Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KUNJUNGAN LAPANGAN KE TPA SUMUR BATU MATA KULIAH

PERSAMPAHAN

Dosen : Ir. Isyulianto. MT.

Disusun Oleh :

Dimas Panghestu

331420209

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI PELITA BANGSA

BEKASI

2018
1. WAKTU DAN TEMPAT KUNJUNGAN

Tempat : TPA Sumur Batu, Bekasi

Peserta : Seluruh mahasiswa peserta mata kuliah Pengelolaan


Persampahan (TL 2016)
Waktu Kunjungan : Sabtu, 24 November 2018
Pukul : 10.00 – 15.00 WIB

2. RESUME KUNJUNGAN TPST SUMUR BATU BEKASI


2.1 Kondisi Eksisting TPST Sumur Batu
TPST Sumur Batu adalah tempat pembuangan sampah akhir untuk
daerah Kota Bekasi. Sebelumnya, sampah daerah Kota Bekasi ditangani
oleh TPST Bantar Gebang yang merupakan milik PEMDA Jakarta.
TPST Sumur Batu terletak di Kecamatan Sumur Batu yang juga
merupakan salah satu kecamatan yang mengelilingi Bantar Gebang.
Letak TPST Sumur Batu sendiri bersebelahan dengan TPST Bantar
Gebang. TPST ini memiliki luas daerah 10 Hektar, dan kapasitas
penampungan sampah sekitar 1000 ton per hari.
Menurut pengamatan, kami melihat bahwa terdapat banyak
gunungan sampah yang tidak ditutupi dengan tanah dan bau yang berasal
dari tumpukan sampah tersebut sangat menyengat. Selain itu, tidak
adanya teknisi yang mengatur di lapangan, banyak sekali pemulung yang
bekerja di wilayah titik buang bersebelahan dengan alat berat yang
memindahkan sampah tersebut, yang mana sangat berbahaya jika terjadi
longsor. Belum adanya pengolahan lindi di TPST tersebut sehingga air
lindi berceceran dimana-mana, bahkan dibuang ke drainase. Di pintu
masuk menuju titik buang terdapat banyak truk sampah yang mengantri
untuk dipindahkan sampahnya. Proses pemindahan sampah dari truk ke
titik buang dilakukan hanya dengan satu alat berat dan juga secara
manual (oleh tangan pekerja di lapangan).
TPST Sumur Batu Dikelola olah perusahaan Swasta Jepang
bernama PT Gikoko. Sampah yang masuk ke TPST Sumur Batu berasal
dari kawasan Bekasi dengan jumlah per harinya ±50 truk. Pengelolaan
sampah di Sumur Batu menggunakan sistem controlled landfill, jadi
tidak hanya open dumping melainkan sudah ada pengolahan sampah
didalamnya. Pengolahan yang sudah dilakukan di TPST tersebut adalah
LFG Flaring System, yaitu pengolahan gas metan hasil dari landfill.
Hasil dari pengolahan tersebut berupa gas CO2 yang sudah lebih aman
untuk dilepas ke udara ambien. Selain itu, gas metan tersebut juga
diubah menjadi tenaga listrik yang digunakan untuk operasional mesin
pengolahan itu sendiri. Proses pengolahan akan lebih dijelaskan pada
pembahasan.

Saluran Drainase Lindi Truk Sampah dan Jalur Truk

Saluran Penyalur Gas Metan Tumpukan Sampah yang Tidak Tertutup Tanah
2.2 Pembahasan
2.2.1 Pengolahan Sampah
Pengertian controlled landfill adalah proses pengurugan sampah
yang bersifat sementara yang mana merupakan pengembangan dari open
dumping untuk nantinya menuju ke sanitary landfill yang ramah
lingkungan. Jadi sampah yang dibuang di TPST yang menerapkan
controlled landfill tidak hanya dibuang begitu saja tetapi harus melalui
proses kompaksi dan juga penutupan sampah dengan tanah setiap tujuh
hari atau ketika ketinggian sampah sudah mencapai angka tertentu.
Berikut gambaran teknis yang dilakukan pada controlled landfill jika
dibandingkan dengan sanitary landfill.

