Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Hollywood

Gudang film ini tidak beda jauh dengan daerah lain yang ada di dunia. Memiliki sejarah dan
cerita masa lalu yang pada akhirnya mengantarkan tempat ini begitu berpengaruh seperti
sekarang. Sekitar 1800-an, Hollywood merupakan daerah pertanian. Daerah pertanian ini
terutama banyak ditanami oleh sejenis kaktus sebagai tanaman asli wilayah tersebut, yang
dikenal dengan nama nopalera.

Daerah yang nantinya akan menjadi gudang film ini kemudian berkembang. Daerah tersebut
berkembang tidak hanya dikenal dengan jenis kaktus tersebut, beragam tumbuhan lainnya
tumbuh subur di daerah ini. Perkembangan lainnya daerah ini kemudian menjadi tempat
permukiman penduduk, yang dikenal dengan nama Cahuenga Valley.
Daerah pertanian ini pun berkembang. Nama Hollywood sendiri merupakan nama sebuah
lahan peternakan yang dimiliki oleh H.J. Whitley. yang kemudian disebut sebagai Father of
Hollywood.

Cikal bakal gudang film ini dulunya merupakan peternakan dengan luas sekitar 500 acre
(sekitar 200 hektar). Whitley telah mendahului para pemburu lahan tersebut, para pemburu
yang telah merencanakan untuk membuat daerah tersebut sebagai kota yang baru. Ia membeli
lahan tersebut dari pasangan suami isteri Hurd.
Nama gudang film ini juga memiliki sejarah dan cerita asal mula. Hollywood berasal dari
nama sebuah danau yang dulu dikenal dengan nama Danau Holly Canyon (sekarang bernama
danau Hollywood). Danau tersebut berada di sekitar peternakan. Baru sekitar tahun 1900-an,
daerah tersebut sudah dilengkapi oleh sarana dan prasarana perkotaan; seperti didirikannya
kantor pos, hotel, dan pasar.

Kemajuan pesat perlahan terjadi pada daerah itu. Bermula dari sebuah peternakan, daerah itu
berkembang hingga akhirnya kini berubah menjadi gudang film yang namanya sangat
terkenal. Segala fasilitas tersedia, lengkap memanjakan para masyarakatnya. Siapa yang
menyangka bahwa lahan yang dulunya adalah peternakan, kini berubah menjadi gudang film.
Hollywood kini bukan hanya berpredikat sebagai gudang film.

Sejarah produksi film Hollywood


Produksi film Hollywood dimulai pada masa WWI atau perang dunia pertama. Di era itu
perkembangan film makin maju dimana film-film Prancis dan film-film Italia yang paling
digemari. Keduanya mampu menembus pasar film bioskop di Eropa dan internasional secara
global. Industri film Amerika kemudian berusaha untuk menyainginya dengan membuat
produksi film yang berbasis di kawasan Hollywood.
Mereka pun sukses mendobrak industri film dunia dengan berbagai film-film bagus dan
berkualitas yang populer di era itu. Di tahun 1920-an hingga 1930-an misalnya, dimana filmfilm Hollywood asal Amerika Serikat menjadi terkenal dengan rata-rata 800 produksi film per
tahun. Berbagai genre film seperti film komedi, film petulangan, film romantis dan lain-lain
menjadi andalan produksi film Hollywood di era itu. Aktor dan aktris terkenal seperti Charlie
Chaplin, Douglas Fairbanks atau Clara Bow menjadi superstar andalan Hollywood di masa
itu.

Industri entertainment di Hollywood pun kian berkembang dengan pesat. Dengan adanya
teknologi film berwarna di era 1950-an, maka film film hitam putih mulai ditinggalkan.
Banyak film produksi studio-studio di Hollywood yang kemudian sukses di seluruh dunia.
Industri film asal Hollywood pun seakan menahbiskan diri sebagai produksi film terbaik dan
terpopuler di dunia.
Berbagai ide dan konsep cerita terus dikembangkan oleh orang dan insan kreatif di
Hollywood. Berbagai pengembangan mulai dari segi grafis, animasi, suara hingga visual
effect di Hollywood juga terbilang selangkah lebih maju dibanding industri dan studio film
lainnya. Tak heran jika banyak industri industri film lain yang meniru model dan ide konsep
dari perfilman Hollywood.
Hingga kini Hollywood pun disebut sebagai tempat industri entertainment film terpopuler
dengan beberapa studio film historis yang ada. Saat ini beberapa studio film seperti
Columbia, Warner Bross serta Paramount memiliki basis di Hollywood. Hollywood yang
terkenal dengan landmark Hollywood Hill nya ini kemudian menjadi industri motion picture
film terbesar dan terpopuler di dunia dengan menghasilkan ratusan Film Hollywood
yang bagus dan berkualitas tiap tahunnya.

