Anda di halaman 1dari 8

Inilah cerita kisah cinta Jayaprana dan Layonsari dari Bali Utara.

Makam Jayaprana
dan Layonsari hingga kini ada dan dipercaya itu benar-benar makam mereka berdua.
Dua orang suami istri bertempat tinggal di Desa Kalianget mempunyai tiga orang anak, dua orang laki-laki
dan seorang perempuan. Oleh karena ada wabah yang menimpa masyarakat desa itu, maka empat orang dari
keluarga yang miskin ini meninggal dunia bersamaan. Tinggalah seorang laki-laki yang paling bungsu bernama
I Jayaprana. Oleh karena orang yang terakhir ini keadaannya yatim piatu, maka ia puan memberanikan diri
mengabdi di istana raja. Di istana, laki-laki itu sangat rajin, rajapun amat kasih sayang kepadanya. Kini I
Jayaprana baru berusia duabelas tahun. Ia sangat ganteng paras muka tampan dan senyumnya pun sangat
manis menarik.
Beberapa tahun kemudian.
Pada suatu hari raja menitahkan I Jayaprana, supaya memilih seorang dayang-dayang yang ada di dalam istana
atau gadis gadis yang ada di luar istana. Mula-mula I Jayaprana menolak titah baginda, dengan alasan bahwa
dirinya masih kanak-kanak. Tetapi karena dipaksan oleh raja akhirnya I Jayaprana menurutinya. Ia pun
melancong ke pasar yang ada di depan istana hendak melihat-lihat gadis yang lalu lalang pergi ke pasar. Tiba-
tiba ia melihat seorang gadis yang sangat cantik jelita. Gadis itu bernama Ni Layonsari, putra Jero Bendesa,
berasal dari Banjar Sekar.
Melihat gadis yang elok itu, I Jayaprana sangat terpikat hatinya dan pandangan matanya terus membuntuti
lenggang gadis itu ke pasar, sebaliknya Ni Layonsari pun sangat hancur hatinya baru memandang pemuda
ganteng yang sedang duduk-duduk di depan istana. Setelah gadis itu menyelinap di balik orang-orang yang ada
di dalam pasar, maka I Jayaprana cepat-cepat kembali ke istana hendak melapor kehadapan Sri Baginda Raja.
Laporan I Jayaprana diterima oleh baginda dan kemudian raja menulis sepucuk surat.
I Jayaprana dititahkan membawa sepucuk surat ke rumahnya Jero Bendesa. Tiada diceritakan di tengah jalan,
maka I Jayaprana tiba di rumahnya Jero Bendesa. Ia menyerahkan surat yang dibawanya itu kepada Jero
Bendesa dengan hormatnya. Jero Bendesa menerima terus langsung dibacanya dalam hati. Jero Bendesa
sangat setuju apabila putrinya yaitu Ni Layonsari dikimpoikan dengan I Jayaprana. Setelah ia menyampaikan isi
hatinya “setuju” kepada I Jayaprana, lalu I Jayaprana memohon diri pulang kembali.

Di istana Raja sedang mengadakan sidang di pendopo. Tiba-tiba


datanglah I Jayaprana menghadap pesanan Jero Bendesa kehadapan Sri Baginda Raja. Kemudian Raja
mengumumkan pada sidang yang isinya antara lain: Bahwa nanti pada hari Selasa Legi wuku Kuningan, raja
akan membuat upacara perkimpoiannya I Jayaprana dengan Ni Layonsari. Dari itu raja memerintahkan kepada
segenap perbekel, supaya mulai mendirikan bangunan-bangunan rumah, balai-balai selengkapnya untuk I
Jayaprana.
Menjelang hari perkimpoiannya semua bangunan-bangunan sudah selesai dikerjakan dengan secara gotong
royong semuanya serba indah. Kini tiba hari upacara perkimpoian I Jayaprana diiringi oleh masyarakat desanya,
pergi ke rumahnya Jero Bendesa, hendak memohon Ni Layonsari dengan alat upacara selengkapnya. Sri
Baginda Raja sedang duduk di atas singgasana dihadap oleh para pegawai raja dan para perbekel baginda.
Kemudian datanglah rombongan I Jayaprana di depan istana. Kedua mempelai itu harus turun dari atas joli,
terus langsung menyembah kehadapan Sri Baginda Raja dengan hormatnya melihat wajah Ni Layonsari, raja
pun membisu tak dapat bersabda.
Setelah senja kedua mempelai itu lalu memohon diri akan kembal ke rumahnya meninggalkan sidang di
paseban. Sepeninggal mereka itu, Sri Baginda lalu bersabda kepada para perbekel semuanya untuk meminta
pertimbangan caranya memperdayakan I Jayaprana supaya ia mati. Istrinya yaitu Ni Layonsari supaya masuk ke
istana dijadikan permaisuri baginda. Dikatakan apabila Ni Layonsari tidak dapat diperistri maka baginda akan
mangkat karena kesedihan.
Mendengar sabda itu salah seorang perbekel lalu tampak ke depan hendak mengetengahkan pertimbangan,
yang isinya antara lain: agar Sri Paduka Raja menitahkan I Jayaprana bersama rombongan pergi ke Celuk
Terima, untuk menyelidiki perahu yang hancur dan orang-orang Bajo menembak binatang yang ada di kawasan
pengulan. Demikian isi pertimbangan salah seorang perbekel yang bernama I Saunggaling, yang telah disepakati
oleh Sang Raja. Sekarang tersebutlah I Jayaprana yang sangat brebahagia hidupnya bersama istrinya. Tetapi
baru tujuh hari lamanya mereka berbulan madu, datanglah seorang utusan raja ke rumahnya, yang maksudnya
memanggil I Jayaprana supaya menghadap ke paseban. I Jayaprana segera pergi ke paseban menghadap Sri P
aduka Raja bersama perbekel sekalian. Di paseban mereka dititahkan supaya besok pagi-pagi ke Celuk Terima
untuk menyelidiki adanya perahu kandas dan kekacauan-kekacauan lainnya. Setelah senja, sidang pun bubar. I
Jayaprana pulang kembali ia disambut oleh istrinya yang sangat dicintainya itu. I Jayaprana menerangkan hasil-
hasil rapat di paseban kepada istrinya.

Hari sudah malam Ni Layonsari bermimpi, rumahnya dihanyutkan banjir besar, ia pun bangkit dari tempat
tidurnya seraya menerangkan isi impiannya yang sangat mengerikan itu kepada I Jayaprana. Ia meminta agar
keberangkatannya besok dibatalkan berdasarkan alamat-alamat impiannya. Tetapi I Jayaprana tidak berani
menolak perintah raja. Dikatakan bahwa kematian itu terletak di tangan Tuhan Yang Maha Esa. Pagi-pagi I
Jayaprana bersama rombongan berangkat ke Celuk Terima, meninggalkan Ni Layonsari di rumahnya dalam
kesedihan. Dalam perjalanan rombongan itu, I Jayaprana sering kali mendapat alamat yang buruk-buruk.
Akhirnya mereka tiba di hutan Celuk Terima. I Jayaprana sudah meras dirinya akan dibinasakan kemudian I
Saunggaling berkata kepada I Jayaprana sambil menyerahkan sepucuk surat. I Jayaprana menerima surat itu
terus langsung dibaca dalam hati isinya:
“Hai engkau Jayaprana

Manusia tiada berguna

Berjalan berjalanlah engkau

Akulah menyuruh membunuh kau

Dosamu sangat besar

Kau melampaui tingkah raja

Istrimu sungguh milik orang besar

Kuambil kujadikan istri raja

Serahkanlah jiwamu sekarang

Jangan engkau melawan

Layonsari jangan kau kenang

Kuperistri hingga akhir jaman.”


Demikianlah isi surat Sri Baginda Raja kepada I Jayaprana. Setelah I Jayaprana membaca surat itu lalu ia pun
menangis tersedu-sedu sambil meratap. “Yah, oleh karena sudah dari titah baginda, hamba tiada menolak.
Sungguh semula baginda menanam dan memelihara hambat tetapi kini baginda ingin mencabutnya, yah silakan.
Hamba rela dibunuh demi kepentingan baginda, meski pun hamba tiada berdosa. Demikian ratapnya I
Jayaprana seraya mencucurkan air mata. Selanjutnya I Jayaprana meminta kepada I Saunggaling supaya
segera bersiap-siap menikamnya. Setelah I Saunggaling mempermaklumkan kepada I Jayaprana bahwa ia
menuruti apa yang dititahkan oleh raja dengan hati yang berat dan sedih ia menancapkan kerisnya pada
lambung kirinya I Jayaprana. Darah menyembur harum semerbak baunya bersamaan dengan alamat yang aneh-
aneh di angkasa dan di bumi seperti: gempa bumi, angin topan, hujan bunga, teja membangun dan sebagainya.
Setelah mayat I Jayaprana itu dikubur, maka seluruh perbekel kembali pulang dengan perasaan sangat sedih. Di
tengah jalan mereka sering mendapat bahaya maut. Diantara perbekel itu banyak yang mati. Ada yang mati
karena diterkam harimau, ada juga dipagut ular. Berita tentang terbunuhnya I Jayaprana itu telah didengar oleh
istrinya yaitu Ni Layonsari. Dari itu ia segera menghunus keris dan menikan dirinya. Demikianlah isi singkat cerita
dua orang muda mudi itu yang baru saja berbulan madu atas cinta murninya akan tetapi mendapat halangan dari
seorang raja dan akhirnya bersama-sama meninggal dunia. (Sumber : http://www.wayantulus.com/cerita-kisah-
cinta-jayaprana-dan-layonsari#more-1136)
Makam Jayaprana di Teluk Terima
Teluk Terima,sangat terkenal di kalangan masyarakat Bali,tempat terjadinya tragedi wafatnya I Nyoman
Jayaprana adbi setia Raja Kalianget,yang diperdaya memerangi musuh kerajaan yang tidak pernah ada karena
dendam sang raja yang mencitai istrinya Ni Nyoman Layonsari.
Makam keramat ini terletak di atas bukit,menghadap ke sebuah teluk,Teluk Terima ,12 km di utara Gilimanuk
atau 135 km di barat laut Denpasar.Dari sini kita bisa melihat pemandangan yang sangat indah di teluk. Lebih-
lebih bila di senja hari,saat matahari terbenam sunshet kata wisatawan dari Jerman,terkesima melihatnya. Air
laut di teluk akan memancarkan rona biru berbaur dengan garis-garis merah jingga,berkedap-kedip gemerlap
diterpa matahari senja.
Akan menimbulkan tanda tanya apa penyebab garis-garis merah itu. Menurut legenda itu tak lain adalah
percikan darah I Nyoman Jayaprana ketika di bunuh disini dan kuburannya berada di atas bukit.
Di bukit itu dibangun kuburan yang menyerupai tempat pemujaan.yang dikelilingi tembok.Pintu masuknya
terbuka setiap hari. Penjaga makam itu “Pemangku” I Ketut Murda. Di samping makam terdapat patung I
Nyoman Jayaprana dan Ni Layonsari di dalam kotak kaca.Kenapa kururan itu berada di bukit ini.Inilah kisahnya.
I Jayaprana atau I Nyoman Jayaprana anak laki-laki yatim piatu.Ketika desanya di serang wabah penyakit ia
ditinggal mati oleh orang tuanya di desa Kalianget.Ia pergi terlunta-lunta tanpa arah dan dipungut oleh Raja
Kalianget hingga dewasa,dan ia mengabdi kepada Raja.I Nyoman tumbuh dewasa dengan paras sangat tampan
selain rupawan I Jayaprana sangat mahir dalam seni sastra dan geguritan .Ia sangat disayangi oleh Raja dan
