Oscar
Oscar
Perhelatan Academy Awards digelar Senin pagi ini (28/3/2022) di The Dolby
Theatre, Los Angeles, Amerika Serikat (AS), Industri film Hollywood kini
dihadapkan pada 'musuh' yang tidak sedikit mulai dari budaya menonton
lewat streaming, kemunculan China sebagai raja box office yang baru, serta
serbuan film Korea Selatan.
Terpilihnya CODA sebagai Film Terbaik di Oscar hari ini juga menandai
sejarah baru industri film Hollywood dan berjayanya layanan streaming.
CODA yang diproduksi dan dirilis Apple TV+ merupakan film Over The
Top (OTT) dan tidak masuk dalam jaringan bioskop pertama yang dinobatkan
sebagai film terbaik dalam sejarah 94 tahun perhelatan Oscar.
Hingga kuartal III-2021, pelanggan Netflix mencapai 214 juta, naik 16 juta
dibandingkan tahun sebelumnya. HBO Max telah memiliki 73 juta
pelanggan. Sementara itu, Viu yang lebih memfokuskan diri pada film dan
drama TV produksi negara Asia, juga mencatatkan jumlah pelanggan bulanan
sebanyak 59,6 juta pada tahun 2021, naik 30% secara tahunan
Pada 2021, pendapatan box office di China menembus 47,2 miliar yuan atau
US$ 7,3 miliar atau sekitar Rp 105 triliun, melonjak 20 miliar yuan
dibandingkan 2020. Dari jumlah 47,2 miliar yuan, sebesar 40 miliar yuan atau
84,5% adalah film lokal.
Delapan dari 10 box office di China pada tahun lalu didominasi film lokal di
mana The Battle at Lake Changjin menjadi jawaranya. Film garapan tiga
sutradara Chen Kaige, Hark Tsui, dan Dante Lam itu menghasilkan total
pendapatan sebesar 5,77 miliar yuan sejak dirilis pada 30 September 2021.
Film tersebut menjadi yang terlaris dalam sejarah China dan hanya kalah dari
Spider-Man: No Way Home secara perolehan global. Jumlah layar di China
pada 2021 juga bertambah signifikan menjadi 82.248, naik dibandingkan
6.667 di tahun sebelumnya.
Film film box office China memiliki formula yang hampir sama seperti berfokus
pada individu, memiliki genre yang sangat jelas, menampilkan visual yang
bagus serta menghadirkan nilai nilai kemanusiaan. Erich Schwartzel
mengatakan sentimen nasionalisme berperan besar dalam lonjakan penonton
film produksi China. Schwartzel merupakan jurnalis The Wall Street Journal
sekaligus pengarang buku Red Carpet, yang menggambarkan peran China
melalui layar bioskop.
"Mereka tidak lagi membutuhkan film-fim produksi Barat, mereka ingin melihat
cerita mengena mereka sendiri. Sekarang Hollywood yang lebih
membutuhkan China bukan sebaliknya," tutur Schwartzel, seperti
dikutip Elpais.
Sebagai contoh, film terlaris China, The Battle at Lake Changjin, bercerita
mengenai pertempuran antara tentara China melawan Amerika Serikat di
Danau Changjin pada 1950. Film itu juga menggambarkan aksi heroik China
dalam membantu Korea dengan mengirim pasukan perangnya untuk menolak
agresi Amerika Serikat.
Tantangan lain industri film Hollywood juga datang dari Korea Selatan.
Dibanding China, pendapatan film Korea Selatan memang masih kalah jauh
karena jumlah penduduknya yang jauh lebih sedikit. Namun, Korea Selatan
menjadi raja baru dalam drama TV.
Namun, ekspor Korea Selatan untuk hak properti intelektual menembus US$
20,86 miliar pada tahun lalu, naik dari US$15,42 miliar pada tahun 2020.
Ekspor tersebut berupa game, K-Drama, dan K-Pop.
Industri mengalami kemajuan 2 persen dari $ 11.1 miliar pada tahun 2015.