Industri Film Hollywood

Awal mula Hollywood menjadi kota industri hiburan adalah pada tahun 1911. Adalah
sutradara D.W. Griffith yang membuat film pertama di Hollywood. Film pertama yang
mengambil setting di Hollywood ini merupakan sebuah film pendek berjudul In Old
California dan diproduksi untuk Biograph Company.

Saat itu Hollywood melarang produksi film, sebelum kemudian ada penggabungan dengan
Los Angeles yang mana membolehkannya. Film pertama yang dibuat oleh studio film
Hollywood, Nestor Motion Picture Company, dibuat pada 26 Oktober 1911. Area milik Pak
Whitley digunakan sebagai setting-nya. Film yang tak berjudul ini difilmkan di hutan kecil di
sudut Whitley Avenue dan Hollywood Boulevard.

Sekarang, 4 studio film besar duniaParamount, Warner Bros, RKO, dan Columbia
memiliki studio di Hollywood. Dan masih banyak lagi studio-studio film yang lebih kecil
bertebaran di seantero kota yang sekarang telah menjadi salah satu kota terpada di Los
Angeles ini. Sebutan Tinseltown dan Movie Biz City yang disematkan pada Hollywood
merujuk pada gemerlapnya industri perfilman yang berpusat di kota ini.

Terbentuknya Hollywood sebagai Ikon Film AS


- Film Amerika ada di New Jersey dan New York. Beberapa produser lain tersebar di Chicago
(Selig, Essanay), Philadelphia (Lubin), dan di Amerika bagian Timur dan barat daya.
- Dalam produksi sebuah film cuaca menjadi faktor penting penentu kualitas. MPPC pada
1908 khususnya winter- mengirim unit produksinya dari New York ke Florida, dan banyak
sekali dari Chicago digiring ke bagian barat yaitu Los Angeles.
- 1910-an Los Angeles berubah menjadi pusat produksi. Produksi film di Los Angeles
menghailkan gambar yang jernih karena cuaca disana yang kering. Shooting outdoor yang
dilakukan nampak lebih baik dan naturalis. Akhirnya banyak produser menghabiskan
produksinya di LA sepanjang taun tanpa kembali ke New Jersey atau kota induk
perusahaannya.
- Suburb Hollywood adalah sebuah daerah dimana menjadi tempat berkumpulnya pendirian
studio cabang tadi. Lama kelamaan menjadi ikon film Amerika. Walaupun rata-rata kantor
pusat masih berinduk di New York.
- 1912 MPPC memonopoli pasar perfilman.

Fakta yang ada memang telah memperlihatkan bagaimana dunia perfilman di Amerika atau
Hollywood memang mengalamai kemajuan yang sangat signifikan. Perfilman di sulap
menjadi industri baru dalam dunia bisnis yang menghasilkan keuntungan yang cukup
menjanjikan. Tak salah jika terdapat asumsi bahwa Amerika atau Hollywood merupakan
salah satu pemegang pasar perfilman di dunia. Persebaran film-film Amerika dihampir
seluruh dunia telah mempengarhi negara-negara yang didatangi film-film dari Hollywood
tersebut. Keadaan ini membuat Amerika semakin berjaya dalam bidang perfilman karena
dengan pengaruh perfilmannya yang telah masuk kenegara-negara lain mendatangkan
keuntungan yang cukup besar bagi Amerika sendiri. Secara tidak langsung perfilman
Amerika ini memang telah mendominasi kehidupan perfilman negara-negara lain, dan telah
mengalahkan perfilman nasional atau lokal dari negara-negara tersebut.

