Sanitary Landfill Ad/ : Suatu cara pembuangan sampah ketempat-tempat rendah dan ditutup
dengan tanah untuk memenuhi persyaratan – persyaratan sanitasi. Sampah diangkut dan dibuang
kesuatu tempat yang jauh dari pemukiman dengan ditimbun tanah lapis demi lapis, setelah lebih
dahulu sampah dan tanah tersebut dipadatkan.
Traktor yang dilengkapi Bucket dan Shovel. 1 buah untuk max 50.000 penduduk, dan
setiap penambahan 50.000 penduduk memerlukan penambahan sebuah traktor.
Tempat u/ beristirahat dan tempat u/ menyimpan peralatan, sekaligus sebagai kantor
lengkap dengan wc dan persediaan air.
Pemadam Kebakaran
Truk air dan pompa air
Tanda-tanda lalu lintas
Peralatan penyemprotan serangga dan insektisida
Pagar untuk mencegah sampah bertebaran.
Alat penimbang kendaraan dan sampah.
Kegagalan sanitary landfill
Pada Umumnya sanitary Landfill dipengaruhi oleh :
1. Musim
2. Frekueni pengambilan sampah (pemulung)
3. Terbatasnya alat dan biaya Kebakaran, kecelakaan dan t4 biological vector
2. Kerugian
Sanitary landfill yaitu menimbun sampah di tanah yang berlekuk untuk ditutup dengan
lapisan tanah. Penimbunan ini dilakukan secara berulang-ulang seperti kue lapis yang
terdiri atas penimbunan sampah yang ditutup tanah. Tanah yang semula berlekuk menjadi
rata oleh sanitary landfill sehingga harga tanahnya bisa naik berlipat-lipat karena bisa
dipakai untuk berbagai keperluan, seperti tempat sarana olahraga, tanaman hijau dan lain-
lain. Pengelolaan sampah pun tumbuh menjadi sentra keuntungan. Yang penting harus
dijaga agar sampah tidak merusak lingkungan, merembes dan mencemari air tanah.
Ini merupakan salah satu metode pengolahan sampah terkontrol dengan sistem sanitasi
yang baik. Sampah dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir), kemudian sampah
dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya ditutup tanah. Bila tempat pembuangan sudah
mencapai kapasitas maksimum dan setelah semua kegiatan operasi selesai maka lapisan
tanah terakhir adalah 2 ft (60 cm) atau lebih. Cara ini akan menghilangkan polusi udara.
Pada bagian dasar tempat tersebut dilengkapi system saluran leachate yang berfungsi
sebagai saluran limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang
ke sungai atau ke lingkungan. Di sanitary landfill tersebut juga dipasang pipa gas untuk
mengalirkan gas hasil aktivitas penguraian sampah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sanitary landfill, yaitu :
1. Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang
2. Memerlukan lahan yang luas
3. Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan dampak
lingkungan
4. Aspek social harus mendapat perhatian
5. Harus dipersiapkan instalasi drainase dan system pengumpulan gas
6. Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat
beracun)
7. Memerlukan pemantauan yang terus-menerus
Masalah- masalah lain yang mungkin dapat timbul akibat landfill yang tidak terkontrol
adalah sebagai berikut :
1. Lahan yang luas akan tertutup oleh sampah dan tidak dapat digunakan untuk tujuan
lain
2. Cairan yang dihasilkan akibat proses penguraian (leachate) dapat mencemari sumber
air
3. Sungai dan pipa air minum mungkin teracuni karena bereaksi dengan zat-zat atau
polutan sampah
4. Penyumbatan badan air
5. Merupakan tempat yang menarik bagi berbagai binatang (tikus, anjing liar)
6. Merupakan sumber dan tempat perkembangbiakan organisme penyebar penyakit
7. Gas yang dihasilkan dalam proses penguraian akan terperangkap di dalam tumpukan
sampah dapat menimbulkan ledakan jika mencapai kadar dan tekanan tertentu.
Sumber : Iskandar, Agus. 2006. Daur Ulang Sampah. Jakarta : Azka Press
Keuntungan dengan adanya metode sanitary landfill dalam pengelolaan sampah antara
lain :
1. Dimana tanah tersedia, sanitary landfill adalah yang paling ekonomis
2. Investasi modal relative lebih rendah dari cara yang lain
3. Sanitary landfill adalah tahap terakhir dibanding dengan insenerator dan komposting
dimana masih memerlukan tindak lanjut dari residunya.