Dua pertiga dari penduduk Amerika dan Kanada menonton bioskop
setidaknya sekali pada tahun 2016.
2. porselen
Industri film China adalah yang keduand industri film terbesar di dunia setelah
Amerika Serikat dan Kanada, menghasilkan sekitar $6.6 miliar pada tahun
2016.
Hollywood dikelola lebih baik di China dan menyumbang 41.7 persen dari total
box office pada 2016. Kami juga menetapkan China untuk memproduksi
1,612 bioskop antara 2016 dan 2017. Studio film paling menonjol di China
adalah Hengdian World Studios.
3. Kerajaan Inggris
Pada tahun 2016, industri film di Inggris menghasilkan $6.5 miliar, sedikit lebih
rendah dari China. Industri ini mendapatkan dorongan besar-besaran dari
pemerintah, termasuk pengurangan pajak atas produksi film melalui
keringanan pajak.
Beberapa studio film terkenal di Inggris antara lain Pinewood Studios. Industri
menghabiskan $ 2.04 miliar yang diproyeksikan pada tahun 2016 untuk
memproduksi film.
4. Jepang
Ada 3,472 layar film di Jepang, sama dengan lebih dari 40,000 di Cina.
Perusahaan merekam sekitar 610 film dan 180.2 juta penerimaan.
5 India
India adalah produsen film terbesar dalam hal kuantitas dan pada tahun 2016
produksi film di negara tersebut menghasilkan $1.9 miliar. Sebagian besar film
yang diproduksi di India dalam bahasa Hindi atau Inggris menjamin bahwa
kami dapat mengekspornya.
Berbeda dengan AS dan Kanada di mana film dibuat dalam satu bahasa, film
di India dibuat dalam sekitar 20 bahasa, membatasi film untuk sekelompok
orang tertentu.
ARTIKEL TERKAIT
Box office global menghasilkan $38.6 miliar pada tahun 2016, naik satu
persen dari tahun sebelumnya. Amerika Serikat dan Kanada menghasilkan
pendapatan tertinggi sebesar $ 11.4 miliar.
Dibuat pada tahun 1945, ini telah menjadi salah satu industri film paling
penting, memberikan genre dunia seperti K-pop dan horor Korea, industri film
Korea Selatan telah berkembang jauh sejak awal.
8. Perancis
Perusahaan ini dimulai sejak tahun 1895. Industri film Prancis adalah salah
satu yang pertama di dunia. Saat ini menghasilkan $ 1.4 miliar per tahun,
menjadikannya salah satu industri film terbesar di dunia.
9. Jerman
Sejarah sinema Jerman bisa dimulai sejak tahun 1895 ketika film pendek
dibuat. Saat ini ia memiliki box office $ 1.3 miliar yang menjadikannya salah
satu yang terbesar di dunia.
10. Iran
Iran adalah nama yang mengejutkan dalam daftar ini karena tidak memiliki
box office yang besar. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, film Iran telah
dinominasikan untuk penghargaan di seluruh dunia, menjadikannya industri
film yang sangat penting di dunia.
Film selama bertahun-tahun telah memberikan dampak yang luar biasa pada
orang-orang dan kami berterima kasih kepada industri film terkemuka di dunia
yang telah memproduksi film semacam itu. Pada artikel ini, saya akan
menunjukkan kepada Anda 10 perusahaan film terbaik di dunia.
Terimakasih telah membaca artikel ini. Silakan bagikan ini dengan teman dan
orang yang Anda cintai. Terima kasih.
Industri hiburan
38 bahasa
Halaman
Pembicaraan
Baca
Sunting
Sunting sumber
Lihat riwayat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sirkus
Teater musikal
Pentas seni
Komedi
Olahraga
Konser
Industri musik:
Komposer dan pengarang lagu
Penyanyi dan musisi
Orkestra
Aula konser
Hiburan pameran:
Taman hiburan
Pasar malam
Pameran bertema
Pameran dagang
Film
o Studio film
o Teater film / bioskop
o Musik film
Penyiaran
o Televisi
o Radio
Industri musik
o Musik film
Taman tema
Diskotek
Media baru
o Televisi web
Industri mode
Hiburan elektronik[sunting | sunting sumber]
Permainan video
Konten SMS
Jakarta - Usai pandemi COVID-19, bioskop di Indonesia seolah mendapatkan angin segar
dengan raihan-raihan beberapa film yang menembus angka lebih dari 2 juta penonton.
