Anda di halaman 1dari 101

PERAN KYAI DALAM MELESTARIKAN BUDAYA

LITERASI PESANTREN DI ERA MILENIAL


(STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN AL MUBAROK
LANBULAN) TAMBELANGAN KABUPATEN SAMPANG

SKRIPSI

Oleh:
KURNIAWATI
NIM: 20189801143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL HAMIDIYAH BANGKALAN
2022
PERAN KYAI DALAM MELESTARIKAN BUDAYA LITERASI
PESANTREN DI ERA MILENIAL
(STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN AL MUBAROK LANBULAN)
TAMBELANGAN KABUPATEN SAMPANG

SKRIPSI
Diajukan kepada STAI Al Hamidiyah Bangkalan
Untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)

Oleh:
KURNIAWATI
NIM: 20189801143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL HAMIDIYAH BANGKALAN
2022

i
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Kurniawati

NIM/NIRM : 20189801143

Program : Pendidikan Agama Islam

Institusi : SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL HAMIDIYAH

BANGKALAN (STAI Al-Hamidiyah)

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa SKRIPSI ini secara keseluruhan

adalah hasil penelitian saya sendiri, kecuali bagian-bagian yang dirujuk

sumbernya

Bangkalan, 24 Juli 2022


Saya yang menyatakan

Kurniawati
20189801143

ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Kurniawati

NIM : 20189801143

Alamat : Tramok Kokop

Semester : VIII (Delapan)

Fakultas : Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing : HAMIDI, M.H

Mengetahui

Pembimbing Ketua Program Studi PAI

Hamidi, M.H Kholil Yasin, M.Pd


NIDN. 2016078604 NIDN. 2112068702

iii
PERSETUJUAN PENGUJI SKRIPSI

Skripsi dengan judul “Peran Kyai Dalam Melestarikan Budaya Literasi Pesantren

Di Era Milenial Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Mubarok Lanbulan “oleh

Kurniawati, NIM 20189801143, telah diujikan dihadapan dewan penguji

proposal skripsi dan telah direvisi serta disetujui untuk dijadikan acuan penelitian

dalam rangka Menyusun skripsi.

Dewan penguji skripsi

1. …………………. --------------------------
(Penguji I)

2. ………………… --------------------------
(Penguji II)

Bangkalan, ………………. 2022


Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hamidiyah Bangkalan
Ketua

Ahmadi, S.Pd.I., M.Pd


NIDN. 2106068603

iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Peran Kyai Dalam Melestarikan Budaya Literasi Pesantren

Di Era Milenial Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Mubarok Lanbulan “oleh

Kurniawati, NIM 20189801143, telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Bangkalan, …………….. 2022

Pembimbing Ketua Program Studi

Hamidi, M.H Kholil Yasin, M.Pd.


NIDN. 2116078604 NIDN. 2112068702

v
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Skripsi dengan judul “Peran Kyai Dalam Melestarikan Budaya Literasi Pesantren
Di Era Milenial Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Mubarok Lanbulan “oleh
Kurniawati, NIM 20189801143, telah dipertahankan dihadapan dewan penguji
skripsi pada hari …………

Dewan penguji skripsi

1. …………………. --------------------------

(Penguji I)

2. ………………… --------------------------

(Penguji II)

3. ………………… --------------------------

(Penguji III)

Ketua Ketua Program Studi


Program Studi Agama Islam

AHMADI, S.Pd.I., M.Pd. KHOLIL YASIN, M.Pd.I


NIDN. 2106068603 NIDN. 2112068702

vi
MOTTO

‫ َخ َل َق ال ِا ْن َسا َن ِم ْن َع َل ٍق‬.‫ِإ ْق َرا ْء ِبا ْس ِم َر ِّب َك آ َّل ِذي َخ َل َق‬


‫ َع َّل َم آ ْل ِإ ْن َسا َن َما َل ْم َي ْع َل ْم‬. ‫ آ َّل ِذي َع َّل َم ِبا ْل َق َل ِم‬. ‫ِإ ْق َرا ْء َو َر ُّب َك آ ْل َا ْك َر ُم‬

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, dia


telah menciptakan manusia dari segumpal darah, dan bacalah dan
tuhanmu yang maha pemurah, yang mengajar manusia dengan
perantara kalam, dia mengajar manusia apa yang tidak mengetahui

(QS. Al-Alaq : 1-5 )

vii
PERSEMBAHAN

Terpatri dengan penuh cinta dan kasih, karya kecil ini aku persembahkan kepada :

 Seluruh jajaran Majlis Kyai Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan.


 Seluruh Adzatid dan Staff Pondok pesantren Al-Mubarok Lanbulan.
 Ummy dan Aby yang selalu memotifasi dan mendukung langkah
perjuangan dalam menggapai impian melalui berbagai pendidikan.
 Bapak Hamidi M.H, selaku dosen pembimbing penulis
 Seluruh dosen STAI Al Hamidiyah Sen Asen Bangkalan yang selalu
memberi arahan pada penulis tanpa putus asa.
 Kawan kawan senasib seperjuangan dalam melewati hari demi hari hingga
selesai dalam perkuliahan di STAI Al Hamidiyah Sen Asen Bangkalan
selama kurang lebih 4 Tahun.
 Kawan kawanku, Mbak Fifi, Fauziyah, Habibah, Mahmudah, Kak Syafi’e,

viii
PEDOMAN TRANSLITERASI

Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis
(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf latin.
Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Konsonan

ARAB NAMA LATIN ARAB NAMA LATIN


‫ا‬ Alif a ‫ط‬ Tha t
‫ب‬ Ba’ b ‫ظ‬ Dha d
‫ت‬ Ta’ t ‫ع‬ Ain ‘
‫ث‬ Tsa’ ts ‫غ‬ Ghain gh
‫ج‬ Jhim j ‫ف‬ Fa f
‫ح‬ Cha h ‫ق‬ Qaf q
‫خ‬ Kha kh ‫ك‬ Kaf k
‫د‬ Dal d ‫ل‬ Laf l
‫ذ‬ Dzal dz ‫م‬ Mim m
‫ر‬ Ra r ‫ن‬ Nun n
‫ز‬ Za z ‫و‬ Wawu w
‫س‬ Sin s ‫ه‬ Ha h
‫ش‬ Syin sh ‫ء‬ Hamzah ‘
‫ص‬ Shad s ‫ي‬ Ya y
‫ض‬ Dlat d

2. Vokal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ‫ا‬ Fathah A A
‫ا‬ Kasroh I I
ُ‫ا‬ Dhommah U U

ix
ABSTRAK

Kurniawati. 2022. Peran kyai dalam melestarikan literasi dipesantren studi kasus
di pondok pesantren Al-Mubarok Lanbulan Tambelangan kabupaten
Sampang, skripsi, program studi Pendidikan Agama Islam STAI Al
Hamidiyah Bangkalan, dosen pembimbing Hamidi M.H.
Kata Kunci: literasi pesantren, literasi, pengembangan literasi, budaya literasi.
Skripsi ini adalah hasil penelitian tentang peran kyai dalam
melestarikan budaya literasi yang sasarannya adalah para santri dan masyarakat di
Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan melalui kajian-kajian ilmiahnya
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dalam penelitian
kualitatif data yang dikumpulkan bukan angka-angka, akan tetapi berupa kata-kata
atau gambaran. Data yang dimaksud berasal dari wawancara, observasi, catatan
lapangan, video tape, dokumen pribadi dan dokumen-dokumen lainnya. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang menggambarkan fenomena atau populasi tertentu yang
diperoleh peneliti dari subjek yang berupa individu, organisasional atau perspektif
yang lain.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1) Tujuan yang ingin dicapai
ialah mengetahui peran kyai dalam melestarikan budaya literasi dipesantren dan
bagaimana santri memiliki feedback dalam pelaksanaan literasi tersebut, 2) untuk
mengetahui factor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan budaya literasi,
namun permasalahannya, banyak santri, utamanya santri usia dewasa seakan
meremehkan penerapan literasi tersebut, padahal literasi ini mampu menunjang
mereka dalam berbagai skill baik kemampuan menulis, membaca dan kemampuan
dalam berbagai bidang pengetahuan lainnya.

x
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah, berkat rahmat dan hidayah


dari Allah SWT sehingga penulisan skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.
Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan pada pembawa rahmat di
dunia dan akhirat yakni Nabi Muhammad SAW.
Dalam penulisan skripsi ini dengan segala kendala yang senantiasa
merintangi penulis, namun dengan bantuan dari berbagai pihak sebagai perantara,
sehingga skripsi yang berjudul “Peran Kyai Dalam Melestarikan Literasi di
Pesantren Studi Di Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan Tambelangan
Sampang” ini bisa terselesaikan, oleh sebab itu penghargaan dan ucapan terima
kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Hamidi, M.H selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran dalam membina dan
membimbing penulis
2. Staff pengajar Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan yang telah
membantu penulis dalam mengumpulkan data.
3. Kedua orang tua, yang dengan kasih sayang serta do’a restunya
mendidik, mengasuh dan membesarkan penulis menjadi yang beriman,
berilmu dan beramal.
4. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan, demi perbaikan skripsi ini dan peneliti yang lain.
Akhirnya hanya kepada Allah semua kami serahkan, semoga penulisan skripsi ini
membawa manfaat khususnya kepada penulis dan pembaca pada umumnya.

Bangkalan, 01 Juli 2022

Kurniawati

xi
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI.............................................................iii

PERSETUJUAN PENGUJI SKRIPSI................................................................iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................v

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI..................................................................vi

MOTTO................................................................................................................vii

PERSEMBAHAN...............................................................................................viii

PEDOMAN TRANSLITERASI..........................................................................ix

ABSTRAK..............................................................................................................x

KATA PENGANTAR...........................................................................................xi

DAFTAR ISI........................................................................................................xii

DAFTAR TABEL...............................................................................................xvi

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xvii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Fokus penelitian........................................................................................11

C. Tujuan penelitian......................................................................................11

D. Manfaat penelitian....................................................................................12

1. Manfaat Teoritis......................................................................................12

2. Manfaat Praktis........................................................................................12

BAB II...................................................................................................................13

xii
KAJIAN PUSTAKA............................................................................................13

A. Penelitian terdahulu..................................................................................13

B. Kajian teori................................................................................................14

1. Pengertian Peran kyai..............................................................................14

2. Pengertian Kyai.......................................................................................15

3. Peran kyai................................................................................................17

4. Pengertian Budaya...................................................................................18

5. Literasi.....................................................................................................19

6. Seputar Pondok Pesantren.......................................................................20

7. Era Milenial.............................................................................................33

BAB III..................................................................................................................39

METODE PENELITIAN....................................................................................39

A. Pendekatan dan jenis Penelitian..............................................................39

1. Jenis dan lokasi penelitian.......................................................................39

2. Pendekatan penelitian..............................................................................40

3. Sumber data.............................................................................................40

4. Teknik pengumpulan data.......................................................................41

5. Analisis data............................................................................................43

6. Instrumen Penelitian................................................................................46

7. Metode Pengumpulan Data.....................................................................47

8. Teknik Analisis dan Interpretasi Data.....................................................50

BAB IV..................................................................................................................55

PENYAJIAN DAN HASIL ANALISIS DATA.................................................55

A. Gambaran objek penelitian............................................................................55

1. Profil pesantren........................................................................................55

xiii
B. Paparan Data dan Temuan Penelitian....................................................62

1. Paparan data............................................................................................62

2. Temuan Penelitian……………………………………………………....65
C. Faktor penghambat dan pendukung dalam melestarikan budaya
literasi di pesantren Al Mubarok Lanbulan..................................................72

BAB V....................................................................................................................79

PENUTUP.............................................................................................................79

A. Kesimpulan................................................................................................79

B. Saran............................................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................79

LAMPIRAN LAMPIRAN...................................................................................82

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Peneltian terdahulu ………………………………………….………13


Tabel 4.0. Struktur Organisasi Pp Al Mubarok Lanbulan …………………..….57
Tabel 4.1. Daftar Nama kyai Pp Al Mubarok lanbulan ………………………...59
Table 4.2. Daftar staf pengajar Pp Al Mubarok Lanbulan ……………………...60

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 0.1. Masjid Dar Ar Rohman Pp Al Mubarok Lanbulan ………………..87

Gambar 0.2. Halaman Pp Al Mubarok Lanbulan ……………………………….87

Gambar 0.3. Kitab Al Asas ……………………………………………………...88

Gambar 0.4. Kitab Al Asas ……………………………………………………...88

Gambar 0.5 Gedung Al Asas ……………………………………………………89

Gambar 0.6. Belajar Bersama …………………………………………………...89

Gambar 0.7 Diskusi Kelompok... …………………………….………….………89

Gambar 0.8. Belajar Malam …………………………………………..…….…...90

Gambar 0.9 Takroran ………......…………………………….……………….…90

Gambar 10. Santri mengulang Pelajaran………......……………………….….…90

Gambar 11 Penulis di depan Gedung Al Asas ………..... ………………………91

Gambar 12 Penulis di halaman Gedung Al Asas………….….……………….…91

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesantren sebagai institusi ilmu keagamaan tertua di Nusantara,

sedari awal berdirinya membawa misi mencetak insan-insan yang

berpengetahuan luas dengan berlandaskan akidah Ahlusunnah wal

Jama’ah. Salah satu instrumen fundamental yang digunakan pesantren

dalam mencetak generasi yang demikian ialah menggembleng para santri

dengan berbagai ajaran keagamaan serta ilmu pengetahuan untuk

meluaskan spektrum berpikir santri.1

Namun, dalam taraf perkembangan lebih lanjut, pesantren kian

akomodatif dengan dinamika zaman tanpa menghilangkan substansi

ajarannya yang paling fundamental (keagamaan). Pada titik ini, pesantren

telah membuka ruang bagi para santri untuk mencerna berbagai transfer

ilmu pengetahuan. Sehingga, tidak hanya kitab-kitab klasik saja yang

dijadikan medium pembelajaran. Akan tetapi, buku-buku yang mencakup

berbagai disiplin ilmu pengetahuan pun juga mewarnai jagat literatur

pesantren.

Realitas yang demikian telah mengantarkan kondisi santri yang

begitu getol bergelut dengan dunia literasi. Salah satunya dengan aktivitas

membaca buku apa saja yang sekiranya bisa untuk memperluas spektrum

1
Muhammad Ghufron, Pesantren dan pemuliaan adab di era digital, NU Online,
https://www.nu.or.id/opini/pesantren-dan-pemuliaan-adab-literasi-di-era-digital-s7VtK, diakses 02
Juli 2022 pada jam 13.17.

1
2

berpikir. Bagi kehidupan santri, eksistensi buku-buku menjadi makanan

pokok yang wajib dibaca sebagai suplemen gizi batin. Tak peduli buku

dari berbagai jenis kategori pun dilahap. Seolah buku menjelma bak

kekasih yang bisa membuka cakrawala cinta yang cerdas.2

Era teknologi dan informasi mengharuskan penghuninya untuk

meningkatkan kompetensi dan daya saing, pada era tersebut persaingan di

segala bidang tak terelakkan dan manusia membutuhkan ketelitian,

keteguhan, amanah, tanggung jawab dan berani menghadapi risiko dari

berbagai tindakan dan profesi yang menjadi pilihan, peningkatan

kompetensi tersebut salah satunya harus dilakukan melalui pengembangan

literasi. Realitas mayoritas lulusan pesantren masih banyak yang belum

mencapai kompetensi minimal pada ranah kognitif, afektif dan

psikomotorik. Hal ini bisa ditelusuri banyaknya lulusan pesantren yang

masih belum sepenuhnya menguasai baca kitab, memahami dan

menuntaskan materi minimal.3

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan non formal yang

identik dengan ketradisionalan, namun dikalangan umat Islam di

Indonesia. Pesantren dianggap sebagai model lembaga pendidikan yang

mempunyai keunggulan baik dalam sisi tradisi keilmuan maupun pada sisi

transmisi dan internalisasi nilai-nilai Islam.4

2
Ibid…,
3
Dokumen nilai tes baca kitab alumni santri untuk mendapatkan beasiswa pemrov Jatim 2012-
2014.
4
Zainal Arifin, ”Tribakti Jurnal Kebudayaan dan Pemikiran Keislaman”, Pergeseran Paradigma
Pesantren, 22 (Kediri: Januari, 2011) 72.
3

Dalam sebuah Pondok Pesantren santrilah nama bagi para

penghuni yang berada di dalamnya. Santri adalah sebutan bagi seseorang

yang mengikuti pendidikan Ilmu Agama Islam di suatu tempat yang

dinamakan Pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga

pendidikannya selesai.5

Dari sejak didirikannya pada abad ke 16, hingga saat ini,

Pesantren tetap eksis dan memainkan perannya yang semakin besar dalam

kehidupan masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Melalui tradisinya

yang unik dan berbasis pada nilai religiusitas ajaran Islam, serta kiprah

para lulusannya yang tampil sebagai tokoh nasional yang kharismatik dan

kredibel, Pesantren semakin dihormati dan diperhitungkan, dan karenanya

ia telah diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan Nasional, sebagaimana

diatur dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan Nasional (Sisdiknas).6

Menurut Nurcholis Madjid, kata santri itu berasal dari bahasa

Sanskerta, yaitu dari kata “SaNtri”, yang artinya “melek huruf”.

