Anda di halaman 1dari 30

Pancasila Sebagai

Etika politik
Oleh :
Dr. H. Teguh Suratman, SH., MS
 Etika merupakan cabang filsafat dan sekaligus
merupakan cabang dari ilmu-ilmu
kemanusiaan (humaniora).
 Sebagai cabang filsafat ia membahas sistem-
sistem pemikiran yang mendasar tentang
ajaran dan pandangan moral.
 Sebagai cabang ilmu ia membahas bagaimana
dan mengapa manusia mengikuti suatu ajaran
moral tertentu.
 Etika umum membahas prinsip-prinsip umum
yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di
Cina, Barat, dan Islam. Aliran-aliran pemikiran
etika beranekaragam.
 Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-
asas dari tindakan dan perbuatan manusia,
serta sistem nilai yang terkandung di
dalamnya.
 Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan
etika sosial.
 Etika indvidual membahas kewajiban manusia terhadap
dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya
serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggung
jawabnya terhadap Tuhannya.
 Etika sosial membahas kewajiban, serta berisi norma-norma
sosial yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama
manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
 Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih
khusus lagi seperti etika keluarga, etika profesi, etika
bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika
kedokteran, etika jurnalistik, etika seksual, dan etika
politik.
 Nilai/Value termasuk bidang kajian filsafat.
Persoalan-persoalan tentang nilai dipelajari
oleh salah satu cabang filsafat yaitu Filsafat
Nilai (Axiologi).
 Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu
tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang
filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda
abstrak yang artinya “keberhargaan” (Worth)
atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja
yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu
dalam menilai atau melakukan penilaian,
Nilai dapat dikelompokkan
dalam empat tingkatan yaitu:

1. Nilai kenikmatan: dalam tingkatan ini terdapat deretan-deretan nilai


yang mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan
orang senang atau menderita/tidak enak.
2. Nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang
penting bagi kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jasmani,
kesejahteraan umum.
3. Nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang
sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun
lingkunganya. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran,
dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat
4. Nilai kerohanian: dalam tingkatan ini terdapat modal nilai dari yang
suci dan tak suci, nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-
nilai pribadi.
Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai
manusiawi ke dalam 8 kelompok yaitu :

1. Nilai Ekonomis (ditujukan pada harga pasar dan meliputi semua


benda yang dapat dibeli).
2. Nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan
keindahan dari kehidupan badan).
3. Nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat
menyumbangkan pada pengayaan kehidupan).
4. Nilai sosial (berasal dari keutuhan kepribadian dan sosial yang
diinginkan).
5. Nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang
diinginkan).
6. Nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni).
7. Nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran).
8. Nilai keagamaan.
Notonagoro menyebutkan adanya
3 macam nilai, yaitu:
a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi:
1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi,
cipta) manusia.
2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada
unsur perasaan(emotion) manusia.
3) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada
unsur kehendak (karsa,Will) manusia.
 Norma merupakan bentuk nilai yang disertai
dengan sanksi bagi pelanggarnya. Norma
merupakan ukuran yang dipergunakan oleh
masyarakat apakah perilaku seseorang benar/
salah, sesuai/tidak sesuai, wajar/tidak, dan
diterima atau tidak.
 Norma dibentuk dari nilai sosial, dan norma
sosial diciptakan untuk menjaga dan
mempertahankan nilai sosial. Nilai dan norma
merupakan hal yang berkaitan.
 Moral adalah ajaran baik dan buruk tentang
perbuatan dan kelakuan. Jadi moral adalah
tingkah laku manusia yang dilakukan dengan
sadar dipandang dari sudut baik dan buruknya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Moral dihubungkan dengan
etika dan etiket yang membicarakan tatasusila
dan tata sopan santun.
 Moral meliputi hidup manusia itu sendiri dan
dalam kehidupanya bersama dalam keluarga,
masyarakat, bangsa dan bernegara.
Nilai dasar, Nilai Instrumental,
dan Nilai Praksis
a. Nilai Dasar
Walaupun memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat
diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya
nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek
kehidupan manusia yang bersifat nyata (praksis), namun
demikian, setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa
ilmiahnya disebut ontologis), yaitu merupakan hakikat,
esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai
tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena
menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu
misalnya hakikat Tuhan, manusia tahu segala sesuatu.
b. Nilai Instrumental
Nilai intrumental merupakan suatu pedoman yang
dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai
instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah
laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal
itu akan merupakan suatu norma moral. Namun
jikalau nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu
organisasi atau negara maka nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan, kebijakan strategi yang
bersumber pada nilai dasar, sehingga dapat juga
dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan
suatu eksplisit dari nilai dasar.
c. Nilai Praksis
Nilai Praksis pada hakikatnya merupakan
penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam suatu kehidupan yang nyata, sehingga nilai
praksis ini merupakan perwujudan dari nilai
instrumental. Dapat juga dimungkinkan berbeda-
beda wujudnya, namun demikian tidak bisa
menyimpang atau bahkan tidak bertentangan.
Artinya, nilai dasar, nilai instrumental dan nilai
praksis itu merupakan suatu sistem, perwujudannya
tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut
 Hubungan antara moral dengan etika memang
sangat erat dan kadangkala keduanya
disamakan begitu saja.
 Sebenarnya kedua hal tersebut memiliki
perbedaan. Setiap orang memiliki moralitasnya
masing-masing, tetapi tidak halnya dengan
etika. Tidak semua orang perlu melakukan
pemikiran yang kritis terhadap etika.
 Etika tidak berwenang menentukan apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh
seseorang.
Pancasila Sebagai
Sistem Etika Politik.
 Nilai-nilai Pancasila Sebagai Etika Politik
 Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya
merupakan sumber derivasi peraturan perundang-
undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas,
terutama dalam hubungannya dengan legitimasi
kekuasaan, hukum, serta berbagai kebijakan dalam
melaksanakan dan penyelenggaraan negara.
 Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, serta Sila kedua
kemanusiaan yang adil dan beradab adalah merupakan
sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan.
 Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijakan
dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat
(sila IV).
 Dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang
menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif serta
yudisial, konsep pengambilan keputusan, pengawasan
serta partisipasi harus berdasarkan pada legitimasi
dari rakyat/memiliki legitimasi demokratis.
 Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi
praktis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa
dilaksanakan secara korelatif diantara ketiga lembaga
tersebut.
 Etika politik juga harus direalisasikan oleh setiap
individu yang ikut terlibat secara kongkrit dalam
pelaksanaan pemerintahan negara.
 Para pejabat Ekskutif, legislatif maupun yudisial, para
pejabat negara, MPR, Aparat pelaksana dan penegak
hukum, harus menyadari bahwa selain legitimasi
hukum dan legitimasi demokratis juga harus
berdasar pada legitimasi moral, misalnya suatu
kebijakan itu sesuai dengan hukum belum tentu
sesuai dengan moral, gaji Para pejabat dan anggota
DPR, MPR itu sesuai dengan hukum, namun
mengingat kondisi rakyat yang sangat menderita
belum tentu layak secara moral.
2. Penerapan Nilai-nilai Etika Pancasila dalam Kehidupan
Politik.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika
politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan
sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu
dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan
dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi),
dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral
(legitimasi moral).

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar.


Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara, baik itu yang
berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum,
pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam pancasila.
 Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Negara Indonesia juga harus berkemanusiaan
yang adil dan beradab. Dengan kata lain,
kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan
legitimasi moral kemanusiaan dalam
penyelenggaraan Negara.
 Negara pada prinsipnya adalah persekutuan
hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Manusia merupakan dasar kehidupan
serta pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara.
 Asas-asas kemanusiaan mempunyai kedudukan
mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum,
sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan
kepada setiap warga Negara.
 Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai
keterkaitan erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha
Esa. Keduanya memberikan legitimasi moral religius
(sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimasi moral
kemanusiaan (sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab) dalam kehidupan dan proses
penyelenggaraan Negara, sehingga Negara Indonesia
tidak terjerumus ke dalam Negara kekuasaan.
 Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan dan perwakilan, merupakan
sumber etika politik bagi bangsa Indonesia.
 Sila ini menegaskan bahwa Negara berasal dari rakyat
dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan
senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi
demokrasi bagi penyelenggaraan Negara. Oleh karena
itu, dalam proses penyelenggaraan Negara, segala
kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus
dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas
politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudisial serta konsep pengambilan
keputusan, pengawasan dan partisipasi harus
berdasarkan legitimasi dari rakyat.
 Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, memberikan
legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan
penyelenggaraan Negara. Indonesia merupakan Negara
hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial.
 Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan Negara,
yang menunjukkan setiap warga Negara Indonesia
mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik,
sosial, ekonomi dan kebudayaan. Oleh karena itu, untuk
mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan
penyelenggaraan Negara harus senantiasa berdasarkan
hukum yang berlaku.
 Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam
kehidupan Negara bisa mengakibatkan hancurnya tatanan
hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan
bangsa.
 Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila
pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap
penyelenggara Negara dan rakyat Indonesia.
 Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan
dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga
pada akhirnya akan terbentuk suatu
pemerintahan yang etis serta rakyat yang
bermoral pula.
 Etika merupakan suatu ilmu yang membahas
perbuatan baik dan buruk manusia sejauh
yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
 Etika profesi terdapat suatu kesadaran yang
kuat untuk mengindahkan etika profesi pada
saat mereka ingin memberikan jasa keahlian
profesi kepada masyarakat yang memerlukan.
Fungsi Etika :
a. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis
berhadapan dengan pelbagai moralitas yang
membingungkan.
b. Etika ingin menampilkan ketrampilan
intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis.
c. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil
sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Profesi
• Profesi, profesional, dan profesionalisme

• Asal kata dari “profiteri” (bhs latin)

• Yang berarti berikrar dengan sungguh-


sungguh di muka umum.
Syarat Sebagai
Profesi Yang Profesional
• Pertama : ikrar / sumpah untuk merealisasi
kebajikan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

• Kedua : adanya kemahiran yang bermutu tinggi


yang dipakai untuk merealisasi kebajikan tersebut.

• Ketiga : pekerja professional harus tunduk dan


patuh pada kontrol organisasi dan korps yang telah
dikembangkan bersama, yang berfungsi untuk
mengontrol aktifitas dan kegiatannya (etika profsi).
• Profesi adalah :
kebajikan atau berbuat kebajikan,
merupakan tujuan kerja yang utama,
suatu misi, bahkan idealnya juga
merupakan bagian dari suatu panggilan
hidup.
• Kemahiran teknis yang tinggi adalah
sarananya, sedangkan “etika frofesi” adalah
sarana kontrolnya.
• Profesi dan profesionalisme bukanlah semata-
mata persoalan keahlian atau kemahiran
belaka dibidangnya. Akan tetapi, kebajikan
dan etika, benar-benar merupakan hakikat
dan ruh profesi dan prefesionalisme.
• Dikaitkan dengan fungsinya sebagai
kepentingan normatif suatu profesi, etika
harus dipahami sebagai
“a systematic code of moral principles”.
• Diskusikan, dengan mahasiswa kaitannya
dengan nilai-nilai Pancasila

Anda mungkin juga menyukai