No Parameter Controlled landfill Sanitary landfill

A. PROTEKSI TERHADAP LINGKUNGAN

1 Dasar landfill Tanah setempat Tanah setempat dipadatkan,


menuju suatu dipadatkan, liner dasar liner dengan tanah
titik tertentu dengan tanah permeabilitas rendah,
permeabilitas rendah, dipadatkan 3 x 25 cm, bila
dipadatkan 2 x 25 cm, diperlukan gunakan
bila perlu gunakan geomembran HDPE
geomembran HDPE

2 Karpet kerikil Dianjurkan Diharuskan


minimum 20
cm

3 Pasir pelindung Dianjurkan Diharuskan


minimum 20
cm

4 Drainase / Diharuskan Diharuskan


tanggul keliling

5 Drainase lokal Diharuskan Diharuskan

6 Pengumpul Minimal saluran kerikil Sistem saluran dan pipa


lindi perforasi

7 Kolam Diharuskan Diharuskan


penampung
lindi

8 Resirkulasi lindi Dianjurkan Diharuskan

9 Pengolah lindi Kolam-kolam stabilisasi Pengolahan biologis, bila perlu


ditambah pengolahan kimia,
dan landtreatment

10 Sumur pantau Minimum 1 hulu dan 1 Minimum 1 hulu, 2 hilir dan 1


hilir sesuai arah aliran air unit di luar lokasi sesuai arah
tanah aliran air tanah

11 Ventilasi gas Miminimum dengan Sistem vertikal dengan


kerikil horizontal – beronjog kerikil dan pipa,
vertikal karpet kerikil setiap 5 m
lapisan, dihubungkan dengan
perpipaan recovery gas

12 Jalur hijau Diharuskan Diharuskan


penyangga

13 Tanah penutup Minimum setiap 7 hari Setiap hari


rutin

14 Sistem penutup Bila tidak digunakan Bila tidak digunakan lebih dari
antara lebih dari 1 bulan 1 bulan, dan setiap mencapai
ketinggian lapisan 5 m

15 Sistem penutup Minimum tanah kedap 20 Sistem terpadu dengan lapisan


final cm, ditambah sub- kedap, sub-drainase air-
drainase air- permukaan, permukaan, pelindung, karpet
ditambah top-soil penangkap gas, bila perlu
dengan geosintetis, diakhiri
dengan top-soi l minimum 60
cm

16 Pengendali Diharuskan Diharuskan


vektor dan bau

B PENGOPERASIAN LANDFILL

1 Alat berat Dozer dan loader, Dozer, loader dan excavator


dianjurkan dilengkapi
excavator

2 Transportasi Dianjurkan Diharuskan


lokal

3 Cadangan Diharuskan Diharuskan


bahan baker

4 Cadangan Diharuskan Diharuskan


insktisida

5 Pelataran Diharuskan Diharuskan


unloading dan
manuver

6 Jalan operasi Diharuskan Diharuskan


utama

7 Jalan operasi Diharuskan Diharuskan


dalam area

8 Jembatan Diharuskan Diharuskan


timbang

9 Ruang registrasi Diharuskan, minimum Diharuskan, digital


manual

10 Laboratorium Dianjurkan Diharuskan


air

Sumber: Damanhuri, Enri. Diktat Landfilling Limbah. 2008.