idola tua dan muda bagi rakyat Kalianget.Setelah cukup dewasa Raja memerintahkan I Nyoman Jayaprana
untuk menikah dengan bebas memilih gadis pujaannya.Titah raja dipenuhinya,setelah berjumpa dengan seorang
kembang desa yang sangat ayu rupanya dari Banjar Sekar.Pertemuan yang tiba-tiba itu terjadi saat Ni Layonsari
nama gadis ayu itu berbelanja ke pasar.Sejak pandangan pertama itu terjalin cinta kasih yang membara di hati
kedua insan itu.Atas restu raja kedua kekasih ini melangsungkan pernikahannya dengan upacara besar oleh
keluarga keraton.Sejak itu Ni Layonsari tinggal bersama di rumah I Jayaprana. Tidak berselang lama,waktu raja
mengadakan ekspedisi di luar keraton tanpa sengaja Raja Kalianget melihat Ni Layonsari bak bidadari yang
turun dari kayangan itu,hati raja bergetar. Saat itu terdengar bisikan setan menyapanya,Ni Layonsari hanya
cocok untuk permaisuri raja,bukan untuk I Jayaprana.
Mulai saat itu raja hati raja gungahgulana,hanya bayangan Ni Layonsari mengikuti kemana ia pergi. Untuk
mewujudkan niatnya jahatnya,raja lantas membuat tipu daya.Bersama pengiringnya.I Jayaprana diutus ke Teluk
Terima,yang jauh di sebelah barat kerajaan untuk mengusir orang Bajo yang sering merampas harta benda
penduduk.
Akan tetapi setibanya di sana, bukan perompak laut yang dihadapi,melainkan sebilah keris yang ditancapkan ke
jantungnya oleh Mahapatih Ki Sawunggaling. Bersamaan dengan itu bak air mancur darah merah mengalir
berbau harum semerbak memenuhi hutan Teluk Terima .Dari sana darah itu terus mengalir ke laut,berbaur
dengan air laut dan sampai kini dapat dilihat berbentuk garis-garis merah di laut.
Setelah itu jenasahnya dikuburkan di atas bukit menghadap ke Teluk Terima.
Akan halnya Raja Kalianget,sepeninggal I Jayaprana menunaikan tugasnya,beliau bertandang ke rumah I
Jayaprana untuk bertemu dengan Ni Layonsari. Akan tetapi akal licik raja telah tercium oleh Ni Layonsasi bahwa
suaminya telah dibunuh.Tanpa peduli dan rasa takut ia mencaci maki tingkah laku Raja Kalianget yang datang
merayunya.Dengan sebilah keris ia mengumpat Sang Raja,ia tak sudi dijamah oleh raja laknat itu. Sebagai bukti
setia dan cinta kasih kepada suaminya I Jayaprana ia lantas mesatya dengan menikamkan keris kedadanya,dan
mengalirlah darah merah berbau harum menyelimuti jazadnya.Layonsari pekik orang-orang disekitarnya.Melihat
tragedi sekejap itu dan dilandasi hati yang hancur luluh,Raja Kalianget gelap mata dan mengamuk membunuh
semua pengiringnya,tanpa dapat mengendalikan dirinya.Setelah mati pengiringnya lalu ke keraton dan
membabat seisi rumah,dan setelah itu Raja menikamkan kerisnya ke dada.hingga wafat.
Oleh pengikut setia raja,tidak percaya raja bunuh diri,tetapi di bunuh oleh rakyat.Mereka lalu mengamuk
membunuhi rakyat tak peduli anak,wanita,orang tua. Rakyat tak terima dan serentak melawan perang besar tak
terelakkan.Perang saudara yang maha dahsyat,dan penuh kebencian.Akhirnya seluruh rakyat Kalianget tewas
dalam perang campuh itu.Begitulah dalam sehari Kerajaan Kalianget di Buleleng Barat itu musnah dengan
bergelimpangan mayat manusia.Konon lama kelamaan kerajaan itu berubah menjadi hutan belantara.Cerita ini
telah melekat di sanubari rakyat Bali dan diceritakan dari generasi ke generasi.Tanggal 12 Agustus 1949 silam
dilakukan upacara Ngaben di Desa Kalianget.Pengunjung membludak datang dari berbagai belahan dunia untuk
menyaksikan.

Iki minangka carita katresnan Jayaprana lan Layonsari saka Bali Utara. Makam Jayaprana

lan Layonsari nganti saiki lan percaya yen sejatine makam kasebut ana wong loro mau.

Kaloro somah lan bojo sing manggon ing Desa Kalianget duwe anak telu, lanang lan wadon. Amarga
ana epidemi sing mengaruhi masarakat desa, papat saka kulawarga miskin iki mati bebarengan. Ana
wong enom sing jenenge I Jayaprana. Amarga wong terakhir iki yatim, dheweke wani ngladeni ing
kraton. Ing kraton, wong kasebut sregep, rajapun banget tresna marang dheweke. Saiki aku
Jayaprana mung umur rolas taun. Dheweke nggantheng banget rupane kaya rupane lan eseman
katon ayu banget.

Sawetara taun sabanjure.

Ing sawijining dina, raja dhawuh supaya I Jayaprana milih prawan ing istana utawa bocah wadon ing
njaba kraton. Wiwitane I Jayaprana nolak dhawuhe, amarga ngarani dheweke isih bocah. Nanging
amarga dipeksa raja I Jayaprana akhire netepi. Dheweke uga lelungan menyang pasar ing ngarep
kraton kanggo ndeleng bocah-bocah wadon sing liwat ing pasar. Dumadakan dheweke weruh
prawan sing ayu banget. Bocah wadon sing jenenge Ni Layonsari, putrane Jero Bendesa, asale saka
Banjar Sekar.

Ndelok cah ayu, aku Jayaprana banget kepenak lan mripate terus nglewati bocah wadon kasebut
menyang pasar, sebaliknya Ni Layonsari banget prihatin mung ndelok wong enom sing nggantheng
sing lagi lungguh ing ngarep kraton. Sawise bocah wadon nyawat-nyolong wong-wong ing pasar, aku
Jayaprana enggal bali menyang istana kanggo laporan ing ngarsane Sang Prabu. Aku laporan
Jayaprana ditampa dening raja banjur raja nulis layang.

Aku Jayaprana didhawuhi nggawa surat menyang omahe Jero Bendesa. Ora ana sing dingerteni ing
tengah dalan, mula aku Jayaprana tekan omah Jero Bendesa. Dheweke masrahake surat sing digawa
menyang Jero Bendesa kanthi hormat. Jero Bendesa nrima dheweke tetep maca ing awake dhewe.
Jero Bendesa setuju supaya putrane, Ni Layonsari, kawin karo I Jayaprana. Sawise dheweke
ngalemake "sarujuk" karo I Jayaprana, mula aku Jayaprana njaluk bali supaya bali.
Ing kraton, Sang Prabu ngadani pangrungon ing paviliun. Ujug-ujug I Jayaprana teka dhawuhe Jero
Bendesa ing ngarepe Sri Agunge. Banjur Raja ngumumake babagan perbicaraan isi kasebut: Ing dina
Selasa, Legi wuku Kuningan, raja bakal nggawe upacara pernikahane I Jayaprana karo Ni Layonsari.
Saka ing kono, raja dhawuhe kabeh desa supaya bisa mbangun omah, ngrampungake ruangan I I
Jayaprana.

Ing dina pernikahan, kabeh bangunan wis rampung kanthi gotong royong, kabeh dadi apik. Saiki wis
tekan tanggal akad nikah Jayaprana sing diiringi masarakat, banjur lunga menyang omahe Jero
Bendesa, kepengin ngajak Ni Layonsari kanthi upacara lengkap. Kangjeng Raja lenggah ing dhampar
ing ngarsane para punggawa raja lan abdine. Banjur rombongan aku Jayaprana teka ing ngarep
kraton. Panganten putri kudu mudhun saka palanquin, terus nyembah langsung ing ngarsane Sang
Prabu Majapahit kanthi hormat kanggo ndeleng rai Ni Layonsari, raja ora bisa ujar.

Sawise sore, penganten lan ngresiki awake dhewe bali menyang omahe ninggalake sidhang ing
Paseban. Sasampunipun séda, Sang Mulya ujar marang kabeh désa supaya njaluk pertimbangan cara
kanggo nguatake I Jayaprana supaya séda. Garwane, Ni Layonsari mlebu kraton dadi ratu. Disebut,
yen Ni Layonsari ora bisa omah-omah, raja bakal mati amarga lara prihatin.

Krungu tembung kasebut, salah sawijining petugas desa banjur ngarepake prekara, isi kalebu: yen Sri
Paduka Raja ngandhani I Jayaprana karo rombongane menyang Celuk Nampi, kanggo neliti prau sing
musnah lan wong Bajo nembak kewan-kewan ing wilayah pengungsi. . Yaiku isi pertimbangan saka
salah sawijining kepala desa sing jenenge I Saunggaling, sing wis disepakati karo Raja. Saiki iki aku
Jayaprana sing seneng urip karo bojone. Nanging sawise mung pitung dina lagi bulan madu, ana
kerajaan sing teka ing omahe, sing tegese aku ngarani I Jayaprana ngadhepi Paseban. Aku Jayaprana
langsung menyang Paseban ngadhepi Sri P Aduka Raja bebarengan karo Perbekel. Ing Paseban
padha didhawuhi supaya sesuk esuk menyang Celuk Ditampa kanggo neliti orane prau mlaku lan
akeh liyane. Sawise dalu, sidhang tugel.

Sawise dalu, sidhang tugel. Aku Jayaprana mulih banjur disambut dening bojone, sing dheweke
tresnani banget. Aku Jayaprana nerangake asil rapat kasebut ing Paseban marang garwane.

Pas wengi iki Ni Layonsari ngimpi, omahe dibuang nganggo banjir gedhe, dheweke banjur bangkit
saka amben nalika nerangake isi impen sing elek banget marang I Jayaprana. Dheweke njaluk supaya
lunga sesuk dibatalake adhedhasar alamat impenane. Nanging aku Jayaprana ora wani nolak
dhawuhe raja. Disebutake manawa pati ana ing tangane Gusti Allah sing Maha Kuwasa. Esuk esuk
aku Jayaprana lan rombongan lunga menyang Celuk Ditampa, nuli Ni Layonsari ing omah kanthi
sedhih. Ing rombongan kasebut, aku Jayaprana asring njaluk alamat sing ora apik. Pungkasane
dheweke tekan alas Celuk Terima. Aku Jayaprana rumangsa dheweke bakal musnah banjur aku
banjur Saunggaling kandha marang I Jayaprana nalika ngasta surat. Aku Jayaprana nampa surat lan
langsung maca kanthi sepi:

"O sampeyan, Jayaprana

Manungsa iku ora ana gunane


Lumaku

Aku iki sing mateni sampeyan

Dosa sampeyan gedhe banget

Sampeyan ora ngluwihi tumindak raja

Bojomu pancen kalebu wong sing gedhe

Aku ngajak dadi garwane raja

Nyerah nganti saiki

Aja gelut

Layonsari ora kelingan

Aku duwe bojo nganti pungkasan jaman. "

Mangkono isi serat layang Raja kanggo I Jayaprana. Sawise I Jayaprana maca surat kasebut banjur
nangis nalika nangis. "Inggih, amargi dhawuh panjenengan, kula mboten nolak. Sampeyan bener yen
nandur lan njaga alangan, nanging saiki sampeyan pengin narik, terus maju. Aku gelem matèni
merga kowé, senajan aku durung gawé dosa. Saengga, aku nangis I Jayaprana nalika ngusapi luh.
Sabanjure aku Jayaprana njaluk supaya aku Saunggaling enggal-enggal siyap ngejak. Sawise aku
Saunggaling ngumumake marang I Jayaprana manawa dheweke netepi apa sing diutus dening raja
kanthi ati sing abot lan sedhih dheweke nempat kris dheweke ing pundhak kiwa I Jayaprana. Gugur
getih kanthi gondho wangi lan alamat aneh ing langit lan ing bumi kayata: gempa bumi, badai, udan,
kembang, lan sapiturute.

