Anda di halaman 1dari 16

RESUME

PENDIDIKAN
PANCASILA

OLEH
ADEN BAGUS WAHYU LUTHFI YONAND
13700177
2013-C
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN AJARAN 2013/2014

RESUME BUKU
JUDUL
: PENDIDIKAN PANCASILA (Pancasila Sebagai Etika
Politik,Pancasila Ideologi Negara dan Masyarakat
Sipil di Indonesia, Pancasila Sebagai Paradifma
Kehidupan Multikultural)
PENGARANG : ASSOSIASI GURU DAN DOSEN PENDIDIKAN
PANCASILA JATIM DAN FISIP UNIVERSITAS WIJAYA
KUSUMA SURABAYA.
PENERBIT : ASRI Press
PENGANTAR : Prof. Dr. H. Bambang Rahino Setokoesoe

ii

BAB IV
PANCASILA SEBAGAI ETIKA
POLITIK
A. Pengantar
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan nilai, sumber dari segala penjabaran norma. Dalam filsafat
Pancasila terkandung suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis, dan komperhensif. Sebagai suatu nilai,
Pancasila memberi dasar yang bersifat fundamental dan universal. Normanorma tersebut meliputi
Norma moralyaitu berkaitan dengan tingkah laku manusia.
Norma hukum yaitu suatu peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
Atas dasar pengertian inilah nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari
bangsa Indonesia sendiri atau Indonesia sebagai asal mula materi (kausa
materialis) nilai-nilai Pancasila.

PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari 2 kata dalam bahasa Yunani : equos-ethos dan
equikos ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan, tempat yang biasa.
Ethikos berarti susila, keadaban atau kelakuan dan perbuatan yang baik.
Etika membahas baik-buruk/benar-tidaknya tingkah laku &
tindakan manusia serta menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika
mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak.
Para ahli membagi etika ke 2 bagian yaitu
1. Etika Deskriptif
Menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan pengalaman moral
secara deskriptif. Termasuk golongan bidang ilmu pengetahuan
empiris dan berhubungan erat dengan sosiologi. Etika Deskriptif
dibagi atas 2 bagian.
Pertama, Sejarah Moralyang meneliti cita-cita, aturan-aturan dan
norma-norma moral yang diberlakukan dalam kehidupan manusia
dalam kurun waktu dan tempat tertentu. Kedua, Fenomenologi
Moral yang berupaya menemukan arti dan makna moralitas dari
berbagaifenomena moral yang ada.
2. Etika Normatif
Etika normatif mempelajari studi atau kasus yang berkaitan
dengan masalah moral. Etika normatif mengkaji rumusan secara

rasional mengenai prinsip-prinsip etis dan bertanggung jawab yang


dapat digunakan oleh manusia.
Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang bersifat
umum dan khusus. Etika normatif umum mengkaji norma
etis/moral, hak dan kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan etika
normatif khusus menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum pada
perilaku manusia yang khusus, misalnya etika keluarga, etika
profesi (etika kedokteran, etika perbankan, etika bisnis, dll.), etika
politik, dll.
1

B. PENGERTIAN NILAI, NORMA, DAN MORAL


A. PENGERTIAN NILAI
Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya
keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan
kejiwaan tertentu dalam menilai/melakukan penilaian (Frankena, 229)
Dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi, nilai
pada hakikatnya adalah sifat/kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.
Ada nilai itu karena adanya kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartager). Berbicara tentang
nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein, yang artinya bahwa das Sollen harus
menjelma menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang bermakna normatif harus
direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari (Kodhi, 1989:21).
B. HIERARKI NILAI

Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama luhurnya dan sama
tingginya. Menurut tinggi rendahnya, nilai dapat dikelompokkan dalam 4 tingkatan, yaitu:
1.
Nilai-nilai kenikmatan; terdpat deretan nilai-nilai yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan (die Wertreihe des Angenehmen und Ungangehmen)
Nilai-nilai kehidupan; terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan (Werte des
vitalen Fuhlens)
2.

Nilai-nilai kejiwaan; terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak
bergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan.
3.

Nilai-nilai kerohanian; terdapat modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci
(wermodalitat des Heiligen ung Unheiligen).
4.

Walter G. Everet menggolongkan nilai manusiawi ke dalam 8 kelompok, yaitu:


1.
Nilai-nilai ekonomis
2.

Nilai-nilai kejasmanian

3.