Menurutnya lagi, sepertinya pada permulaan tumbuhnya kekuasaan Islam

di Demak, kaum Santri adalah kelas “literasi” bagi orang Jawa. Ini

disebabkan pengetahuan mereka tentang agama melalui kitab-kitab

bertulisan dan berbahasa Arab, atau paling tidak mereka bisa membaca Al-

Quran yang membawanya pada sikap lebih serius untuk memahami


5
Syukur, Fatah .Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002), 64.
6
Abbudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), 311.
4

agamanya, Menganalisis keterkaitan di atas, maka jelaslah bahwa tradisi

tulis dan baca bukanlah suatu hal yang tabu lagi bahkan sudah sangat

kental dalam kehidupan santri di pesantren ketika memasuki dunia

pengetahuan, khususnya bidang keIslaman.7 Inilah salah satu tradisi positif

pesantren yang harus tetap dijaga kelestariannya demi mempertahankan

sistem tranformasi pendidikan secara komprehensif dan holistic terlebih

pada kontinuitas perkembangan pesantren itu sendiri di Indonesia.

Seiring perjalanan pesantren, tampaknya tradisi menulis dan

membaca sudah mulai surut. Saat ini, subjek pesantren terutama santri

kurang berminat untuk mengembangkan atau sekedar merekam

pengetahuannya dalam bentuk tulisan dan bacaaan. Sebagai contoh, telaah

suatu masalah atau yang dikenal dengan istilah “Bahtsu Al-Masa-il” yang

kerap dilaksanakan di beberapa pesantren, cukup didokumentasikan

dengan mengandalkan kemampuan ingatan santri atau paling tidak hanya

sebatas dalam catatan kecil. Baik itu terkait hal-hal yang pro dengan

pemikiran mereka atau yang kontroversial sekalipun. Sungguh ini suatu

hal yang sangat memprihatinkan. Padahal mereka tahu dan yakin, bahwa

adanya kelengkapan menu sajian ilmu pengetahuan Islam yang tetap eksis

saat ini, tak lain berkat usaha dan keuletan Ulama terdahulu yang giat

dalam dunia baca tulis.

Sangat disadari bahwa tradisi positif ini juga berfungsi sebagai

sanggahan bagi pihak-pihak yang cenderung memberikan tanggapan

7
Nurkholis Madjid, “Penerapan Literasi dilingkungan Pesantren, (Jakarta, Indo press, 2018), 23.
5

negatif terhadap pesantren, seperti: dari faktor lingkungan, sepintas saja

dapat dikatakan bahwa lingkungan pesantren merupakan hasil

pertumbuhan tak berencana. Hal ini terlihat dari tata letak bangunan yang

umumnya tidak beraturan, kamar-kamarnya sempit sehingga kurangnya

sirkulasi udara, tempat ibadah dan ruang kelas terkesan kotor dan kurang

fasilitas. Kemudian dari faktor santri, mereka dijuluki dengan “kaum

sarungan”, karena sarung merupakan pakaian multifungsi, kemudian

adanya penyakit kulit, seperti: kudisan yang merupakan hal “favorit” yang

melanda kaum santri. Dari faktor pemikiran, santri terkadang dianggap

kolot, gaptek, fanatisme tinggi dan lain-lain.8

Dari aspek pemikiran, biasanya disebabkan adanya sebagian

pesantren yang tidak memperbolehkan santrinya untuk mengakses dunia

luar melalui media komunikasi yang tersedia, seperti koran, buku-buku

pengetahuan umum, internet, radio, dan lain-lain. Beberapa contoh yang

terkadang tak dapat dielakkan di atas, kiranya telah membuat telinga kita

panas dan pastinya hal ini membuat kita terus berusaha mengubah image

pesantren agar lebih baik. Salah satunya adalah dengan menulis dan

membaca.9

Usaha tersebut sebenarnya bukanlah mimpi atau angan-angan

yang sulit dicapai, karena geliat baca tulis di Indonesia merupakan satu hal

yang sudah sangat erat kaitannya dengan atmosfir kepesantrenan. Hal ini

8
SN Wargatjie dkk, “Pesantren: Dari Pendidikan Hingga Politik”, (Jakarta: Grafindo, 20080), 21.
9
Syafe’i, Imam. Model Kurikulum Pesantren Salafiyah dalam Perspektif Multikultural.Jurnal Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 8, Edisi II. 2017
6

dapat dilihat dari berbagai karya para Ulama di Indonesia yang merupakan

bukti eksistensi kerja keras mereka dalam dunia baca tulis. Sebagai bukti,

banyaknya maha karya mereka yang kini hadir dan digeluti oleh para

santri dan juga sebagian mahasantri. Salah satu contohnya adalah karya

seorang Ulama asli Indonesia yang juga seorang aktifis, jurnalis, editor,

dan sastrawan, yaitu Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amarullah atau

yang akrab di telinga kita dengan nama HAMKA, kelahiran tahun 1908 M.

Beliau adalah santri di Pesantren Sumatra Thawalib Parabek, Padang.

Semangat beliau dalam dunia baca tulis telah muncul sejak beliau masih

kecil, dan semangatnya tersebut terealisasi sejak tahun 1962 yang tertuang

dalam maha karyanya Tafsir Al-Azhar.10

Semangat dalam dunia baca tulis juga ditunjukkan oleh seorang

Ulama pakar Ilmu Hadits Indonesia, yaitu Prof. Dr. KH. Ali Musthafa

Ya’qub, M.A, asal daerah Batang, Jawa Tengah, lahir tahun 1952.

Sebagaimana HAMKA, beliau juga seorang santri. Ulama yang pernah

“nyantri” di pesantren Tebuireng ini, juga telah banyak menelurkan karya-

karya gemilang. Khususnya dalam bidang Hadits. Ini juga merupakan

bukti yang tak terbantahkan bahwa dunia baca tulis telah mengakar kuat

dalam dunia pesantren, terlebih santri itu sendiri sebagai subjek yang

bergelut dalam bidang ini.11

Pondok pesantren secara umum terbagi menjadi dua jenis, yakni

pondok pesantren salafi (tradisional) dan pondok pesantren modern. Kedua


10
Ibid.
11
Ibid,. 64.
7

jenis ini memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaan ini menjadi

karakteristik tersendiri bagi jenis salafi atau modern. Namun kemudian

zaman semakin maju, perkembangan teknologi semakin pesat, generasi

pun berganti yang kini dikenal dengan generasi milenial dengan

karakteristik utamanya adalah ketergantungan generasi ini akan gawai

(gadget). Maka menjadi menarik untuk diteliti tentang bagaimana model-

model pondok pesantren pada era milenial saat ini.12

Karakteristik nilai-nilai budaya generasi milenial antara lain:

menjadikan teknologi sebagai lifestyle, generasi yang ternaungi

(sheltered), lahir dari orang tua yang terdidik, multi-talented, multi-

language, ekspresif dan eksploratif, selalu yakin, optimistik, percaya diri,

menginginkan kemudahan, dan segala sesuatunya serba instan, prestasi

merupakan sesuatu yang harus dicapai, bekerja dan belajar lebih interaktif

melalui kerjasama tim, kolaborasi dan kelompok berpikir, mandiri dan

terstruktur dalam penggunaan teknologi, dalam akses internet lebih

menyukai petunjuk visual/gambar, generasi milenial dalam berkomunikasi

bersifat lebih terbuka terhadap berbagai akses informasi, tidak peduli akan

privasi, membuat status tentang kehidupan sehari-hari mereka telah

menjadi budaya, cyberculture yakni sebuah kebudayaan baru di mana

seluruh aktivitas kebudayaannya dilakukan dalam dunia maya yang tanpa

12
SN Wargatjie dkk, “Pesantren: Dari Pendidikan Hingga Politik”, (Jakrta; Grafindo, 2008), 21.
8

batas, namun generasi milennial tetap berpandangan bahwa keluarga

merupakan pilar yang sangat penting bagi kehidupannya.13

Pondok pesantren yang terus eksis sekarang dalam melatih

santri-santri dalam melestarikan budaya literasi adalah pondok pesantren

Al Mubarok Lanbulan yang ada di daerah Sampang Madura, disana

penerapan dan budaya literasinya sangat kental sekali, bisa dilihat dari

karya-karya kyainya dalam berbagai bidang, mulai bidang Figh, Nahwu

Shorrof atau gramatikal Arab, Tasawwuf, Mantiq, Balaghoh, dan juga

bidang Falaq atau dikenal dengan ilmu Astronomi,14 serta peran kyainya

dalam aktifitas hariannya hanya sibuk mengajar para santri yang ada

disana. Ini menandakan bahwa literasi literasi sangat membudaya dan

menjadi kultur disana dengan banyaknya kontribusi para kyai yang ada

disana.

Dalam upaya menyesuaikan diri dengan modernitas yang terus

berkembang, pondok pesantren memiliki dua tanggung jawab secara

bersamaan, yaitu sebagai lembaga pendidikan agama Islam dan sebagai

bagian integral masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren

sudah selayaknya dan harus menjadi lembaga yang berfokus pada

pembentukan santri yang tafaqquh fiddin. Kemudian sebagai bagian

13
Heru Dwi Wahana, “Pengaruh Nilai-Nilai Budaya Generasi Millennial Dan Budaya Sekolah
Terhadap Ketahanan Individu (Studi Di SMA Negeri 39, Cijantung, Jakarta),” Jurnal Ketahanan
Nasional XXI, no. 1 2015), 14.
14
Tim Ta’lif Wa Nashr, Buku Panduan Baca Tulis, (Lanbulan: Menara Al Mubarok, 2018), 12.
9

intergral masyarakat, pesantren juga bertanggung jawab terhadap

perubahan dan rekayasa sosial (social engineering).15

Peserta didik di era milenial memiliki sikap ketergantungan

terhadap media sosial, sementara mereka belum dapat memilah dan

memilih informasi yang di terimanya. Oleh karena itu guru di era milenia

perlu mempersiapkan diri dengan memperbaiki sikap dan kompetensinya,

sehingga menjadi figur yang menginspirasi peserta didiknya.16

Pondok pesantren Al-Mubarok Lanbulan adalah suatu lembaga

pendidikan, yang di dalamnya selain mempelajari kitab-kitab salaf juga

termasuk lembaga pendidikan formal dari mulai tingkat TK sampai MA.

Karena dualisme pembelajaran di pondok pesantren Al-Mubarok Lanbulan

yakni perpaduan salaf dan formal hal inilah yang menjadi tanggung jawab

kepengurusan agar keduanya dapat berjalan dengan seimbang, dan

semangat belajar mereka tidak hanya terfokus pada satu sisi saja melain

keduanya. Tidak jarang

juga kepengurusan menemukan beberapa santri yang bermalas-

malasan dan tidak mempunyai semangat dalam belajar, dari masalah-

masalah yang ada maka kepengurusan pondok mencari solusi bagaimana

cara agar para santri selalu semangat dalam belajar. Hal inilah yang

membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana peran

15
Wahyu Iryana, “Tantangan Pesantren Salaf Di Era Modern,” (Jurnal Al-Murabbi 2, no. 1,
2015), hlm. 75–87.
16
Rustam Ibrahim, “Eksistensi Pesantren Salaf Di Tengah Arus Pendidikan Modern (Studi
Multisitus Pada Beberapa Pesantren Salaf Di Jawa Tengah),” (Jurnal Analisa 21, no. 02, 2014),
63.
10

pengurus dalam memecahkan mesalah tersebut. Untuk meningkatkan

semangat belajar santri penguruslah yang sangat berperan, selain mereka

harus selalu mengawasi dan memberikan masukan-masukan, mereka juga

sebagai fasilitator bagi para santri seperti memanage waktu yang tepat agar

tidak bertabrakan dengan kegiatan lain

Kegiatan di Pondok pesantren Al-Mubarok Lanbulan sangatlah

padat di mulai dari pagi hingga pagi lagi. Kegiatan awal dimulai dengan

berjama’ah sholat subuh kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran

membaca al-qur’an sampai para santri berangkat ke Madrasah karena

memang di Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan diwajibkan untuk

mengikuti pembelajaran pada jenjang masing-masing di lembaga formal.

Dengan latarbelakang yang sudah diuraikan diatas dan melihat

kondisi yang sangat beragam inilah yang menarik peneliti untuk

melakukan penelitian, maka penulis ingin dan tertarik untuk membuat

sebuah penelitian tentang Lembaga tersebut dengan judul “Peran kyai

dalam melestarikan budaya literasi pesantren studi kasus di pondok

pesantren Al Mubarok Lanbulan Tambelangan Sampang “

B. Fokus penelitian

Sebagaimana pemaparan pada konteks penelitian tersebut, maka

dalam penelitian ini difokuskan pada peran Kyai dalam melestarikan

literasi pesantren di Pesantren Al Mubarok Lanbulan Tambelangan

Sampang.
11

1. Bagaimana peran kyai dalam melestarikan budaya literasi di pondok

pesantren Al-Mubarok Lanbulan Tambelangan Sampang?

2. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam

mengimplementasikan budaya literasi di pondok pesantren Al-

Mubarok Lanbulan Tambelangan Sampang?

C. Tujuan penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran

empirik mengenai peran kyai dalam melestarikan budaya literasi di

Pesantren Al Mubarok Lanbulan. Secara khusus tujuan penelitian ini

adalah untuk mengidentifikasi:

1. Untuk mengetahui peran kyai dalam melestarikan literasi pesantren di

pondok pesantren Al Mubarok Lanbulan.

2. Untuk mengetahui factor penghambat dan pendukung dalam

mengimplementasikan budaya literasi di pondok pesantren Al-Mubarok

Lanbulan.

D. Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
12

Untuk pengetahuan peran kyai dalam melestarikan budaya literasi,

sehingga penerapan budaya literasi di pondok pesantren Al-Mubarok

Lanbulan sangat penting serta akan menambah referensi bagi para

peneliti berikutnya

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pesantren atau Lembaga

Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam menentukan

kebijakan untuk program pembelajaran, selanjutnya terkait tentang

pentingnya penerapan literasi ini terhadap hasil belajar para santri.

b. Bagi Guru atau Ustadz

Sebagai bahan referensi pengetahuan sehingga hasil penelitian ini

mampu memberi bahan masukan terhadap proses KBM (kegiatan

belajar mengajar) yang berlangsung.

c. Bagi Peserta Didik

Sebagai bahan evaluasi diri dan dijadikannya motivasi bagi mereka

dalam belaja mengenai literasi yang benar.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian terdahulu

Secara sederhana, pada bagian ini akan dikemukakan beberapa kajian yang

akan dilakukan oleh peneliti. Sekaligus akan juga ditunjukkan beberapa

perbedaan dan persamaan fokus serta aspek yang akan diteliti antara kajian

yang akan dilakukan dengan kajian-kajian terdahulu.