Sawise jenazah I Jayaprana dikubur, kabeh potongan bali menyang omah krasa sedhih banget. Ing
tengah dalan asring golek bebaya kanggo matine. Akeh korban sing mati. Sawetara ana sing mati
amarga disabetake dening macan, liyane ana sing macak dening ula. Warta babagan pembunuhan I
Jayaprana dirungokake dening garwane, Ni Layonsari. Mula dheweke langsung nggawa keris lan
omah-omah. Mangkono konten cendhak crita wong loro sing nembe sayang karo tresna murni
nanging njaluk alangan saka raja lan akhire mati bebarengan. (Sumber:
http://www.wayantulus.com/cerita-kisah-cinta-jayaprana-dan-layonsari#more-1136)

Makam Jayaprana ing Telep Panampa

Ditampa Teluk, misuwur banget ing antarane masarakat Bali, ing ngendi tragedi seda I Nyoman
Jayaprana adbi setya Raja Kalianget, sing dicidra nglawan musuh saka kerajaan sing ora tau ana
amarga dendam raja sing tresna karo bojone Ni Nyoman Layonsari.

Makam suci iki ana ing sawijining bukit, sing ndelok Teluk, Teluk Tampa, 12 km sisih lor Gilimanuk
utawa 135 km sisih lor-kulon Denpasar.Menika, kita bisa ndeleng pemandangan sing apik banget ing
teluk. Malah nalika sore, nalika srengenge srengenge ujar wisatawan saka Jerman, kaget ndeleng.
Banyu segara ing teluk bakal ngetokake hue biru sing dicampur karo warna abang oranye, cemlorot
cemlorot ing sinar matahari.

Bakal nganyarke pitakon babagan apa sababe saka garis abang. Miturut legenda, ora liya yaiku getih
semprotan I Nyoman Jayaprana nalika dipateni ing kene lan kuburan kasebut ana ing sawijining
bukit.

Ing gunung kasebut, kuburan dibangun maneh kaya kuil, dikubengi tembok, lawang lawang mbukak
saben dinane. Penjaga makam kasebut yaiku "Pemangku" aku Ketut Murda. Ing jejere kuburan ana
patung I Nyoman Jayaprana lan Ni Layonsari ing kothak kaca.Napa panggonane ing bukit iki.Ing crita
iki.

Aku Jayaprana utawa Aku Nyoman Jayaprana bocah yatim.Nalika desa kasebut diserang wabah sing
ditinggalake tiwas dening wong tuwane ing desa Kalianget, dheweke lunga ing arah sing ora peduli
lan dijemput Raja Kalianget nganti diwasa, lan dheweke ngladeni Raja. Aku Nyoman tuwuh kanthi
pasuryane sing apik banget saliyane sing nggambarake I Jayaprana sing nggantheng banget babagan
seni sastra lan hegemoni. Dheweke ngrampungake dhawuhe raja, sawise ketemu kembang desa sing
apik banget sing katon saka Banjar Sekar.Perjumpatan tiba-tiba nalika jenenge Ni Layonsari

Bakal nganyarke pitakon babagan apa sababe saka garis abang. Miturut legenda, ora liya yaiku getih
semprotan I Nyoman Jayaprana nalika dipateni ing kene lan kuburan kasebut ana ing sawijining
bukit.

Ing gunung kasebut, kuburan dibangun maneh kaya kuil, dikubengi tembok, lawang lawang mbukak
saben dinane. Penjaga makam kasebut yaiku "Pemangku" aku Ketut Murda. Ing jejere kuburan ana
patung I Nyoman Jayaprana lan Ni Layonsari ing kothak kaca.Napa panggonane ing bukit iki.Ing crita
iki.