4. Sanitary landfill bisa menerima segala macam bentuk sampah bisa dibuang kesana
dengan tanpa ada pemisahan tempat
Sedangkan kerugian menggunakan metode sanitary landfill antara lain :
1. Di daerah yang padat penduduk, tidak tersedia tanah yang masih terjangkau untuk
pengangkutan secara ekonomis
2. Harus dipelihara setiap hari, karena jika tidak akan menjadi open dumping
3. Akan menganggu penduduk yang bertempat tinggal di sekitarnya
4. Landfill yang telah sempurna akan tetap dan perlu pemeliharaan yang periodik
5. Perencanaan dan konstruksi khusus harus dibuat untuk penggunaan bangunan di atas
landfill
Dalam pemilihan tempat untuk sanitary landfill harus dipertimbangkan dalam hal luas
tanah yang diperlukan, pengaruh adanya pemanfaatan kembali, jarak pengangkutan dari
tempat penampungan sementara ke sanitary landfill, keadaan tanah dan topografi,
keadaan iklim, keadaan air permukaan tanah, geologi dan hidrologi, keadaan lingkungan,
dan pemakaian akhir, misal bekas tanah sanitary landfill akan dimanfaatkan untuk
keperluan tertentu.
Berbagai metode sanitary landfill :
a. Area methods
b. Trench methods
c. Depression methods
Alat-alat perlengkapan :
a. Crawler tractor
b. Bulldozer
c. Bull clam
d. Frant and loader
e. Truk pengangkut
f. Sekop dan alat-alat ringan yang lain
Pembahasan
Dari data mengenai sanitary landfill di atas, terdapat kesamaan antara materi yang telah
didapat sebelumnya dengan materi baru yang didapat melalui browsing atau referensi
yang lain. Kesamaan materi mengenai pengertian sanitary landfill, berbagai metode
sanitary landfill, pemanfaatan sanitary landfill, dan lain-lain.
Perbedaannya ada pada nama metode sanitary landfill yang ketiga, sumber dari buku
menyebut “depression method”, sedangkan materi sebelumnya dikatakan “metode ramp”.
Dari referensi, didapatkan materi dan pengetahuan baru mengenai berbagai aspek yang
perlu dipertimbangkan dalam sanitary landfill, seperti dalam hal pemilihan tempat, lalu
berbagai perlengkapan untuk sanitary landfill yang terdiri dari alat berat dan ringan, serta
masalah – masalah yang akan timbul akibat dari landfill yang tidak terkontrol. Pada
referensi dari buku disebutkan alat-alat seperti bulldozer, bull clam, frant and loader, dan
sekop.
Pada pemanfaatan dari sanitary landfill, dari materi yang telah diberikan sebelumnya
dikatakan bahwa di atas tanah sanitary landfill dapat dimanfaatkan untuk perumahan,
penghijauan, dan lain-lain. Pada referensi yang didapat bahwa bila tidak terjadi masalah
pada sanitary landfill maka di atasnya bisa dibangun gedung atau bangunan lain namun
tetap harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan dengan perencanaan serta
konstruksi khusus. Apabila landfill tidak terkontrol maka akan membahayakan bagi
masyarakat maupun lingkungan di sekitarnya.
Penyingkiran limbah ke dalam tanah (land disposal) merupakan cara yang paling sering dijumpai
dalam pengelolaan limbah. Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah dengan pengurugan atau
penimbunan dikenal sebagai landfilling, yang diterapkan mula -mula pada sampah kota. Cara ini
dikenal sejak awal tahun 1900-an, dengan nama yang dikenal sebagai sanitary landfill , karena
aplikasinya memperhatikan aspek sanitasi lingkungan.
Metode pengurugan sampah ke dalam tanah, dengan menyebarkan sampah secara lapis – per-
lapis pada sebuah site (lahan) yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pemadatan dengan alat
berat, dan pada akhir hari operasi, urugan sampah tersebut kemudian ditutup dengan tanah
penutup.
Metode tersebut dikembangkan dari aplikasi praktis dalam peyelesaian masalah sampah yang
dikenal sebagai open dumping. Open dumping tidak mengikuti tata cara yang sistematis serta
tidak memperhatikan dampak pada kesehatan. Metode sanitary landfill kemudian berkembang
dengan memperhatikan juga aspek pencemaran lingkungan lainnya, serta percepatan degradasi
dan sebagainya, sehingga terminologi sanitary landfill sebetulnya sudah kurang relevan untuk
digunakan.
Pengurangan limbah di sumber, daur-ulang, atau minimasi limbah, tidak dapat menyingkirkan
limbah semuanya
Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut
Kadangkala sebuah limbah sulit untuk diuraikan secara biologis, atau sulit untuk dibakar, atau
sulit untuk diolah secara kimia
Metode landfilling saat ini digunakan bukan hanya untuk menangani sampah kota. Beberpa hal
yang perlu dicatat adalah:
Banyak digunakan untuk menyingkirkan sampah, karena murah, mudah dan luwes.
Digunakan pula untuk menyingkirkan limbah industri, seperti sludge (lumpur) dari pengolahan
limbah cair, termasuk limbah berbahaya.
Bukan pemecahan masalah limbah yang baik. Dapat mendatangkan pencemaran lingkungan,
terutama dari lindi (leachate) yang mencemari air tanah.
Untuk mengurangi dampak negatif dibutuhkan pemilihan lokasi yang tepat, penyiapan
prasarana yang baik dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai, dan dengan pengoperasian
yang baik pula.
Perkembangan Landfill
Berikut ini adalah uraian tentang perkembangan landfilling mulai dari awal keberadaannya
sebagai sarana penanganan sampah kota:
Mengisi lembah:
Pada awalnya landfilling sampah dilaksanakan pada lahan yang tidak produktif, misalnya bekas
pertambangan, mengisi cekungan-cekungan (lihat Gambar 1). Cara ini dikenal dengan metode
pit ataucanyon atau quarry. Dengan demikian terjadi reklamasi lahan, sehingga lahan tersebut
menjadi baik kembali.
Mengupas site:
Dengan terbatasnya site yang sesuai , maka dilakukan pengupasan site sampai kedalaman
tertentu (lihat Gambar 2). Dikenal sebagai metode slope (ramp). Perlu diperhatikan:
Dengan demikian akan diperoleh tanah untuk bahan penutup. Kadangkala pengupasan site tidak
dilakukan sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap. Terbentu k parit-parit tempat pengurugan
sampah (lihat Gambar 3 di bawah). Cara ini dikenal sebagai metode parit (trench)
Menimbun sampah:
Untuk daerah yang datar, dengan muka air tanah tinggi, sulit untuk mengupas site. Maka cara
yang dilakukan adalah menimbun sampah di atas area tersebut (lihat Gambar 4). Cara ini
dikenal sebagai metode area.
Gambar 4. Landfilling dengan menimbun ke atas (Damanhuri, 2008)
Jenis Landfill
Dilihat dari bagaimana sampah ditangani sebelum diurug, maka dikenal beberapa jenis aplikasi
ini, yaitu :
Sampah dipotong dengan mesin pemotong 50-80 mm sehingga menjadi lebih homogen, lebih
padat (0,8 –1,0 ton/m3), dapat ditimbun lebih tebal (> 1,5 M)
Dapat digunakan sebagai pengomposan (aerobik) in-situ dengan ketingian sel-sel 50 cm,
sehingga memungkinkan proses aerobik yang menghasilkan panas sehingga dapat menghindari
lalat
Binatang pengerat (tikus dsb) berkurang karena rongga dalam timbunan berkurang /
dihilangkan, dan timbunan lebih padat
Bila tidak ada masalah bau, maka tidak perlu tanah penutup
Degradasi (pembusukan) lebih cepat sehingga stabilitas lebih cepat
Butuh alat pemotong sehingga biaya menjadi mahal
Landfill tradisional:
Banyak digunakan untuk lahan-urug yang besar dengan dozer khusus yang bisa memadatkan
sampah pada ketebalan 30 – 50 cm, dan dicapai densitas timbunan 0,8 – 1,0 ton/m3
Proses yang terjadi menjadi anaerob
Karena densitas tinggi, serangga dan tikus sulit bersarang
Keuntungan dibanding lahana-urug tradisional adalah tanah penutup menjadi berkurang, truk
mudah berlalu lalang dan masa layan lebih lama
Biaya operasi menjadi meningkat
Dilihat dari kondisi topografi site, maka literatur USA membagi landfill dalam beberapa
kelompok (lihat Gambar-gambar 1 sampai 4), yaitu :
Metode area:
Metode slope/ramp:
Site yang ada digali, sampah ditebarkan dalam galian, dipadatkan dan ditutup harian
Digunakan bila airtanah cukup rendah sehingga zone non-aerasi di bawah landfill cukup tinggi (>
1,5 m)
Digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang
Operasi selanjutnya seperti metode area
Metode pit/canyon/quarry:
Seperti halnya pengomposan, maka pada dasarnya landfilling adalah pengomposan dalam
reaktor yang luas. Oleh karenanya terdapat kemungkinan pembusukan sampah secara aerobik
maupun secara anaerobik. Berikut ini adalah penjelasan lanjut tentang hal tersebut:
Landfill anaerobik:
Landfill yang banyak dikenal saat ini, khususnya di Indonesia. Timbunan sampah dilakukan lapis
perlapis tanpa memperhatikan ketersediaan oksigen di dalam timbunan.
Kondisi anaerob menghasilkan gas metan (gas bakar). Dihasilkan pula uap-uap asam – asa m
organik, dan H2S yang menyebabkan jenis landfill ini berbau bila tidak ditutup tanah.
Karena kondisinya anaerob, stabilitas sampah tidak cepat tercapai, dan dihasilkan lindi
(leachate) dengan konsentrasi tinggi
Dihindari tergenangnya leachate dalam timbunan, melalui drainase leachate dan ventilasi gasbio
yang baik
Tanah penutup tidak terlalu kedap
Gambar 8. Landfill semi-aerobik
Landfill aerobik:
Mengupayakan agar timbunan sampah tetap mendapat oksigen. Dengan demikian proses
pembusukan lebih cepat, seperti halnya pengomposan biasa.
Leachate yang dihasilkan relatif lebih baik dibanding landfill anaerob. Juga bau akan banyak
berkurang. Disamping itu, tidak dibutuhkan penutup tanah harian.
Pencapaian kondisi aerobik dapat dilakukan dengan pendekatan :
o lapisan sampah dibiarkan beberapa hari berkontak dengan oksigen, sebelum diatasnya
dilapis sampah lain. Bila perlu dilakukan pembalikan pada lapisan sampah tersebut.
Dibutuhkan area yang luas.
o cara lain adalah memasukkan udara ke dalam timbunan secara sistematis, sehingga
proses pembusukan berjalan secara aerob.
Di Perancis misalnya, hubungan karakter permeabilitas site dengan limbah dijadikan dasar
pembagian landfill.
Di beberapa negara maju, pembagian landfill saat in i dilakukan berdasarkan jenis limbah yang
akan diurug, seperti:
Peraturan Bapedal – Indonesia tentang landfill (untuk limbah B3) membagi katagori landfill
limbah B3 menjadi 3 jenis, yaitu:
Landfill katagori I : Landfill dengan liner ganda dari geomembran HDPE, digunakan untuk limbah
yang dinilai sangat berbahaya
Landfill katagori II : seperti katagori I, namun dengan liner geomembran tunggal.
Landfill katagori III : untuk limbah B3 yang dianggap tidak begitu berbahaya. Liner yang
digunakan adalah clay dengan nilai permeabilitas lebih kecil dari 10–7 cm/detik. Landfill jenis ini
identik dengan landfill sampah kota (sanitary landfill) yang baik.
Di Jepang, landfill sampah kota dibagi berdarkan aplikasi tanah penutup, yang menjadi
keharusan dari sanitary landfill standar, serta penanggulangan leachate. Pembagian tersebut
adalah sebagai berikut:
.Controlled tipping:
o Peningkatan dari open dumping.
o Calon lahan telah dipilih dan disiapkan secara baik.
o Aplikasi tanah penutup tidak dilakukan setiap hari
o Konsep ini banyak dianjurkan di Indonesia, dikenal sebagai controlled landfill
Sanitary landfill with a bund and dailiy cover soil:
o Peningkatan controlled tipping.
o Lahan penimbunan dibagi menjadi berbagai area, yang dibatasi oleh tanggul ataupun
parit.
o Penutupan timbunan sampah dilakukan setiap hari, sehingga masalah bau, asap dan
lalat dapat dikurangi.
Sanitary landfill with leachate recirculation:
o Masalah lindi (leachate) sudah diperhatikan.
o Terdapat sarana untuk mengalirkan lindi dari dasar landfill ke penampungan (kolam)
o Lindi kemudian dikembalikan ke timbunan sampah melalui ventilasi biogas tegak atau
langsung ke timbunan sampah.
