Anda di halaman 1dari 10

BAB V

PANCASILA
SEBAGAI ETIKA POLITIK

Filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut lingkungan bahasanya yaitu menjadi dua
kelompok bahasan :
1. Filsafat teoritis adalah kelompok filsafat yang mempertanyakan segala sesuatu yang ada
2. Filsafat praktis adalah kelompok yang membahas bagaimana bersikap terhadap apa yang
ada tersebut.
Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tdk secara langsung menyajikan norma-norma yg mrp
pedoman dlm suatu tindakan atau aspek praksis, melainkan suatu nilai yg bersifat mendasar.
Pancasila sbg suatu nilai-nilai yg dijabarkan dlm kehidupan yg bersifat praksis/kehidupan yg
nyata dlm masy sbg suatu norma yg mrp pedoman, meliputi :
• Norma moral, yaitu yg berkaitan dgn tingkah laku manusia yg dpt diukur dr sudut baik
maupun buruk, sopan atau tdk sopan, susila atau tdk susila.
• Norma hukum, yaitu suatu sistem peraturan perundang-undangan yg berlaku di Ind. Maka
Pancasila disini berkedudukan sbg sumber dr segala sumber hukum di Indonesia, yg mrp
suatu cita-cita moral yg luhur yg terwujud dlm kehidupan sehari-hari bangsa Ind seblm
membentuk negara.

Pengertian etika
• Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral
• Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu. Atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggungjawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.

Etika di dalam filsafat praktis


• Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.

1
• Etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia. Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individu (membahas
kewajiban manusia thd diri sendiri) dan etika sosial (membahas kewajiban manusia thd
manusia lain dlm masy).

Pengertian nilai
Di dalam dictionary of sociology and related sciences (kamus sosiologi yang berhubungan
dengan keilmuan) dikemukakan bahwa :
nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok.
Jadi nilai pada hakekatnya adalah sifat atau kualitas yang meletak pada suatu objek,
bukannya objek itu sendiri. Sesuatu yang mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas
yang melekat pada sesuatu itu.
Berbicara ttg nilai berarti ttg das sollen, bkn das sein, masuk kerokhanian bid makna
normatif bkn kognitif, masuk dunia ideal bkn real.
Meski dmk antara keduanya saling berhub atau berkait erat, das sollen hrs menjelma mjd das
sein, ideal hrs mjd real, yg bermakna normatif hrs direalisasikan dlm perbuatan sehari-hari yg
mrp fakta.

Hierarki nilai
Terdapat berbagai pandangan tentang nilai, hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan
sudut pandangnya. Misalnya kalangan materialistis memandang bahwa nilai yang tertinggi
adalah nilai material, sedangkan kalangan hedonis memandang nilai tertinggi adalah nilai
kenikmatan. Yang jelas pada hakekatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya yang bagaimana
yang ada dan berhubungan dengan manusia.

Menurut tinggi rendahnya nilai di bagi menjadi 4 yaitu:


1. Nilai-nilai kenikmatan, dmn dlm tingkatan ini terdpt deretan nilai-nilai yg mengenakkan
dan tdk mengenakkan, yg menyebabkan org senang atau menderita.
2. Nilai-nilai kehidupan, terdpt nilai-nilai yg penting bg kehidupan, misalnya kesehatan,
kesegaran jasmani, kesejahteraan umum.

2
3. Nilai-nilai kejiwaan, terdpt nilai-nilai kejiwaan yg sama sekali tdk tergantung dr
keadaan jasmani maupun lingkungan, spt keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni
yg dicapai dlm filsafat.
4. Nilai-nilai kerohanian, terdpt modalitas nilai dr yg suci dan tak suci (terutama terdiri dr
nilai-nilai pribadi).

Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedlm delapan kelompok :


• Nilai ekonomis, ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yg dpt dibeli.
• Nilai kejasmanian, membantu pd kesehatan, efisiensi dan keindahan dr kehidupan
badan.
• Nilai hiburan, nilai-nilai permainan dan waktu senggang yg dpt menyumbangkan pd
pengayaan kehidupan.
• Nilai sosial, berasal mula dr keutuhan kepribadian dan sosial yg diinginkan.
• Nilai watak, keseluruhan dr keutuhan kepribadian dan sosial yg diinginkan.
• Nilai estetis, nilai keindahan dlm alam dan karya seni.
• Nilai intelektual, nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.
• Nilai keagamaan.