Nilai-nilai hiburan

4.

Nilai-nilai sosial

5.

Nilai-nilai watak

6.

Nilai-nilai estetis

7.

Nilai-nilai intelektual

8.

Nilai-nilai keagamaan

Notonegoro membagi nilai menjadi 3 macam, yaitu:


1.
Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani & ragawi
manusia.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi mnausia untuk dapat mengadakan
kegiatan/aktivitas
2.

Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Rohani ini
dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
3.

Nilai kebenaran yang berasal dari akal

ilai keindahan/nilai estetis yang berasal dari unsur perasaan

Nilai kebaikan/nilai moral yang berasal pada unsur kehendak

Nilai religious yang berasal dari kepercayaan/keyakinan manusia.


Menurut N. Rescher, pembagian nilai berdasarkan pembawa nilai (trager), hakikat
keuntungan yang diperoleh, dan hubungan antara pendukung nilai dan keuntungan yang
diperoleh.

Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praksis


a. Nilai Dasar
Nilai dasar bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan ojektif segala sesuatu.

b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan.

c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupaka suatu sistem yang perwujudannya tidak boleh menyimpang dari
sistem tersebut. Nilai ini merupakan penjabaran dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan
yang nyata.

3. Hubungan Nilai, Norma, dan Moral


Nilai bersifat subjektif dan objektif. Bersifat subjektif apabila nilai tersebut diberikan oleh
subjek (dalam hal ini manusia sebagai pendukung pokok nilai) dan bersifat objektif apabila nilai
tersebut melekat pada sesuatu (terlepas dari penilaian manusia). Wujud dari sutau nilai adalah
norma. Moral merupakan suatu ajaran bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dengan
sebaik-baiknya. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia sehingga
derajat manusia tersebut ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya.

C. Etika Politik
Etika politik berkaitan dengan moral manusia. Hal ini berdasarkan pada kenyataan moral
selalu menunjuk pada manusia sebagai subjek etika. Walaupun hubungannya dengan masyarakat
bangsa atau negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia.
Hal ini didasarkan pada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Aktualisasi etika politik senantiasa berdasarkan pada harkat dan martabat manusia sebagai
manusia (Suseno, 1987:15).

1. Pengertian Politik

Politik berasal dari kata Politics yang bermakna bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan. Untuk
melaksanakan kebijaksanaan diperlukan suatu kekuasaan (power) dan kewenangan (authority).

2. Dimensi Politis Manusia


a. Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial
Dasar filosofis dalam Pancasila mendasarkan hakikat kodrat manusia adalah bersifat
monodualis, yaitu sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Hal ini dikarenakan
manusia tidak bisa hidup mandiri, selalu bergantung pada orang lain.
3

b. Dimensi Politis Kehidupan Manusia


Dimensi politis kehidupan manusia mempunyai 2 segi fundamental, yaitu pengertian dan
kehendak untuk bertindak. Penataan efektif masyarakat adalah penataan yang de fakto, yaitu
penataan yang berdasarkan kenyataan menentukan kelakuan masyarakat. Maka dari itu, etika
politik berkaitan dengan objek forma etika, yaitu tinjauan berdasarkan prinsip-prinsip dasar
etika, terhadap objek material politik yang meliputi legitimasi negara, hukum, kekuatan, serta
penilaian kritis terhadap legitimasi-legitimasi tersebut.

3. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik

Sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa, berkaitan dengan legitimasi moral.

Sila 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan sumber nilai-nilai moralitas
dalam kehidupan negara. Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Sila 3 Persatuan Indonesia, bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di
dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu dengan suatu cita-cita dan
prinsip hidup demi kesejahteraan bersama.

Sila 4 Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan


Perwakilan, negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan
yang dilakukan senantiasa untuk rakyat.

Sila 5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Negara Indonesia adalah negara
hukum. Oleh karena itu, keadilan dan hidup bersama merupakan tujuan dalam kehidupan
negara.

