Anda di halaman 1dari 2

Nama: I Made Gilang Susila Merta

Kelas: XI MIPA 1
Asal sekolah; SMA N 1 SELAT
No hp: 081237152991

Essay jaya prana dan layon sari:


JAYA PRANA DAN LAYON SARI
Dikisahkan pasangan suami istri di Desa Kalianget memiliki 2 anak laki-laki dan satu
perempuan, karena adanya wabah penyakit menimpa desa tersebut, empat orang keluarga
tersebut meninggal, dan hanya tersisa 1 anak laki-laki paling bungsu bernama I Nyoman
Jayaprana. Menjadi seorang anak yatim piatu, Jayaprana kecil memberanikan diri untuk
datang dan mengabdi ke istana. Dia sangat rajin sehingga raja Kalianget sangat
mengasihinya. Nyoman Jayaprana tumbuh besar, dalam usianya yang baru 12 tahun, sudah
terlihat parasnya yang rupawan dan senyumnya yang manis. Suatu hari raja menitahkan
agar Jayaprana memilih salah satu dayang-dayang ataupun gadis di luar istana untuk
dijadikan sebagai pendamping hidup. Walaupun dia belum ada niat untuk mencari istri
karena masih kanak-kanak, namun dia tidak kuasa menolak. Pada akhirnya Jayaprana
menemukan tambatan hatinya seorang gadis jelita bernama Ni Layon Sari putri dari Jero
Bendesa dari Banjar Sekar. Menerima laporan dari Jayaprana, sang raja menulis sepucuk
surat kepada Jero Bendesa, dan Bendesa setuju. Dipilihlah hari Selas Legi Kuningan
melangsukan upacara pernikahaan mereka. Pada saat menghadap raja, mereka
menyembah dengan hormat kepada Sri Baginda Raja, raja terdiam seribu bahasa dan
terpesona melihat kecantikan Ni Layonsari. Setelah acara pernikahan mereka selesai dan
kedua sejoli kembali ke rumahnya. Sang raja mengumpulkan semua abdinya meminta
pertimbangan untuk memisahkan pasangan tersebut agar Nilayonsari bisa menjadi istrinya,
dikatakan kalau tidak, maka raja bisa mangkat karena dirundung kesediahan. Maka setelah
berbagai saran dan pertimbangan, maka raja mengeluarkan titah agar Jayaprana pergi ke
Teluk Terima untuk menyelidiki perahu yang hancur karena perompak. Melalui titah raja
tersebut, walaupun baru 7 hari bulan madu, Jayaprana tidak bisa menolak, walaupun tidak
disetujui istrinya, karena dia sangat mencintai suami, apalagi ada pirasat buruk hadir dalam
mimpi sang istri. Akhirnya istrinya hanya bisa pasrah dan berdoa agar suaminya selamat
menuanikan tugas raja tersebut. Dalam perjalanan dengan rombongan Jayaprana sering
mendapat pirasat buruk dan tahu kalau dirinya akan dibinasakan.
Setelah tiba di hutan Teluk Terima, patih Saunggaling menyerahkan sepucuk surat, yang
isinya dia harus dibunuh dan istrinya menjadi milik raja. Membaca surat tersebut Jayaprana
menangis tersedu-sedu sambil memohon, namun dia sadar karena ini adalah perintah raja
dia tidak bisa menolak, apalagi merasa dirawat dan dibesarkan raja, seraya mengucurkan
air mata mempersilahkan I Saunggaling untuk membunuhnya. Dengan sedihnya I
Saunggaling menancapkan keris tersebut, darah menyembur dibarengi semerbak bau
harum, serta ciri-ciri aneh di angkasa dan bumi, seperti angin topan dan gempa bumi.
Setelah mayat Jayaprana dikubur dan diyakini makam tersebut bisa kita temukan sampai
sekarang di hutan Celuk Terima. Rombongan kembali pulang dengan perasaan sedih,
diperjalanan banyak rombongan yang meninggal karena digigit ular dan diterkam harimau.
Kabar meninggalnya Jayaprana, sampai ditelinga istrinya Ni Layonsari, betapa sedih dan
hancur perasaannya. Karena tidak tahan lagi dan merasa tidak ada gunanya hidup di dunia
tanpa suami yang dicintai, akhirnya Layonsari pun menghunus keris, menghujamkan
kedadanya, dia meninggal untuk mesatya mengikuti suaminya akhirat. Mengetahui
Layonsari meninggal. Merasa ditinggal yang tercinta Layonsari, raja merasa sedih dan
akhirnya bunuh diri juga.
Makam Jayaprana dan Layonsari di Teluk Terima
Dengan adanya kisa legendaris tersebut dan adanya bukti makan yang berada di tengah
hutan Teluk Terima, maka tempat ini menjadi tempat wisata ziarah bagi umat Hindu.
Wafatnya abdi setia karean tipu muslihat dan diperdayai oleh rajanya sendiri, menjadi kisah
menarik dan dikemas dalam paket teater drama dan juga sendratari, sangat dikenal karena
kisahnya yang merakyat. Bangunan kuburan dibuat seperti tempat pemujaan, disamping
makam ada patung Jayaprana dan Layonsari, dengan wantilan yang cukup luas,
pemandangan juga sangat indah menghadirkan panorama laut. Tempat ini menjadi tujuan
acara Tita Yatra oleh umat Hindu, lokasinya berdekatan dan berada dalam satu jalur
perjalanan seperti Rambutsiwi, Jayaprana, Pemuteran, Pulaki dan Melanting. Kalau punya
waktu lebih bisa menyebrang ke pulau Menjangan yang menjadi wilayah wisata Taman
Nasional Bali Barat. Berkunjung ke makam Jayaprana, anda bisa mengenang bagaimana
kesetiaan seorang istri seperti Layonsari, rela mesatya dan ikut mati bersama karena cinta,
sebuah kesetiaan yang luar biasa. Namun juga ada mitos yang berkembang sampai
sekarang, pasangan pengantinn pantang untuk melewati sepanjang jalan di depan makam
Jayaprana ini, atau kalau harus melewati tempat ini pasangan tersebut diusahakan berada
pada mobil yang berbeda, agar mereka tidak merasa iri, karena pasangan mereka tidak
dipersatukan di dunia, seperti pasangan pengantin yang melintasi kawasan tersebut.
Nilai moral;
Cerita rakyat ini memberikan pesan moral bahwa perbuatan yang baik akan mendapatkan
karma yang baik, begitu juga sebaliknya

Anda mungkin juga menyukai