Anda di halaman 1dari 3

NAMA : I PUTU GEDE ARYANTA

KELAS : X KULINER 2

ASAL SEKOLAH : SMK NUSA DUA GEROKGAK

NO HP : 081337311541

JAYA PRANA dan LAYON SARI

Alkisah disebuah desa di negri kalianget, bali hiduplah sebuah keluargamiskin. Keluarga itu
terdiri dari sepasang suami istri yang memiliki dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan.
Kehidupan keluarga ini sungguh memperhatinkan dan serba kekurangan.

Kesengsaraan keluarga itu semakin bertambah saat desa mereka diserang wabah penyakit
yang menyebabkan empat orang dari keluarga itu meninggal dunia. Satu satuanya dari anggota
keluarga itu yang selamat adalah si anak laki-laki bungsu bernama Jayaprana yang saat itu masih
kecil.

Jayaprana menjadi seorang anak yatin piatu, oleh karena itu tidak kuat menjalani hidup
seorang diri, bocah itu memberanikan diri menghadap Raja Kalianget dan memohon agar diangkat
menjadi abdi kerajaan. Raja Kalianget mengabulkan permitaan sejak itulah Jayaprana mengabdi
kepada Raja Kalianget. Meski demikian, Jayaprana tetap tinggal dirumah peninggalan orang tuanya.
Ia seorang abdi yang baik dan sangat rajin. Setiap pagi-pagi sekali ia sudah berangkat ke istana untuk
mejalani tugas-tugasnya sehingga tidak mengherankan jika ia menjadi abdi kesayangan sang raja.

Jayaprana tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan. Ia pun menjadi idola para
dayang-dayang istana.suatu ketika, Raja Kalianget pun merintahkan Jayaprana untuk memilih
seorang dayang-dayang istana untuk dijadikan istri.namun rupanya Jaya Prana lebih memilih untuk
mencari calon istri dari luar istana. “ampun baginda ! hamba bukan bermaksud menolak titah
baginda, hamba ingin menikah, tapi bukan dengan dayang-dayang istana. Jika diperkenankan,
izinkanlah hamba untuk mencari calon istri hamba diluar sitana ini’ kata Jaya Prana.

“Baiklah Jayaprana jika itu yang kamu inginkan, aku pun tidak akan mengahalangimu untuk memilih
calon istri yang sesuai dengan pilihan hatimu” jawab Raya Kalianget.

Mendapatkan persetujuan tersebut, pada keesokan harinya Jayaprana berjalan-jalan kepsar


yang terletak didepan istana. Setiba dipasar, ia sengaja duduk didepan pasar smbil memperhatikan
gadis-gadis yang lewat didepannya. Tak beberapa kemudian, tampak dari kejauhan seorang gadis
berjalan melenggangm dengan menggunakan pakian kucup sederhana. Gadis itu memiliki paras yang
cantik serta senyum yang manis dan mempersona. Si gadis berjalan menuju kepasar sambal
menunduk malu-maludan matanya sesekali melirik sekelilingnya. Jayaprana pun terpana saat
melihat gadis yang cantik jelita itu. “oh,,gadis itu sungguh cantik dan mempersona. Siapakah
perempuan itu dan darimana asalnya?” tanya dalam hati.

Kecantikan gadis itu benar-benar memikat hati Jayaprana. Pandangannya terus mengikuti
gadis itu sampai lewat didepannya.sementara itu, si gadis cantikyang merasa diperhatikan tiba-tiba
mengalihkan pandangan kepada Jayaprana. Sepasang mata pun bertemu seakan saling menyapadan
saling berbicara. Walaupun tidak ada kata-kata yang terungkap, keduanya berbicaran dengan bahasa
jiwa. Tak dapt dipungkiri ungkapan rasa cinta dengan Bahasa jiwa memang jauh lebih jujur,tulus, dan
apa adanya. Begitulah yang dirasakan oleh Jayaprana dan gadis itu. Pandangan pertama itu telah
membuat mereka saling jatuh hati. Meski demikian, Jayaprana sebagai anak muda tentu berharap
cintanya tidak kandas ditengah jalan. Demikian pula sang gadis , gadis itu pun membalas dengan
senyuman manis. Ternyata cinta keduanya gayung bersambut. Cinta mereka terjalin erat dilubuk hati
yang paling dalam.

