Anda di halaman 1dari 16

ETIKA POLITIK

BERDASARKAN
PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA
Anggota kelompok 7

● Septyan Nur Aditya 11222806

● Muhammad Rizki Pratama 11222283

● Mark Steven Rafael 11222068

● Rifqi Irfandy Caesario 11222674

● Gifari Adam 10222784

● Evan Mudya Permana  10222643


1. PENGANTAR
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan
sumber dari segala pemahaman norma baik norma hukum, normal moral, mapun norma kenegaraan
lainnya.

Dalam filsafat Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran – pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis, komperhensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan
suatu nilai. Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar – dasar yang bersifat fundamental dan
universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Jadi sila – sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung
bersifat normatif ataupun praktis melainkan suatu sistem nilai – nilai etika yang merupakan sumber
norma baik meliputi norma moral dan norma hukum, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih
lanjut dalam norma – norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan berbangsa
maupun bernegara.
ETIKA
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu
atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran
moral (Suseno, 1987).
2. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN
MORAL
Nilai (Value)
Termasuk bidang kajian filsafat. Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai –
nilai. Dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu
objek, bukan objek itu sendiri dan nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang
"tersembunyi" di balik kenyataan- kenyataan lainnya.
Hierarki nilai

Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan
sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian serta hierarkhi nilai. Pada
hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan
nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolongkan nilai, semua tergantung pada
sudut pandang dalam rangka penggolongan tersebut. Jadi, dapat dikemukakan pula bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material saja,
3. Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Nilai Praktis
Nilai dasar

Nilai dasar ini : bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala
sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya. Demikian juga,
hakikat nilai dasar itu dapat berlandaskan pada hakikat sesuatu benda, kuantitas, kualitas,
aksi, relasi, ruang maupun waktu.

Sehingga nilai dasar dapat juga disebut sebagai sumber norma yang pada gilirannya
dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat praktis.
Nilai Instrumental

Nilai instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat


diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai instrumental
tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari – hari maka hal itu merupakan suatu norma
moral.

Namun jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu


organisasi ataupun negara maka nilai tersebut merupakan
suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang bersumber pada
nilai dasar. Sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai
instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar .
NILAI PRAKTIS

Nilai praktis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari


nilai instrumental dalam kehidupan nyata. Sehingga nilai praktis ini
merupakan perwujudan dari nilai instrumental itu.
HUBUNGAN NILAI, NORMA DAN
MORAL

Nilai berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui suatu
verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami,
dipikirkan dimengerti dan dihayati oleh manusia. Makna moral yang
terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah
lakunya. Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-
wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis
tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia
yang baik. Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang berada di tangan pihak-
pihak yang memberikan ajaran moral.
4. ETIKA POLITIK
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait
erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban la
innya,
PENGERTIAN POLITIK

Politik berasal dari kosa kata Politics', yang memiliki makna bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau 'negara', yang menyangkut
proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan
pelaksanaan tujuan-tujuan itu. 'Pengambilan keputusan' atau 'decisi onmaling
mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut
seleksi antara beberapa altenatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-
tujuan yang telah dipilih itu
DIMENSASI POLITIS MANUSIA

A. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU SOSIAL

Paham filosofis mengenai sifat kodrat manusia dapat dilihat dari perspektif yang berbeda. Paham individualisme
menekankan bahwa manusia adalah makhluk individu yang bebas dan hak serta kewajibannya diukur
berdasarkan kepentingan individu. Sementara paham kolektivisme melihat manusia sebagai makhluk sosial dan
hak serta kewajibannya diukur berdasarkan kepentingan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
tidak mungkin memenuhi segala kebutuhannya jika hanya berdasarkan pada satu paham filosofis saja. Manusia
memerlukan kebebasan dan interaksi dengan orang lain atau masyarakat untuk menjamin kebebasannya. Oleh
karena itu, manusia tidak mungkin bersifat bebas secara totalitas individu atau sosial saja.Manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, kebebasannya sebagai individu, dan aktivitas kreatifnya dalam hidupnya, semuanya
tergantung pada orang lain karena manusia adalah warga masyarakat atau makhluk sosial.
B. DIMENSI POLITIK
KEHIDUPAN MANUSIA

Berkaitan dengan kebebasan individu dan masyarakat dalam mewujudkan hak-haknya. Karena adanya
perbedaan kepentingan di antara individu dan masyarakat, manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang
mampu menjamin hak-haknya, dan masyarakat tersebut disebut negara. Pendekatan politik selalu berkaitan
dengan sikap moral dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dua aspek
fundamental dari dimensi manusia adalah kehendak untuk bertindak dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Hukum dan kekuasaan negara merupakan aspek yang berhubungan langsung dengan etika politik. Hukum
sebagai penataan masyarakat secara normatif dan kekuasaan negara sebagai lembaga penata masyarakat yang
efektif, pada hakikatnya, sesuai dengan struktur sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial.
NILAI-NILAI PANCASILA
SEBAGAI SUMBER ETIKA
POLITIK

Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan,
melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum
serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Kebijaksaan serta keputusan yang
diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut politik dalam negeri maupun luar negeri, ekonomi
baik nasional maupun global, yang menyangkut rakyat, dan lainnya selain berdasarkan hukum yang berlaku ,
harus mendapat legitimasi rakyat dan juga harus berdasarkan prinsip-prinsip moralitas . Para pejabat eksekutif,
anggota legislatif maupuu yudikatif, para pejabat negara, anggota DPR maupun MPR aparat pelaksana dan
penegak hukum, harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasar
pada legitimasi moral.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai