Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NI KADEK AYU ADI UTAMI DEWI

KELAS : XI MIPA 3
ASAL SEKOLAH : SMA NEGERI 1 KERAMBITAN
NO HP :085737231698

JUDUL FILM:JAYAPRANA DAN LAYONSARI

SINOPSIS:Cerita diawali dengan dua orang suami istri bertempat tinggal di Desa Kalianget
mempunyai tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Suatu hari terjadi
wabah yang menimpa masyarakat desa itu, maka empat orang dari keluarga yang miskin ini
meninggal dunia secara bersamaan. Tinggallah seorang laki-laki yang paling bungsu bernama
Nyoman Jayaprana, yang akhirnya memberanikan diri mengabdi di istana raja. Karena
memiliki pembawaan yang cerdas, cekatan serta tampan, banyak perempuan yang tertarik
dengannya dan membuat Sang Raja menjadikannya sebagai abdi kesayangannya. Beberapa
tahun kemudian Jayaprana sudah menjadi seorang pria yang dewasa dan banyak yang
menyukainya, suatu hari raja menitahkan Jayaprana untuk memilih salah satu dayang-dayang
yang ada di dalam istana maupun di luar istana. Namun menurut Jayaprana belum ada yang
membuat hatinya bergetar, Ia pun pergi ke pasar yang terletak di depan istana untuk melihat
gadis yang hendak pergi ke pasar dan ia pun melihat seorang gadis yang sangat cantik, yang
mampu mengetarkan hatinya. Gadis itu bernama Nyoman Sekarsari putri Kepala Desa Sekar,
Jayaprana dan Sekasari bertemu tanpa sengaja karena niat Jayaprana yang ingin
mengembalikan sebuah kain yang sempat dijatuhkan oleh Sekarsari di pasar, mulai dari itu
Jayaprana terpikat dan jatuh cinta kepada Sekarsari. Suatu ketika Raja pun bertanya kepada
Jayaprana apakah ia sudah menemukan belahan hatinya, Jayaprana menjawab sudah gadis
itu anak dari Kepala Desa Sekar. Setelah Jayaprana bercerita kepada raja, kemudian raja
menulis sepucuk surat untuk Kepala Desa Sekar dan dititahkanlah Jayaprana untuk
membawa surat tersebut. Jayaprana tiba di rumah Kepala Desa Sekar. Ia menyerahkan surat
yang dibawanya itu kepada Kepala Desa dengan hormatnya, Kepala Desa Sekar menerima
surat tersebut dan langsung membacanya. Kepala Desa Sekar sangat setuju apabila putrinya
yaitu Nyoman Sekarsari dinikahkan dengan Jayaprana, dan Sekarsari pun menerima lamaran
tersebut karena iapun memiliki rasa yang sama. Raja pun mengumumkan pada sidang yang
isinya bahwa membuat upacara perkawinannya I Jayaprana dengan Ni Layonsari. Raja
memerintahkan segenap perbekel agar memulai untuk mendirikan bangunanbangunan
rumah, balai-balai
selengkapnya untuk Jayaprana.. Upacara perkawinan telah tiba, Jayaprana diiringi oleh masyarakat

desa pergi ke rumah Kepala Desa hendak memohon Sekarsari dengan alat upacara selengkapnya.

Ketika Jayaprana dan Sekarsari menikah, keduanya lalu menghadap Raja untuk meminta restu. Saat

itulah raja benar-benar terpukau melihat kecantikan Sekarsari. Setan-setan dalam tubuhnya berbisik,

menggodanya untuk merebut sang jelita yang baru saja membina rumah tangga. Ketika Jayaprana dan

Layonsari telah beranjak pergi, Raja termenung dan gundah gulana. Ia pun mengutarakan hasrat

hatinya kepada para prebekel (kepala des)yang ada kala itu berada di istana. “Tolong beritahu aku

bagaimana caranya agar aku bisa memperistri Layonsari!”

Meskipun prebekel-prebekel itu mengetahui dengan jelas bahwa titah Raja adalah hal yang keliru,tak
satupun diantara mereka yang berani menyanggah atau berusaha menyadarkan Raja.
Sebaliknya,mereka ikut terlibat dalam muslihat jahat untuk menghabisi Jayaprana. Suatu ketika
Jayaprana diperintahkan untuk ikut ke Teluk Terima untuk mengusir para begal-begal yang berkuasa
disana. Raja yang mengeluarkan titah tersebut kepada Jayaprana hanyalah akal licik untuk menghabisi
nyawa anak yang tidak berdosa itu. Sebelum keberangkatan Jayapran ke Teluk Terima,Sekarsari
mendapatkan firasat buruk yang mimpinya rumah mereka di terjang oleh banjir besar dan bunga teratai
yang mereka tanam berdua ikut hanyut. Sekarsari meminta kepada Jayaprana agar tidak ikut pergi ke
Teluk Terima, namun Jayaprana menolak karena ini adalah perintah dari Raja sendiri, ia tidak berani
menolak perintah Sang raja. Jayaprana berjanji kepada Sekarsari bahwa ia akan kembali, Jayaprana
dan pasukannya telah sampai di Teluk Terima. Saat itulah sorang kepercayaan Raja yang bernama
Sawunggaling menjelaskan kepada Jayaprana bahwa tujuan mereka ke tempat itu bukanlah untuk
menumpas musuh, melainkan untuk membunuh Jayaprana. kemudian Saunggaling berkata kepada
Jayaprana sambil menyerahkan sepucuk surat dari raja yang isinya: “Hai engkau Jayaprana, manusia
tiada berguna. Berjalanlah, berjalanlah engkau, akulah menyuruh membunuh kau. Dosamu sangat
besar, kau melampaui tingkah raja. Istrimu sungguh milik orang besar,ku ambil ku jadikan istri raja.
Serahkan jiwamu sekarang, jangan engkau melawan. Layonsari jangan kau kenang, ku peristri hingga
akhir jaman”. Demikianlah isi surat Baginda Raja kepada Jayaprana. Surat pun telah selesai dibaca,
Jayaprana kemudian menangis tersedu-sedu sambil berkata: “Yah, oleh karena titah dari baginda,
hamba tiada dapat menolak. Semula baginda menanam dan memelihara hamba, tetapi kini baginda
ingin mencabutnya. Silahkan, hamba siap untuk dibunuh demi kepentingan baginda, meskipun hamba
tiada berdosa." Demikianlah yang dikatakan oleh Jayaprana sambil menangis. Selanjutnya Jayaprana
meminta Saunggaling
untuk bersiap-siap membunuhnya. Setelah Saunggaling mengatakan bahwa ia hanya menuruti perintah
raja dengan berat hati ia langsung menancapkan keris pada lambung kiri Jayaprana. Berita tentang
terbunuhnya Jayaprana itu telah didengar oleh Sekarsari, Sekarsari yang mendengar berita itupun
merasa sangat sedih karena telah ditinggalkannya oleh belahan jiwanya. Karena kesetiaan Sekarsari
kepada Jayaprana, ia ingin Mesatya namun digagalkannya oleh suruhan Raja yang menghantarkan
pesan bahwa Sekarsari di panggil untuk ke Istana. Jayaprana meninggal, Sekarsari pun dipinang oleh
Raja. Akan tetapi,didorong rasa cintanya dan kesetiaanya yang kuat pada Jayaprana, Sekarsari
menolak untuk dipersunting oleh Raja, dan memilih bunuh diri dengan menancapkkan keris di dadanya.
Saat mayat Sekarsari dibawa kehadapan Sang Raja, mayatnya memilikii aroma wangi seperti bunga,
mulai dari itulah Sekarsari dikenal dengan Layonsari.

Dari kisah Jaya Prana dan Layonsari, terdapat beberapa nilai-nilai yang bisa dipetik, antara lain:
1. Pengorbanan: Baik Jaya Prana maupun Layonsari bersedia mengorbankan segalanya, termasuk
nyawa mereka, demi cinta mereka. Mereka mengajarkan arti sejati dari pengorbanan yang tanpa
pamrih.

2. Kesetiaan: Jaya Prana dan Layonsari tetap setia satu sama lain sepanjang perjalanan mereka,
meskipun dihadapkan pada ujian dan godaan yang besar. Mereka mengajarkan arti kesetiaan yang
kuat dalam hubungan.

3. Cinta sejati: Kisah ini menyoroti kuatnya ikatan cinta antara Jaya Prana dan Layonsari. Mereka
saling mencintai dengan tulus dan bersedia melakukan apa pun untuk satu sama lain,meskipun
menghadapi tantangan besar.

4. Tidak bersyukur : Perilaku raja yang menginginkan Layonsari, istri Jayaprana menjadi
permaisurinya. Raja melakukan tipu muslihat kepada Jayaprana untuk membunuhnya. Hal ini
dilakukan raja demi memenuhi nafsunya yang ingin memperistri Layonsari. Raja memiliki budi
pekerti atau moral yang tidak baik.

5. Cinta bisa menghancurkan segalanya : Kisah Jayaprana mengajarkan bahwa kemarahan akan
memunculkan kebingungan, dari kebingungan hilanglah ingatan, hilangnya ingatan menghancurkan
kecerdasan, hancurnya kecerdasan mengakibatkan kemusnahan

Anda mungkin juga menyukai