Setelah gadis itu berlalu dan menyelinapdibalik keramaian orang di dalam pasar, Jayaprana
segera mencari informasi prihal gadis itu pada orang-orang disekitarnya.Gadis itu bernama
Layonsari, putri Jro bendesa dari banjar sekar. Ia pun bergegas kembali ke istana untuk melapor
kepada Raja Kalianget. Mendengar laporan itu, Raja kalianget segera menulis sepucuk surat untuk
jro bendesa.

“Besok pagi-pagi kamu antar surat ini kerumah orang tua gadis itu’. Titah Raja Kalianget.
Jayaprana mengantar surat dari Raja itu kerumah Jro bendesa. Setelah membaca isinya, Jro bendesa
pun setuju jika putrinya dinikahi oleh Jayaprana. Isi surat itu kemudian ia sampaikan kepada putrinya
yang sedang duduk disampingnya. “Bagaimana putriku, apakah kamu bersedia menikah dengan
Jayaprana?” tanya Jro bendesa kepada putrinya.

Layonsari hanya tersenyum malu-malu. Walaupun tak terucap sepatah kata dari mulut sang
gadis pujaan, namun Jayaprana mengerti lamarannya tidak bertepuk sebelah tangan. Setelah itu,
Jayaprana memohon diri kembali ke istanauntuk menyampaikan berita gembira itu kepda Raja
Kalianget.

“Ampun baginda! Lamaran hamba diterima oleh keluarga gadis itu”, lapor Jayaprana. Raja
Kalianget pun langsung mengumumkan kepada seluruh keluarga istana perkawinan Jayaprana
dengan Layonsari akan dilaksanakan pada hari selasa legi, waktu kuningan di halaman istana. Untuk
itu, sang raja kemudian memerintahkan para patih dan punggawa istana untuk mendirikan balai-
balai untuk keprluan pesta pernikahan abdi kesayangannya.

Saat hari pesta perkawinanitu tiba, Jayaprana Bersama para patih dan punggawa istana serta
masyarakat sedesanya menuju kerumah Jro bendesa untuk menjemput calon istrinya. Setelah
melalui berbagai macam upacara dirumah itu, kedua mempelai kemudian diiringi ke istana dengan
menggunakan joli. Ketika rombongan pengantin itu tiba di depan istana, kedua mempelai turun dari
atas joli untuk memohon doa restu kepda Raja Kalianget.

Saat kedua mempelai memberi hormat di hadapannya, sang raja hanya membisu. Ia terpana
melihat kecantikan Layonsari. Rupanya Raja Kalianget jatuh cinta kepda istri abdinya itu. Dari situlah
mucul niat buruknya untuk merebut Layonsari dar Jayaprana.

Setelah pesta pernikahan rampung, Jayaprana Bersama istrinya pun memohon diri untuk
kembali kerumahnya. Raja Kalianget segera mengumpulkan seluruh patihnya untuk meminta
pertimbangan tentang bagaimana cara menghabisi nyawa Jayaprana secara diam-diam.

“Jika Layonsari tidak segera menjadi permaisuriku, maka aku akan menjadi gila”, ucap Raja
Kalianget. Patih yang bernama saung galling memberikan pertimbangan raja harus menitahkan
Jayaprana pergi ke celuk terima untuk menyelidiki perahu yang hancur dan orang-orang bajo yang
menembak binatang di Kawasan pengulan. Rencana ini hanya merupakan siasat agar mereka bias
menghabisi nyawa Jayaprana tanpa sepengetahuan orang lain termasuk Layonsari.

