurva a
dan kurva b dapatlah disimpulkan bahwa apabila pemerintah secara aktif
menggunakan kebijakan anggaran belanjanya sebagai alat untuk mempengaruhi
tingkat kegiatan ekonomi maka: (i) masalah depresi dan pengangguran atau (ii)

35
Masalah inflasi, dapat dikurangi keseriusannya dan (iii) gerak naik turun siklus
perusahaan dapat diperkecil. Berarti kegiatan ekonomi negara berjalan dengan
lebih stabil.

BENTUK KEBIJAKAN FISKAL DISKRESIONER


kebijakan fiskal yang terutama akan digunakan pemerintah untuk mengatasi
masalah-masalah ekonomi yang sedang dihadapi dinamakan kebijakan fiskal
diskresioner atau diskresionaris fiskal policy. Ia dapatlah diartikan sebagai
langkah-langkah pemerintah untuk mengubah pengeluarannya atau pemungutan
pajaknya dengan tujuan untuk: (i) mengurangi gerak naik turun tingkat kegiatan
ekonomi dari waktu ke waktu dan (ii) menciptakan suatu tingkat kegiatan
ekonomi yang mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja yang tinggi, tidak
menghadapi masalah inflasi, dan selalu mengalami pertumbuhan yang
memuaskan.

Dari penjelasan mengenai arti dari kebijakan fiskal diskresioner ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua macam alat yang digunakan oleh pemerintah
untuk menjalankan kebijakan tersebut:

i. Membuat perubahan-perubahan ke atas pengeluarannya dan


ii. Membuat perubahan-perubahan ke atas pajak yang dipungutnya.

36
Dalam pelaksanaannya, kedua alat kebijakan fiskal diskresioner tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau merupakan gabungan daripada kedua-duanya
maka pada hakikatnya kebijakan fiskal diskresioner dapat dibedakan dalam tiga
bentuk yaitu:

i. Membuat perubahan ke atas pengeluaran pemerintah


ii. Membuat perubahan ke atas sistem pemungutan pajak
iii. Secara serentak membuat perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan
sistem pemungutan pajak

Pemerintah haruslah berusaha untuk meninggikan tingkat kegiatan ekonomi


dan mengurangi pengangguran dengan melakukan langkah-langkah yang akan
menaikkan pengeluaran agregat. Untuk mencapai tujuan ini memerintah dapat
memilih salah satu dari beberapa perubahan berikut:

i. Menaikkan pengeluarannya tetapi tidak membuat perubahan apa-apa ke


atas pajak yang dipungutnya
ii. Mempertahankan tingkat pengeluarannya tetapi menurunkan pajak yang
dipungutnya
iii. Di satu pihak menaikkan pengeluarannya dan di lain pihak menurunkan
pajak yang dipungutnya
iv. pengeluarannya dan pemungutan pajaknya dinaikkan dan kenaikan
tersebut sama besarnya. Tujuan dari kebijakan seperti ini adalah untuk
menjaga agar pendapatan dan pengeluaran pemerintah tetap seimbang.

Perubahan-perubahan yang sebaliknya akan digunakan untuk mengatasi inflasi


kebijakan yang dilakukan adalah

i. Mengurangi pengeluarannya atau


ii. Menaikkan Pajak yang dipungut atau
iii. Mengurangi pengeluarannya dan menaikkan Pajak yang dipungut atau
iv. Mengurangi pengeluarannya dan mengurangi pajak yang dipungutnya
dengan jumlah yang sama besarnya

PENGANGGURAN DAN KEBIJAKAN FISKAL: CONTOH ANGKA


Pada hakikatnya terdapat tiga faktor yang akan menentukan besarnya perubahan
dalam anggaran belanja. Untuk mengatasi masalah pengangguran atau inflasi yang
dihadapi ketiga faktor itu adalah

i. besarnya perbedaan di antara pendapatan nasional yang sebenarnya


dicapai dengan pendapatan nasional yang akan dicapai pada konsumsi
tenaga kerja penuh
ii. Bentuk kebijakan fiskal diskresioner yang akan dilaksanakan
iii. Besarnya kecondongan konsumsi Marginal pendapatan nasional MPC
37
Bab 3

