Anda di halaman 1dari 4

Nama : Dewa Kade Danu Dwiantara

Absen : 02

Kelas : XI MIPA 1

( Jayaprana Dan Layonsari )

Film Jayaprana dan Layonsari menggunakan alur lurus atau maju dalam penyajian ceritanya.
Cerita dengan memaparkan mengenai suatu keadaan yaitu sepasang suami istri yang memiliki
3 anak. Sepasang suami istri ini meninggal karena suatu wabah penyakit dan tinggallah anaknya
seorang yang paling Nyoman atau anak ketiga yang masih hidup dan 2 saudara beserta orang
tuanya telah meninggal. Anak ini dijadikan abdi kerajaan oleh raja dan sangat disayangi. Anak ini
bernama Jayaprana, ia adalah seorang laki-laki yang tampan, pintar, dan sangat rajin.

Tema yang terkandung dalam Film Jayaprana dan Layonsari adalah kesetiaan. Kesetiaan
yang dimaksud dalam hal ini adalah kesetiaan sebagai abdi kerajaan dan kesetiaan terhadap
pasangan. Hal tersebut terbukti karena dalam film ini diceritakan Jayaprana sangat setia
terhadap raja walaupun ia harus dibunuh sekalipun kalau hal itu merupakan perintah rajanya.
Selain itu juga terdapat kesetiaan Layonsari yang menolak untuk dijadikan istri oleh raja dan
lebih memilih mengakhiri hidupnya demi kesetiaannya terhadap Jayaprana.

Tokoh dan Penokohan dalam Film Jayaprana dan Layonsari terdiri dari tokoh utama dan
pelengkap. Tokoh utama dalam

cerita ini adalah Jayaprana dan Layonsari, sedangkan tokoh pelengkapnya adalah Sri Baginda
Raja, Jero Bendesa, Saunggaling, Para Perbekel, dan seluruh rakyat raja. Selain tokoh terdapat
penokohan, dalam Film Jayaprana ini tokoh yang hanya dipaparkan perwatakannya atau
penokohannya adalah Jayaprana dan Layonsari saja, sedangkan tokoh pelengkapnya tidak
diceritakan. Jayaprana adalah seseorang yang digambarkan dengan rupa yang tampan, kulitnya
putih, pintar, manis, pembela kebenaran, dan setia terhadap rajanya. Layon sari merupakan
sosok wanita yang cantik, manis, memiliki tubuh yang bagus, dan sosok yang sangat setia
terhadap pasangannya.
Jayaprana dan Layonari dimakamkan di tengah hutan belukar daerah Teluk trima, Sumber
klampok, Grokgak menjadi saksi bisu kisah cinta tragis I Nyoman Jayaprana dan Ni Nyoman
Layonsari, makam Jayaprana terletak disebuah bukit yang menghadap ke teluk.

Budaya yang dibawakan film Jayaprana dan Layonsari ini sudah jelas budaya Bali dari segi
pakaian adat yang digunakan sudah terlihat jelas bahwa pakaian adat Bali pada masa
lampau/kuno yang memiliki ciri khasnya tersendiri, adapun peraturan kerajaan dimana rakyat
harus menghormati raja, pedagang diwajibkan menyetor pajak dagangannya kepada raja
melalui antek-anteknya.

Dalam film Jayaprana dan Layonsari ini terdapat produksi film diantaranya sutradara yaitu
Putu Kusuma Wijaya dan Putu Satria Kusuma, Asisten sutradara yaitu Raymundus A.S, skenario
yaitu Putu Satria Kusuma, tata kamera yaitu Nurul Huda, perekam suara yaitu Rahmat Paisal,
penata suara yaitu Adi Karno, tata artistik yaitu Rusdi Oktavian dan John Hardi, tata busana
yaitu Putu Linda Puspitawati dan Putu Risha Darma Widiari, musik yaitu Wayan Ary Wijaya S.Sn.,
penata warna yaitu Dimas Faisal, aktor Made Jenhar Winatha Gautama, Ni Luh Putu Diah
Puspita Dewi, Ida Made Dwipayana, Gusti Ngurah Divta Prajna Utama, Gusti Made Aryana,
Komang Suendra, Nyoman Darwin Setiabudi, Ketut Ayu Suartini, Made Candriga Kresna,
Nyoman Tini Wahyuni, Ida Bagus Parta Wijaya, I Made Wisnu Dwi Udayana, Ketut Weker.

Pengambilan gambar pada Film Jayaprana dan Layonsari sudah bagus sepertinya
kameramen sudah terlatih dalam pengambilan gambar, ada banyak kamera yang digunakan
sehingga membuat film ini lebih menarik dan terkesan keren. Selain itu efek visual perpaduan
dari gambar syuting asli dengan obyek rekayasa

komputer serta obyek lainnya, menciptakan adegan yang realistis dan sesuai

dengan tuntunan scenario.

Dalam film Jayaprana dan Layonsari ini terdapat latar musik yang mampu mempengaruhi
pendengar seperti respons perilaku dan emosional dalam manusia seperti konsentrasi,
gangguan, dan kegembiraan. Latar musik yang dibawakan cukup menarik mampu membuat
pendengar merasa sedih karena latar musik yang dibawakan sesuai dengan keadaan peristiwa
yang terjadi di dalam film.

Gaya bahasa yang terdapat dalam Film Jayaprana dan Layonsari adalah gaya bahasa
perbandingan yaitu antitesis, gaya bahasa pertentangan yaitu hiperbola dan litotes, dan gaya
bahasa pertautan yaitu eponim. ragam bahasa dalam Film

Jayaprana dan Layonsari berupa penggunaan Bahasa Bali Alus (BBA) dan penggunaan Bahasa
Bali Andap (BBAN).

Latar tempat yang digunakan dalam film Jayaprana ini ada 21, yaitu 1 Istana kerajaan, yang
merupakan tempat Jayaprana mengabdi. 2 Pasar merupakan tempat bertemunya Jayaprana
dengan Layonsari. 3 Banjar Sekar, tempat tinggal Layonsari. 4 Pendopo merupakan tempat
berkumpulnya Jayaprana dan para perbekel sebelum berangkat ke Tarima. 5 Enjung TingaTinga,
6 Gerokgak, 7 Patas, 8 Tanjung Ser, 9 Desa Banyupoh, 10 Pulaki, 11 Desa Sendang, 12 Tanjung
Rijasa, merupakan tempat yang dilewati untuk menuju ke Tarima. 13 Tarima, adalah tempat
dibunuhnya Jayaprana oleh Saunggaling karena perintah raja. 14 Pegametan, 15 Tukad Pule, 16
Desa Pengulon, 17 Carangrata, 18 Celukan Bawang, 19 Katapangudu, 20 Brongbong, tempat
yang dilewati para perbekel beserta rombongan dari Tarima menuju istana. 21 Panangsaran,
merupakan tempat bertemunya arwah Jayaprana dengan Layonsari. Latar waktu dalam film
Jayaprana ini ada 2 yaitu 1 Rebo Kliwon Gumreg tanggal 1 malam bulan kelima tahun saka
1564, waktu menyusun nyanyian Jayaprana film Jayaprana Dan Layonsari. 2 Bulan ketujuh hari
Selasa Umanis Kuningan, waktu pernikahan Jayaprana dengan Layonsari.

Adegan yang paling menarik pada saat terjadi wabah yang menimpa masyarakat desa itu,
maka empat orang dari keluarga yang miskin ini meninggal dunia secara bersamaan. Tinggallah
seorang Anak laki-laki yang paling bungsu bernama I Jayaprana, yang akhirnya memberanikan
diri mengabdi di istana raja. Di istana, laki-laki itu sangat rajin dan raja pun amat kasih sayang
padanya. I Jayaprana kini baru berusia dua belas tahun. Ia sangat tampan dan senyumnya yang
sangat menarik. Beberapa tahun kemudian, suatu hari raja menitahkan I Jayaprana untuk
memilih salah satu dayang-dayang yang ada di dalam istana maupun di luar istana. Awalnya
Jayaprana menolak titah baginda raja dengan alasan bahwa dirinya masih anak-anak, tetapi
karena dipaksa oleh raja akhirnya Jayaprana menurutinya.

Pesan moral yang dapat dipetik dari Film Jayaprana dan Layonsari adalah kesetiaan
merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki oleh seseorang, walaupun hal itu dapat
menyakitkan, tetapi dengan kesetiaan manusia akan memilki kualitas hidup

yang lebih baik.


Saran dan masukkan Saya terhadap film Jayaprana dan Layonsari ini supaya kedepannya
nanti dibuatkan lagi film dengan menggunakan bahasa Indonesia agar penonton lebih mudah
untuk mengartikan kata karena tidak semua bisa berbahasa Bali, kita adalah rakyat Indonesia
memiliki berbagai bahasa, Mengapa demikian? Karena menurut saya orang-orang zaman
sekarang lebih suka mendengarkan ketimbang menonton, artinya apa? orang lebih suka
mendengarkan dari mulut seseorang ketimbang melihatnya secara langsung.

Adapun kelebihan dari film Jayaprana dan Layonsari. Banyak di jumpai tokoh-tokoh dan
penokohan dalam film, banyak terdapat bahasa Bali halus, dapat menambah wawasan baru
mengenai cerita Jayaprana dan Layonsari seperti kisah cinta mereka yang menyangkut
kesetiaan, dan pakaian yang digunakan sangat menggambarkan Bali di masa lampau/kuno,
durasi film cukup panjang jadi bagus di tonton pada saat makan.

Semoga dengan hadirnya film Jayaprana dan Layonsari ini di YouTube dapat memberi tahu
dunia akan kisah cinta Jayaprana dan Layonsari ini, dan juga dapat memberi ilmu baru dari
pesan moral tentang kesetiaan yang dapat diambil dalam film tersebut, selain itu agar dapat
menyadarkan Generasi baru agar mereka lebih sayang dengan keluarga karena dalam cerita
tersebut Jayaprana di tinggal mati oleh keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai