org)
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
PEMANFAATAN INFORMASI GEOSPASIAL
UNTUK PENINGKATAN SINERGI PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP
EDITOR AHLI :
Prof. Dr. Sugeng Utaya, M.Si (UM)
Prof. Dr. Dewi Liesnoor S., M.Si (UNNESS)
Prof. Dr. Chatarina Muryani, M.Si (UNS)
EDITOR PELAKSANA :
Setya Nugraha, S.Si., M.Si
Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd
Rahning Utomowati, S.Si, M.Sc
Gentur Adi Tjahjono, S.Si
ISBN: 978-602-73302-014
Alamat Sekertariat :
Program Studi Magister Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami No 36 A Kentingan Surakarta
Gedung G lantai 2 Pascasarjana FKIP UNS
Website : spklh.fkip.uns.ac.id Email : semnaspklh@gmail.com
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG –Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI ii
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
DAFTAR ISI
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG –Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI vi
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG –Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI vii
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
Abstract: Kebutuhan penduduk yang paling mendasar salah satunya adalah tempat tinggal
(papan) yang sering disebut dengan rumah. Kebutuhan lahan permukiman terus
meningkat dengan diikuti oleh kebutuhan sarana prasarana umum pendukung lainnya
seiring dengan pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah. Di sisi lain, sumberdaya
lahan bersifat terbatas, baik keterbatasan jumlah maupun kemampuan dalam
mendukung pemanfaatannya. Keterbatasan lahan menjadi salah satu faktor
pertumbuhan permukiman di lahan-lahan marjinal, sehingga dapat muncul
permukiman-permukiman dengan kelayakan yang tidak memenuhi standar dan
cenderung mengesampingkan lingkungan yang sehat. Di Kota Yogyakarta terdapat
kawasan permukiman kumuh seluas 264,90 Hektar dan jumlah RTLH (Rumah Tidak
Layak Huni) sebesar 3.194 unit. Permukiman kumuh dan RTLH di Kota Yogyakarta
merupakan bagian dari lingkungan yang kritis, sehingga memerlukan penanganan
serius dan segera agar tercipta lingkungan permukiman yang sehat, nyaman dan
harmonis. Oleh karena itu diperlukan prioritas-prioritas penanganan lokasi-lokasi atau
kawasan-kawasan permukiman kumuh dan RTLH yang sudah termasuk kritis agar tidak
berkembang lebih buruk lagi. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis dan memetakan
sebaran permukiman kumuh dan RTLH, serta (2) menentukan prioritas penanganan
permukiman kumuh dan RTLH di Kota Yogyakarta. Lokasi penelitian berada di Kota
Yogyakarta, dengan unit analisis kawasan permukiman kumuh dan lokasi-lokasi RTLH.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif prioritas penanganan
permukiman kumuh dan RTLH melalui pendekatan analisis geospasial.
Kata Kunci: prioritas, permukiman kumuh, rumah tidak layak huni (RTLH), geospasial
PENDAHULUAN
Kebutuhan dasar penduduk yang paling pokok selain pangan dan sandang adalah tempat
tinggal (papan) yang sering disebut dengan lahan permukiman. Hal ini juga sesuai dengan
amanatkan dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan pasal 28 H Amandemen UUD 1945,
rumah adalah salah satu hak dasar setiap rakyat Indonesia, maka setiap warga negara berhak
untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kebutuhan lahan
permukiman akan terus meningkat dengan diikuti oleh kebutuhan sarana prasarana umum
pendukung lainnya seiring perkembangan penduduk pada suatu wilayah. Di sisi lain, sumberdaya
lahan bersifat terbatas, baik keterbatasan jumlah maupun kemampuan dalam mendukung
pemanfaatannya. Keterbatasan lahan menjadi salah satu faktor pertumbuhan permukiman di
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 152
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
lahan-lahan marjinal seperti tepi sungai, dengan kelayakan yang tidak memenuhi standar,
maupun kurangnya prasarana dan sarana permukiman.
Kelayakan hunian merupakan salah satu syarat dan tujuan rumah sebagai tempat tinggal.
Kondisi permukiman yang tidak layak huni akan menjadi masalah bagi masyarakat maupun
pemerintah dalam mengembangkan dan menciptakan kawasan dengan kualitas lingkungan yang
baik. Rumah tidak layak huni (RTLH) dalam suatu kawasan jika tidak ditata dan ditangani dengan
baik dapat berpotensi menjadi permukiman kumuh. Kecenderungan perkembangan permukiman
yang terjadi di Indonesia secara umum dan di Kota Yogyakarta saat ini adalah mengelompok dan
banyak terdapat di wilayah perkotaan atau pusat kegiatan tertentu. Menurut Yunus (2002)
daerah pusat kegiatan merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam
suatu kota sehingga pada kawasan ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi.
Hal inilah yang dapat memicu tingginya laju urbanisasi dan kebutuhan terhadap lahan
permukiman yang sangat terbatas pada lingkungan perkotaan. Pada akhirnya, lingkungan
permukiman yang layak, nyaman, dan sehat mulai tidak diperhatikan karena desakan kebutuhan
terhadap tempat tinggal di perkotaan.
Berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 393 Tahun 2014 tentang penetapan lokasi
kawasan tidak layak huni di Kota Yogyakarta, terdapat 3.304 rumah tidak layak huni yang
tersebar di seluruh kecamatan dan kelurahan. Pada tahun 2015 Pemerintah Kota Yogyakarta
kembali melakukan pendataan kawasan permukiman kumuh dan RTLH. Berdasarkan hasil
pendataan tersebut, di Kota Yogyakarta terdapat kawasan permukiman kumuh seluas 264,90
Hektar dan jumlah RTLH sebesar 3.194 unit. Upaya pencegahan dan peningkatan kualitas
permukiman kumuh merupakan salah satu ruang lingkup dalam penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman (UU Nomor 1 Tahun 2011). Permukiman kumuh dan RTLH di Kota
Yogyakarta merupakan bagian dari lingkungan yang kritis dan memerlukan penanganan serius
agar tercipta lingkungan permukiman yang sehat, nyaman dan harmonis.
Keberadaan RTLH yang berkorelasi dengan kawasan permukiman kumuh dapat menjadi
salah satu pertimbangan dalam penentuan prioritas penanganan permukiman kumuh. Selain
peningkatan prasarana dan sarana lingkungan permukiman, pengentasan RTLH juga dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas kawasan permukiman kumuh. Penelitian ini dilakukan
dengan mengkaji secara spasial distribusi RTLH terhadap kawasan permukiman kumuh, sehingga
dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan prioritas penanganan permukiman kumuh di
Kota Yogyakarta.
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 153
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, dengan data
sekunder sebagai data utama. Penelitian ini dilakukan di Kota Yogyakarta, yang terdiri dari 14
kecamatan dan tiga sungai utama, yaitu Sungai Winongo di bagian barat, Sungai Code di bagian
tengah, dan Sungai Gajah Wong di bagian timur; di mana di bantaran ketiga sungai tersebut
terdapat kantong-kantong permukiman kumuh maupun rumah tidak layak huni.
Data-data sekunder utama yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu: data dasar
spasial Kota Yogyakarta, data spasial kawasan permukiman kumuh Kota Yogyakarta, data spasial
titik rumah tidak layak huni (RTLH) Kota Yogyakarta, dan dokumen profil permukiman kumuh
Kota Yogyakarta. Analisis dan tahapan penelitian ini dilakukan dengan:
1. Inventarisasi data kawasan permukiman kumuh dan RTLH Kota Yogyakarta, baik data spasial
maupun data aspasial.
2. Penyiapan peta dasar.
3. Pengolahan data spasial: overlay (tumpang susun) data spasial kawasan permukiman kumuh
dan sebaran lokasi RTLH Kota Yogyakarta.
4. Analisis crosstab terhadap luas kawasan permukiman kumuh dan jumlah RTLH menurut
lokasinya.
5. Pemberian skor (scoring) dan pembobotan untuk menentukan prioritas penanganan
berdasarkan jumlah RTLH di kawasan permukiman kumuh. Asumsi:
6. semakin luas permukiman kumuh maka semakin besar pula skor nilai dan bobot.
