Anda di halaman 1dari 2

Anggota Kelompok:

• Azka Asyrofi
• Haryo Jati Hadwitiyo (15)
• Kaka Aprizal Firmansyah (19)
• Moch. Alif Firmansyah (20)
• Muchamad Yahya Yovanda (21)
• Oniva Rekha Zahira (26)
• Sanya Prameswari Cahyani (29)

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Yang Terkandung Dalam Film “YOWIS BEN ”

Film ini menceritakan kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Timuran yang khas
khususnya Malang. Dengan dilatarbelakangi hal tersebut, film ini mengandung banyak sekali
nilai-nilai kehidupan yang relate dengan kehidupan kita setiap harinya. Kearifan lokal yang
jelas bisa kita temukan dalam film ini diantaranya adalah penggunaan dialek lokal yang
digunakan oleh sang pemeran utama Bayu dan ‘guyonan-guyonan’ khas malang dalam
percakapan sehari-hari. Film ini menceritakan kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Timuran
yang khas khususnya Malang. Dengan dilatarbelakangi hal tersebut, film ini mengandung
banyak sekali nilai-nilai kehidupan yang relate dengan kehidupan kita setiap harinya. Kearifan
lokal yang jelas bisa kita temukan dalam film ini diantaranya adalah penggunaan dialek lokal
yang digunakan oleh sang pemeran utama Bayu dan ‘guyonan-guyonan’ khas malang dalam
percakapan sehari-hari.
Dialek Malangan memiliki ciri khas bahasa dan gaya bicara yang dianggap kasar dan
ceplas ceplos. Ada pula dialek-dialek perubahan kata dari bahasa jawa yang aslinya nang endi
menjadi nandi, mengko dhisik menjadi sek/kosek dan bahasa yang dianggap kasar contohnya
jancok. Dalam bahasa malangan sendiri, kata jancok merupakan sebuah kalimat yang dianggap
sebagai kata kotor atau umpatan. Padahal makna yang sebenarnya bukan itu. Tetapi, semakin
kesini seakan kata jancok ini seolah mengalami pergeseran makna. Dari kata yang awalnya
mempunyai arti umpatan, menjadi kata yang digunakan untuk sapaan/menandakan keakraban.
Contohnya ketika bicara dengan teman sebaya. Seperti yang terlihat pada scene Bayu di
sekolah yang menggunakan kata “cok” untuk menyebut ataupun memanggil temannya.
Dalam film ini, dapat dilihat suatu nilai kearifan lokal yang masih terjaga. Meskipun
bahasa malangan terkesan kasar dan ceplas-ceplos. Beberapa scene di film ini menunjukkan
masih adanya tata krama yang dijunjung dan masih dihargai keberadaannya. Seperti pada scene
Bayu meminta izin kepada Ibu. Bayu selalu berpamitan kepada Ibu dan Pamannya sebelum
pergi kemanapun. Bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua pun
menggunakan tata krama tertentu.
Kearifan lokal lainnya yang ditunjukkan dalam film ini yaitu cara untuk menjamu tamu.
Hal ini lumrah terjadi di lingkungan masyarakat khususnya Jawa. Menjamu dan memuliakan
tamu dalam hal ini seperti wajib hukumnya. Hal ini dapat kita lihat dari scene Bapaknya Nando
memberikan suguhan berbagai macam makanan kepada teman-teman Nando. Bahkan, dalam
scene ini Bapaknya Nando sampai memasak kue khusus untuk disajikan kepada teman-teman
anaknya. Dengan menggunakan 90% bahasa jawa malangan, film ini memperkenalkan kepada
penonton bahwa bahasa jawa pada daerah Malang masih terjaga keunikannya serta masih terus
digunakan oleh masyarakat daerah Malang.

Anda mungkin juga menyukai