BAB V
Pancasila, Ideologi Negara dan
Masyarakat Sipil di Indonesia
A. Pengertian Ideologi
Ideology berasal dari bahasa Yunani, yaitu idea yang berarti pemikira
n, gagasan,
konsep keyakinan dan logos yang berarti pengetahuan. Jadi, ideology adal
ah ilmu pengetahu-an tentang gagasan, konsep keyakinan atau pemikiran. A
da dua macam ideology, yaitu ideologi
doktrine
dan ideology pragmatis dan tidak bersifat ketat. Peran ideology adalah sebag
ai
identitas bersama suatu bangsa dan merupakan konsensus nilai yang berke
mbang dalam
masyarakat majemuk.
Kekuatan ideology Pancasila sejak dirumuskan memiliki tiga varian yan
g saling berkesinambungan; 1). Pancasila sebagai ideology persatuan, 2). Pa
ncasila sebagai ideology pembangunan, 3). Pengertian Pancasila dibedakan
menjadi dua yaitu Pancasila Formal yang berupa pengertian yang abstrak be
rupa idea tokoh - tokoh perumus Pancasila dan Pancasila Material yang
hidup dan berkembang dalam struktur asli Indonesia yang bersifat gotong ro
yong. Pancasila
sudah mengalami proses dari Pancasila Material menjadi Pancasila Formal. P
erumusan
Pancasila sebagai ideology sesungguhnya merupakan kongkretisasi dari reali
tas sosial dan
kebudayaan yang tumbuh berkembang dalam masyarakat dan merupakan b
entuk objektif dari
kondisi riil masyarakat Indonesia.

Implikasi Logis Pancasila sebagai Ideologi


Pancasila sebagai ideology bangsa, maka secara implicit maupun ekxpl
isit, mengandung konsekuensi logis bagi keseluruhan organ organ dan masyarakat yang hidup tumbuh berkembang dalam Negara Indonesia merdeka, mensandarkan kehidupan berba
ngsa, bernegara
dan bermasyarakat atas dasar Pancasila.

Relasi Ideologi dengan Realitas Sosial


Ideology adalah produk kebudayaan suatu masyarakat dank arena itu
dalam arti tertentu merupakan manifestasi social dari keinginan luhur masya
rakat. Ideology mencerminkan cara berpikir masyarakat menuju cita-cita yan
g ingin dicapai sehingga sosiologi bukan pengetahuan
teoritis belaka tetapi merupakan suatu yang dihayati menjadi keyakinan.
Sebuah ideology setidaknya harus mengandung beberapa unsure. Pert
ama, adanya
suatu penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan. Kedua, setiap ideolo
gy memuat
seperangkat nilai-nilai atau preskripsi moral. Ketiga, ideology memuat suatu
orientasi pada
tindakan.

5
Sebagai idelogi, Pancasila merupakan seperangkat nilai yang tidak han
ya beranyamkan
idealisasi gambaran masa depan masyarakat Indonesia, tetapi juga mengan
dung nilai yang
berakar pda realitas empiric.

Kekuatan Ideologi (Pancasila)


Pada dasarnya kekuatan ideology (Pancasila) dapat diukur dari tiga dim
ensi yang saling berkaitan , saling mengisi dan saling memperkuat. Ketiga di
mensi itu adalah,
1)
dimensi realitas; ideology mengandung makna bahwa nilai
nilai dasar
yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilainilai yang riil hidup
dalam masyarakat,
2)
dimensi idealitas; ideology harus mengandung cita-cita yan
g ingin dicapai
dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangs
a dan bernegara,
3)
dimensi fleksibilitas; ideology harus memiliki keluwesan.

Pancasila sesungguhnya memuat kualitas nilai dasar yang objektif keb


enarannya dan berlaku secara universal yang memungkinkan bagi terbentuk
nya kualitas peradaban bangsa yang berlandaskan pada konstruksi masyara
kat yang ber-Ketuhanan, ber-Kemanusiaan, ber-Satu, ber-Kerakyatan dan berKeadilan. Kelima sila tersebut adalah paradigma bagi terbentuknya
masyarakat berperadaban Pancasilais. Pancasila adalah volkgeist(jiwa/jati dir
i bangsa) yang
menjadi kewajiban utama komponen di dalamnya untuk berperikehidupan ke
negaraan berlandaskan pada nilai-nilai dasarnya.