Menurut Notonegoro menjadi 3 macam:


• Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan materiil manusia.
• Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktifitas.
• Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, yg dibedakan
atas 4 macam :
- nilai kebenaran, yg bersumber pd akal
- nilai keindahan/estetis, yg bersumber pd unsur perasaan manusia
- nilai kebaikan/moral, yg bersumber pd unsur kehendak manusia
- nilai religius, yg mrp nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak, yg bersumber pd
kepercayaan atau keyakinan manusia.

3
Notonegoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong atas nilai kerohanian
tetapi nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai materiil dan nilai vital.

Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis


• Nilai Dasar
mrp hakikat, esensi, intisari atau makna yg terdalam yg terdpt dlm tingkah laku atau
segala aspek kehidupan manusia yg bersifat nyata.
Nilai dasar ini bersifat universal krn menyangkut hakikat kenyataan objektif segala
sesuatu, misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya.
Nilai dasar dpt disebut sbg sumber norma yg pd gilirannya dijabarkan atau direalisasikan
dlm suatu kehidupan yg bersifat praksis.

• Nilai Instrumental
mrp suatu pedoman yg dpt diukur dan dpt diarahkan, misalnya bila nilai instrumental
berkaitan dgn tingkah laku manusia dlm kehidupan sehari-hari maka hal itu akan mrp
suatu norma moral. Namun jika berkaitan dgn suatu organisasi atau negara maka hal itu
mrp suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yg bersumber pd nilai dasar. Shg bs
dikatakan bahwa nilai instrumental itu mrp suatu eksplisitasi dr nilai dasar.

• Nilai Praksis
mrp penjabaran lbh lanjut dr nilai instrumental dlm suatu kehidupan yg nyata, shg nilai
praksis mrp perwujudan dr nilai instrumental itu. Dpt jg dimungkinkan berbeda-beda
wujudnya, namun dmkn tdk bs menyimpang atau tdk dpt bertentangan. Artinya oleh krn
nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu mrp suatu sistem perwujudannya tdk
boleh menyimpang dr sistem tsb.

Hubungan Nilai, Norma dan Moral


Sebaimana telah dijelaskan diawal bahan nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat
baik lahir maupun batin manusia. Nilai berbeda dengan fakta dimana fakta dapat
diobservasikan melalui verifikasi empirik, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat
dipahami, dimengerti dan dihayati oleh manusia.

4
Dengan demikian nilai bersifat kongkrit yaitu tidak dapat ditangkap oleh indra manusia, dan
nilai dpt bersifat subjektif maupun objektif.

Nilai dan norma senantiasa berkaitan dgn moral dan etika. Istilah moral mengandung
integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh
moralitas yg dimilikinya.
Dlm pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sbg penuntun sikap dan tingkah
laku manusia.
Hubungan antara moral dengan etika memang sangat erat sehingga kadangkala dua hal
tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut sangat berbeda.

Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan,


kumpulan peraturan baik lisan maupun tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang lebih baik.
Sedangkan etika adalah suatu cabang filsafat yaitu pemikiran kritis dan mendasar tentang
pandangan-pandangan moral tersebut atau dapat diartikan bahwa etika adalah sebuah ilmu
pengetahuan tentang kesusilaan,oleh karena itu kesusilaan ini erat hubungannya dengan
moralitas maka etika pada hakekatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas
tentang prinsip-prinsip moralitas.

Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan seseorang, wewenang seperti ini dipandang berada
ditangan pihak-pihak yang memberi ajaran moral.

Hal inilah yg mjd kekurangan dr etika jika dibandingkan dgn ajaran moral. Hal ini dpt
dianalogikan bahwa ajaran moral sbg buku petunjuk ttg bgm kita memperlakukan sebuah
mobil dgn baik, sdgkan etika memberikan pengertian pd kita ttg struktur dan teknologi mobil
itu sendiri.
Dmkian hub yg sistemik antara nilai, norma dan moral yg pd gilirannya ketiga aspek tsb
terwujud dlm suatu tingkah laku praksis dlm kehidupan manusia.