Table 1.1
Penilitian terdahulu
No Nama Peneliti Judul Persamaan Perbedaan

1 Ahmad Ali Azim (2019) Tradisi Literasi Menelaah Pelestarian


Pesantren tentang literasi
budaya literasi
Studi Kasus Di pesantren pesantren,
Pesantren sedangkan
Kreatif Baitul penelitian
Hikmah terdahulu
Yogyakarta membahas
tentang tradisi
yang sudah ada
di pesantren.
2 Aziz Kusuma (2018) Penerapan Kajian terfokus Melestarikan
Literasi pada literasi budaya literasi,
dilingkungan sedangkan
Pesantren penelitian
terdahulu
membahas
tentang peranan
literasi
3 M. Aminuddin Sanwar peran Kyai dan Pembahasan Budaya literasi
(2018) eksistensi dengan tema pesantren di era
pesantren di peran kyai milenial dan
era milenial penelitian
terdahulu
membahas
eksistensi
pesantren di era
milenial

13
14

B. Kajian teori

1. Pengertian Peran kyai

Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang

mempunyai suatu status, Status atau kedudukan didefinisikan sebagai

suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi

suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Setiap

orang mungkin mempunyai sejumlah status dan diharapkan mengisi peran

sesuai dengan status tersebut. Dalam arti tertentu, status dan peran adalah

dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan

kewajiban, sedangkan peran adalah pemeranan dari seperangkat kewajiban

dan hak-hak tersebut.17 Peranan atau peran (role) merupakan aspek

dinamis kedudukan (status).

Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan, Pentingnya

peranan adalah karena mengatur perilaku seseorang. Peranan

menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan

perbuatan- perbuatan orang lain. Peranan diatur oleh norma-norma yang

berlaku. Misalnya, norma kesopanan menghendaki agar seorang laki-laki

bila berjalan bersama seorang wanita, harus di sebelah kiri.18

17
Muhith, A. Pembelajaran Literasi Membaca di Pondok Pesantren Sidogiri Kraton Pasuruan.
Journal of Islamic Education Research, 1, 2019., 34.
18
Anwar, R. K., Komariah, N., & Rahman, M. T. Pengembangan Konsep Literasi Informasi
Santri : Kajian Di Pesantren Arafah Cililin Bandung Barat. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan
Sosial Budaya, 2 (2017)., 132.
15

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan

dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam

masyarakat (yaitu social-position) merupakan unsur statis yang

menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih

banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.

Jadi, seseorang menduduki satu posisi dalam masyarakat serta

menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin mencakup tiga hal, yaitu:

Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti merupakan

rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

kemasyarakatan. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat

dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Peranan

juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur

sosial masyarakat.19

2. Pengertian Kyai

Menurut asal usulnya, perkataan kyai di Jawa dipakai pada tiga

jenis gelar yang berbeda yakni: sebagai sebutan kehornatan bagi barang

atau hewan yang yang dianggap keramat; gelar kehormatan bagi orang tua

pada umumnya; gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli

agama yang memiliki dan menjadi pengasuh disebuah pesantren, Dulu

orang menyandang gelar kyai hanya patut diberikan kepada orang yang

mengasuh dan memimpin pesantren, tetapi sekarang gelar kyai juga

19
Manan, M. A., Bajuri, M. Budaya Literasi di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo. Jurnal
Pendidikan Islam Indonesia, 4, (2019)., 116.
16

diberikan kepada beberapa orang yang memiliki keunggulan dalam

menguasai ajaran-ajaran agama Islam serta mampu memberikan pengaruh

yang besar kepada masyarakat.

Dalam masyarakat tradisional seseorang dapat menjadi kyai atau

berhak disebut kyai, jika ia diterima masyarakat sebagai kyai, karena

banyak orang yang minta nasehat kepadanya, atau mengirimkan anaknya

untuk belajar kepadanya. Memang untuk menjadi kyai tidak ada kriteria

formal, seperti persyaratan studi, ijazah dan lain sebagainya. Namun ada

beberapa persyaratan non formal yang harus dipenuhi oleh seorang kyai,

sebagaimana juga terdapat syarat non formal yang menentukan seseorang

menjadi kyai besar atau kecil. Menurut Abu Bakar Aceh sebagaimana

dikutip oleh Karel A. Steenbrink dalam bukunya Pesantren Madrasah

Sekolah Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern, ada empat faktor yang

menyebabkan seseorang menjadi kyai besar yaitu: a. Pengetahuannya b.

Kesalc. Keturunannya, dan. Jumlah Murid atau Santrinya.

Ketika berbicara mengenai kyai maka tidak akan lepas dari

pembahasan tentang pesantren sebab kyai adalah salah satu elemen dari

pesantren yang tidak dapat dipisahkan. Sistem pendidikan pesanten telah

lama ada sebelum datangnya Islam ke Indonesia, kemudian pada saat

Islam tersebar di Indonesia pesantremengalami perubahan dari awal

bentuk isinya yakni dari Hindu ke Islam. Sebagai pengajar di pesantren

kyai meliliki pengaruh yang kuat bagi keseluruhan elemen pesantren.

Bahkan profesinya sebagai pengajar dan penganjur Islam berbuah


17

pengaruh yang melampaui batas-batas pesantren itu berada. Selain

profesinya sebagai pengajar ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh

pada masyarakat secara umum yakni sifat wibawa, kesalehan, serta

ketinggian ilmu yang membawa daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

3. Peran kyai

Berbicara mengenai peran kyai, perlu kita ketahui terlebih

dahulu pengertian dan maksud dari kata peran adalah suatu fungsi atau

kedudukan yang secara implisit atau eksplisit melekat pada diri seseorang

artinya peran seoarang kyai di antaranya adalah sebagai pengasuh

pesantren, pemimpin umat atau masyarakat juga sebagai penjaga dan

pembimbing moral umat atau masyarakat. Sebagai seorang pengasuh

pesantren dan upayanya dalam meningkatkan kualitas pendidikan Islam

pada santri dipesantren yang diasuh atau dipimpinnya. Menurut Hirohiko

yang dikutip dalam bukunya Mastuhu, “kyai dan perubahan sosial”

menyatakan adanya perbedaan antara kyai dan ulama’ dengan mengatakan

bahwa kyai dibedakan dari ulama’ lantaran pengaruh kharismanya yang

luas.

Disamping itu, kyai dipercayai memiliki keunggulan baik secara

moral maupun sebagai seorang alim semantara peran ulama lebih pada

sistem sosial dan struktur masyarakat yang khas, lokal dan otonom.

Sementara kepemimpinan kyai tidak terlihat oleh struktur yang normatif.

Jika dicermati lebih lanjut, kelihatan bahwa pengaruh utama kyai terhadap

kehidupan masyarakat terletak pada hubungan perorangan dengan


18

menembus segala hambatan sebagai akibat perbedaan strata di tengah-

tengan masyarakat. Bagi anggota masyarakat luar, pola kehidupan kyai

dan pondok pesantrennya merupakan gambaran ideal dan tidak mungkin

dapat direalisasi dalam kehidupannya sendiri.

4. Pengertian Budaya

Kata “Budaya” berasal dari Bahasa Sanskerta “Buddhayah”,

yakni bentuk jamak dari “Buddhi” (akal). Jadi, budaya adalah segala hal

yang bersangkutan dengan akal. Selain itu kata budaya juga berarti “budi

dan daya” atau daya dari budi. Jadi budaya adalah segala daya dari budi,

yakni cipta, rasa dan karsa.20

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya

artinya pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah

menjadi kebiasaan yang sukar diubah.21 Jadi dapat disimpulkan bahwa

budaya segala sesuatu hasil dari cipta, rasa dan karsa yang sudah menjadi

kebiasaan yang sukar diubah.

Istilah literasi pada umumnya mengacu pada keterampilan

membaca dan menulis, artinya seorang literat adalah orang yang telah

menguasai keterampilan membaca dan menulis dalam suatu bahasa,

namun demikian pada umumnya keterampilan membaca seseorang itu

lebih baik daripada kemampuan menulisnya, bahkan kemampuan atau

keterampilan berbahasa lainnya yang mendahului kedua keterampilan

20
Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai Problem
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 16.
21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-III, (Jakarta: 2000),
169.
19

tersebut dari sudut kemudahannya dan penguasaannya adalah kemampuan

menyimak dan berbicara.22

5. Literasi

Secara hariah literasi (literacy) bermakna “baca-tulis”, atau

diindonesiakan dengan “keberaksaraan”. Selain itu, ‘literasi’ juga berarti

“melek aksara”; “melek huruf”; “gerakan pemberantasan buta huruf”; serta

“kemampuan membaca dan menulis.” Namun, secara komprehensif

pengertian ‘literasi’ (sebagaimana dijelaskan oleh Jean E. Spencer dalam

The Encyclopedia Americana) adalah kemampuan untuk membaca dan

menulis yang merupakan pintu gerbang (bagi setiap orang; komunitas;

atau bangsa tertentu) untuk mencapai predikat sebagai (manusia;

komunitas; bangsa) yang terpelajar.23

Istilah literasi berasal dari Bahasa Latin literatus yang berarti “a

learned person” atau orang yang belajar. Pada abad pertengahan, seorang

literatus adalah orang yang dapat membaca, menulis, dan bercakap-cakap

dalam Bahasa Latin. Pada perkembangan selanjutnya, kemampuan literasi

tidak hanya terbatas pada kemampuan membaca, tapi juga menulis.24

Membaca merupakan aktivitas atau proses penangkapan dan

pemahaman sejumlah pesan (informasi) dalam bentuk tulisan. Dengan

demikian membaca merupakan kegiatan yang penting bagi seseorang yang

ingin meningkatkan diri untuk memperluas wawasannya.

22
Lizamudin Ma’mur, Membangun Budaya Literasi, (Jakarta: Diadit Media, 2010), 111.
23
A. Teeuw, Antara Kelisanan dan Keberaksaraan,(Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), 1.
24
Singgih D. Gunarsa, Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Dari Anak Sampai Usia Lanjut,
(Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 44.
20

Sedangkan menulis adalah salah satu media yang digunakan

seseorang dalam menyampaikan pesan secara tidak langsung. Oleh karena

itu pembelajaran menulispun sangat penting karena berkaitan dengan

bagaimana seseorang berinteraksi maupun berkomuniakasi. Kedua aspek

tersebut tidak dapat dipisahkan dan memiliki keterkaitan dalam sebuah

pembelajaran.

Menurut Kern, sebagaimana dikutip oleh Bahrul Hayat dan

Suhendra Yusuf, literasi secara sempit didefinisikan sebagai kemampuan

membaca dan menulis, termasuk di dalamnya pembiasaan membaca dan

mengapresiasi karya sastra serta melakukan penilaian terhadapnya.

Sedangkan secara luas, Kern mendefinisikan literasi sebagai kemampuan

untuk berpikir dan belajar seumur hidup untuk bertahan dalam lingkungan

sosial dan budaya. Mc Kenn dan Robinson menyatakan bahwa literasi

merupakan suatu media bagi individu agar mampu berinteraksi dengan

lingkungan sosialnya, terutama berkaitan dengan kemampuan menulis.25

6. Seputar Pondok Pesantren

a. Pengertian Pondok Pesantren

Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren dapat di sebut

dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok

pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna

yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Asrama yang menjadi

25
Bahrul Hayat dan Suhendra Yusuf, Benchmark Internasional Mutu Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), 25.
21

penginapan santri sehari-hari dapat di pandang sebagai pembeda

antara pondok dan pesantren26

Secara etimologi pesantren berasal dari kata “santri” yang

mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang berarti tempat tinggal

santri. Ensiklopedi Islam memberikan gambaran yang berbeda

yakni bahwa pesantren itu berasal dari bahasa Tamil yang artinya

guru mengaji atau dari bahasa India Shastri dan kata Shastra yang

berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu tentang

pengetahuan. Ada pula yang mengatakan bahwa pesantren adalah

lembaga pendidikan yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang

lalu. Dan dilembaga inilah diajarkan dan dididikan ilmu dan nilai-

nilai agama kepada santri.27

Menurut pendapat para ilmuwan, istilah pondok pesantren

adalah merupakan dua istilah yang mengandung satu arti. Orang

Jawa menyebutnya “pondok” atau “pesantren”. Sering pula

menyebut sebagai pondok pesantren. Istilah pondok barangkali

berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut

pondok atau tempat tinggal yang terbuat dari bambu atau

barangkali berasal dari bahasa Arab “funduq” artinya asrama

besar yang disediakan untuk persinggahan. Sekarang lebih

dikenal dengan nama pondok pesantren. Di Sumatra Barat dikenal

26
Mujamil Qomar, Pesantren (Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,
(ERLANGGA, 2002), 1.
27
Haydar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kompas 2010), 190.
22

dengannama surau, sedangkan di Aceh dikenal dengan nama

rangkang.28 Dari pengertian tersebut berarti antara pondok dan

pesantren jelas merupakan dua kata yang identik (memiliki

kesamaan arti), yakni asrama tempat santri, tempat murid atau

santri mengaji.

Kalau kita telusuri secara historis keberadaan pesantren ini

maka akan kita temukan kenyataan yang tidak terbantahkan

bahwa pesantren lahir pada zamannya yang tepat. Pada saat itu

pesantren sangat fungsional dan mapu memberi kontribusi

terhadap tantangan zaman, akan tetapi peranan pesantren masa

kini, apalagi masa yang akan datang adalah peranan dalam

mejawab tantangan zaman yang membuatnya berada di

persimpangan jalan yaitu persimpangan antara meneruskan

peranan yang telah di embannya selama ini atau menempuh jalan

untuk menyesuaikan diri dengan keadaan itu artinya keikutsertaan

sepenuhnya dalam arus pengembangan ilmu pengetahuan

(modern), termasuk di dalamnya yang merupakan ciri utama

kehidupan zaman sekarang yang serba teknologi.29

b. Tipe tipe Pondok Pesantren

Secara umum pondok pesantren dapat diklasifikasikan menjadi

dua, yakni Pesantren Salaf atau Tradisional dan Pesantren Khalaf

atau Modern. Sebuah pesantren disebut pesantren salaf jika dalam

28
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 62.
29
Nur Kholis Madjid, Pergulatan Dunia Pesantren, (Jakarta: P3M, 1985), 3.
23

kegiatan pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola-pola

pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning

dengan metode pembelajaran tradisional serta belum

dikombinasikan dengan pola pendidikan modern.

Sedangkan pesantren khalaf atau modern adalah pesantren yang

di samping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama pesantren,

memasukkan juga ke dalamnya unsur-unsur modern yang

ditandai dengan sistem klasikal atau sekolah dan adanya materi

ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya. Pada pesantren ini

sistem sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum digabungkan dengan

pola pendidikan pesantren klasik.30 Dengan demikian pondok

pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang

diperbaharui atau dipermodern pada segi-segi tertentu untuk

disesuaikan dengan sistem yang digunakan oleh sekolah.

Disamping itu ada yang berpendapat bahwa pondok pesantren

terbagi kepada tiga bagian yaitu pondok pesantren salaf, pondok

pesantren modern, dan pondok pesantren komprehensif. Pondok

pesantren komprehensif dikarenakan sistem pendidikan dan

pengajaran gabungan antara yang tradisional dan modern. Artinya

di dalamnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning

dengan metode sorogan, bandongan dan wetonan, namun secara

regular sistem persekolahan terus dikembangkan. Bahkan

pendidikan ketrampilan pun diaplikasikan sehingga


30
Departemen Agama, Pola Pembelajaran di Pesantren. Tahun 2003. Hal, 7.
24

menjadikannya berbeda dari tipologi kesatu dan kedua.31 Oleh

karena itu pendidikan masyarakat pun menjadikan yang utama

dalam penyaluran ilmu dan ketrampilan yang ada pada pesantren.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pondok pesantren telah

berkiprah dalam pembangunan sosial kemasyarakatan.32

Perubahan itu berwujud peningkatan pemahaman (persepsi)

terhadap agama, ilmu dan teknologi, juga dalam bentuk

pengalaman atau praktek yang cenderung membekali masyarakat

ke arah kemampuan masyarakat yang siap pakai dalam

persaingan zaman sekarang ini. Dalam hal ini berkaitan dengan

peningkatan sumber daya manusia dalam memanfaatkan sumber

daya alam yang dimiliki masyarakat. Dengan demikian

masyarakat dapat mengatasi masalah- masalah yang ada dengan

kemampuan dirinya sendiri tanpa harus selalu bergantung kepada

orang lain.33

c. Tujuan Pondok Pesantren

Pesantren merupakan salah satu bentuk pendidikan luar sekolah

yang berada di Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan Islam,

pesantren sudah barang tentu memberikan corak tersendiri

31
Bandingkan Marwan Saridjo dkk. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia (Jakarta: Dharma
Bhakti, 1980), Hal, 9-10.
32
Suyoto, Pondok dan Pembaharuan. (Jakarta: LP3ES. 1988). Hal, 61
33
M Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan.(Jakarta: CV.Prasasti). Hal, 16
25

dibandingkan dengan lembaga pendidikan lainnya. Dalam

penyelengaraan pendidikan, pesantren memiliki dasar pendidikan

yang selaras dengan misi yang diembanya yaitu sebagai

penyelenggara pendidikan Islam.