Realitas Penerimaan Pancasila sebagai Ideologi


Sidang BPUPKI pada tanggal 28 Mei-1 Juni 1945, tepatnya tanggal 29 M
ei 1945. Banyak
tokoh yang menyampaikan dasar filosofis atas Negara Indonesia yang henda
k dibentuk. Seperti
Soekarno, Moh.Yamin dan Soepomo. Pada 1 Juni 1945 Soekarno mengemuka
kan pidatonya
yang memberikan jawaban yang berisikan uraian tentang Pancasila.
Menurut Moh.Hatta , pidato Soekarno tersebut bersifat kompromis , da
pat meneduhkan pertentangan yang mulai tajam antara pendapat yang mempertahankan
Negara islam dan
Negara sekuler , bebas dari corak agama.
Perkembangan perumusan Pancasila sejak tanggal 1 Juni-18 Agustus 1
945, Pancasila
mengalami perkembangan fungsi. Pada tanggal 1 dan 22 Juni, Pancasila yan
g dirumuskan
Panitia Sembilan
dan kemudian disepakati oleh BPUPKI merupakan modus kompromi antara
kelompok yang memperjuangkan dasar nasionalisme dan dasar Negara Isla
m.
Pada tanggal 1 Agustus Pancasila yang dirumuskan kembali oleh PPKI berke
mbang menjadi
modus kompromi antara kaum nasionalis, Islam dan Kristen-Katholik dalam h
idup bernegara.
Dan dirumuskan UUD dan selanjutnya UUD itu menjadi dasar untuk mendirik
an Pemerintahan
Republik Indonesia.

Era Orde Lama: Dinamika Perdebatan Ideologis

Dinamika perdebatan ideology antara kelompok Islam dengan Pancasil


a adalah wajah
dominan perpolitikan nasional dari tahun 1945-1965. Dalam rangka menyei
mbangkan secara
ideologis kekuatan kekuatan islamiah, nasionalisme dan komunisme, Sukarno bukan saja menganjurkan Pancasila melainkan sebuah konsep yang disebut NASAKOM. Hal
itu membuat
struktur politik yang sangat labil dan sampai akhirnya menimbulkan G30S/PK
I yang berakhir
pada runtuhnya Orde Lama.

Era Orde Baru: Awal Sebuah Legitimasi Kekuasaan


Ideologi Pancasila pada masa Orde Baru dijadikan sebgai satu
-satunya
ideology sah Negara.
Dengan berlindung dibalik ideology Pancasila, Orde Baru yang didukung
kino kinonya (ABRI,
Golkar dan Birokrasi) menjadi kekuatan luar biasa di Negara Indonesia
tanpa disentuh olehkekuatan manapun. Pancasila hanya dijadikan sebagai al
at untuk kepentingan kekuasaan politik Negara.

Era Reformasi: Antara Demokrasi dan Anarki


Jatuhnya Orde Baru yang sejak awal mengidentifikasi sebagai satu satunya pendukung
Pancasila, seolah menandai munculnya pertanyaan-pertanyaan mendasar at
as kekuatan
Pancasila sebagai ideology. Realitas empiric membuktikan betapa oknum me
nggunakan
Pancasila sebagai alat kekuasaan untuk mengendalikan semua elemen bang
sa dengan dogmatisme ideology yang dilakukan dengan segala cara dan menyelusup hingga s
eluruh strata
kehidupan.
Pereduksian atas nama Pancasila ke dalam pemahaman dan pengguna
an yang sempit
dan politis berakibat pada:
1. Pancasila sebagai mitos
Untuk menghindarkan penggunaan Pancasila secara mitos, maka
tidak ada pili han lain kecuali mengembalikan Pancasila sebgai dasar falsafah Ne
gara dan
ideology Negara.

2. Pancasila selalu dipahami secara politis-ideologis untuk kepentinga


n kekuasaan
Pancasila tidak berhubungan dengan sebuah rezim, tetapi berhub
ungan dengan
endapan nilai yang hendak direalisasikan bersama.
3. Nilai-nilai dasar Pancasila menjadi nilai yang dystopia, tidak sekedar
utopia
Reaktualisasi Ideologi Pancasila
Pancasila jika akan benar-benar dihidupkan di Indonesia secara serius,
Pancasila setidaknya harus dapat menjadi etos yang mendorong dari belakang atau menarik d
ari depan akan
perlunyaaktualisasi maksimal setiap elemen bangsa. Semua elemen dapat hi
dup berdampingan
satu sama lain , memerdekakan manusia Indonesia, bangsa Indonesia secara
Politik, ekonomi,
teknologi, budaya dan sebagainya.