Jika melihat negara-negara seperti Inggris, Australia, Perancis, dan Italia yang didatangi
oleh pengaruh perfilman dari Amerika atau Hollywood ini, dunia perfilman mereka
cenderung terpengaruh atau mengacu pada perfilman Amerika tersebut. Sebenarnya Mereka
telah meminimalisir datangnya pengaruh perfilman Amerika agar tidak mengkontaminasi
perfilman lokal atau nasional dari negara tersebut. Dengan adanya sebuah asosiasi atau
organisasi seperti Kanada (Dewan Nasional Film Kanada, film televisi Kanada), Australia
(Australian Film Development Corporation), Inggris (Nasional Film Finance Corporation),
Perancis (Centre nationale de cinmatographique la) , dan Italia (Asosiasi Nasional untuk
Cinema dan Industri serupa), nantinya diharapkan dapat memberikan sumbangan dana untuk
memproduksi film, guna tercapainya kemajuan perfilman lokal atau nasional dari masingmasing negara tersebut. Memang tak berlebihan apa yang dilakukan oleh negara-negara
tersebut dengan menamengi datangnya serangan dunia perfilman Amerika yang dapat
dikatakan cukup kuat pengaruhnya. Mereka mengalami ketakutan akan menghilangnya
perfilman nasional yang mempunyai karakteristik dan ciri tersendiri yang mempunyai
perbedaan dengan film-film nasional dari negara lainnya.
Dilihat dari sudut pandang yang berbeda, memang keadaan perfilman lokal atau nasional
biasanya kurang menarik atau kurang memberikan daya tarik bagi para penikmat film.
Orang-orang ini cenderung menyukai perfilman yang diproduksi oleh Hollywood, sehingga
pantas saja lambat laun film lokal atau nasional ini akan menghilang. Namun lagi-lagi
tuntutan bisnis yang menginginkan keuntungan yang banyak, para produsen-produsen
mencoba mengadopsi perfilman Hollywood kedalam film nasional atau lokal. Dengan
penggadopsian atau adaptasi terhadap perfilman Hollywood ini nantinya diharapkan dapat
membuat film yang menarik banyak penonton dan mendatangkan keuntungan yang banyak.
Dalam artikel ini diperihatkan mengenai pengadopsian atau pengadaptasian sebagai narasi
kebudayaan nasional seperti yang dilakukan oleh Australia dan Kanada dalam The Grey Fox
(1982, Kanada) dan Road to Saddle River (, 1993 Kanada) serta Crocodile Dundee (1986,
Australia).
Diluar hal diatas, Sebenarnya yang menjadi salah satu faktor atau sorotan utama yang
meyebabkan film Hollywood dapat mendominasi dunia perfilman yaitu karena kuatnya
ideologi yang tertanam dalam film-film produksi Amerika itu sendiri. Sebenarnya apapun
bentuk filmnya di dalmnya pasti terkandung sebuah ideologi, yang membedakan adalah
mengenai kuat atau tidaknya sebuah ideologi dapat berpengaruh. Hollywood yang
mempunyai ideologi yang cukup kuat pengaruhnya, kemudian ditiru dan diadopsi oleh
negara-negara lain, dengan harapan akan didapatkan suatu keuntungan yang banyak. Semakin
banyaknya pengadopsian atau pengadaptasian ideologi perfilman Amerika ini, membuat
Hollywood semakin mendoninasi dunia perfilman di negara-negara lain. Tidak dapat
dipungkiri juga, nantinya akan menghilangkan perfilman nasional karena kedatangan
ideologi film Hollywood lambat laun akan menggeser ideologi perfilman nasional itu sendiri.
Hal ini membuktikan bagaimana lemahnya ideologi dari perfilman nasional serta adanya
tuntutan bisnis yang membuat para produsen rela melakukan pengadopsian atau pedaptasian
terhadap perfilman Hollywood dengan mengorbankan perfilman lokal atau nasional yang
terdapat pada masing-masing negara

Globalisasi Hollywood dan Dominasi Industri Budaya


Globalisasi telah dan masih menjadi sebuah isu utama dalam wacana mengenai dunia. Dalam
hal ini, berkembang banyak pemikiran yang mempertanyakan berbagai sisi di dalamnya; baik
definisinya, konsekuensi, hingga berbagai kritik terhadap konsep ini. Wyszomirski dalam
Feigenbaum (2001) merujuk globalisasi sebagai sebuah proses yang sedang bekerja.
Penjelasan awal mengenai globalisasi di atas akan menjadi landasan dalam menelaah
bagaimana dominasi industri budaya secara global telah terjadi. Sebelumnya, perlu
disinggung mengenai apa yang disebut sebagai industri budaya. Menurut UNESCO, industri
budaya adalah industri yang mengkombinasikan kreasi, produksi, dan komersialisasi konten
yang tidak nyata dan memiliki nilai budaya. Konten tersebut secara tipikal dilindungi oleh
hak cipta dan dapat berupa barang atau jasa. Dirincikan oleh NAFTA, industri budaya berarti
orang yang terikat dalam aktivitas terkait publikasi, distribusi, penjualan, atau pertunjukan
media cetak (buku, majalah, dan Koran baik dalam bentuk cetak maupun bentuk yang terbaca
dengan mesin), film atau rekaman video, rekaman musik audio atau video, dan komunikasi
radio untuk penyiaran yang ditujukan bagi penerimaan oleh masyarakat umum. Pada esai ini,
hal spesifik yang diangkat adalah mengenai dominasi produk hiburan Hollywood, yaitu film,
sebagai sebuah industri budaya yang telah mendominasi pasar global.

Merefomulasikan Hollywood sebagai Sinema Global


Langkah awal untuk memahami bagaimana Hollywood dapat mendominasi industri budaya
global adalah dengan menilik pada sejarah awal munculnya ambisi global dan kecenderungan
pasar domestiknya yang luas dan kaya. Phil Rosen, dalam tulisannya yang berjudul
Reformulating Hollywood as Global Cinema yang fokus dalam pembahasan globalisasi
secara historis dan konsep teoritis film dalam klasifikasi sinematik, berargumen bahwa
dominasi Hollywood diraih melalui kesuksesan internasional jangka panjang . Rosen
berargumen bahwa tahun 1910 dan 1920-an adalah waktu terbentuknya ambisi global
Hollywood baik secara tekstual maupun industri. Konsekuensi komersial dan militer dari
Perang Dunia I menjadi hal penting bagi Hollywood karena membuka jalan baginya untuk
mengambil manfaat dari infrastruktur transportasi dan komunikasi dari Kerajaan Inggris.
Kemudian diantara tahun 1870-an dan 1920-an -selama masa ketiga atau tinggal landas
(take off) dalam model globalisasi Roland Robertson- sinema ditemukan dan film mulai
didistribusikan ke seluruh dunia.

Hollywood
Menurut Lorenzen (2008), selama setengah abad pertama, Hollywood telah menjadi produsen
film terbesar di dunia dengan dasar dari peningkatan kekayaan dari populasi Amerika Serikat
yang pada waktu itu kebanyakan bergantung pada sinema sebagai sarana hiburan massa.
Lebih lanjut, memang kecenderungan yang terlihat pada negara-negara yang telah menjadi
terspesialisasi dalam produksi film, negara yang memiliki jumlah rilis film feature nonsubsidi yang tinggi, adalah negara-negara dengan jumlah penonton dalam negeri yang besar,
seperti India (1041 film dirilis pada 2005), AS (599 fil rilis pada 2006), Jepang (417 film
pada 2006), dan Cina (330 film pada 2006) (data dari European Audiovisual Observatory,
2007). Selain itu, negara dengan pasar domestik yang besar juga secara relatif terlindungi dari
impor. Mengacu pada preferensi dan gaya bahasa konsumen, film-film impor biasanya
mengalami keterasingan, dan negara kecil yang mengekspor pada pasar yang lebih besar akan
mengalami kerugian dibandingkan negara besar yang mengekspor ke pasar yang lebih kecil
(Hoskins and Mirus, 1988). Hollywood sendiri, menurut data dari Screen Digest, pada tahun
2006 telah mencakup pasar dometik AS sebesar 93,4%.
New Hollywood
Pada tahun 1980-an, para analis mulai banyak mebicarakan mengenai apa yang mereka sebut
sebagai New Hollywood. Scott (2002) menyebutkan bahwa bentuk baru ini muncul secara
perlahan melalui restruksturisasi studio lama yang terjadi antara tahun 1950-1970-an yang
pada akhirnya tidak hanya menghasilkan suatu model bisnis yang baru tetapi juga estetika
baru dalam sinema popular. Bentuk baru ini muncul sebagai akibat dari lima hal yang secara
prinsip memberikan perubahan, yaitu:
1. Penetrasi dari teknologi baru yang terkomputerisasi ke dalam semua tahapan proses
produksi dan distribusi gambar-gerak (motion picture) atau film.