5
Etika Politik
Filsafat terbagi mjd 2 :
• Filsafat teoritis, membahas ttg makna hakiki segala sesuatu, antara lain manusia, alam,
dan benda fisik.
• Filsafat praksis, membahas dan mempertanyakan aspek praksis dlm kehidupan manusia,
yaitu etika yg mempertanyakan dan membahas tanggung jawab dan kewajiban manusia
dlm hub dgn sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara, lingkungan alam serta thd
Tuhannya.

Etika dibedakan mjd 2 :


• Etika umum, membahas prinsip-prinsip dasar bg segenap tindakan manusia.
• Etika khusus, membahas prinsip-prinsip itu dlm hub dgn kewajiban manusia dlm
pelbagai lingkungan kehidupannya, yg dibagi mjd :
– Etika individual, membahas ttg kewajiban manusia sbg individu thd dirinya sendiri,
serta melalui suara hati thd Tuhannya.
– Etika sosial, membahas kewajiban serta norma-norma moral yg seharusnya dipatuhi
dlm hub dgn sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Mis : etika keluarga,
etika profesi, etika lingkungan, etika pendidikan, dan jg etika politik yg menyangkut
dimensi politis manusia.

Secara substantif pengertian etika politik tdk dpt dipisahkan dgn subjek pelaku etika
yaitu manusia, maka berkaitan erat dgn bid pembahasan moral.
Walaupun dlm hub dgn masy bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan
dasar fundamental manusia sbg manusia, sbg makhluk yg beradab dan berbudaya.
Misalnya suatu negara yg dikuasai rezim otoriter (memaksakan kehendak manusia
tanpa memperhitungkan hak dasar manusia); dlm masy negara yg dmk maka seseorang
yg baik sec moral kemanusiaan akan dipandang tdk baik menurut negara serta masy
otoriter, krn tdk dpt hidup sesuai dgn aturan yg buruk dlm suatu masy negara.

Oleh karena itu aktualisasi etika politik hrs senantiasa mendasarkan kpd ukuran
harkat dan martabat manusia sbg manusia.

6
Pengertian Politik
 Etika politik termasuk lingkup etika sosial, yg secara harfiah berkaitan dgn bid kehidupan
politik.
 Politik berasal dr kosa kata “Politics” yg memiliki makna bermacam-macam keg dlm
suatu sistem politik atau negara, yg menyangkut proses penentuan tujuan2 dr sistem itu
dan diikuti dgn pelaksanaan tujuan2 itu.
„Pengambilan keputusan‟ atau „decision making‟ mengenai apakah yg mjd tujuan dr
sistem politik itu menyangkut seleksi antara bbrp alternatif dan penyusunan skala
prioritas dr tujuan2 yg telah dipilih itu.

 Untuk melaksanakan tujuan itu ditentukan kebijaksanaan2 umum (public policies) yg


menyangkut pengaturan dan pembagian (distributions) dr sumber2 yg ada.
Untuk melaksanakan kebijaksanaan2 itu, diperlukan suatu kekuasaan (power) dan
kewenangan (authority), yg dipakai baik utk membina kerjasama maupun untuk
menyelesaikan konflik yg mungkin timbul.
 Cara yg dipakai bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan pemaksaan (coercion). Tanpa
adanya suatu paksaan, kebijaksaan ini hanya mrp perumusan keinginan belaka
(statement of intent) yg tdk akan pernah terwujud.
 Politik selalu menyangkut tujuan2 dr seluruh masy (public goals), bukan tujuan pribadi
seseorang (privat goals).
 Secara operasional bid politik menyangkut konsep2 pokok yg berkaitan dgn negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan
(policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation).

 Bila dipahami berdasarkan pengertian politik secara sempit, bidang politik lebih byk
berkaitan dgn para pelaksana pemerintahan negara, lembaga tinggi negara, kalangan
aktivis politik, para pejabat serta birokrat dlm pelaksanaan dan penyelenggaraan negara,
tdk melibatkan aspek rakyat baik sbg individu maupun sbg suatu lembaga yg terdapat
dlm masyarakat.

7
 Dalam hub dgn etika politik, pengertian politik tsb harus dipahami dlm pengertian yg
lebih luas yaitu menyangkut seluruh unsur yg membentuk suatu persekutuan hidup yg
disebut masyarakat negara.