B. Pancasila dan Masyarakat Sipil di Indonesia


Masyarakat sipil di Indonesia tidak harus mengembangkan kebebasan
mutlak, yang cenderung memunculkan anarkisme, sebagaimana ditampilkan di awal gerakan
reformasi. Namun,

tetap disemangati nilai religiusitas, untuk berperikemanusiaan, hidup dalam


Negara persatuan,
yang memandang musyawarah sebagai asas kerakyatan, serta berkeadilan s
ocial. Sebagai
ideology yang mempunyai nilai abstrak umum universal, Pancasila harus did
erivasikan ke dalamsetiap bentuk kehidupan masyarakat yang masih berada
di Negara Indonesia.
Pembentukan masyarakt sipil disadari sebagai ikon politik global, maka
tetap harus bersandarkn pada pembentukan masyarakat yang berkesuaian d
engan kualitas nilai dasar ideology
Pancasila, ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Tantangan Ideologi Pancasila


Pada awal perumusan, Pancasila merupakan ideology yang digali dari n
ilai - nilai

kehidupan
bumi dan sejarah bangsa Indonesia sendiri dan berwujud lima butir mutiara k
ehidup
an berbangsa dan bernegara, sehingga Pancasila merupakan pandangan ber
bangsa dan bernegara dalam akumulasi nilai kehidupan yang menyatu dala
m filsafat, idiologi dan dasar Negara.
Pancasila bukanlah imitasi dari idelogi Negara lain, tetapi mencerminka
n amanat pende-ritaan rakyat dan kejayaan leluhur bangsa. Di zaman sekara
ng, era globalisasi dan konglomerati
sasi, ipteksasi dengan ideology-ideologi barunya disamping ideologi besar ya
ng masih menarik
tambang terhadap idelogi ideologi saingannya menentukan Pancasila akan bertahan atau
tidak. Untuk itu, selayaknya Pancasila tetap bertahan sebagai ideology yang
terbuka dengan
mempertahankan nilai nilai dasarnya dan nilai praksisnya bersifat fleksibel. Ketahanan
ideology Pancasila harus menjadi bagian misi bangsa Indonesia dengan keter
bukaannya.

BAB VI
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
KEHIDUPAN MULTIKULTURAL

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemukkarena masyarakatnya


bersifat multi kultur dan multi etnik. Realita inu ada di dalam lambang
Bhineka Tunggal Ika yang menyiratkan bahwa bangsa Indonesia tetap
mengakui adanya keanekaragaman sebagai anugerah Tuhanyang harus
disyukuri dan diterima apa adanya.
Kebhinekaan dan multikultur adalah kenyataan diri Indonesia sejak
awal. Prof. Heather Sutherland menyatakan bahwa multikultural ini rawan
akan konflik sosial. Oleh karena itu,Deny .J.A mengemukakan bahwa
masyarakat Indonesia saat ini menjadi masyarakat yang terbelah.
Masyarakat yang rawan terjadi konflik primordial dan sejarah konflik yang
panjang. Konflik-konflik itu adalah
Konflik antar agama
Konflik antar etnik
Konflik antar pendatang dengan penduduk asli
Duffy menyatakan 3 ciri utama masyarakat multikultur, yaitu
keanekaragaman, persamaan dan interaksi dalam pembagian tugas. Oleh
sebab itu , untuk mempertahankan kelangsungan hidup harus punya prinsip
toleransi dan saling menghormati.
LUNTURNYA NASIONALISME
Nasionalisme adalah
satu
paham
yang
menciptakan
dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris: nation)
dengan
mewujudkan
satu
konsep
identitas
bersama
untuk
sekelompok manusia.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya
mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam
suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri
mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk
mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri.
Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan
bermutu rendah.
Ideologi Nasionalisme merupakan pembangkit semangat untuk
melepaskan diri dari keterhinaan bangsa bangsa penjajah. Perjuangan
dengan rasa senasib sepenanggungan antara suku satu dengan yang lain
menjadi salah satu harapan terbesar Indonesia untuk merdeka. Ernst Renan
mengatakan bahwa sejarah menjadi faktor utama dalam nasionalisme.
Paham kebangsaaan yang ada di Indonesia didasarkan pada cerita masa lau
baik sebagai bangsa terjajah ataupun negara kerajaan.
Namun paham negara bangsa pada era global ini telah berakhir.
Kebangsaan seseorang tak lagi ditentukan oleh tempat kelahiran dan tempat
tinggalnya, tetapi lebih ditentukan oleh cognisinya. Anderson Imagined
Communities, Kebangsaan seseorang lebih ditentukan oleh bagaimana ia
mengonstruksi dirinya bukan oleh tempat tinggal dan kelahirannya.