2. Percabangan (bifurcation) yang terus menerus dari sistem baru Hollywood sebagai
pembuat film blockbuster berkonsep tinggi di satu sisi, dan pembuat film independen
yang lebih sederhana di sisi lain.
3. Desentralisasi geografis yang intensif dari aktivitas pengambilan gambar film jauh
dari kompleks utama Hollywood.
4. Pertumbuhan pasar baru berdasarkan pengemasan dan pengemasan kembali dari hak
kekayaan intelektual.
5. Bergabungnya studio besar ke dalam konglomerasi media raksasa yang skala
operasinya bersifat global

Globalisasi Hollywood
Film Hollywood menandakan bahwa telah terjadinya internasionalisasi industri
pertumbuhan ekspor film melewati negara asalnya (Lorensen, 2008). Ketika
internasionalisasi menyediakan pasar yang luas bagi film dan sebab itu seharusnya
menyediakan kemungkinan bagi perkembangan negara yang memproduksi film skala kecil,
realitanya, abad terakhir dari internasionalisasi industri film hanyalah cerita dominasi dari
sejumlah negara dalam pasar ekspor. Dalam hal ini, Hollywood justru menguasai dengan
biaya yang sangat besar untuk pemasaran dan distribusi berskala besar, mengatasi
keterasingan melalui keberadaan distribusi lokal dan kampanye pemasaran yang diadaptasi
secara lokal pada sejumlah besar pasar ekspor, film dubbing, dan menciptakan preferansi
kultural bagi gaya estetika dan narasi Hollywood , sebagaimana film berbahasa Inggris
dibandingkan film asing lainnya (Hoskins dan Mirus, 1988).
Lorensen (2008) melihat fenomena globalisasi Hollywood ini dalam beberapa pandangan:
1. Globalisasi keterlibatan dalam pembuatan/produksi film. Pembuatan film secara
cepat menjadi sebuah aktivitas yang secara global terjadi dimana-mana, sebagaimana
produksi film tumbuh di luar AS. Ini dijelaskan di atas melalui skema kompleksitas
produksi dari Scott (2002) mengenai daerah satelit lokasi pembuatan film yang bisa
tersebar di seluruh penjuru dunia.
2. Globalisasi konsumsi. Ini terkait dengan meunculnya selera konsumsi global: tidak
hanya pasar massa global yang semakin luas, produser film sekarang dapat pula
meraih ceruk audiens di beberapa negara secara simultan. Ini berarti bahwa ekspor
film telah bergani secara alamiah dari setapak demi setapak internasionalisasi dari
produksi film bagi penonton domestik dan dirilis berikutnya dalam ranah yang lebih
luas, menajdi fenomena global, dimana produk yang diproduksi untuk penonton
global dirilis di banyak pasar nasional secara simultan. Selain itu, globalisasi
konsumsi telah difasilitasi dengan distibusi dan bentuk pertunjukan yang dapat
dijangkau oleh audiens di seluruh dunia (dalam bentuk satelit TV, DVD, Internet).

3. Globalisasi organisasi. Hal yang paling mencolok dari fenomena ini adalah
munculnya korporasi global. Seperti disebutkan di atas, sebagaimana perusahaan
produen Hollywood menginternasionalisasikan operasinya, berintegrasi secara
horizontal, dan terdiversifikasi ke dalam multi-media corporations, beberapa
diantaranya bergabung dengan konglomerasi Prancis, Jepang, dan Autralia. Di banyak
Negara, korporasi global ini hadir dengan distribusi dan pemasaran yang efisien,
menawarkan produk global ke pasar lokal. Di sedikit Negara, mereka hadir dengan
perusahaan produksi lokal (perusahaan film dan TV, rekaman, dan percetakan) dalam
membiayai dan mendistribusikan produk lokal yang relative murah untuk pasar lokal.
Dan terakhir, korporasi global juga dapat mengamati beberapa Negara untuk mencari
produk dan talenta yang mungkijn bisa dikembangkan untuk memiliki potensi nilai
jual global contoh, melalui kerjasama produksi film berbudget tinggi dengan
produsen lokal, dengan tujuan untuk mendistribusikannya secara global.\

Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Hollywood_Sign
http://konsultanpendidikan.com/2014/02/12/awal-mula-sebuah-kota-industri-filmterbesar-di-dunia/

Anda mungkin juga menyukai