Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK


Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pancasila yang diampu oleh
Muslih, S.H.I., M.H

Kelompok 6
Disusun oleh:
1. Anur Hikmah
2. Biyan
3. Eka Heryani
4. Alfian Widiyanto

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON


Jl. Widarasari III Tuparev – Cirebon, Jl. Widarasari III, Sutawinangun, Kec.
Kedawung, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat 45153

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, Pancasila sebagai suatu sistem filsafat merupakan suatu nilai
yang bersumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma sosial,
maupun norma kenegaraan lainnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia, baik
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai tersebut sifatnya
praksis atau nyata dalam masyarakat, bangsa maupun negara, yang kemudian
dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas hingga menjadi suatu pedoman. Jadi
sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber
norma yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika,
moral, maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
Politik secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk
mencapai cita-cita yang berhubungan dengan kekuasaan. Pancasila sebagai dasar
negara, menjadi pedoman tolak ukur kehidupan berbangsa dan bernegara harus
dipahami, dihayati dandiamalkan dalam tata kehidupan berpolitik. Oleh karena itu,
setiap warga Negara dan penyelenggara Negara harus mempelajari, memahami,
menghayati dan mengamalkan Pancasila Dalam segala bidang kehidupan berbangsa
bernegara dan bermasyarakat, karena Pancasila Merupakan suatu landasan moral
etik dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Etika berkaitan
dengan berbagai masalah nilai, karenaetika pada pokoknya membicarakan masalah-
masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan
“buruk”, sifat seseorang dikatakan susila ataubijak apabila ia melakukan kebaikan,
sebaliknya seseorang dikatakan tidak susila apabilaia melakukan kejahatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nilai, norma, etika dan moral?
3. Apa yang dimaksud dengan politik?
4. Apa yang dimaksud dengan etika politik?
5. Bagaimana Pancasila sebagai sumber etika politik di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai, Norma, Etika dan Moral


1. Nilai
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas
yang melekat pada suatu objeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu
kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan- kenyataan lainnya. Dalam
kaitannya dengan penjabarannya, nilai dapat dikelompokkan kepada tiga macam,
yaitu:
a) Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca
indra manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah
laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai
memiliki nilai dasar, yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang
dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal karena
menyangkut kenyataan objektif dari segala sesuatu. Contohnya, hakikat
Tuhan, manusia, atau makhluk lainnya. Apabila nilai dasar itu berdasarkan
kepada hakikat kepada suatu benda, kuantitas, aksi, ruang dan waktu, nilai itu
dapat juga disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang
praktis. Namun, nilai yang bersumber dari kebendaan itu tidak boleh
bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma
tersebut. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah
nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b) Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan
dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila nilai
dasar tersebut belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuranyang jelas
dan konkret. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengantingkah laku
manusia dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai tersebutakan menjadi norma
moral. Akan tetapi, jika nilai instrumental itu merupakan suatu arahan
kebijakan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar, sehingga dapat juga
dikatakan bahwa nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari
nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan kitam nilai instrumental itu dapat
kita temukan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan
penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila-silaPancasila. Tanpa
ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945, maka nilai-nilai dasar yang termuat
dalam Pancasila belum memberikan makna yang konkret dalam praktek
ketatanegaraan kita.
c) Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam kehidupan yang lebih nyata. Dengan demikian, nilai praksis merupakan
pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai instrumental.
Berhubung fungsinya sebagai penjabaran dari nilai dasardan nilai
instrumental, maka nilai praksis dijiwai oleh nilai-nilai dasar dan instrumental
dan sekaligus tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar dan instrumental
tersebut. Nilai praksis dalam kehidupan ketatanegaraan dapat ditemukan
dalam undang-undang organic, yaitusemua perundang-undangan yang berada
dibawah UUD 1945 sampaikepada peraturan pelaksanaan yang dibuat oleh
pemerintah. Apabiladikaitkan dengan nilai-nilai yang dibahas diatas, maka
nilai-nilai dasar terdapat dalam UUD 1945, yaitu dalam pembukaannya,
sedangkan nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal UUD 1945
dan juga dalam ketetapan MPR. Nilai praksis dapat ditemukan
dalamperaturan perundang-undangan berikutnya, yaitu dalam Undang-
udangsampai kepada peraturan dibawahnya.

2. Norma
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam
kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya
perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi.
Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata
nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa
norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial.
Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi,
misalnya:
 Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
 Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan penyesalan terhadap diri
sendiri.
 Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa dikucilkan dalam pergaulan
masyarakat.
 Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda
yang dipaksakan oleh alat Negara.

3. Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat,
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut
tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan,
kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggap tidak
bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip
yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan
terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau
agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya.
Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat
dalam berbagai aspeknya. Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu
kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan
kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu,
masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan
berkembang.

4. Etika
Secara bahasa kata ‘etika’ lahir dari bahasa Yunani ethos yang artinya
tampak dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya
adalah perbuatan, sikap, atau tindakan manusia. Pengertian etika secara khusus
adalah ilmu tentang sikap dan kesusilaan suatu individu dalam lingkungan
pergaulannya yang kental akan aturan dan prinsip terkait tingkah laku yang
dianggap benar. Sedangkan pengertian etika secara umum adalah aturan, norma,
kaidah, ataupun tata cara yang biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu
individu dalam melakukan perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma ini
sangat erat kaitannya dengan sifat baik dan buruknya individu di dalam
bermasyarakat.
Menurut K. Bertens, 3 pengertian etika, yaitu yang pertama, etika adalah
nilai moral dan norma yang menjadi pedoman, baik bagi suatu individu maupun
suatu kelompok, dalam mengatur tindakan atau perilaku. Dengan kata lain,
pengertian ini disebut juga sebagai sistem nilai di dalam hidup manusia, baik
perorangan maupun bermasyarakat. Kedua, etika berarti ilmu mengenai baik dan
buruknya manusia (moral). Ketiga, etika juga diartikan sebagai kumpulan nilai
moral dan asas (kode etik). Wilfridus. J. S Poerwadarminta, salah satu tokoh sastra
Indonesia, mengemukakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan terkait perbuatan
dan perilaku manusia dilihat dari sisi baik dan sisi buruknya yang ditentukan oleh
manusia pula.
Istilah etika sendiri berasal dari bahasa Perancis yakni "etiquete; yang
mempunyai arti tata pergaulan yang baik antara manusia atau peraturan/ketentuan
yang menetapkan tingkah laku yang baik dalam hubungan dengan orang lain.
Istilah yang sepadan dengan etika seperti tata krama, tata sopan santun, norma
sopan santun, tata cara bertingkah laku yang baik, perilaku yang baik dan
menyenangkan. Kata tata krama berasal dari kata tata yang berarti adat aturan atau
norma, sedangkan kata krama berarti sopan santun, kelakuan, tindakan dan
perbuatan, sedangkan kata pergaulan menunjukkan hubungan manusia dengan
manusia lain. Dengan demikian pengertian etika dan tatakrama pergaulan berarti
sopan santun atau, tata sopan santun antar sesama manusia. Dalam kajian etika
dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu:
a) Etika Keutamaan
Etika Keutamaan atau etika kebajikan yang mempelajari tentang
keutamaan yang berarti perbuatan baik, atau buruknya seorang manusia. Etika
ini akan mengarahkan bagaimana seseorang harus berperilaku semestinya.

b) Etika Teleologi
Etika teleologi berasal dari bahasa kata Yunani telos, yang berarti
akhir, tujuan, maksud, dan logos berarti perkataan. Teleologi adalah ajaran
yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan
tertentu. Etika teleologi mengukur baik dan buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan
akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Artinya, teleologi bisa diartikan
sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang
dilakukan.
c) Etika Deontologis
Etika deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani
‘deon’ yang berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai keburukan,
deontologi menjawab, ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan
karena perbuatan kedua dilarang.

B. Pengertian Politik dan Etika Politik


1. Pengertian Politik
Kata politik secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, politeia yang akar
katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, dan teia,
berarti urusan. Politik kemudian berkembang semakin luas dalam pengertiannya
sehingga sulit diperoleh makna yang tunggal. Menurut Max Weber, politik adalah
sarana perjuangan untuk melaksanakan politik dan memengaruhi distribusi
kekuasaan, baik antara negara maupun hukum dalam suatu negara. Sedangkan
menurut KBBI, politik sebagai ilmu mengajarkan mengenai ketatanegaraan,
seperti sitem pemerintah atau segala urusan dan tindakan mengenai pemerintah
dalam suat negara atau antara negara-negara.(Pureklolon, 2020)
2. Pengertian Etika Politik
Secara substantive pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait
erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban
lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.
Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa maupun Negara, etika
politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini
lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didsarkan kepada
hakekat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara
bias berkembang kearah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya
suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang
memaksakan kehendak kepada manusia tanpa memperhitungkan dan
mendasarkan kepada hak-hak dasar kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat
negara yang demikian ini maka seorang yang baik secara moral kemanusiaan
akan dipandang tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak
dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara.

C. Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik


Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism,
karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun
Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah
diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-
nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi
sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila
adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat
legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang
termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama merupakan sumber nilai-nilai moral bag kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan. Berdasarkan sila pertama Negara Indonesia
bukanlah negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi
religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi
religius melainkan berdasarkan legitimasi hukum dan demokrasi. Walaupun
Negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara
moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari
Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara. Oleh karena itu asas
sila pertama lebih berkaitan dengan legitimasi moral.
2. Kemanusinan yang Adil dan Beradab
Sila kedua juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan
negara. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara
bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip hidup
demi kesejahteraan bersama. Manusia merupakan dasar kehidupan dan
penyelenggaran negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat
mutlak dalam kehidupan negara dan hukum Dalam kehidupan negara
kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang
diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas
kemanusinan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam
penyelenggaraan negara.
3. Persatuan Indonesia
Persatuan berarti utuh dan tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi
satu kebulatan. Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Indonesia sebagai negara plural yang
memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi merupakan negara yang
rawan konflik. Oleh karenanya diperlukan semangat persatuan sehingga tidak
muncul jurang pemisah antara satu golongan dengan golongan yang lain.
Dibutuhkan sikap saling menghargai dan menjunjung semangat persatuan dan
keutuhan negara dan kebaikan bersama. Oleh karena itu sila ketiga in juga
berkaitan dengan legitimasi moral.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
dan Perwakilan
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan
yang dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat merupakan asal
muasal kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala
kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat
sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis, hal-
hal yang menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif serta yudikatif, konsep
pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan
legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain har memiliki "legitimasi demokratis".
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu
prinsip “legalitas”. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena u
keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam
kehidupan negara. Dalam penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan,
kewenangan serta pembagian senantiasa harus berdasarkan hukum yang berlaku.
Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan
menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara. Pola pikir untuk
membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai
dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam berpolitik
harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan dengan penuh Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu Etika politik Pancasila
dapat digunakan sebagai alat untuk meneliti perilaku politik Negara, terutama
sebagai metode kritis untuk memutuskan benar atau shah sebuah kebijakan dan
tindakan pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan pemerintah
itu dengan makna sila-sila Pancasila.(Pureklolon, 2020)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika adalah sebuah ilmu yaitu sebagai salah satu cabang Ilmu Filsafat. Politik
berasal dari kata politics yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari
sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Jadi, etika politik adalah
suatu tata kelakuan atau hal yang sewajarnya dilakukan dalam bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan
kenegaraan. Sedangkan etika politik berdasarkan Pancasila adalah etika berpolitik
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Etika politik termasuk lingkup etika sosial yang berkaitan dengan bidang
kehidupan politik, politik juga memiliki makna dan bermacam-macam kegiatan,
dalam sistem politik negara dan politik lainnya harus berpedoman dan mengacu pada
butir- butir yang terdapat dalam Pancasila, dengan tujuan demi kepentingan Negara
dan kepentingan masyarakat (publik) dan bukan semata-mata untuk kepentingan
pribadi atau individu. Dalam hubungan dengan etika politik bahwa pengertian politik
harus dipahami secara lebih luas yaitu yang menyangkut seluruh unsur yang
membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut Negara dan Masyarakat. Dalam
kapasitas berhubungan dengan moral, maka kebebasan manusia dalam menentukan
tindakan harus bisa dipertanggung jawabkan, sesuai aturan yang telah ditetapkan dan
disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekelilingnya. Sifat serta ciri khas
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas individualitas ataupun
sosialistis melainkan segala keputusan kegiatan dan kebijakan serta arah dari tujuan
politik harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral.
DAFTAR PUSTAKA

http://martilahpuvi.blogspot.com/2016/03/pengertian-etika-norma-nilai-dan-moral.html
https://www.studocu.com/id/document/universitas-hasanuddin/pancasila/makalah-pancasila-
sebagai-etika-politik/31122854
https://adoc.pub/etika-politik-berdasarkan-pancasila.html
Pureklolon, T. (2020). PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK DAN HUKUM
NEGARA INDONESIA [Pancasila as Political Ethics and Indonesian State Law]. Law
Review, 20, 71. https://doi.org/10.19166/lr.v20i1.2549

Anda mungkin juga menyukai