Keadaan itu pun berbanding terbalik dengan kondisi di China, di mana justru industri
perfilman mereka yang terus menurun.
Dilansir dari Variety, disebutkan terjadi penurunan jumlah pendapatan bioskop di China dan
hanya mampu mencapai setengah dari jumlah yang dicapai mereka pada 2019. Pada akhir
pekan lalu, seluruh film di China bahkan hanya meraup pendapatan sebesar 9,7 juta USD
atau senilai Rp 152 miliar.
Ada penurunan hingga 35 persen pada 2021, di mana total pendapatan tahunan mereka
hanya mencapai 3,88 miliar USD atau sebesar Rp 59 triliun. Dan jumlah itu hanya
mencakup setengahnya saja dari apa yang terjadi di sebelum pandemi yakni 2019, di mana
mereka mampu mencapai 8,11 miliar USD atau Rp 127 triliun.
Padahal pada tahun itu, mereka mengalami kenaikan yang cukup signifikan hingga menjadi
pasar sinema terbesar di dunia nomor dua dan mengalahkan Jepang. Mereka pun bisa saja
meraup posisi puncak dan mengalahkan Amerika, sayangnya perbaikan pasca-COVID
membuat kemunduran di industri film di negeri Tirai Bambu itu hingga turun ke posisi ketiga.
Hingga saat ini pun, film terkini yang meraup pendapatan terbesar di tahun ini dicapai oleh
Home Coming yang dibintangi oleh Zhang Yi hingga Yin Tao. Film drama yang
menceritakan penyelamatkan diplomat China di Afrika Utara itu meraup pendapatan kotor
sebesar 211 juta USD atau senilai Rp 3,3 triliun sejak dirilis pada 30 September 2022.
-ADVERTISEMENT-
Selain pandemi, penurunan industri perfilman China pun disebabkan beberapa masalah
politis yang terjadi akhir-akhir ini. Ada beberapa kebijakan yang dianggap sangat aneh dan
membuat para rumah studio besar menjadi tak produktif. Minat publik untuk kembali ke
bioskop pun mulai menurun dan lebih memilih menyaksikan film di layanan OTT.
Sementara itu, Indonesia justru tengah mengalami kenaikan pesat, setelah sekian lama kini
karya sineas lokal menjadi raja di tanahnya sendiri. Hal itu diungkapkan oleh Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Sandiaga Uno, dalam acara
#DemiIndonesia.
"Musik ada di posisi yang baik, terus film Indonesia juga sekarang lebih banyak ditonton
daripada film barat, terima kasih KKN di Desa Penari, terima kasih Pengabdi Setan:
Communion, terima kasih Ngeri-Ngeri Sedap," kata Sandiaga Uno.
Bioskop Indonesia memang belakangan tumbuh begitu membanggakan. Penonton film KKN
Desa Penari kini tercatat lebih dari 9,2 juta. Sementara, di bawahnya ada Pengabdi Setan 2:
Communion, yang tercatat menarik 6,3 juta penonton. Disusul oleh Miracle in Cell No 7 yang
kini tercatat disaksikan oleh 5,8 juta. Sementara, film Ngeri-Ngeri Sedap ditonton oleh 2,8
juta penonton
Menurut filmindonesia.org, keempat film itu juga berada di deretan paling atas yang meraih
penonton terbanyak tahun ini. Film-film di bawahnya juga mencatat disaksikan lebih dari 2
juta penonton. Namun hingga saat ini, Indonesia belum masuk dalam 10 besar industri film
terbesar di seluruh dunia dan masih kalah dari China, Jepang, Korea Selatan, dan India.