7. semakin banyak unit RTLH pada luas permukiman kumuh, maka semakin besar pula skor nilai
dan bobot.
8. Merumuskan rekomendasi prioritas penanganan kawasan permukiman kumuh Kota
Yogyakarta.
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 154
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 155
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 156
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
Prioritas III memiliki tingkat kepentingan yang lebih rendah dalam prioritas penanganan
permukiman kumuh dan RTLH, demikian seterusnya hingga prioritas V yang memiliki tingkat
kepentingan paling rendah. Pada prioritas V sebagian besar berupa kelurahan yang tidak
memiliki kawasan permukiman kumuh maupun kelurahan dengan kawasan permukiman kumuh
yang tidak memiliki RTLH (atau RTLH berada di luar kawasan permukiman kumuh). Contoh
kelurahan yang tidak memiliki kawawasan permukiman kumuh yaitu Kelurahan Kadipaten,
Panembahan, dan Patehan (Kecamatan Kraton). Sementara itu, contoh kelurahan dengan
kawasan permukiman kumuh yang tidak memiliki RTLH (atau RTLH berada di luar kawasan
permukiman kumuh) yaitu Kelurahan Pringgokusuman dan Kelurahan Semaki. Sebagian besar
kelurahan di Kota Yogyakarta berada pada prioritas V dalam penanganan permukiman kumuh
dan RTLH. Secara lebih detail dapat dilihat pada tabel berikut.
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 158
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2014). Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Daerah Penyangga Kota
Metropolitan. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum.
Anonim. (2014). Panduan Kegiatan Quick Count Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh.
Jakarta: Direktorat Pengembangan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum.
Bintarto, R. 1987. Pengantar Geografi Kota. Yogyakarta: Spring.
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 159
Pemanfaatan Informasi Geospasial Untuk Peningkatan Sinergi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Surakarta, 3 September 2016
Chair, Miftahul. 2002. Karakteristik dan Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Permukiman di
Kawasan Sekitar Aliran Sungai Martapura Banjarmasin. Tesis. Semarang: Program
Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
Getis, A. And Fisher, M. 2010. Handbook of Applied Spatial Analysis. Berlin: Springer.
Efendi, Tjiptadinata. (2015). 150 Juta Rakyat Indonesia Tinggal di Rumah Tidak Layak Huni,
Kompasiana,http://www.kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43/150-juta-rakyat-
indonesia-tinggal-di-rumah-tak-layak-huni_553cfe706ea8348906f39b0c. Issued: 17 Juni
2015.
Hariyono, P. (2007). Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta: Bumi Aksara.
Kuswartojo dkk. (2005). Perumahan dan Permukiman di Indonesia: Upaya Membuat
Perkembangan Kehidupan yang berkelanjutan. Bandung: ITB Press.
Laiko, Firman. (2010). Pengembangan Permukiman Berdasarkan Aspek Kemempuan Lahan pada
Satuan Wilayah Pengembangan I Kabupaten Gorontalo. Tesis. Semarang: Program
Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
Mantra, Ida Bagoes. (2007). Demografi Umum. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurasrizal. 2010. 2010. Pertumbuhan Rumah Inti Pada Perumahan Layak Huni Bagi Keluarga
Miskin di Dusun Kayu Gadang Kota Sawahlunto. Semarang: Universitas Diponegoro.
Ormeling, F., dan Kraak, M. (2007). Kartografi: Visualisasi Data Geospasial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Satyohutomo, M. (2009). Manajemen Kota dan Wilayah, Realita dan Tantangan. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Soemarwoto, Otto. (1998). Analisis Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Tarigan, Robinson. (2005). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. (2003). Teori dan Konsep Kebijakan Publik. Yogyakarta. Lukman
Offset & YPAPI.
Tim Penyusun. (2015). Pendataan Perumahan dan Permukiman Kumuh Kota Yogyakarta.
Yogyakarta: Bappeda Kota Yogyakarta.
Yunus, Hadi Sabari. (2002). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yunus, Hadi Sabari. (2007). Subject Matter dan Metode Penelitian Geografi Permukiman Kota
2007. Yogyakarta: Fakultas Geografi.
Kerjasama antara : S2 PKLH Universitas Sebelas Maret – BIG – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 160