Penutup
Pemisalan yang digunakan

Contoh yang berikut akan menunjukkan magnitud kebijakan fiskal diskresioner


untuk mengatasi masalah pengangguran yang dihadapi dalam perekonomian.
Misalkan pendapatan nasional potensial yaitu pendapatan nasional yang akan
dicapai pada tingkat konsumsi tenaga kerja penuh adalah Rp 800 triliun pada
tahun tersebut pendapatan nasional yang sebenarnya dicapai adalah RP 750 triliun.
Seterusnya dimisalkan MPC pendapatan disposebel adalah 0,75 dan sistem pajak
adalah pajak proporsional dan besarnya adalah 20% dari pendapatan nasional.
Alternatif kebijakan fiskal diskresioner yang akan dilakukan pemerintah adalah
seperti yang dinyatakan di bawah ini;

i. Pemerintah menaikkan pengeluarannya saja pemerintah menurunkan


pajak saja
ii. Pemerintah menaikkan pengeluarannya sebanyak Rp10 triliun dan
usaha mengatasi pengangguran dilakukan juga dengan mengurangi
pajak

Kenaikan Pengeluaran Pemerintah

Angka-angka dalam pemisahan di atas menunjukkan bahwa jurang pendapatan


nasional yaitu perbedaan diantara pendapatan nasional yang sebenarnya dengan
pendapatan nasional pada konsumsi tenaga kerja penuh adalah Rp800 triliun
dikurang rp750 triliun = Rp 50 triliun. Berarti untuk mencapai konsumsi tenaga
kerja penuh pendapatan nasional harus bertambah sebanyak ΔY = Rp 50 triliun.
Oleh karena MPC dan presentasi pajak diketahui, dengan menggunakan formula
multiplier dapatlah dihitung besarnya penambahan pengeluaran pemerintah yaitu
angka-angka dalam Triliun Rupiah:

1
ΔY =
1−b+ bt

1
50 = 1−0 , 75+¿ 0 , 75(20) ΔG

50 = 2,5 (ΔG)

ΔG 50/2,5 = 20

perhitungan itu menunjukkan pengeluaran pemerintah perlu ditambah sebanyak


Rp 20 triliun untuk mencapai konsumsi tenaga kerja sepenuhnya.

38
Pengurangan pajak

Dengan menggunakan formula multiplier pajak dengan mudah dapat dihitung


jumlah pajak yang perlu diturunkan untuk mengatasi pengangguran dan
mewujudkan kegiatan ekonomi pada konsumsi tenaga kerja penuh. Formula
multiplier yang digunakan adalah untuk sistem pajak proporsional nilai-nilai
dalam Triliun Rupiah:

b
Δy= (ΔT)
1−b+ bt

1
50 = (ΔT)
1−0 , 75+(20)

0 , 75
50 = (ΔT)
0 , 40

1,875 ΔT=50

ΔT 26,6667

perhitungan di atas menunjukkan bahwa pajak perlu dikurangi sebanyak RP


26,667 triliun. Kenaikan pengeluaran pemerintah dan pengangguran pajak apabila
pemerintah menaikkan pengeluaran sebanyak RP.10 triliun maka pertambahan
pendapatan nasional adalah

1
ΔY = (ΔG)
1−0 , 75+(0 ,20)

ΔY = 2,5 (10)

ΔY = 25

Kenaikan pendapatan nasional yang masih diperlukan untuk mencapai tingkat


konsumsi tenaga kerja penuh adalah: Rp 50 triliun – Rp 25 triliun = Rp25 triliun.
39
Pertambahan pendapatan nasional yang diperlukan ini dapat dicapai dengan
menurunkan pajak sebanyak RP 13,333 triliun, yaitu seperti yang ditunjukkan
oleh penghitungan yang berikut:

b
ΔY = ΔT
1−b+ bt

0 , 75
50 = 1−0 , 75+0 , 75 ( 0 , 20 ) ΔT
¿
¿
0 , 75
Y= ΔT
0 , 40

1,875 ΔT = 25

ΔT = 13,333

III.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa, penawaran agregat dan permintaan
agregat sebagai model analisi dalam teori makro ekonomi, terutama
dalam kaitannya dengan bagaimana tingkat harga ditentukan. Dan kurva
penawaran agregat adalah suatu kurva yang menggambarkan pendapatan
nasional yag akan diproduksikan sector perusahaan pada berbagai tibfkat
harga. Aadapun perbedaan teori-teori terhadap keseimbangan AD dan
AS.
III.2 Saran

Alhamdulillah degan selesaiya makalah ini kami harap dapat


bermanfaat bagi pembaca. Makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu kami sebagai penyusun makalah berharap adanya kritik dan saran yag
membangun dari para pembaca. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.

40

Anda mungkin juga menyukai