9
Menurut Sartono Ideologi Nasionalisme ada 5 prinsip yaitu
1. Kesatuan
2. Kemerdekaan

4. Kepribadian
5. Prestasi

3. Kesamaan

Kesatuan, Kemerdekaan dan kesamaan merupakan prinsip utama


untuk membangun bangsa , terutama bangsa yang majemuk.

Kepribadian dan Prestasi merupakan hal yang harus diperjuangkan


dan dipertahankan oleh bangsa tersebut.

Pembangunan idenditatas diri bangsa Indonesia ada dalam Pancasila.


Pancasila tak sekedar dasar negara tetapi juga dijadikan sebagai pandangan
hidup yang memberi penerang dan pedoman bagi seorang untuk
berucap,bersikap dan bertindak dalam pergaulan diantara sesama maupun
dengan bangsa lain. Untuk itu dalam era globalisasi ini Pancasila semakin
dibutuhkan untuk tetap menjadi pandangan dan pedoman hidup bangsa
Indonesia.
Robertson mengatakan bahwa Globalisasi lebih mengarah kepada
pandangan homogenitas dan homogeni budaya. Budaya yang mempunyai
kekuatan homogeni seperti Amerika yang dianggap baik. Ini yang akan
membuat ekonomi negara merosot karena menjadi konsumtif. Untuk itu,
beliau tetap menawarkan konsep Glokalisasi yang tetap memperthankan
budaya lokal di tengah proses global.
Jati diri bangsa Indonesia telah hilang. Mereka banyak yang
mengadopsi nilai - nilai dari budaya lain yang bertentangan dari Pancasila.
Inilah yang akan menghancurkan sendi sendi kehidupan dalam berbangsa
dan bernegara.

Mengubah Paradigma Bepikir


Mudahnya konflik diantara suku yang berbeda budaya, disebabkan
oleh paradigma berpikir bangsa kita yang diagonalistik. Setiap orang
berusaha memaksakan pendapatnya sebagai suatu kebenaran dan tidak
mau menerima pemikiran orang lain yang berbeda. Paradigma berpikir ini
jelas tidak sesuai dengan Pancasila.

Untuk itu, Paradigma berpikir ini harus diganti dengan Paradigma


berpikir alternatif yang menagui dan menerima adanya perbedaan. Islam
mengatakan bahwa perbedaan pendapat itu adalah rahmat.
Selain itu, konflik yang terjadi juga bersumber pada sikap berburuk
sangka. Inilah yang menjadikan warga negara kita tak bisa maju karena
akan berujung pada kesombongan dan kecongkakan yang tentunya juga
bertentangan dengan nilai nilai Pancasila.Sikap yang seperti ini harus
diganti dengan sikap berbaik sangka.
Paradigma berpikir sebab juga menjadi salah satu penghambat
kemajuan bangsa. Mereka lebih memilih bertindak terlebih dahulu baru
berpikir, segalanya disikapi dengan pikiran yang pragmatis pula. Oleh karena
itu harus diganti dengan paradigma berpikir sebab, yang artinya setiap
perilaku dan tindakan atau kebijakan harus dipikirkan akibat yang
ditimbulkannya. Dengan begitu negarapun akan mengalami kemajuan.

10
Konstruksi Diri
Kalau ditanya siapa dan apa itu manusia pasti mereka akan berpikir
dahulu lalu menjawab sesuai pemikiran dan paham masing masing. Kalu
menurut ilsam sendiri manusia itu adalah pemimpin yang menjaga bumi.
Di dalam diri manusia terdapat unsur negati dan positif. Unsur positif
manusia terletak pada unsur jiwa(akal, pikiran, karsa), sifat sosial dan
makhluk Tuhan sedangkan letak negatifnya pada unsur raga(benda mati,
tumbuhan dan kebinatangan), sifat individu dan makhluk pribadi.

Akal untuk berpikir

Rasa untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain

Kehendak mendorong kita berbuat baik

Sifat sosial membuat kita memandang orang lain sebagai kawan


bukan musuh.

Ketika seseorang menyebut dirinya sebagai manusia. Sebenarnya dia


sedang berproses menuju dan mengonstruksi dirinya sebagai manusia.

11

Anda mungkin juga menyukai