Anda di halaman 1dari 5

RESENSI FILM

Judul  : Naga Bonar jadi 2


Sutradara : Deddy Mizwar
Penulis Skenario : Musfar Yasin

Pemain :
 Deddy Mizwar sebagai Naga Bonar
 Tora Sudiro sebagai Bonaga
 Wulan Guritno sebagai Monita
 Lukman Sardi sebagai Umar
 Darius Sinathrya sebagai Pomo
 Uli Herdinansyah sebagai Ronnie
 Mike Muliadro sebagai Jaki

Didukung oleh:
Nico Pelamonia, Indra Birowo, Jaja Mihardja, Leroy Osmani, Julia Perez, Julian
Kunto, Sakurta Ginting, Eno Suwandhi, Harry Rahyan.

Naga Bonar telah kembali, kali ini Naga Bonar tidak lagi harus berjuang
melawan si penjajah Belanda yang lucu, tidak harus kena damprat oleh sang emak
yang cerewet, atau meriang ketika melamar Kirana seperti pada Naga Bonar
(1986). Namun kali ini dalam Naga Bonar Jadi 2, Naga Bonar telah mempunyai
seorang anak bernama Bonaga yang telah sukses menjadi pengusaha serta
Mariyam sahabatnya telah sukses menjadi asisten Menteri.
Dikisahkan Naga Bonar (Deddy Mizwar) yang telah berusia senja
diundang oleh Bonaga (Tora Sudiro) untuk bepergian ke Jakarta. Naga Bonar kali
ini menginjakan kakinya di Jakarta yang megah namun juga punya segudang
persoalan.
Namun niat Bonaga tidaklah hanya untuk sekedar mengajak ayahnya
melihat Jakarta, tetapi juga untuk merayu Naga Bonar agar merelakan kebun
kelapa sawit warisan keluarga untuk dijadikan tempat bisnis dengan bekerja sama
dengan Investor dari Jepang.
Mengetahui niat Bonaga beserta teman bisnisnya mempunyai tujuan
tersebut, bukan kepalang marahnya Naga Bonar. Naga Bonar tidak mau
merelakan kuburan Emak, Kirana sang istri, ataupun Bujang sahabatnya tergusur
karena kepentingan bisnis semata.
Selain persoalan tersebut, Naga Bonar juga harus menjadi comblang antara
Bonaga dengan Monita (Wulan Guritno). Naga Bonar juga harus berhadapan
dengan berbagai tipe orang yang tinggal Jakarta, serta bertemu dengan Umar
(Lukman Sardi) seorang supir bajaj yang polos dalam menghadapi hidup.
Naga Bonar tetaplah Naga Bonar !!!!, ia masih belum bisa menghilangkan
tabiat mencopet, masih buta huruf, lucu, berapi-api, gemar bermain sepakbola,
serta mempunyai nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa. Naga Bonar heran
kenapa generasi muda jaman sekarang sering berbelit-belit dan tidak perduli pada
jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban demi bangsa dan Negara.
Selain berbicara konflik persoalan tersebut, film ini juga banyak
memberikan pesan mengenai arti serta makna bagaimana kita memberikan yang
terbaik untuk bangsa. Naga Bonar Jadi 2 juga sarat memberikan kritikan
mengenai kondisi bangsa yang carut marut ini lewat beberapa pesan dengan
tampilan komedi.
Secara garis besar, film Naga Bonar Jadi 2 masih mengambil jalur komedi
untuk meraih hati penonton. Dalam film ini, Kita bisa terpingkal-pingkal ketika
menyaksikan bagaimana Naga Bonar menceramahi seorang polantas, menjadi
comblang untuk Bonaga dan Monita, berdebat dengan sopir metro mini, atau
memimpin upacara bendera dengan menjadikan Umar sang sopir bajaj sebagai
dirijen upacara.
Tidak hanya berkutat pada kelucuan sentral sang Naga Bonar, namun kita
juga bisa tertawa lepas melihat tingkah Bonaga bersama tiga sahabatnya, Pomo
(Darius Sinathrya), Ronnie (Uli Herdinansyah), Jaki (Michael Muliadro). Belum
lagi kelucuan akibat eksistensi generasi antara Naga Bonar yang mewakili jaman
dahulu serta Bonaga yang mewakili generasi sekarang.
Di satu sisi, Naga Bonar Jadi 2 berhasil memainkan emosi penonton lewat
beberapa adegan yang mengena di hati kita lewat kejadian yang sering terjadi
pada keseharian kita, atau ketika Naga Bonar bukan main sedihnya saat