Secara institusi, tujuan pendidikan pesantren memiliki kesamaan

antara pesantren yang satu dengan pesantren yang lainnya. Tidak

ada perumusan tujuan ini disebabkan adanya kecenderungan visi

dan tujuan diserahkan pada proses improvisasi (spontanitas) yang

dipilih sendiri oleh seorang kyai (bersama-sama dengan dewan

asatidz) secara intuitif yang disesuaikan dengan perkembangan

pesantrennya. Bisa dibilang bahwasannya pesantren itu sendiri

adalah pancaran kepribadian pendirinya.34

Secara terperinci dalam pembinaan pesantren yang dikeluarkan

oleh departemen agama RI disebutkan adanya tujuan pendidikan

pesantren secara umum dan tujuan secara khusus.

1) Tujuan Umum

Untuk membina kepribadian para santri agar menjadi seorang

yang berkpribadian muslim, dan mengamalkan ajaeran-ajaran

34
Nur Cholis Madjid. Op. Cit, Hal. 6.
26

Islam serta menanamkan rasa keagamaan pada semua segi

kehidupan, serta menjadikan para santri sebagai manusia

yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

2) Tujuan Khusus

Untuk mendidik para santri agar menjadi kader-kader ulama

yang memiliki pengetahan agama yang luas dan juga

mengamalkannya, baik bagi diri pribadi maupun kepentingan

masyarakat umum.

Dari kedua tujuan tersebut, pada intinya tujuan pendidikan

pesantren adalah membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Allah swt. Serta memiliki akhlaqul karimah. Dengan tujuan

yang demikian, maka santri akan memiliki kesadaran dalam

melaksanakan pengabdiannya pada agama, bangsa dan negara.

Sehingga nantinya santri dapat diharapkan untuk menjaga keselarasan,

keseimbangan dan keserasian dalam menjalin hubungan dengan Allah

swt. Hubungan dengan sesama manusia, dan hubungan dengan

makhluk Allah yang lainnya.

Wahyu Iryana mengutip penjelasan Nurcholis Majid bahwa

pesantren di Indonesia terbagi menjadi empat jenis dilihat dari

perkembangan laju arus modernisasi.


27

1) Pesantren yang semangat memodernisasi segala unsur

kelembagaannnya, jenis ini sangat kompatibel dalam

kesemangatan berkemajuan.

2) Pesantren yang menerima modernisasi dalam sebagian aspek

kelembagaan dan tetap mempertahankan keunggulan tradisi citra

lembaga.

3) Pesantren yang menyadari perlunya modernisasi dalam pola

pendidikannya tetapi tetap menahan diri untuk menjadi pilar

penjaga tradisionalisme.

4) Pesantren yang menolak terhadap segala bentuk modernisasi dan

bertahan dengan kesalafan pesantrennya. 35

Amin mengelompokkan pesantren menjadi dua jenis, pesantren

ashriyah dan salafiyah. Pesantren jenis ashriyah yang belakangan

disebut pesantren modern adalah pesantren yang mendirikan sekolah

formal dalam institusinya sedang pesantren jenis salafiyah yang

belakangan disebut pesantren kampung atau desa merupakan pesantren

yang tidak memiliki lembaga formal. 36

Berdasar dua pengelompokan diatas, secara garis besar

pesantren terbagi menjadi tiga kelompok besar.

1) Pesantren salaf yakni pesantren yang memiliki ciri khas

mempertahankan pengajian kitab kuning sebagai materi

pokok tanpa mengajarkan pendidikan umum. Metode

35
Wahyu Iryana, Tantangan Pesantren Salaf di Era Modern, Al-Murabbi, Vol. 2 (01) 2015, 70
36
Ibid, 72.
28

pengajaran masih menggunakan metode sorogan, setoran,

bandongan dan wetonan serta menjadikan masjid sebagai

sarana utama pendidikan. Santri tidak dibuat perkelas sesuai

jenjang usia tapi lebih sesuai kemampuan penguasaan materi

kajian dan santri tidak begitu mengharapkan adanya ijazah

sebagai legalitas pendidikan selama pembelajaran.

2) Pesantren khalaf menerapkan model klasikal, kurikulum dan

mata pelajaran yang dipadukan dengan pelajaran umum atau

kurikulum nasional. Jenjang pendidikan disesuaikan dengan

usia dan dibatasi waktu serta para santri memiliki ijazah

untuk melanjutkan ke ejnjang pendidikan selanjunya.

3) Perpaduan pesantren salaf dan khalaf yakni jenis pesantren

yang memadukan antara kekentalan pendidikan tradisiona

dengan pendidikan modern yang disesuaikan dengan

tuntunan zaman. Santri tetap memiliki value keagamaan

disertai sikap moderat yang tinggi.37

d. Sistem Pembelajaran di Pondok Pesantren

Pola pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren erat

kaitannya dengan tipologi pondok pesantren sebagaimana

mestinya ciri khas dari pesantren yaitu adanya :

1) Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang Bersifat Tradisional

Pemahaman sistem yang bersifat tradisional adalah lawan

37
Moh Toriqul Chaer, “Pesantren: Antara Transformasi Sosial Dan Upaya Kebangkitan
Intelektualisme Islam,” Fikroh, (Juli 22, 2022, 74..
29

dari sistem yang modern. Sistem tradisional adalah berangkat

dari pola pengajaran yang sangat sederhana dan sejak semula

timbulnya, yakni pola pengajaran sorogan, bandongan dan

wetonan dalam mengkaji kitab-kitab agama yang ditulis oleh

para ulama zaman abad pertengahan dan kitab-kitab tersebut

di kenal dengan "kitab kuning".

a) Sorogan

Sistem pengajaran dengan pola sorogan dilaksanakan

dengan jalan santri yang biasanya pandai menyodorkan

sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca dihadapan kyai

itu. Di pesantren besar sorogan dilakukan oleh dua atau

tiga orang santri saja, yang biasa terdiri dari keluarga

kyai atau santri-santri yang diharapkan kemudian hari

menjadi orang alim.38

b) Wetonan

Sistem pengajaran dengan jalan wetonan dilaksanakan

dengan jalan kyai membaca suatu kitab dalam waktu

tertentu dan santri dengan membawa kitab yang sama

mendengarkan dan menyimak bacaan kyai. Dalam sistem

pengajaran yang semacam itu tidak dikenal absensinya.

Santri boleh datang atau tidak dan tidak ada ujiannya.39

c) Bandongan

38
Ibid,. 29
39
A. Mukti Ali. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. (Jakarta: Rajawali Press, 1987), 2.
30

Sistem pengajaran yang serangkaian dengan sistem

sorogan dan wetonan adalah bandongan yang dilakukan

saling berkaitan dengan yang sebelumnya, sistem

bandongan seorang santri tidak harus menunjukkan

bahwa ia mengerti pelajaran yang sedang dihadapi. Para

kyai biasanya membaca dan menterjemahkan kata-kata

yang mudah.40

2) Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang Bersifat Modern.

Di dalam perkembangan pondok pesantren tidaklah semata-

mata tumbuh atas metode pengajaran yang lama atau

tradisional saja, akan tetapi pesantren juga melakukan inovasi

dalam metode pengajarannya kepada santri-santrinya. Di

samping pola tradisional yang termasuk cirri pondok salafiyah,

maka gerakan pesantren khalafiyah telah memasuki derap

perkembangan pondok pesantren.

Ada tiga sistem yang diterapkan:

a) Sistem Klasikal

Pola penerapan sistem klasikal ini adalah dengan

pendirian sekolah- sekolah baik kelompok yang mengolah

pengajaran agama maupun ilmu yang dimasukkan dalam

kategori umum dalam arti termasuk di dalam disiplin

ilmu- ilmu kauni (ijtihad) hasil perolehan manusia, yang

40
Zamarkhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup kyai. (Jakarta:
LP3ES, 1982). 44-55
31

berbeda dengan agama yang sifatnya tauqifi (langsung

ditetapkan bentuk dan wujud ajarannya).

b) Sistem Kursus

Pola pengajaran yang ditempuh melalui kursus (takhassus)

ini ditekankan pada pengembangan ketrampilan berbahasa

Arab, Inggris atau yang lainnya, di samping itu diadakan

ketrampilan tangan yang menjurus kepada terbinanya

kemampuan psikomotorik seperti kursus menjahit,

mengetik computer, dan sablon.41

Sistem pengajaran kursus ini mengarah kepada

terbentuknya santri-santri yang mandiri menopang ilmu-

ilmu agama yang mereka tuntut dari kyai melalui

pengajaran sorogan, wetonan. Sebab pada umumnya santri

diharapkan tidak tergantung kepada pekerjaan di masa

mendatang melainkan harus mampu menciptakan

pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka.

Selain sistem pengajaran klasikal dan kursus-kursus, maka

dilaksanakan juga sistem pelatihan yang menekankan kepada

kemampuan psikomotorik. Pola pelatihan yang dikembangkan

adalah termasuk menumbuhkan kemampuan praktis seperti:

pelatihan pertukangan, perkebunan, perikanan, manajemen

koperasi dan kerajinan-kerajinan yang mendukung terciptanya

kemandirian integrative. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan


41
M Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan. (Jakarta: CV. Prasasti, 2003) 65.
32

yang lain yang cenderung lahirnya santri intelek dan ulama yang

mumpuni.42

Baik sistem pengajaran klasik atau tradisional maupun

yang bersifat modern yang dilaksanakan dalam pondok pesantren

kaitanya sangat erat dengan tujuan pendidikan yang pada dasarnya

hanya semata-mata bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim

yang tangguh dalam mengatasi dan kondisi lingkungannya, artinya

sosok yang dapat diharapkan sebagai hasil sistem pendidikan dan

pengajaran pondok pesantren adalah sebagai figur yang mandiri.

Atas dasar pembentukan kemandirian itu maka sistem

pendidikan dan pengajaran pondok pesantren adalah sistem

terpadu. Kemandirian itu nampak dari keberadaan bangunan

sekolah (kelas), pondok dan masjid sebagai wadah pembentukan

jati diri. Sekolah adalah wadah pembelajaran, pondok sebagai

ajang pelatihan dan praktek sedangkan masjid tempat pembinaan

para santri. Dan ketiga sebagai wadah pendidikan itu digerakkan

oleh seorang kyai, yang merupakan pribadi yang selalu ikhlas dan

menjadi teladan santrinya.43

7. Era Milenial

Satu kata yang familiar saat ini, “Milenial” ternyata telah membuat

banyak orang memberikan arti yang berbeda-beda antara satu


42
Muhamad Abdul Mana, Daya Tahan Dan Eksistensi Pesantren Di Era 4.0. (Bandung: Pres
Surya, 2001), 43.
43
Ibid. Hal. 35.
33

dengan yang lainnya tentang kata tersebut. Sehingga perlu

penegasan dari kata Milenial dengan kongkret untuk mendapatkan

makna dan arti yang sesuai.

Milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y) adalah

kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas

waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para

ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980 an sebagai awal

kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga

awal 2000 an sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya

adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang

tua. Milenial kadang-kadang disebut sebagai "Echo Boomers"

karena adanya 'booming' (peningkatan besar) tingkat kelahiran di

tahun 1980 an dan 1990-an. Untungnya di abad ke 20 tren menuju

keluarga yang lebih kecil di negara-negara maju terus berkembang,

sehingga dampak relatif dari "baby boom echo" umumnya tidak

sebesar dari masa ledakan populasi pasca Perang Dunia II.44

Kehadiran dan eksistensi pondok pesantren yang

diharapkan mengirim pesan trend di era digital saat ini adalah

ekspektasi ummat. Transformasi tersebut dapat dilakukan melalui

kanal para santri, yang diharapkan bukan semata melahirkan santri

bercorak normative teologis, namun lebih dari itu santri

transpormatif teologis yang disesuaikan dengan perkembangan dan

44
https://www.ndondon.net/2020/10/contoh-makalah-tentang-generasi-millennial.html. Di akses
kamis, 8 Agustus 2022 jam 6,16 WIB.
34

tuntutan zaman dengan tidak meninggalkan tradisi lama dengan

tetap berkolaborasi dengan tuntunan zaman kekinian. Semisal

budaya literasi kitab kuning adalah cita rasa asli masyarakat

pesantren yang tetap penting dipertahankan sembari mensearching

pengalaman dan informasi baru untuk eksistensi, sehingga ruh dan

dan spektrum pondok pesantren tidak mengalami ketertinggalan.

Tetap mempertahankan spritualitas, menjunjung tinggi akhlaq serta

memperkaya ilmu pengetahuan, sains dan teknologi. Itulah santri

litertaif di era milenial.45

a. Pesantren era milenial

Pesantren bisa dikatakan sempurna jika memiliki rukun

utama.46 1) Kyai, Tuan Guru, Inyaik, Syekh, Ajengan, Buya,

Nyai, atau sebutan lain yang kemudian disebut Kyai

merupakan sosok pendidik yang memiliki kompetensi ilmu

agama Islam yang memiliki peran sebagai tauladan dan

pengasuh pesantren.

2) Santri yang mukim menempuh pendidikan agama Islam

dibawah asuhan Kyai sepanjang waktu.

3) Pondok atau asrama merupakan tempat tinggal dan belajar

santri selama melakukan proses pendidikan di pesantren.

4) Masjid selain tempat melakukan shalat berjama’ah, dzikir

dan istighosah, masjid juga difungsikan sebagai pusat


45
Miftah Mucharomah. “Guru Di Era Milenia Dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin, (Edukasia
Islamika 2, no. 2, 2017), 23.
46
Wahyu Iryana, Tantangan Pesantren Salaf di Era Modern, Al-Murabbi, Vol. 2 (01) 2015, 70
35

pendidikan pembelajaran keagamaan yang dilakukan oleh

Kyai. 5) Kajian kitab kuning sebagai kitab rujukan dalam

seluruh pembelajarannya. Kitab yang diajarkan mayoritas

berbahasa arab walau ada beberapa yang menggunakan

terjemahan, kitab berbahasa melayu atau berbahasa jawa dan

lainnya.47

Idealnya pesantren memiliki dua fungsi utama yakni

pelestarian nilai-nilai etik dan mobilitas sosial serta

pengembangan intelektual tradisional. Pesantren

memposisikan pendidikan menjadi media yang mampu

memobilitas masyarakat agar berkehidupan atas dasar-dasar

nilai Islam yang kaffah. Pesantren memposisikan diri sebagai

pengembang nilai dan ajaran agama Islam sehingga terwujud

masyarakat yang madani bukan hanya mempertahankan tradisi

dan mampu memobilisasi kekuatan umat. Pengembangan

intelektual menjadi domain yang sangat penting dilakukan

pesantren berlandas nilai luhur agama sehingga terbentuk insan

kamil sebagai pioner kedamaian dan persatuan bangsa.

Pesantren lahir dan berkembang sesuai perubahan di

masyarakat.