Aku Jayaprana utawa Aku Nyoman Jayaprana bocah yatim.Nalika desa kasebut diserang wabah sing
ditinggalake tiwas dening wong tuwane ing desa Kalianget, dheweke lunga ing arah sing ora peduli
lan dijemput Raja Kalianget nganti diwasa, lan dheweke ngladeni Raja. Aku Nyoman tuwuh kanthi
pasuryane sing apik banget saliyane sing nggambarake I Jayaprana sing nggantheng banget babagan
seni sastra lan hegemoni. Keputusan raja iku rampung, sawise ketemu kembang desa sing ayu
banget saka Banjar Sekar.Perjumpaan tiba-tiba nalika Ni Layonsari menehi jeneng bocah wadon ayu
sing dituju menyang pasar.Mula saka panemune pisanan kasebut, ana katresnan sing kobong ing ati
loro makhluk kasebut. .Nanti berkah loro kekasih raja, dheweke palakrama karo upacara gedhe
dening kulawarga kraton.Menika, Ni Layonsari urip bebarengan ing omahe I Jayaprana. Ora let suwe,
nalika raja nganakake ekspedisi ing njaba kraton, Raja Kalianget ora sengaja ndeleng Ni Layonsari
kaya malaikat sing mudhun saka swarga, manah raja gumeter. Ing wektu kasebut, ana bisikake saka
Iblis sing nyapa, Ni Layonsari mung cocog kanggo permaisur, ora kanggo I Jayaprana.

Mula saka iku gungahgulana raja ing njero ati, mung bayangan Ni Layonsari sing nututi menyang
ngendi wae. Kanggo nyumurupi maksud ala, raja banjur nggawe trik.sampeyan karo punggawae ..
Jayaprana dikirim menyang Teluk Tampa, sing adoh ing sisih kulon kerajaan kanggo ngusir warga
Bajo sing asring ngrebut properti saka penduduk.

Nanging nalika tekan kana, dudu pirate laut sing ditemoni, nanging keris sing nemplek ing jero ati
dening Mahapatih Ki Sawunggaling. Ing wektu sing padha kaya banyu mancur getih abang sing
mambu wangi sing ngiseni alas Teluk Ditampa. Saka ing kono getih terus mili menyang segara,
campur banyu segara lan nganti saiki bisa katon wujud garis abang ing segara.

Sawise jenahe dikubur ing sawijining bukit sing ndeleng Teluk Akrim.

Kangge Raja Kalianget, sawise I Jayaprana ninggalake tugas, dheweke nemoni omah I Jayaprana
kanggo nemoni Ni Layonsari. Nanging raos licik raja wis mambu Ni Layonsasi manawa bojone wis
tiwas.Tanpa ora peduli lan ora wedi, dheweke nggawe prilaku Raja Kalianget sing teka ngrayu
dheweke.Duwe keris ngutuk Raja, dheweke ora gelem disentuh karo raja laknat kasebut. Minangka
bukti kesetiaan lan katresnan marang bojone I Jayaprana, banjur nesu mesatya kanthi nusuk keris,
lan getih abang sing mambu-mubeng ngepetake awake. nesu kanggo mateni kabeh punggawae,
tanpa bisa ngontrol awake dhewe, sawise tiwas retine banjur menyang kraton lan ngethok kabeh
omah, lan sawise iku, Raja nuli nempel kris kasebut ing dada, supaya dheweke tiwas.

Dening pengikut raja sing setya, aja percaya manawa raja nglalu, nanging dipateni dening wong
akeh, banjur padha dadi anggota sing mateni wong-wong, ora preduli anak-anake, wanita, wong
tuwa. Wong-wong ora nrima lan bebarengan perang gedhe ora bisa dielarke.Amarga sadulur sing
paling kuat lan sengit dipateni lan pungkasane kabeh warga Kalianget tiwas ing perang sing
kedadeyan. dadi dadi alas .. Crita iki wis dipasang ing njero ati wong Bali lan diceritakake wiwit turun
temurun.Ing tanggal 12 Agustus 1949, upacara Ngaben dianakake ing Desa Kalianget.Para
pengunjung teka saka macem-macem wilayah ing jagad iki.

Anda mungkin juga menyukai