mengetahui Bonaga dianggap lebih mementingkan bisnis dibandingkan tanah
leluhur mereka.
Menariknya, Naga Bonar Jadi 2 mampu membuat kapan penonton melihat
adegan kocak nan konyol dan kapan penonton harus terhenyak diam melihat
adegan sedih yang ditampilkan. Selain itu, nuansa lagu dengan sentuhan
nasionalisme yang dinyanyikan oleh grup band PADI juga menambah kelebihan
film ini.
Deddy Mizwar selain berperan sebagai Naga Bonar, juga mengambil
posisi sutradara. Selain bermain apik sebagai Naga Bonar, Deddy Mizwar
nampaknya pas memilih karakter para pemain. Semuanya terasa pas dengan
tuntutan karakter yang ada dalam skenario film. Deddy Mizwar berhasil
mengarahkan para pemain untuk menjiwai peran mereka masing-masing.
Berbicara skenario yang ditulis oleh Musfar Yasin terasa sangat baik.
dialog-dialog yang diciptakan Musfar dalam film ini terasa sangat dekat dengan
bahasa keseharian yang terjadi pada masyarakat. Selain itu, Musfar juga cukup
baik memilih kata-kata dialog yang menohok carut marutnya bangsa ini dengan
sentuhan komedi yang tidak berlebihan.
Yang tidak terlupakan dalam film ini adalah beberapa dialog kental yang
menjadi trade mark dalam film Naga Bonar (1986). Mulai dari kalimat “Apa kata
dunia”, Sudah kubilang jangan berperang, ….”, serta beberapa kalimat lainnya.
Karakter Bonaga yang diperankan oleh Tora Sudiro juga tampil cukup pas
dan tidak berlebihan. Hanya saja, Tora terlihat lebih kental berbicara betawi,
dibandingkan ketika harus bergaya aksen Medan saat berdialog dengan Naga
Bonar. Namun itu juga masih dapat ditoleransi karena Bonaga digambarkan sudah
lama tinggal di Jakarta dan mengambil kuliah di luar negeri.
Trio Darius Sinathrya, Uli Herdinansyah, serta Mike Muliandro juga tampil
meyakinkan walaupun hanya tampil sebagai pendukung dalam film ini. Mereka
tampil menghibur dengan gaya eksekutif muda mapan, namun sebenarnya kental
dengan kedaerahannya masing-masing. Begitu juga dengan Wulan Guritno yang
harus memerankan sosok kalem, mandiri, namun juga mempunyai gengsi tinggi
tapi sangat mencintai Bonaga. Peran tersebut bisa dimainkan Wulan dengan cukup
menggairahkan di mata penonton.
Karakter lainnya yang dapat diacungi jempol adalah peran Umar yang
dimainkan oleh Lukman Sardi. Ia tampil dengan gaya yang polos layaknya
seorang supir bajaj namun penonton dapat melepaskan bayang-bayang karakter
antagonis yang dilakoninya dalam beberapa film Lukman sebelumnya.
Kekurangan yang ada dalam film ini sebenarnya ada. Walaupun ada
beberapa adegan yang nampaknya berlebihan, namun hal tersebut dapat
ditoleransi mengingat film ini berhasil tampil beda dibandingkan beberapa film
nasional belakangan ini.
Secara keseluruhan Naga Bonar Jadi 2 memperlihatkan kepada masyarakat
bahwa sineas kita mampu membuat film berkualitas. Film ini nampaknya akan
berjaya serta membanggakan perfilman nasional kita.
Semoga lewat Naga Bonar Jadi 2, dapat membangkitkan animo
masyarakat untuk kembali menonton film nasional yang seringkali kecewa luar
biasa terhadap film-film nasional yang bermutu rendah.
Film ini semoga menjadi tolak ukur kebangkitan bagi para sineas nasional
untuk semakin bersemangat membuat film yang lebih berkualitas untuk
membanggakan perfilman Indonesia di kancah internasional serta berhasil
menjadikan film nasional menjadi tuan di negeri sendiri.
RESENSI FILM
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Sejarah Kolonialisme

Disusun oleh :
Rikza Fauzan (0605599)
Oka Agus Kurniawan S (0606191)
Sadaruddin P (0605786)
Keri Karimudin A ( )

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PEMGETAUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2007

Anda mungkin juga menyukai