Jauh sebelum kolonialisme hadir di bumi Nusantara,

sesungguhnya pendidikan di bumi khatulistiwa ini sudah

47
Moh Toriqul Chaer, “Pesantren: Antara Transformasi Sosial Dan Upaya Kebangkitan
Intelektualisme Islam,”Fikroh, (Juli 22, 2022): 49.
36

sangat maju, meskipun belum terlembagakan. Namun untuk

ukuran zaman masa itu pendidikan ala orang-orang Nusantara

sudah terbilang sangat maju. Pendidikan yang berorientasi

pada pengajaran dan penanaman nilai-nilai keagamaan tersebut

kemudian hari oleh para peneliti disebut dan dinamakan

pondok pesantren.48

48
Ibid,.76.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan jenis Penelitian

1. Jenis dan lokasi penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif, suatu metode penelitian yang

digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah, yakni sesuatu

yang apa adanya, tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, 49 atau

metode penelitian naturalistik (Natural Setting).50

Penelitian ini menjadikan peneliti sebagai instrumen utama

dalam penelitian serta bertanggung jawab untuk dapat mendeskripsikan

berbagai fenomena di lapangan sekaligus mengasosiasikan dengan

teori-teori yang berkaitan dengannya. Penelitian kualitatif berusaha

memberikan gambaran tentang stimulus dan kejadian faktual dan

sistematis mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antar

fenomena yang dimiliki untuk melakukan dasar-dasarnya.51

Penelitian kualitatif lebih menekankan pada indeks-indeks dan

pengukuran empiris.52 Metode ini sangat relevan dengan tujuan atau

arah penelitian peneliti, yaitu memahami situasi lokasi penelitian dan

mengungkap kondisi alamiah, praktik pendidikan agama islam

berwawasan multikultural.
49
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2013), 2.
50
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, (Surabaya: Usaha
Nasional), 14.
51
Lexy j. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rremaja Rosdakarya, 2007), 8.
52
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Cet. I; Jakarta: PT Rinneka Cipta, 1997), 35.

39
40

Penelitian ini berlokasi di Pondok Pesantren Al-Mubarok

Lanbulan. Berdasakan observasi awal peneliti dilokasi tersebut, peneliti

melihat pertama, bahwa latar belakang para santri di Pondok tersebut

sangat beragam, ada yang sudah pernah mondok di pondok lain, ada

pula yangg masih benar-benar awal masuk pondok pesantren, dan

semunya harus tetap mengaplikasikan program yang sudah disediakan

oleh pihak pesantren.

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian

untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti. 53 Pendekatan

dalam penelitian adalah salah satu aspek yang digunakan untuk melihat

dan mengamati persoalan atau fenomena yang muncul sekaligus

menjadi tolak ukur dalam memecahkan masalah

3. Sumber data

Sumber data merupakan hal yang paling penting dalam proses

penelitian, sumber data adalah satu komponen utama yang menjadi

sumber informasi sehingga peneliti dapat menggambarkan hasil dari

suatu penelitian.54 Sumber data merupakan hal yang akurat untuk

mengungkap permasalahan, juga untuk menjawab masalah penelitian.

Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka data di kelompokkan

menjadi dua jenis, yaitu:

53
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Cet. I;
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 306.
54
Lihat Sugiyono, Memehami Penelitian Kualitatif, h. 53.
41

a. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan peneliti.55

Data primer didapatkan melalui proses wawancara terhadap mereka

yang mengetahui langsung bagaimana Penerapan budaya literasi

dalam memahami berbagai pelajaran.

b. Selanjutnya adalah data sekunder, yaitu data yang biasanya disusun

dalam bentuk dokumen-dokumen.56 Data sekunder yang dimaksud

adalah literatur dan dokumen yang memberikan informasi dan

secara tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data

tentang bagaimana Penerapan budaya literasi dalam memahami

pelajaran.

4. Teknik pengumpulan data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah

tentang Penerapan budaya literasi dalam memahami pelajaran atau baca

tulis. Untuk memperoleh data tersebut, peneliti melakukan penelitian

langsung kepada obyek yang akan diteliti dengan menggunakan tiga

teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Teknik ini digunakan guna mendapatkan data yang

kualitatif.

a. Observasi

55
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1998), 22.
56
----------------------, Metodologi Penelitian, 85.
42

Observasi dilakukan agar peneliti mampu memahami konteks

data dalam keseluruhan situasi, sehingga dapat memperoleh

pandangan secara holistik atau menyeluruh.57 Obesrvasi merupakan

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati

kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi dapat dilakukan

secara partisipatif dan non partisipatif. Dalam observasi partisipatif,

peneliti ikut serta dalam penelitian yang sedang berlangsung.

Sedangkan dalam observasi non partisipatif, peneliti tidak ikut serta

dalam kegiatan, hanya berperan mengamati kegiatan.58

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk melakukan

pengamatan serta pencatatan secara praktis yang berkaitan dengan

konteks penelitian penelitian tentang peran kyai dalam

melestarikan literasi pesantren dalam memahami baca tulis yakni

mengamati proses pembelajaran yang berlangsung.

b. Interview (wawancara)

Pengumpulan data dalam penelitian ini juga dilakukan

dengan teknik wawancara. Teknik ini dapat digunakan untuk

mengumpulkan data apabila peneliti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,

dan untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam.59 Wawancara dilakukan dalam bentuk yang


57
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, (Surabaya: Usaha
Nasional). 313
58
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda karya,
2007), h. 220.
59
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif,kualitatif (Surabaya: Usaha
Nasional), 317.
43

direncanakan dan strukturnya telah disusun terlebih dahulu untuk

menggali dan mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penelitian

ini dari para informan.

c. Dokumentasi

Selanjutnya, pengumpulan data dengan menggunakan teknik

dokumentasi. Teknik ini merupakan pelengkap dari penggunaan

metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. 60

Dengan dokumentasi hasil penelitian akan semakin kredibel atau

dapat dipercaya. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini

meliputi keadaan Ustadz dan Ustadzah dan Santri sarana dan

prasarana, dapat pula berupa, dokumen yang berbentuk tulisan,

seperti; undang-undang pesantren, visi dan misi pesantren, struktur

organisasi, struktur kurikulum dan dokumen yang berbentuk

gambar, seperti; foto kegiatan para ustad dan Santri dalam proses

belajar mengajar yang ada hubungannya dengan implementasi

pendidikan agama islam berwawasan multikultural. Dokumen-

dokumen ini sangat membantu dalam pengembangan penelitian.

5. Analisis data

Analisis data adalah proses pencatatan, penyusunan, pengolahan, dan

penafsiran, serta menghubungkan makna data yang ada kaitannya dengan

masalah penelitian.61 Penelitian ini akan menggunakan analisis deskriftif

kualtatif di mana data yang telah diperoleh melalui proses observasi,


60
Ibid,. 329.
61
Nana Sudjanah dan Awal Kusuma, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2000), 89.
44

wawancara dan dokumentasi akan dijelaskan atau dianalisis melalui

pemaknaan dan interpretasi. Analisis deskriptif ini bertujuan untuk

menemukan dan mendeskripsikan tentang bagaimana peran kyai dalam

melestarikan budaya literasi dalam memahami pelajaran.

Aktivitas analisis data menurut Miles dan Huberman

sebagaimana dikutif oleh Sugiyono bahwa analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai

tuntas, sampai datanya sudah jenuh. Selanjutnya, proses pengolahan data

dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data (data reduction),

penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan atau verifikasi

data (conclusion drawing atau verification).62 Berikut rincian tahapan-

tahapan tersebut.

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari hasil observasi,

wawancara, dan dokumentasi maka, segera dilakukan reduksi data.

Mereduksi data berarti merangkum, dengan cara memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema

dan polanya, serta membuang yang tidak perlu.63 Dengan langkah-

langkah tersebut.

Data-data yang direduksi dalam penelitian ini, berupa hasil

wawancara, foto-foto, dan dokumen-dokumen sekolah serta catatan

62
Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif (Surabaya:
Usaha Nasional), 337.
63
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, (Surabaya: Usaha
Nasional), 338.
45

penting lainnya yang disederhanakan dan disajikan dalam bentuk

naratif sehingga menjadi satu kesimpulan dari hasil temuan peneliti

terhadap strategi kyai dalam melestarikan budaya literasi di

pesantren.

b. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian

data (data display). Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori, flowchart dan sejenisnya.64 Akan tetapi menururut Miles

and Huberman sebagaimana yang dikutip Sugiono mengungkapkan

bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. 65

Sehingga, dalam penelitian ini penyajian data dilakukan dalam

bentuk deskriftif naratif dan matriks.

c. Penarikan Kesimpulan (conclusion drawing)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman sebagaimana dikutip Sugiyono adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi.66 Kesimpulan awal yang diambil sifatnya

sementara dan terus mengalami perubahan apabila tidak ditemukan

bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya. Tetapi apabila didukung oleh bukti-bukti yang valid

64
Ibid,. 341.
65
Ibid, 341.
66
Ibid. 345.
46

dan konsisten saat penelitian kembali di lapangan, maka kesimpulan

tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel.67

Jadi, kesimpulan yang diambil sepanjang proses penelitian

berlangsung di Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan Sampang

Madura mulai dari awal peneliti mengadakan penelitian sampai pada

saat pengumpulan data, akan terus diverifikasi sehingga diperoleh

satu kesimpulan yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian,

kesimpulan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab konteks

penelitian yang telah dirumuskan sejak awal.

6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.68 Suharsimi

Arikunto menjelaskan bahwa Instrumen penelitian adalah alat atau

fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih

cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.69 Instrumen

dapat juga diartikan sebagai alat bantu yang digunakan oleh peneliti

untuk memperoleh hasil penelitian. Instrumen kunci dalam penelitian ini

adalah peneliti sendiri.70 Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di

67
Ibid. 345.
68
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, (Surabaya: Usaha
Nasional), 148.
69
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V (Cet. XII;
Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2002), 136.
70
Ridwan, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian (Cet.I;Bandung: Alfabeta, 2005), 25.
47

atas, maka peneliti menetapkan beberapa instrumen yang akan

memudahkan dalam melakukan penelitian yaitu:

a. Peneliti sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan

pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat

kesimpulan atas semuanya.71

b. Pedoman wawancara terdiri dari catatan-catatan pertanyaan yang

digunakan sebagai acuan dalam menggali informasi atau sejumlah

pertanyaan yang akan diajukan kepada para informan untuk

mendapatkan data yang benar-benar akurat.

c. Panduan observasi, yaitu alat bantu yang digunakan dalam

memperoleh informasi berupa pedoman pengumpulan data yang

digunakan pada saat prosedur penelitian.

7. Metode Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tentang peran

kyai dalam melesatarikan budaya literasi dan mendasar pada tata Kelola

kyai dalam mengajari santri dan memberikan Pendidikan kepada santri.

Untuk memperoleh data tersebut, peneliti melakukan penelitian langsung

kepada obyek yang akan diteliti dengan menggunakan tiga teknik

pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik

ini digunakan guna mendapatkan data yang kualitatif.

a) Observasi

71
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif (Surabaya: Usaha
Nasional), 306.
48

Observasi dilakukan agar peneliti mampu memahami konteks data

dalam keseluruhan situasi, sehingga dapat memperoleh pandangan

secara holistik atau menyeluruh.72 Obesrvasi merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati kegiatan yang

sedang berlangsung. Observasi dapat dilakukan secara partisipatif

dan non partisipatif. Dalam observasi partisipatif, peneliti ikut serta

dalam penelitian yang sedang berlangsung. Sedangkan dalam

observasi non partisipatif, peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan,

hanya berperan mengamati kegiatan.73

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk melakukan

pengamatan serta pencatatan secara praktis yang berkaitan dengan

rumusan masalah penelitian tentang peran kyai dalam melestarikan

budaya literasi dipesantren yakni mengamati proses pembelajaran

yang berlangsung.

b) Interview (wawancara)

Pengumpulan data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan teknik

wawancara. Teknik ini dapat digunakan untuk mengumpulkan data

apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk

menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan untuk mengetahui

hal-hal dari responden yang lebih mendalam.74 Wawancara

dilakukan dalam bentuk yang direncanakan dan strukturnya telah

72
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D, h. 313
73
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), h. 220.
74
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 317.
49

disusun terlebih dahulu untuk menggali dan mengetahui hal-hal yang

berkaitan dengan penelitian ini dari para informan.

c) Dokumentasi

Selanjutnya, pengumpulan data dengan menggunakan teknik

dokumentasi. Teknik ini merupakan pelengkap dari penggunaan

metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. 75

Dengan dokumentasi hasil penelitian akan semakin kredibel atau

dapat dipercaya. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini

meliputi keadaan Ustadz dan Ustadzah dan Santri sarana dan

prasarana, dapat pula berupa, dokumen yang berbentuk tulisan,

seperti; undang-undang pesantren, visi dan misi pesantren, struktur

organisasi, struktur kurikulum dan dokumen yang berbentuk gambar,

seperti; foto kegiatan para ustad dan Santri dalam proses belajar

mengajar yang ada hubungannya dengan implementasi pendidikan

agama islam berwawasan multikultural. Dokumen-dokumen ini

sangat membantu dalam pengembangan penelitian.

8. Teknik Analisis dan Interpretasi Data

Analisis data adalah proses pencatatan, penyusunan, pengolahan, dan

penafsiran, serta menghubungkan makna data yang ada kaitannya

dengan masalah penelitian.76 Penelitian ini akan menggunakan analisis

75
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 329.
76
Nana Sudjanah dan Awal Kusuma, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi (Bandung: Sinar
Baru Algesindo, 2000), 89.
50

deskriftif kualtatif di mana data yang telah diperoleh melalui proses

observasi, wawancara dan dokumentasi akan dijelaskan atau dianalisis

melalui pemaknaan dan interpretasi. Analisis deskriptif ini bertujuan

untuk menemukan dan mendeskripsikan tentang bagaimana peran kyai

dalam melestarikan budaya literasi dipesantren.

Aktivitas analisis data menurut Miles dan Huberman sebagaimana

dikutif oleh Sugiyono bahwa analisis data kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sampai

datanya sudah jenuh. Selanjutnya, proses pengolahan data dapat

dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data (data reduction),

penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan atau verifikasi

data (conclusion drawing atau verification).77 Berikut rincian tahapan-

tahapan tersebut.

a) Reduksi Data (Data Reduction)

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari hasil observasi,

wawancara, dan dokumentasi maka, segera dilakukan reduksi data.

Mereduksi data berarti merangkum, dengan cara memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari

tema dan polanya, serta membuang yang tidak perlu.78 Dengan

langkah-langkah tersebut,

Data-data yang direduksi dalam penelitian ini, berupa hasil

wawancara, foto-foto, dan dokumen-dokumen pesantren serta


77
Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
337.
78
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, 338.
51

catatan penting lainnya yang disederhanakan dan disajikan dalam

bentuk naratif sehingga menjadi satu kesimpulan dari hasil temuan

peneliti terhadap peran dalam melestarikan budaya literasi.

b) Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian

data (data display). Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori, flowchart dan sejenisnya.79 Akan tetapi menururut Miles

and Huberman sebagaimana yang dikutip Sugiono mengungkapkan

bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.80

Sehingga, dalam penelitian ini penyajian data dilakukan dalam

bentuk deskriftif naratif dan matriks.

c) Penarikan Kesimpulan (conclusion drawing)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman sebagaimana dikutip Sugiyono adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi.81 Kesimpulan awal yang diambil

sifatnya sementara dan terus mengalami perubahan apabila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila didukung oleh bukti-

79
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, 341.
80
Ibid, 341.
81
Ibid. 345.
52

bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali di lapangan,

maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel.82

Jadi, kesimpulan yang diambil sepanjang proses penelitian

berlangsung di Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan Sampang

Madura mulai dari awal peneliti mengadakan penelitian sampai

pada saat pengumpulan data, akan terus diverifikasi sehingga

diperoleh satu kesimpulan yang bersifat menyeluruh. Dengan

demikian, kesimpulan dalam penelitian ini diharapkan dapat

menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal.