Beberapa film bahkan mampu menobatkan diri sebagai film lokal terlaris sepanjang
masa dengan perolehan jumlah penonton yang fantastis.
Menurut Manoj, pencapaian film KKN di Desa Penari yang ditonton lebih dari 9,2
juta penonton ini, memberikan semangat dan sinyal positif bagi industri perfilman
Indonesia secara keseluruhan.
"Saya selalu menekankan bahwa kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri,"
ucapnya kepada Hypeabis.id, baru-baru ini.
Dia pun menambahkan jika mengamati tren penonton di bioskop tahun ini, jumlah
penonton film Indonesia mampu mengungguli film-film mancanegara. Seperti
misalnya penonton film KKN di Desa Penari yang mampu melampaui film Doctor
Strange in the Multiverse of Madness.
"Untuk bersaing, kami akan senantiasa memproduksi konten yang berkualitas dengan
menerapkan strategi marketing yang tepat sasaran," terangnya.
Kendati begitu, Manoj menilai tantangan terbesar dalam industri perfilman Indonesia
saat ini adalah jumlah layar yang diberikan untuk film Indonesia. Jumlah film yang
terus meningkat belum diimbangi dengan pertambahan jumlah layar, sehingga akses
masyarakat terhadap perfilman belum tergarap maksimal.
Bicara soal isu resesi mulai mencuat, dia menegaskan bahwa roda industri perfilman
harus tetap berputar. Menurut dia, masyarakat akan tetap membutuhkan hiburan, dan
menonton film di bioskop adalah salah satu bentuk rekreasi yang cukup terjangkau.
"Selain itu, platform OTT yang masuk ke Indonesia pun semakin marak, dan kami
akan terus produksi konten-konten berkualitas," imbuhnya.
Stimulus Pendanaan
Dampak positif itu juga diperkirakan akan terjadi dalam stimulus Program Pemulihan
Ekonomi Nasional (PEN) subsektor film yang telah disalurkan pemerintah.
Dia menjelaskan bahwa dana sebesar Rp114,88 miliar yang telah digelontorkan
pemerintah pada 2021 lalu, diperkirakan bisa menghasilkan pendapatan penjualan
tiket bioskop hingga empat kali lipat atau sekitar Rp400 miliar.
Oleh karena itu, Amin menilai pemerintah perlu membuat semacam badan layanan
umum (BLU) yang memungkinkan para kreator film bisa mendapatkan pendanaan
secara reguler dan bukan hanya insidental, dengan mekanisme tertentu. Hal ini pun
telah dilakukan oleh banyak negara dengan beberapa skema.
"Kita harus mencari pola atau skema yang tepat untuk kita sendiri," terangnya.
Genre horor masih menjadi primadona bagi penonton film di Indonesia. Hal itu
dibuktikan dengan sejumlah judul film horor lokal yang laris di pasaran. Berdasarkan
data filmindonesia.or.id, tercatat ada 3 judul film horor dalam deretan 5 besar film
terlaris tahun 2022.
Pencapaian ini turut menggairahkan kembali industri perfilman nasional yang sempat
lesu akibat dua tahun dihantam pagebluk. Pengamat film Hikmat Darmawan
mengatakan penonton genre film horor sedang mengalami kenaikan dalam beberapa
tahun terakhir ini.
Bukan hanya di Indonesia saja, melainkan film horor di tingkat global juga mengalami
kenaikan. Hikmat mengatakan Hollywood yang biasanya blockbuster-nya sangat
langka di genre horor, kini sudah mulai berkembang.
Genre horor juga kini telah menghapus stigmanya sendiri. Tidak lagi mengandalkan
erotisme semata, tetapi juga cerita dan kengerian yang kuat. Hikmat mengatakan
secara umum orang sudah tidak malu-malu lagi menyukai horor.
“Indonesia tidak luput dari itu (kenaikan, red). Fakta bahwa ada 9 Juta menonton film
KKN tentu artinya ini telah menciptakan pasar yang lebih luas,” ujar Hikmat
kepada Hypeabis.id.
5 Film Indonesia terlaris 2022
Tak Boleh Jadi Pasar Tunggal
Hikmat yang juga Wakil Ketua I Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini hanya berharap
keberhasilan satu genre tidak lantas membuat industri ini hanya punya pasar tunggal.
Namun, kekhawatiran tersebut sebenarnya bukan hanya terjadi pada film horor saja.
Dahulu, misalnya, saat film Ada Apa Dengan Cinta naik, tidak lama kemudian film
soal bertema romansa juga membanjiri bioskop.
Industri film sebaiknya tidak mengarah ke hal tersebut. Idealnya, secara produk, film
seharusnya bisa menyajikan tontonan yang bervariasi. Dengan demikian, pasarnya
pun akan ikut majemuk. Hikmat mengatakan penonton Indonesia juga termasuk yang
menyukai banyak genre. Setidaknya, ada tiga genre yang selama ini mendominasi
pasar, horor, komedi, dan cinta. Potensi tersebut semestinya bisa digali lebih.
Dengan menyadari pangsa pasar Indonesia yang menyukai banyak genre, Hikmat
berharap film-film Indonesia tidak terjebak ke dalam pasar tunggal. Para sineas dan
produser tak perlu khawatir karena penonton Indonesia sudah terbuka dengan banyak
genre.
Untuk tahun ini saja, tercatat ada empat film yang mengikuti ajang festival film
internasional yakni Before, Now, and Then (Nana) di Berlin International Film
Festival, Inang di Bucheon International Film Festival, Dancing Color di Locarno
Film Festival, serta Autobiography di Venice International Film Festival dan Toronto
International Film Festival.
Tak hanya tayang perdana, beberapa film Indonesia juga turut mengikuti kompetisi
dan bersaing dengan film-film dari berbagai dunia, hingga berhasil menyabet berbagai
penghargaan pada kesempatan tersebut.
Sebut saja film Yuni garapan sutradara Kamila Andini yang berhasil meraih Platform
Prize di Toronto International Film Festival 2021. Selain itu, ada film Seperti
Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas garapan sutradara Edwin yang berhasil
memenangkan Golden Leopard, penghargaan tertinggi pada ajang Locarno Film
Festival 2021.
Pemerintah pun hadir memberikan dukungan baik dalam bentuk moril maupun
pendanaan bagi film-film yang tampil dan berkompetisi di ajang festival internasional
tersebut.
Dana Indonesiana merupakan kegiatan pendukungan berupa fasilitas dana hibah yang
diberikan kepada suatu kelompok kebudayaan atau perseorangan di bawah
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Baca juga: Film Inang & Horor Keliling Bakal Tayang Perdana di Festival Film
BiFan 2022
"Kami punya daftar festival film [internasional] yang kredibel. Kalau film kita
[Indonesia] masuk di festival itu, kita tentu berkomitmen untuk mendukung perjalanan
mereka dan sebagainya," kata Ahmad saat dihubungi Hypeabis.id.
Pengajuan
Untuk skema matching fund, papar Ahmad, tiap proyek film akan mendapatkan
pendanaan maksimal Rp1,5 miliar, sementara untuk keperluan travel grant,
nominalnya tidak menentu tergantung hasil diskusi dengan pihak Dana Indonesiana
dan tim produksi, termasuk mempertimbangkan ketersediaan anggaran.
Lebih lanjut, dia mengatakan dengan dukungan pendanaan yang diberikan, diharapkan
film-film yang tampil di festival film internasional dapat membawa nama Indonesia
sekaligus menjadi ajang diplomasi melalui produk kebudayaan.
Selain itu, semakin banyaknya film yang didanai dan tampil di ajang internasional
juga dinilai mampu semakin menguatkan ekosistem perfilman di dalam negeri. "Itu
juga membuat semangat sineas-sineas untuk lebih banyak berkarya, sehingga tidak
mandek di nasional saja tapi juga di tingkat internasional," jelas Ahmad.