Dimensi Politis Manusia


Manusia sbg makhluk individu-sosial
 Disamping kebebasannya sbg individu, kesosialan manusia dpt dibuktikan melalui kodrat
kehidupannya, krn manusia lahir di dunia senantiasa mrp suatu hasil interaksi sosial.
 Tanda khas kesosialan manusia adl terletak pd penggunaan bahasa sbg suatu sistem tanda
dlm suatu komunikasi dlm masyarakat.
 Segala hal yg berkaitan dgn sikap moralnya baik hak maupun kewajiban moralnya, tdk
bisa ditentukan hanya berdasarkan norma-norma secara individual, melainkan senantiasa
dlm hub dgn masyarakat.
 Hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat „monodualis‟, yaitu sbg makhluk individu
dan makhluk sosial.
 Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas
individualistis ataupun sosialistis, melainkan monodualistis.

Dimensi Politis Kehidupan Manusia


Berdasarkan sifat kodrat manusia sbg makhluk individu dan makhluk sosial, dimensi politis
mencakup lingkaran kelembagaan hukum dan negara, sistem-sistem nilai serta ideologi yg
memberikan legitimasi kepadanya.
Dimensi politis manusia dpt ditentukan sbg suatu kesadaran manusia akan dirinya sdri sbg
anggota masy sbg suatu keseluruhan yg menentukan kerangka kehidupannya dan ditentukan
kembali oleh tindakan-tindakannya.
Dimensi politis manusia memiliki dua segi fundamental, yaitu :
- Pengertian
- Kehendak utk bertindak
Sehingga keduanya dpt diamati dlm setiap aspek kehidupan manusia, yg senantiasa
berhadapan dgn tindakan moral manusia.

8
Hukum dan kekuasaan negara mrp aspek yg berkaitan langsung dgn etika politik :
- Hukum sbg penataan masy secara normatif;
- Kekuasaan negara sbg lembaga penata masy yg efektif;
Keduanya sesuai dgn struktur sifat kodrat manusia sbg makhluk individu dan makhluk
sosial.

Hukum tanpa kekuasaan negara akan mrp aturan normatif yg kosong,


sdgkan negara tanpa hukum akan merosot mjd kehidupan yg berada di
bawah sifat manusiawi krn akan berkembang mjd ambisi kebinatangan, yg
tanpa tatanan normatif.

Oleh krn itu hukum dan negara memerlukan suatu legitimasi.


 Hukum hrs mampu menunjukkan bahwa tatanan adl dr masyarakat bersama dan demi
kesejahteraan bersama, bukan berasal dr kekuasaan.
 Negara yg memiliki kekuasaan hrs mendasarkan pd tatanan normatif sbg kehendak
bersama semua warganya, shg negara pd hakikatnya mendapat legitimasi dr masyarakat
yg menentukan tatanan hukum tsb.

Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik


Pancasila sebagai sumber etika politik Negara Indonesia yang berdasarkan sila ke 1 bukan
mrp negara “teokrasi” yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara
pada legitimasi demokrasi.
Walaupun negara Indonesia tidak mendasar pada legitimasi religius namun secara moralitas
kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum
serta moral dalam kehidupan negara.

Sila ke 2 Kemanusiaan yang adil dan beradab juga merupakan sumber-sumber nilai
moralitas. Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia.
Manusia adalah merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan negara, oleh karena itu asas-
asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum.

9
Dalam kehidupan negara, kemanusiaan harus mendapat jaminan hukum, yg diistilahkan dgn
jaminan atas hak-hak dasar manusia.

Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dgn :

• Asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dgn hukum yg berlaku,
• Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis),
• Dilaksanakan berdasarkan prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi
moral)
Pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral religius (sila ke 1) serta
moral kemanusiaan (sila ke 2).
Negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa
untuk rakyat (sila ke 4), oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan
negara.
Maka dalam pelaksaan politik praktis hal yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif,
serta yudikatif, konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus
berdasarkan legitimasi dari rakyat atau dengan kata lain harus memiliki “legitimasi
demokrasi” ( pasal 1 ayat 2 UUD 1945).

Kesimpulan :
• Selain legitimasi hukum,legitimasi demokrasi juga perlu didasarkan pada legitimasi
moral.
• Etika politik ini harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara
kongkrit dalam pelaksanaan pemerintah negara.
• Para pejabat eksekutif, anggota legislatif, maupun yudikatif, para pejabat negara, dan
penegak hukum harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi
demokratis juga harus didasarkan pada legitimasi moral.

10

Anda mungkin juga menyukai