82
Ibid. 345.
BAB IV

PENYAJIAN DAN HASIL ANALISIS DATA

Berikut penulis akan sajikan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian

penulis, melalui wawancara dan observasi yang di lakukan dengan beberapa

pengurus dan staf pengajar mulai keadaan dan suasana Pesantren Al-Mubarok

Lanbulan Tambelangan Sampang hingga struktur dan kurikulum yang berlaku di

Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan.

A. Gambaran objek penelitian

1. Profil pesantren

Lanbulan dahulu kala adalah kawasan pematangan sawah dan terletak

dibawah bukit kecil dekat dengan sungai yang berlokasi disebelah selatan

kampung Tenggetteng Kecamatan Tambelangan Sampang. Dan

dikampung inilah KH. Muhammad Fathullah tinggal bersama istri dan

mertuanya setelah beliau dijodohkan oleh ayahandanya KH. Fathullah

dengan Ny. Dewi Fatimah (Hj. Zainab) yang masih saudara sepupunya

sendiri yaitu putri paman beliau yang bernama KH. Khairuddin yang

berasal dari Desa Taman yang mempersunting Ny. Bhuna (Hj Aminah).

Dari kampung inilah akan dimulai sejarah berdirinya Pondok Pesantren al-

Mubarok Lanbulan.

Tanggal 08 Sya'ban 1371 H / 02 Mei 1952 M, merupakan moment yang

sangat berarti dan bersejarah bagi perjalanan Pondok Pesantren al-

Mubarok Lanbulan, karena pada hari itu batu peletakan pertama di lakukan

55
56

di persawahan Lanbulan untuk membangun dalem sekaligus pesantren

yang akan di asuh oleh KH. Muhammad bin Fathullah, maka pada saat itu

dimulailah pemindahan kediaman beliau yang ada di Tenggenteng ke

Lanbulan serta merenovasi kerusakan yang ada.

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pondok Pesantren Al-Mubarok


Lanbulan sebagai berikut

PELINDUNG

PENASEHAT UTAMA

PENASEHAT AKTIF

KETUA UMUMUM

SEKRETARIS W. KETUA UMUM BENDAHARA

WAKIL WAKIL
SEKRETARIS BENDAHARA

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEAMANAN HUMAS &


SDM & AKOMODASI
ORGANISASI
ORGANISA

PENERANGAN PERIBADATAN PENERBITAN PEREKONOMIAN&


KESEJAHTERAAN

Saat ini, di pondok pesantren Al-Mubarok Lanbulan di kelola oleh para

putra-putra Kyai Sepuh Kh Muhammad Fathulloh ( Pendiri pertama PP

Al-MUbarok Lanbulan ), dan asrama para santripun mulai berkembang


57

dan banyak pemugaran yang dilakukanoleh pihak pesantren, untuk asrama

santri baik putra maupun putri diberi nama sesuai urutan huruf abjad dan

sekarang asrama santri putra sudah mencapai 10 asrama dengan nama

asrama Blok A-K, dan dari nama-nama tersebut ada sebagian asrama yg di

kelola langsung oleh sebagian Kyai yang kebetulan asramanya

bersebelahan dengan dalemnya Kyai, untuk santri baru yang lulus tes baca

kitab, maka diletakkan di blok H yang dikelola oleh Kyai Abd Adhim MF

dan semua santri blok H terdiri dari santri baru yang boleh masuk kelas

dikarenakan mereka lulus tes ujian baca kitab kuning, untuk asrama

asrama santri baru yang tidak lulus baca kitab kuning.

maka akan dimasukkan dalam program metode Al-Asas yang terletak di

Blok G yang dikelola oleh Kyai Ach Ghozali MF, disanalah santri baru

yang masuk metode Al-Asas di gembleng untuk memperdalam nahwu

sorrof, tetapi yang paling diterapkan kepada mereka, ditanamkannya sopan

santun sebelum teori diajarkan kepada mereka, beberapa kajian kitab

kuning diterapkan kepada mereka, dengan harapan kelak setelah mereka

lulus dari metode Al-Asas mereka sudah bisa membaca kitab kuning walau

tidak semahir santri lama, tapi setidaknya mereka bisa menterjemah dan

mengeja bacaan kata perkata dan menganalisa kedudukan-kedudukan kitab

kuning serta memahami sedikit demi sedikit apa yang terkandung didalam

bacaanya tersebut, mereka tidak saja disodorkan dengan bacaan kitab

kuning, tapi kajian teori dan pratek ubudiyah yang berupa sikap dan sopan

santun santri kepada Guru dan sesama santri pondok pesantren Al-
58

Mubarok Lanbulan melalui karya-karya kyai Lanbulan sendiri atau kitab

karya Ulama sebelumnya.

Tabel 4.1 Daftar nama Kyai dan jabatannya

NO NAMA KYAI JABATAN


1 Kh Abd Adhim MF Ketua MMU dan Blok H
2 Kh Ach Barizi MF Pengasuh dan Blok E
3 Kh Ach Ghozali MF Pembina Al-Asas dan Blok G
4 Kh Hassan MF
5 Kh Sonhaji MF Pembina Qiroaty dan Blok I
6 Kh Ihyek Ulumiddin MF Pembina Blok J
7 Kh Ghufron MF Pembina Blok A & B
8 Kh Syafi’e Zainy Pembina Asputri
9 Kh Fahmi As’ary M.Ag Hukumiyah
10

Kegiatan belajar mengajar (KBM) yang di laksanakan di pondok pesantren

AL-Mubarok Lanbulan terdiri dari beberapa kegiatan dan beberapa

organisasi, dan kesemuanya dibawah naungan para staff pengajar PP Al-

Mubarok Lanbulan. Sekitar 97 Ustad ikut membantu kyai dalam mendidik

santri dalam berbagai program pembelajaran yang dilaksanakan di

Pesantren, dan berbagai program yang diterapkan di pesantren tersebut

juga ditangani beberapa Ustad yang memang handal dalam bidangnya

masing-masing, setiap organisasi ditangani oleh Ustad yang

berpengalaman dalam bidangnya dibantu juga dengan diikutsertakannya

dalam beberapa seminar yang digelar dilembaga lain, sehingga para

pemangku organisasi bisa selalu menjaga eksistensi dan menambah


59

wawasan terhadap para anak didiknya yang bernaung dibawah organisasi

tersebut.

Adapun daftar tenaga pengajar adalah sebagai berikut

Tabel 4.2 Daftar Staf Pengajar Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan


NO. NAMA DAERAH JABATAN
1 Ust. Zubair Ali Muntaha I Dewan Mustasyar
2 Ust. Zainuddin Ali Kantor Dewan Mustasyar
3 Ust. Ach. Muhsinuddin E Dewan Mustasyar
4 Ust. Mushonnif Ar F Dewan Mustasyar
5 Ust. Abd. Adhim MA A Dewan Mustasyar
6 Ust. Syarifuddin Kantor Ketua Umum Majal
7 Ust. Ach. Zahri Kantor Ketua I MAJAL
8 Ust. Moh. Ali A P. Jawab Khodim
9 Ust. Nirsam A Moroqib Daerah
10 Ust. Saifulloh A Bendahara MMU
11 Ust. Munawwir Arif B Ketua MAJAL III
12 Ust. Marzuqi B Staf Pengajar
13 Ust. Abd. Rohim B Moroqib Daerah
14 Ust. Busyri Fauzan C Ketua MAJAL II
15 Ust. Romli C Keamanan Majal
16 Ust. Fauzi Izzi C Bendahara Umum Majal
17 Ust. Muttaqin Muhsin C Sekretaris MMU
18 Ust. Ismail Syahid C P. Jawab Penyangsi MMU
19 Ust. Muda’ie D Ketua I MMU
20 Ust. Isma’il Azzaw D Sekretaris MAJAL
21 Ust. Muhammad Masyhuri D Keamanan MAJAL
22 Ust. Jamil Hadlori D Moroqib Daerah
23 Ust. Zainul Muttaqin E Wakil Bendahara Pesantren I
24 Ust. Fathurrozi E Penanggung Jawab Tahfidz
25 Ust. Ach. Barizi E Moroqib Daerah
26 Ust. Khotibul Umam E Penanggung Jawab LAFAL
27 Ust. Tajul Anwar E Wakil Ketua Tartil Al-Qur’an
28 Ust. Abd. Ghofur Sa’id E Keamanan MMU
29 Ust. Suba’ie E Ketua II MMU
30 Ust. Baiquni E Ketua Tartil Al-Qur’an
31 Ust. Ach. Salim E Staf Pengajar
32 Ust. Mahrus Salam E Keamanan MAJAL
33 Ust. Ja’far Shodiq E Staf Pengajar Nash
34 Ust. Sholeh Hamid E P. Jawab IMLA’
35 Ust. Nurul Hadi F Moroqib Daerah
36 Ust. Abd. Syakur F P. Jawab Perlengkapan MMU
37 Ust. Abd. Rohman F Ketua Pribadatan MAJAL
38 Ust. Khotibul Umam F Keamanan MAJAL
39 Ust. Mahmudi Thohir F Ketua Majalah Al-Qomar
60

40 Ust. Ach. Rofi’ie Zahid F Ketua IKMAL


41 Ust. Ali Wafa F Ketua Lanbulan Online
42 Ust. Imam Syamsul Arifin F Panitia Tidak Terduga
43 Ust. Suryadi F Panitia Tidak Terduga
44 Ust. Zainuddin G Penasehat Keamanan Majal
45 Ust. Nuruddin G Penasehat Al-Asas
46 Ust. Moh. Ali G Moroqib Daerah
47 Ust. Ali Ma’sum G P. Jawab Al-Asas
48 Ust. Moh. Fauzi Badruddin G Staf Pengajar Al-Asas
49 Ust. Abd. Wakil G Staf Pengajar Al-Asas
50 Ust. Ahmad G Sekretaris Al-Asas
51 Ust. Juhri G Staf Pengajar Al-Asas
52 Ust. Mahmud G Staf Pengajar Al-Asas
53 Ust. Abdulloh Jazuli G Staf Pengajar Al-Asas
54 Ust. Zainuddin Arimin G Staf Pengajar Al-Asas
55 Ust. Andi Irawan G Staf Pengajar Al-Asas
56 Ust. Moh. Ikrom M.pd G P. Jawab Kuliahan
57 Ust. Azizul Ghufron H Staf Pengajar LPBA
58 Ust. Barrun Madhani H Sekretaris TAJALLA
59 Ust. Farisi H Moroqib Daerah
60 Ust. Mukhtar H Ketua LPBA
61 Ust. Khoil H Staf Pengajar LPBA
62 Ust. Irfan Akbar H Staf Pengajar LPBA
63 Ust. Haris I Moroqib Daerah
64 Ust. Ali Hamdan I P. Jawab Qiro’ati
65 Ust. Fadloil I Kepala Sekolah SDI
66 Ust. Ach. Syahir J P. Jawab Konsulat
67 Ust. Rahmatulloh K Moroqib Daerah E 2
68 Ust. Fakhrillah K P. Jawab NASH
69 Ust. Siddiq K P. Jawab MUMTAZ
70 Ust. Lutfi K Ketua Tahfidz Al-Qur’an
71 Ust. Ihya’ Ulumiddin KBMK Ketua KBMK
72 Ust. Abd. Aziz KBMK P. Jawab MG2M
73 Ust. Hulaimi Adi KBMK P. Jawab Foto Copy KBMK
74 Ust. Ihya’ Ulumiddin Kholil KANTOR Keamanan MAJAL
75 Ust. Nurul Faizi KANTOR Sekretaris Keamanan majal
76 Ust. Mahrussalam KANTOR Keamanan MAJAL
77 Ust. Khoruddin Rijal KANTOR Keamanan MAJAL
78 Ust. Lukman KANTOR P. Jawab Hukumiyah
79 Ust. Khoirul Anam KANTOR P. Jawab Hukumiyah
80 Ust. Zainal Abidin KANTOR P. Jawab Hukumiyah
81 Ust. Zahri Hayyi KANTOR P. Jawab Indikos
82 Ust. Fakhrurrozi Asmawi KANTOR BML
83 Ust. Fathurrozi Yahya KANTOR BML
84 Ust. Ridwan LAFAL
85 Ust. Nahrowi TOKO
86 Ust. Moh. Ridlo TOKO
87 Ust. Fathurrozi Mahsun TOKO
61

88 Ust. Shofyan UKK


89 Ust. Idris UKK
90 Ust. Abd. Ghofur UKK P. Jawab Indikos Asatidz
91 Ust. Abd. Latif TOKO
92 Ust. Abd. Rosyid TOKO
93 Ust. Kholilurrohman TOKO
94 Ust. Abd. Rohman TOKO
95 Ust. Abd. Rohman TOKO
96 Ust. Husnan TOKO
97 Ust. Faishol TOKO P. Jawab ALMU
62

B. Paparan Data dan Temuan Penelitian

1. Paparan data

Dalam lingkungan pondok pesantren kiai merupakan sosok

pemimpin tertinggi. Oleh karena itu, keberadaan kiai di sini

mensyaratkan adanya kharisma dan pengetahuan agama yang luas.

Apabila sudah demikian, sosok kiai akan sangat disegani dan dihormati,

baik oleh santri maupun oleh masyarakat secara umum. Bahkan lebih

dari itu, kepercayaan masyarakat akan bertambah sehingga anak-anak

yang nyantri di pondok pesantren yang dipimpinnya pun akan lebih

banyak lagi. Artinya, proses maju dan mundurnya satu pesantren akan

sangat ditentukan oleh sosok kiainya.

Semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

seorang kiai, maka hampir bisa dipastikan pesantren yang dipimpinnya

itu semakin maju santrinya banyak. Dan begitu sebaliknya. Karena

sistem yang demikian, tidak aneh bila kita melihat kondisidi lapangan,

jika ada kiai kharismtik yang berpulang ke rahmat Tuhan, kepercayaan

masyarakat terhadap pondok pesantren yang dipimpinnya akan menurun

dan para santri sedikit demi sedikit berkurang.

Di sini, peran kiai sunguh luar biasa. Segala yang yang

dilakukan sang kiai akan menjadi contoh yang layak ditiru oleh para

santri. Sementara setiap larangan dan anjuran sang kiai akan

menjadibkamus yang tidak boleh dibantah. Dalam kasus tradisi literasi,


63

misalnya, tidak heran apabila santri Al-Mubarok Lanbulan memiliki

tradisi kuat dalam menulis buku, karena figur idolanya Kh. Ach Barizi

MF dan Kh. Ach Ghozali MF juga terlebih dulu telah memiliki tradisi

yang sama.

Berdasarkan pengamatan penulis, di lingkungan pondok

pesantren Al-Mubarok Lanbulan telah tercipta iklim yang kondusif

dalam etos belajar para santri, Hal ini terlihat dari aktifitas para santri

dalam kegiatan rutin sehari-harinya. Meskipun berada dalam kultur

pesantren salaf, yang jauh dari sentuhan peradaban modern, para santri

Al-Mubarok Lanbulan tidak tertinggal dalam hal informasi, teknologi

komputer, internet serta istilah populer seputar dunia pendidikan, sosial,

politik dan budaya. Paling tidak dalam satu semester (6 bulan) hampir

bisa dipastikan selalu digelar kajian ilmiah seperti seminar, bahtsul

masa’il, serta diskusi-diskusi yang mengangkat tema seputar keilmuan di

pesantren. Yang terpenting diungkapkan di sini.

santri Al-Mubarok juga memiliki tradisi menulis karya ilmiah.