Jika dibandingkan dengan yang ada di TPST Sumur Batu, ada
beberapa teknis yang telah dijalankan seperti adanya saluran pengumpul
lindi (lihat gambar) namun masih belum jelas mengarah kemana karena
belum ada IPAS (Instalasi Pengolahan Air Sampah) di sana, terdapat
jembatan timbang serta ruang administrasi, terdapat beberapa alat berat
guna operasional pengurugan sampah, ada beberapa zona yang telah
ditutup oleh tanah namun masih banyak yang belum dilapisi lapisan tanah
penutup. Di sisi lain, masih banyak aspek-aspek yang belum dijalankan di
TPST Sumur Batu jika dikatakan sebagai controlled landfill antara lain
belum adanya IPAS, tidak adanya tanggul drainase, jalan untuk truk
bermanuver dan unloading juga terbatas sekali, dan lain-lain yang belum
disebutkan di atas.
Seperti yang telah diketahui bahwa pada sistem landfill terkontrol,
tidak hanya itu melainkan pada semua sistem TPA, pasti akan
memproduksi gas metan akibat proses anaerob yang ada didalamnya. Gas
metan tersebut tergolong berbahaya bagi kesehatan, keselamatan pekerja
yang ada di wilayah TPST tersebut, serta menambah emisi gas metan
yang mana merupakan salah satu gas efek rumah kaca dalam kaitannya
dengan penyebab pemanasan global. Berkaitan dengan hal ini, Gikoko
menerakan sistem pengelolaan sampah yang dapat mengurangi sekaligus
memanfaatkan gas metan yang dihasilkan dari landfill.
TPST Sumur Batu memberlakukan sistem Clean Development
Mechanism (CDM) dengan cara LFG Flaring System yang berdasarkan
pada berlakunya Kyoto Protocol yang mewajibkan seluruh negara untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca di seluruh dunia. Mekanisme inti dari
sistem ini adalah pengubahan CH4 (gas metan) menjadi CO2.
Awalnya, telah ditanam pipa-pipa dan juga sumur-sumur pada
landfill yang berfungsi untuk menangkap dan menyalurkan gas metan
yang terbentuk ke dalam sistem LFG. Gas metan yang masuk kemudian
dialirkan menuju dua tempat yaitu masuk ke dalam LFG Gas Engine dan
ke dalam ruang pembakaran. Dalam LFG Gas Engine terdapat generator
yang akan diputar oleh gas metan dan menghasilkan tenaga listrik. Mesin
yang digunakan sendiri memiliki kapasitas sebesar 120 kPa. Listrik yang
dihasilkan kemudian digunakan untuk operasional instalasi pengolahan
seperti untuk memutar blower dan pompa pada awal sistem yang
berfungsi untuk menyedot gas metan dan juga mengalirkannya menuju
mesin dan juga operasional lain yang ada di TPST tersebut. Sementara
gas metan yang dialirkan menuju ruang pembakaran akan dibakar dan gas
yang dihasilkan dari proses tersebut akan dialirkan menuju cooling system
yang menggunakan air lalu akan dihasilkan CO 2 kemudian dilepaskan ke
udara ambien.
Jumlah sumur gas metan yang ada sekitar 35 unit dan saat
pengamatan instalasi sedang dalam maintenance karena sedang dalam
pembangunan sumur-sumur baru. Jumlah pekerja yang ada di instalasi
tersebut adalah 25 orang.
Dari proses ini, dapat dihasilkan listrik sebesar 15 kWh. Listrik
yang didapatkan ini belum dapat disalurkan pada masyarakat sekitar dan
hanya akan digunakan untuk menjalankan mesin penyedot gas dan
penerangan TPST itu sendiri (25%) dan untuk pembakaran aau flaring 75
%. Sistem pemanfaatan gas metan ini telah berlangsung sejak tahun 2007
di TPST Sumur Batu. Berikut skema proses pengolahan gas metan yang
ada di TPST Sumur Batu (lihat gambar).
Pengolahan Gas Metan

3. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberjalanan TPST Bantar
Gebang dan TPST Sumur Batu masih cukup jauh dari proses Sanitary Landfill
yang sebenarnya. Berikut beberapa saran yang diusulkan oleh kelompok kami
tentang kedua TPST tersebut:

a. Proses pengolahan sampah yang ada di TPST Bantar Gebang sudah


cukup lengkap dan baik hanya saja efisiensi dari keberjalanan proses
tersebut masih kurang. Pengolahan sampah yang dilakukan masih
hanya mencakup wilayah yang dekat dengan instalasi pengolahan baik
pengomposan, pengolahan plastik, IPAS, pengolahan gas metan, dan
lain-lain.

b. Untuk TPST Sumur Batu perlu ditambah pengolahan yang lebih


beragam seperti IPAS, proses pengomposan, dan lain-lain untuk
menuju Controlled Sanitary Landfill. Selain itu juga perlu optimasi
pengolahhan gas metan yang ada di landfill tersebut seperti
penambahan sumur dan juga pengoperasian gas machine yang lebih
sering dan efisien.

c. Adanya fasilitasi pengamanan pekerja saat bekerja seperti masker,


sarung tangan, dan lain-lain yang sesuai dengan standar kesehatan
lingkungan kerja. Karena pada kenyataannya banyak pekerja yang
tidak menggunakan APD (Alat Pengaman Diri) padahal banyak hal-hal
yang dapat menganggu kesehatan pekerja seperti banyaknya
debu/partikulat yang ada di lingkungan pekerja, pada pengolahan
plastik juga pekerja langsung terpapar panas, dan bahaya lingkungan
kerja lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Damanhuri, Enri dan Tri Padmi. Pengelolaan Persampahan. 2010. Bandung:


Penerbit ITB

Anda mungkin juga menyukai