Beberapa hari kemudian, Raja Kalianget pun memanggil Jayaparna agar menghadap ke
paseban ( Balai Penghadapan ). Jayaprana pun segera menghadap sang raja yang teramat
dihormatinya. “Ampun baginda…ada apa gerangan hamba diminta untuk menghadap? Tanya
Jayaprana. “ada tugas penting untukmu. Besok pagi-pagikamu harus berangkat ke celuk terima
untuk menyelidiki perahu yang kandaas dan kekacauan-kekacauan yang terjadi disana” titah raja.

Tampa merasa curiga sedikitpun, Jayaprana langsung saj menerima perintah itu dan segera
kembali kerumahnya untuk menyampaikan berita itu kepada sang istri. Mendengar berita itu,
Layonsari tiba-tiba mendapat firasat buruk. Apalagi tadi malam ia bermimpi melihat rumah mereka
dihanyutkan oleh banjir besar. Ia meminta agar Jayaprana membatalkan keberangaktan ke celuk
terima.

“Kanda, sebaiknya urungkan saja niat kanda itu. Dinda khawatirterjadi sesuatu yang tidak
diinginkan pada diri kanda”, ujar Layonsari dengan cemas. “tidak dinda, ini perintah raja kanda harus
berangkat keesokan harinya. Berangkatlah Jayaprana ke celuk terima Bersama patih I Saunggaling
dan sejumlah prajurit istana. Saat mereka melewati sebuah hutan lebat, patih I Saunggaling
menikam Jayaprana atas perintah Raja Kalianget. Keris patih Saunggaling tepat mengenai lambung
kiri Jayaprana hingga tewas seketika. Setelah itu, rombongan patih Saunggaling kembali ke istana
untuk menyampaikan kabar palsu bahwa Jayaprana tewas karena diserang perampok.

Berita duka itu pun sampai ditelinga Layonsari, namun ia tidak langsung mempercayainya. Ia
tahu suaminya dibunuh atas perintah raja. Meski demikian, ia tidak basa berbuat apa-apa karana
tidak berdaya menentang raja seorang diri. Ia hanya bias berdoa semoga kesejahteraan Raja
Kalianget mendapat balasan dari yang maha kauasa.

Keesokan harinya, Raja Kaliangetdatang menemui Layonsari. Di hadapan istri abdinya itu, ia
berpura-pura sedih atas kematian Jayaprana. Setelah itu, ia mencoba merayu agar mau menjdai
permaisurinya. Namun, Layonsari menolaknya dengan kata-kata halus. “maafkan hamab baginda.
Hamba belum bias melupakan suami hamba” jawab layonsari. Raja Kalianget menjadi murka, ia
langsung menarik tangan Layonsari agar ikut bersamanya keistana. Pada saat itulah Layonsari
mencabut keris yang terselip di pinggang sang prabu.

“Lebah baik hamba mati dari pada harus menikah dengan orang yang telah membunuh
suamiki” ucap Layonsari seraya menikam dirinya dengan keris itu. Raja Kalianget baru saja ingin
mencegahnya. Namun tubuh Layonsarisudah tergelatak ditanah. Melihat Layonsari tewas, sang raja
pun menjadi ngamuk. Ia langsung menyerang orang disekelilingnya. Kejadian itu berlangsung hingga
berhari-hari sehingga banyak orang menjadi korban karna tikaman keris Raja Kalianget.

Perilaku sang raja tersebuat benar-benar meresahkan seluruh rakyat negri itu. Akhirnya para
punggawa kerajaan memutuskan untuk menangkap sang raja dan memasukkannya kedalam penjara.
Ditempat kematian Jayaprana akhirnya didirkan sebauh pura yang merupakan kuburan Jayaprana
dan Layonsari. Tempat ini menjadi tujuan acara titayatra oleh umat hindu, lokasinya berdekatan dan
berada dalam satu jalur perjalanan seperti Rambutsiwi, Jayaprana, Pemuteran, Pulaki, dan
Melanting.

Anda mungkin juga menyukai