Karya-karya yang lahir biasanya berbentuk artikel pendek dalam bahasa

Indonesia yang membicarakan tema kajian keislaman tertentu, kitab

dalam bahasa Arab yang membicarakan cabang ilmu keislaman, dan

selain itu juga berbentuk karya ulasan (syarh,hasyiyah, tahqîq, ta’lîq,

dan taqrîr).
64

Menurut ketua Lembaga Pendidikan pondok pesantren Al-

Mubarok Lanbulan Ust. Mude’I Kholil, terhitung sejak tahun 90-an

hingga sekarang telah terbit tidak kurang dari 102 (serratus dua) karya

kitab yang ditulis oleh masyarakat akademik pondok pesantren yang

berada di Lanbulan. Adapun bentuk karya ilmiah itu bisa berupa karya

mandiri, ulasan, kritik serta tanggapan terhadap fenomena terkini. Tema

pembahasannya meliputi: hadis, teologi (tauhid), fikih, tata bahasa

(nahwu, sharaf, i’rab, mantiq, dan balaghah, dan karya ilmiah berbahasa

Indonesia), tasawuf dan sosial kemasyarakatan (termasuk di dalamnya

politik).83

Biasanya karya-karya itu dicetak secara terbatas dan beredar

secara terbatas pula di lingkungan pondok pesantren Lanbulan. Karena

masih sederhananya pola administrasi dan kearsipan di pesantren-

pesantren di Lanbulan, karya-karya yang sudah lahir tidak

terdokumentasikan dengan baik. Akibatnya, banyak karya-karya yang

sudah terbit itu hilang begitu saja. Tidak sedikit ditemukan karya yang

tidak diketahui nama penulisnya.

Mencermati karya ilmiah yang ditulis para santri yang berhasil

penulishimpun, terdapat beberapa hal yang mengganggu benak penulis.

Antaralain, kebiasaan untuk tidak mengikuti aturan yang berlaku bagi

parapengarang buku, pencantuman nama terang si pengarang buku. Dari

kitab-kitab yang penulis jumpai selama proses penelitian ini, terdapat

83
Mude’i Kholil, wawancara,
65

beberapa buku yang tidak mencantumkan nama si pengarang.

Ketikapenulis mewawancarai salah satu pengarang kitab-kitab

tersebut,alasannya adalah sebagai bentuk sikap rendah hati, semacam

tawadhu’ , baik sebagai santri kepada kiai maupun kerendahan hati

seorang yang berilmu (‘alim).

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan Ust. Ach.

Zahri M,pd, beliau merupakan pimpinan Organisasi KBMK ( Konfrensi

Bahtsul Masa’il Kubro ), diperoleh informasi bahwa pemahaman baca

“Kitab Kuning” atau yang lebih akrab dikenal dengan ‘Kitab Gundul” di

Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan dapat dilihat hasil wawancara

sebagai berikut:

“Pengajian kitab kuning di pesantren dibedakan pada dua


tingkat, yaitu tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Untuk tingkat
Tsanawiyah biasanya ustadz/ah membacakan, kemudian
menerjemahkan serta menjelaskan isi kandungan dari teks kitab
yang dibacakan, sementara santri menyimak dan ada yang
menulis apa yang telah dijelaskan oleh ustadz/ah-nya. Kemudian
untuk tingkat Aliyah, santri diminta membacakan kitab di depan
kelas secara bergantian tentang materi yang ditentukan,
selanjutnya ustadz/ah dan santri lainnya menyimak dan
mengoreksi bacaaan santri tersebut. Pada tahapan berikutnya
ustadzah menjelaskannya kepada santri agar santri memahami
materi pelajaran dari pengajian kitab tersebut”84
Juga diperoleh informasi mengenai pemahaman kitab kuning di

pondok pesantren Al-Mubarok Lanbulan bersama Ustad Lora

84
Wawancara dengan Ust Ach Zahri M.pd, Pimpinan KBMK Pesantren Lanbulan pada tanggal 16
Juli 2022
66

Rahmatulloh Bin Kyai Kholil As’ad Situbondo, beliau mengatakan

bahwa.85

Di Lanbulan itu ada beberapa organisasi yang menaungi santri


untuk memperdalam pemahaman membaca kitab kuning, mulai
dari kegiatan wajib dan sunnah, mulai dari teori sampai
prakteknya, mulai dari kurikulum sampai extrakurikulernya,
contoh saja, di madrasah pelajaran kitab kuning lebih
didominasi oleh para staf pengajar yang menguraikan isi kitab
kuning kepada para santri, tapi di organisasi santri lebih dituntut
untuk menguraikan dan mendeskripsikan apa yang terkandung
dalam kitab kuning tersebut, ada organisasi yang namanya
LAFAL, dengan visi misi santri dapat mengeksplorasi isi kitab
tentang ilmu falak atau ilmu Astronomi, kemudian ada lagi
KBMK dengan tujuan untuk mengenalkan santri dengan
permasalahan actual yang terkandung dalam kitab kuning
sehingga santri mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan
sehari-hari, ada lagi NASH husus santri pemula belajar kitab
kuning, disana santri lebih ditekankan mempelajari gramatikal
arab dengan tidak mengesampingkan kitab kuning yang menjadi
filosofi pesantren Al-Mubarok Lanbulan.

Penulis temukan sebuah objek yang cukup mengesankan dalam

pesantren ini, kegiatan santri tidak saja selalu dipenuhi dengan kegiatan

kitab kuning saja, melainkan mereka juga disuguhi dengan pendidikan

literatur dan sains literasi lengkap dengan metode dan prakteknya 86

Setelah penulis konfirmasi kepada salah satu penanggung jawab

organisasi tersebut, beliau dengan mengatakan bahwa:

Lanbulan tidak saja menerapkan pendidikan salaf saja, tetapi


juga dilengkapi dengan pendidikan formal dan diaplikasikan
dalam praktek melalui seni melukis, menggambar dan riset
tentang perhitungan membuat kalender hingga menentukan
Gerhana matahari dan Bulan dan juga tidak kalah pentingnya
dalam bidang literasi melalui majalah Al-Qomar dan madding
Al-Miftah, bahkan banyak santri mewakili pesantren mengikuti

85
Lora Rahmatulloh, Wawancara, Staf pengajar MMU dan Pembina LAFALAN, pada tanggal 23
Juli 2022.
86
Observasi, di dalam gedung Majlis Ta’lim Pondok Lanbulan, pada tanggal 23 Juni 2022.
67

ajang lomba nasional sampai tingkat international dan mereka


selalu menorehkan prestasi yang gemilang dalam setiap
perlombaan, bahkan dalam segi bahasa banyak santri yang
mendalami bahasa asing mulai dari bahasa Arab dan Bahasa
Inggris dan ketika liburan, mereka banyak mendalami
pendidikan bahasanya di sebuah kampong inggris tepatnya di
desa Pare Kediri, dan semua kegiatan formal tersebut tidak
merusak jadwal sekolah salaf mereka, jadi walau mereka banyak
mengikuti kegiatan tambahan formal semuanya tidak
mengganggu kegiatan belajar santri di Madrasah,87

Dari hasil wawancara dengan ustadz lain yang juga pengurus

KBMK Ust Sube’i Kamil menyebutkan bahwa:

“Metode yang dipakai di pesantren ini adalah metode yang


sudah lazim dipakai di kalangan pesantren, yakni ustadz/ah
membaca, menerjemahkan, dan menjelaskan isi kitab,
sedangkan santri menyimak, apa yang telah dibacakan dan
dijelaskan oleh ustadz/ah-nya. Metode ini biasanya lebih
dominan dipakai pada materi pelajaran nahwu, shoraf, tafsir,
hadits, mushthalah hadits, fiqh, usuhul fiqh, tauhid, akhlak dan
tarekh. Biasanya penyampaian menggunakan bahasa Indonesia,
agar santri mudah mengerti”.88
Hal senada juga diperoleh informasi dari ustadz lain, yang
menyebutkan bahwa:

“Pengajian kitab kuning yang diterapkan di pesantren adalah


ustadz/ah membacakan sedangkan santri menirukan sesuai
dengan apa yang dibacakan oleh ustadz/ah, kemudian
menerjemahkan serta menjelaskan kandungan bacaan dari kitab
tersebut. Setelah itu, iustadz menunjuk salah seorang dari santri
untuk mengulangi bacaan yang sudah dibacakan bersama
tersebut, dan lainnya menyimak dan mengoreksi pengulangan
bacaan tersebut”.89

87
Wawancara, Ust Fakhrillah Aykar, Pembina NASH, 23 Juli 2022.
88
Wawancara dengan Ust Sube’I Kamil Staf Pengajar KBMK Pesantren Lanbulan pada tanggal
18 April 2021
89
Wawancara dengan Muhammad Yasir Guru Pesantren pada tanggal 25 Juli 2022
68

Kemudian dari hasil wawancara dan obsevasi yang dilakukan

terhadap ustadz Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan Sampang,

diperoleh informasi bahwa:

“Selain kegiatan kurikuler, pesantren menerapkan pula kegiatan


berupa extra kurikuler secara rutin, yaitu pengajian asrama
dalam bentuk muzakarah (diskusi) secara berkelompok, kajian
ilmu astronomi, kajian faroid atau ilmu warisan dan kajian
seminar haid, Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu dan
memperlancar santri dalam pengkajian kitab kuning, mulai dari
cara membaca, menterjemah dan memahaminya, terutama bagi
santri yang kurang lancar membaca kitab kuning atau rendahnya
pengetahuan ilmu i’robi/qawa’id dan menterjemah. Pengajian
kelompok (muzakarah) ini dilaksanakan mulai dari pukul 21:30–
23.30 setiap malam kecuali malam liburan dibawah bimbingan
dan pengawasan Mulahiq, Bagi santri yang tidak serius atau
tidak hadir mengikuti kegiatan muzakarah kelompok dikenakan
sanksi, sesuai dengan ditetapkan pesantren. ”90

Realita yang ada, kegiatan mudzakaroh atau kegiatan diskusi ini

tidak selesai sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan oleh pihak

pesantren, tapi oleh pihak mulahiq masih dibimbing dan ditemani

sampai jam 00.30, dikarenakan materi atau diskusinya belum

menemukan solusi.91

Selain pengajian kelompok (muzakarah), diperoleh pula

informasi dari ustadz lain yang menyebutkan bahwa:

“Santri diwajibkan pula melakukan pengajian secara mandiri,


yaitu mengulangi kembali atau menghafal pelajaran yang sudah
diajarkan ustadz/ah di pesantren, waktu yang digunakan adalah
setelah sholat Subuh dan Maghrib. Selain waktu yang sudah
dijadwalkan tersebut, ada lagi waktu khusus, yaitu bagi santri
yang belajar pagi hari diwajibkan mengulangi kembali atau
menghafal pelajaran yang sudah dipelajarinya pada sore hari,
90
Wawancara dengan Ust Musonnif AR M.pd Ketua Pengurus Pesantren pada tanggal 25 Juli
2022
91
Observasi di gedung KBMK pada tgl 25 Juli 2022 jam 21.30-00.40 WIB.
69

mulai dari pukul 15:20–16:00 (menjelang Maghrib). Sedangkan


bagi santri yang belajar sore, waktu mengulangi atau
menghafalnya adalah pada malam hari, mulai dari pukul 20.10 –
22.30 wib, kecuali hari libur ”.92

2. Temuan penelitian

Ketika penulis melakukan penelitian di pondok pesantren Al-

Mubarok Lanbulan, penulis mendapat informasi sebagai berikut,

Al-Asas merupakan produk teknologi pendidikan/pembelajaran

yang disusun oleh bagian pendidikan PPL selaku pengatur dan penyusun

kurikulum pendidikan yang berada di Pondok Pesantren Al-Mubarok

Lanbulan untuk selanjutnya direalisasikan di Madrasah Miftahul Ulum

(PPL) Lanbulan. Guna mewujudkan adanya pembelajaran yang efektif,

efesien , dan menyenangkan. Bila mengacu kepada teori yang telah

penulis jabarkan di bab II, bahwasanya teknologi pembelajaran

sebagaimana yang disampaikan oleh Cheung, Siemens, dan Titten berger

adalah aplikasi pengetahuan serta penerapan teori-teori pendidikan dan

alat bantu untuk mendesain pikiran dan lingkungan guna melaksanakan

pembelajaran dengan cara yang handal dan efektif.93

Salah satu caranya adalah dengan cara mematenkan,

sebagaimana yang dilakukan oleh pihak pendidikan PPL dengan

mengembangkan model pembelajaran menggunakan metode Al-Asas,


92
Wawancara dengan Taufik Guru Pesantren Lanbulan pada tanggal 25 Juli 2022
93
Muhammad Yaumi, Media dan Teknologi Pembelajaran (Jakarta: Prenada media group,
2018),24
70

sehingga targetpembelajarannya jelas, pelaksanaannya mudah, dan

menyenangkan.

b. Tujuan praktis artinya pembelajaran ini harus mengandung manfaat

etis yang dirasakan oleh masyarakat dalam hal ini guru/asatidh dan

murid. Sebagaimanayang terjadi pada guru dan khususnya para

santri PPL, mereka bisa membaca kitab kuning dalam kurun waktu

4bulan sesuai target yang direncanakan oleh pengurus PPL.

c. Dinamika perubahan yang diakibatkan oleh adanya penerapan dan

tujuan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut, sebab perubahan

teknologi berdampak pada perubahan manusianya baik dari segi

pengetahuan, sikap, dan perilaku atau dari sisi budaya teknologi

yang dianutnya.94 Dalam hal ini metodologi pembelajaran

menggunakan kitab al Al-Asas yang praktis dan menyenangkan,

sehingga bisa membuat murid-murid lebih bergairah, cepat faham,

dan tidak membosankann.

Metode yang berlaku di kelas dan diterapkan serta diaplikasikan

dalam pembelajaran adalah sebagai berikut

1) Mukoddimah

a) Guru membuka majelis dengan Basmalah

94
Muhammad Yaumi, Media dan Teknologi Pembelajaran…26
71

b) Guru membimbing santri untuk membaca al-Fatihah untuk

penyusun dan orang-orang yang membantu menyebarkan

metode Al-Asas

2) Penyajian materi

a) Sebelum mengajar, Guru memerintahkan kepada santri untuk

mengulangi rumus dan qa'idah yang pernah dipelajari kemarin.

b) Guru memulai pelajaran dengan cara membaca judul,

kemudian membacakan contoh permasalahan yang ada tanda

(), dengan memberikan keterangan secukupnya.

c) Santri membaca semua contoh ayat 2x, bacaan pertama

lengkap tanpa waqaf sesuai dengan nahwu, sedangkan bacaan

kedua diwaqafkan sesuai dengan tajwid.

d) Santri mengulangi keterangan yang ada di bawahnya dan

membaca dasar baitnya dengan melihat pada buku khulasoh.

e) Sebelum mengakhiri belajar, terlebih dahulu santri

menghafalkan rumus dan aqidah sesuai dengan materi yang

baru dipelajari.

3) Penutup
72

Guru menyampaikan kesimpulan dan kesan-kesan berupa penekanan

pelajaran yang baru disampaikan. Guru menutup pelajaran dengan

bacaan do'a dan hamdalah serta mengakhiri dengan salam.

C. Faktor penghambat dan pendukung dalam melestarikan budaya literasi


di pesantren Al Mubarok Lanbulan
1. Faktor pendukung

1) Ustad

Ustad pengajar metode Al-Asas dipondok Pesantren Al-Muarok

Lanbulan adalah Ustad yang menjunjung tinggi profesionalisme,

karena disamping menempuh pendidikan formal, sebagian besar Ustad

pengajar metode Al-Asas juga pernah menimba ilmu di Timur

Tengah, sehingga kemampuan berbahasa Arabnya tidak diragukan

lagi dan sangat capable dan marketable. Disamping profesional, Ustad

pengajar metode Al-Asas juga memiliki kepribadian Islami, hal ini

tampak dari aktivitas keseharian mereka, dengan menjadi da'i di

lingkungan tempat tinggalnya.

2) Kesadaran Santri.
73

Dalam Mengikuti Pembelajaran metode Al-Asas di pondok pesantren

Al-Mubarok Lanbulan.Santri yang mau mengikuti pembelajaran

metode Al-Asas, adalah berkat kesadaran dari santri akan betapa

pentingnya pendidikan agama bagi mereka.

3) Sinkronisasi antara Pendidikan Agama dan Umum.

pihak pengelola Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan, berusaha

untuk menghilangkan dikotomi antara pendidikan agama dan

pendidikan umum serta mencoba untuk men-sinergikan keduanya,

sehingga di Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan, kitab kuning

dan metode Al-Asas diajarkan pada jam pelajaran efektif dan bukan

ditempatkan pada kegiatan ekstra.

4) Lingkungan Religius.

Lingkungan dipercaya sebagai faktor utama pembentuk kepribadian

seorang individu, apalagi bagi para remaja. Beruntung Pondok

Pesantren Al-Mubarok Lanbulan berdiri di sekitar lingkungan

masyarakat yang religius, maka secara tidak langsung perilaku

santrinya akan lebih mudah dikontrol dan santri akan terbiasa untuk

berakhlak dengan akhlakul karimah

D. Factor Yang Menghambat

1. Kurangnya Pelayanan Perpustakaan.


74

Perpustakaan yang ada di pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan

tergolong cukup bagus, di perpustakaan pondok Pesantren Al-Mubarok

Lanbulan banyak tersedia koleksi koleksi kitab-kitab metode dari

berbagai referensi. Akan tetapi pengelolaan dan pelayanan di

perpustakaan tersebut kurang maksimal.

2. Minimnya Alokasi Waktu.

Pelaksanaan Pembelajaran yang hanya 1.5 jam, menyebabkan Ustad

kurang maksimal dalam pencapaian target pengajarannya, karena dalam

pengajaran Metode Al-Asas memerlukan waktu yang cukup lama, sebab

disamping Ustad harus menerjemahkan teks berbahasa Arab dalam

materi, Ustad juga harus menjelaskan isi yang terkandung dalam Metode

tersebut.

3. Minimnya Pengetahuan santri tentang Ilmu Nahwu dan Sharaf.

Untuk bisa mempelajari isi kandungan yang tercantum dalam metode Al-

Asas, ilmu alat/bantu yang harus di miliki oleh santri adalah ilmu nahwu

dan sharaf. Hal ini yang menjadi kendala utama dalam proses

pembelajaran metode l-Asas. Terkadang dalam membacakan kitab

metode, Ustad sambil menerangkan kaidah-kaidah ilmu nahwu dan

sharaf yang terdapat dalam bacaan tersebut.

4. Minimnya Kosakata Bahasa Arab Yang Dikuasai Oleh santri. Berhubung

Metode Al-Asas merupakan kitab metode yang berbahasa Arab, jadi

penguasaan kosakata bahasa Arab menjadi faktor penting yang harus


75

dimiliki oleh para santri. Hal ini merupakan salah satu titik lemah Santri

dalam mempelajari metode Al-Asas.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan dan analisis data, penulis dapat memberikan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Metode Pembelajaran Kitab Kuning pada pondok pesantren yang

biasa digunakan adalah metode klasikal, bandongan, sorogan, diskusi,

hafalan, tanya jawab, ceramah, dan demonstrasi. Penerapan metode

pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Mubarok

Lanbulan sesuai dengan metode warisan turun temurun dari para

ulama salaf yakni: a) metode klasikal (perpaduan metode

konvensional) yang pembelajaranya berjenjang dan berkelas-kelas, b)

metode bandongan yakni santri menyimak/mengikuti apa yang

disampaikan ustadz, c) metode sorogan yakni ustadz

menyimak/mengikuti apa yang disampaikan santri, d) metode diskusi

sebagai pemecahan masalah, dan e) metode hafalan adalah metode

untuk mengingat materi ajar.

Al Asas adalah metode cepat bisa baca kitab kuning yang disusun oleh

Tim Ta’lif Wa Nashr PPL selaku pengatur dan penyusun kurikulum

pendidikan yang berada di Pondok Pesantren Lanbulan untuk

selanjutnya direalisasikan di Madrasah Miftahul Ulum (MMU) PP

Lanbulan yang bekerjasama dengan kedaerahan (asrama) untuk

79
80

mewujudkan adanya pembelajaran yang efektif, efesien, dan

menyenangkan. Sedangkan isinya Al Asas terdiri dari lima jilid

dilengkapi dengan satu Nadhom dan satu Tasrif. Metode ini materinya

tergolong singkat dan padat karena hanya membahas dasar-dasar ilmu

nahwu dan sarraf, serta praktis dan sistematis (tidak monoton) karena

masing-masing jilid saling berkaitan, jilid satu menjelaskan kalam,

macam-macam kalimat serta pengertiannya, jilid dua: menentukan

isim makrifat, nakirah, mudzakkar, muannath, jamid atau musytaq,

jilid tiga: menerangkan macam-macam fi’il dan pengertiannya

sedangkan jilid empat khusus membahas kedudukan masing-masing

kalimat serta I’rabnya. Sehingga mudah dipahami dan menarik untuk

dipelajari serta disajikan menggunakan metode pembelajaran yang

kreatif dan inovatif.

2. Metode yang berlaku di kelas dan diterapkan serta diaplikasikan

dalam pembelajaran adalah sebagai berikut

1) Mukoddimah

a. Guru membuka majelis dengan Basmalah.

b. Guru membimbing santri untuk membaca al-Fatihah untuk

penyusun dan orang-orang yang membantu menyebarkan metode

Al-Asas

2) Penyajian materi

a. Sebelum mengajar, Guru memerintahkan kepada santri untuk

mengulangi rumus dan qa'idah yang pernah dipelajari kemarin.


81

b. Guru memulai pelajaran dengan cara membaca judul, kemudian

membacakan contoh permasalahan yang ada tanda ( ), dengan

memberikan keterangan secukupnya.

c. Santri membaca semua contoh ayat 2x, bacaan pertama lengkap

tanpa waqaf sesuai dengan nahwu, sedangkan bacaan kedua

diwaqafkan sesuai dengan tajwid.

d. Santri mengulangi keterangan yang ada di bawahnya dan membaca

dasar baitnya dengan melihat pada buku khulasoh.

e. Guru melanjutkan materi pada tabel di samping atau bawahnya

dengan cara yang sama seperti di atas.

f. Sebelum mengakhiri belajar, terlebih dahulu santri menghafalkan

rumus dan aqidah sesuai dengan materi yang baru dipelajari.

g. Guru mengadakan evaluasi pada siswa atau santri secara bergiliran

untuk membaca ayat-ayat yang ada beserta dasarnya.

h. Guru menginstruksikan kepada para santri untuk mengisi titiktitik

dan ayat yang tidak berharakat dengan lisan.

i. Guru memerintahkan para santri untuk mengerjakan latihan

memberi makna secara bersama.

3) Penutup

a) Guru menyampaikan kesimpulan dan kesan-kesan berupa

penekanan pelajaran yang baru disampaikan. Guru menutup

pelajaran dengan bacaan do'a dan hamdalah serta mengakhiri

dengan salam.
82

B. Saran

Hal pertama yang menjadi usulan peneliti adalah pengembangan

Pendidikan literasi perlu mempertimbangkan atau mengembangkan lagi

bentuk metode, pendekatan, atau tekhnik pembelajaran yang tepat untuk

disampaikan pada santri yang telah berumur (dewasa) atau pada lembaga

pendidikan yang berbeda kondisi. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi

kejenuhan-kejenuhan yang muncul dari internal santri, terutama yang

dewasa. Sedangkan hal yang berkaitan dengan tataran praktis dari konsep

dasar yang peneliti tawarkan, dapat diamati pada beberapa usulan peneliti

terkait dengan pengembangan literasinya di bawah ini:

Menurut peneliti, peran kyai dalam hal pengembangan lietasi ini terutama

bagi santri akan lebih efektif, jika mengakomodir beberapa usulan

sebagaimana berikut:

1. Tradisi menulis karya ilmiah di pondok pesantren Lanbulan perlu

mendapatkan pelatihan dan wawasan yang baik dan benar. Misalnya posisi

penulis sebagai penanggung jawab (rujukan) atas seluruh isi suatu karya.

Karena itu, sebuah buku yang siap diterbitkan perlu mencantumkan nama

penulis dengan jelas dan benar, tahun penerbitan, nama penerbitan, dan

kitab-kitab terdahulu yang dijadikan sebagai rujukan. Pencantuman nama

penulis, misalnya, bukan dimaksudkanuntuk kesombongan atau tujuan

negatif lain tetapi murni sebagai sikap pertanggungjawaban seorang

penulis atas data dan informasi yangcsudah dia tulis.


DAFTAR PUSTAKA

Abbudin Nata, 2012, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer


tentang Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ahmad Ali Zaim, Tesis, 2019. Universitas Sunan kali Jaga Yogyakarta “Tradisi
Literasi Pesantren Studi Kasus Di Pesantren Kreatif Baitul Hikmah
Yagyakarta,
Ali Masud. Eksistensi Pondok Pesantren dalam Memperkuat Literasi Islam di Era
Globalisasi. Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Pembelajaran, Volume 01 No.
01 Mei 2019
Anwar, R. K., Komariah, N., & Rahman, M. T. 2017, Pengembangan Konsep
Literasi Informasi Santri : Kajian Di Pesantren Arafah Cililin Bandung
Barat. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya, 2.
Ary H. Gunawan, 2000. Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang
Pelbagai Problem Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Aziz Kusuma, Skripsi, 2018, Universitas Hasanuddin Bengkulu “Penerapan
Literasi dilingkungan Pesantren,
Bahrul Hayat dan Suhendra Yusuf, 2010, Benchmark Internasional Mutu Pendidikan,
Jakarta: Bumi Aksara.
Baso, Ahmad. Pesantren Studies Buku Kedua: Kosmopolitanisme Peradaban
Kaum Santri di Masa Kolonial. Jakarta: Pustaka Afid, 2015
Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Yogyakarta:
Gading Publishhing, 2015.
Damanhuri. Kitab Kuning: The Scientific Heritage Of Ulama And The
Contextualization Of Islamic Law In Nusantara. ‘Anil Islam Vol. 10 No.
2, Desember 2017.
Daulay, Putra, Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Kencana. 2007.
Departemen Agama RI., Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren
Seluruh Indonesia,Jakarta: Depag RI., 1984/1985.
Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ke-III, Jakarta.
Dhofier, Zamakhsyari. “KH. Hasyim Asy’ari, Penggalang Islam Tradisional”,
dalam Prisma No.1 Januari 1984.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai.
Jakarta: LP3ES, 2011.
Dokumen nilai tes baca kitab alumni santri untuk mendapatkan beasiswa pemrov
Jatim 2012-2014.
Ismail, Faisal. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Analisis Historis.
Jakarta: Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama, 2004.
Jamal, Nur.“Transformasi Pendidikan Pesantren dalam Pembentukan Kepribadian
Santri”, Tarbiyatuna, Vol. 8, No. 2, 2015.
Lexy j. Moleong, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rremaja
Rosdakarya.
Lihat lebih jauh dalam Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara: Jejak
Intelektual Arsitek Pesantren, Jakarta: Kencana, 2006, h. 109.
Lizamudin Ma’mur, 2010, Membangun Budaya Literasi, Jakarta: Diadit Media.
M. Ridlwan Nasir, 2005, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Manan, M. A., Bajuri, M. 2019. Budaya Literasi di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo. Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, 4.
Mas’udi, Masdar F. ‚Mengenal Pemikiran Kitab Kuning.‛ Dalam Pergulatan
Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah, editor oleh M. Dawam
Rahardjo. Jakarta: P3M, 1985.
Mastuki HS dan M. Ishom el-Saha, ed. Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh
dan Cakrawala Pemikiran di Era Perkembangan Pesantren. Jakarta: Diva
Pustaka, 2003.
Miftah Mucharomah. “Guru Di Era Milenia Dalam Bingkai Rahmatan Lil
Alamin.” Edukasia Islamika 2, no. 2 , 2017
Mohammad Arif. “Perkembangan Pesantren Di Era Teknologi.” Jurnal Media
Pendidikan 28, no. 2, 2013.
Muhamad Abdul Mana, Daya Tahan Dan Eksistensi Pesantren Di Era 4.0. JPII
Volume 3, Nomor 2, April 2019
Muhammad Ghufron, Pesantren dan pemuliaan adab di era digital, NU Online,
https://www.nu.or.id/opini/pesantren-dan-pemuliaan-adab-literasi-di-era-
digital-s7VtK, diakses 02 Juli 2022 pada jam 13.17.
Muhibbin Syah, 2003, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Muhith, A, 2019. Pembelajaran Literasi Membaca di Pondok Pesantren Sidogiri
Kraton Pasuruan. Journal of Islamic Education Research, 1.
Nata, Abuddin. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembagalembaga
Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Gramedia.2002.
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta:
Penerbit Paramadina, 1997, h. 94.
Nurkholis Madjid, 2018 “Penerapan Literasi dilingkungan Pesantren, Jakarta,
Indo press.
Qodri Abdillah Azizy, Memberdayakan Masyarakat Pesantren dan Madrasah,
Pengantar dalam Ismail SM, Signiikansi Pesantren dalam
Mengembangkan Masyarakat Madani, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2000, 173.
Qomar, Mujamil. Pesantren: dari transformasi metodologi menuju demokratisasi
Institusi. Jakarta: penerbit Erlangga, tt.Shihab, Alwi. Islam InklusifCet. I;
Bandung: Mizan, 2002.
Rusydy Zakaria, 2007, Indonesian islamic Education, A Social, Historical and
Political perspective, German: VDM Verlag Dr. Muller.
S. Margono, 1997, Metodologi Penelitian Pendidikan (Cet. I; Jakarta: PT Rinneka
Cipta.
Saridjo, Marwan.Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan
terhadap Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. I; Jakarta: Yayasan Ngali
Aksara, 2010Ziemek, Manfred. Pesantren dalam Perubahan Sosial, Cet.
I; Jakarta: P3M, 1986.
Singgih D. Gunarsa, 2006, Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Dari Anak
Sampai Usia Lanjut, Jakarta: Gunung Mulia.
SN Wargatjie dkk, “Pesantren: Dari Pendidikan Hingga Politik”, Dalam Laporan
Tim Kompas (14 Oktober 1996.
Sugiyono, 2015, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, Cet. XXI; Bandung: Alfabeta.
Sumadi Suryabrata, 1998, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Syukur, Fatah .Dinamika Pesantren dan Madrasah Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002
Tim ta’lif wa nashr, 2018, Buku panduan Baca tulis, Lanbulan: Menara Al
Mubarok.
Yasmadi, 2002. Modernisasi Pesantren (Kritik Nur Cholis Majid Terhadap
Pendidikan Islam Tradisonal), Ciputat Press, Jakarta,
Zainal Arifin, 2011” Tribakti Jurnal Kebudayaan dan Pemikiran Keislaman”,
Pergeseran Paradigma Pesantren, Kediri.
Zuhri, K.H. Saifuddin. Guruku Orang-Orang dari Pesantren. Yogyakarta: Pustaka
Sastra LKiS, 2007.
LAMPIRAN LAMPIRAN

LAMPIRAN PENELITIAN DI PONDOK PESANTREN AL-


MUBAROK LANBULAN

Gambar 0.1 Masjid Pondok Lanbulan

Gambar 0.2 Halama Pondok Lanbulan


LAMPIRAN CONTOH KITAB AL-ASAS

Gambar 0.3 Kitab Al Asas

Gambar 0.4
Gambar 0.5 Gedung Al-Asas

Gambar 0.6. Belajar Bersama

Gambar 0.7. Diskusi kelompok


Gambar 0.8. Kegiatan Belajar Malam

Gambar 0.9. Kegiatan Takroran Materi Al-Asas

Gambar 10. Santri mengulang pelajaran


Gambar 11. Penulis dihalaman Gedung
Al asas Pp Al Mubarok Lanbulan

Gambar 12. Penulis dihalaman Gedung


Al asas Pp Al Mubarok Lanbulan
Profil Penulis

Nama: Kurniawati, Lahir di Bangkalan, 07-Mei-2000

M. tinggal di Desa Tramok Kokop Bangkalan,

Mengenyam pendidikan Dasar di SDN Tramok 3 lulus

tahun 2012, kemudian melanjutkan sekolah Mts

Ma’arif Bangkalan lulus tahun 2015, Kemudian

melanjutkan Studinya di MA Nurul Hidayah Tambelangan Sampang lulus tahun

2018, Dan melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi di STAI Al-Hamidiyah

Bangkalan sampai Tahun 2022.

Anda mungkin juga menyukai