Sanitary landfill with leachate treatment:
o Lindi dikumpulkan melalui sistem pengumpul
o Kemudian diolah secara lengkap seperti layaknya limbah cair
o Pengolahan yang diterapkan bisa secara biologi maupun secara kimia.
Pengembangan Landfill
Pengembangan landfill mencakup berbagai langkah aktivitas, baik yang bersifat teknis, maupun
yang sifatnya non-teknis, seperti kesesuaian dengan regulasi terkait. Perencanaan yang
mengutamakan kehati-hatian oleh pengelola atau calon pengelola sangat penting dikedepankan.
Disamping permasalahan sosial dan lingkungan yang selalu menyertai aplikasi landfill,
pengembangan landfill membutuhkan investasi dana untuk periode waktu yang cukup lama.
Elemen biaya yang harus menjadi pertimbangan adalah :
Penentuan site, desain, analisis dampak lingkungan dan tahap konstruksi, paling tidak
dibutuhkan waktu 2 tahun
Operasi, monitoring, dan administrasi : sesuai umur landfill
Aktivitas penutupan : 1 sampai 2 tahun
Monitoring dan pemeliharaan pasca-operasi : tergantung regulasi yang berlaku di sebuah
negara. Di Indonesia belum ada pengaturan untuk landfill sampah kota, tetapi paling tidak
diperlukan monitoring selama 5 tahun. Untuk landfill limbah B3, regulasi di Indonesia
mensyaratkan 30 tahun
Kegiatan remediasi : perlu dilakukan untuk me nyehatkan kembali site atau air tanah yang
tercemar.
Terdapat beberapa langkah yang dibutuhkan, yang dapat dikelompokkan menjadi 4 fase, yaitu:
Fase-1 : penentuan site merupakan fase tahapan studi kelayakan, yang terdiri dari langkah-1
sampai langkah-6, yaitu :
o Langkah-1 : estimasi volume landfill yang dibutuhkan
o Langkah-2 : investigasi dan pemilihan calon site
o Langkah-3 : penentuan regulasi yang terkait
o Langkah-4 : penilaian opsi landfill sebagai sumber enersi dan recoveri bahan Langkah-5 :
pertimbangan penggunaan site pasca operasi
o Langkah-6 : penentuan kecocokan site
Fase-2 : tahap desain dan analisis dampak lingkungan berdasarkan rancangan aktivitas, terdiri
dari langkah-7 sampai langkah 12
o Langkah-7 : desain area pengurugan dan pengembangan
o Langkah-8 : pengembangan rencana pengelolaan lindi
o Langkah-9 : pengembangan rencana monitoring lingkungan
o Langkah-10 : pengembangan rencana pengelolaan gas
o Langkah-11 : penyiapan spesifikasi tanah penutup
o Langkah-12 : penyiapan panduan pengoperasian
o Langkah-13 :analisa dampak lingkungan
oFase-3 : tahapan pengoperasian, terdiri dari langkah-14 sampai langkah-15
o Langkah-14 : kajian finansial untuk rencana pengoperasian, jaminan penutupan dan
pasca operasi
o Langkah-15 : pengoperasian landfill dan monitoring aktivitas
Fase-4 : tahapan pasca-operasi yang terdiri dari langkah-16 sampai langkah-17
o Langkah-16 : Penutupan landfill
o Langkah-17 : Pemantauan pasca operasi
Dapat berasal dari data terakhir (tapi mutahir paling tidak 3 tahun sebelumnya) suatu studi
terdahulu yang dilakukan secara sistematis selama 8 hari ber-turut, data tersebut dikontrol
dengan melakukan pengukuran lapangan sendiri paling tidak 1 hari
Bila data tersebut tidak tersedia, maka dibutuhkan pengukuran langsung di lapangan selama
paling tidak 5 hari ber-turut turut
Beberapa data tambahan untuk landfill limbah industri adalah tentang pengelolaan limbah secara
umum, khususnya yang terkait dg limbah yg akan ditangani, seperti:
Timbulan (generation) dan karakteristik limbah, khususnya terkait dengan masalah leaching.
Biasanya dilakukan uji laboratorium tehadap karakter fisik dan kimia. Juga dilakukan uji
solidifikasi andaikata nanti dibutuhkan proses S/S sebelum landfilling
Sarana dan prasaran penanganan limbah tsb saat ini
Teknik operasional yang selama ini digunakan
Teknik pengolahan sampah selama ini dan saat ini : data primer selengkap mungkin
Data landfilling di TPA eksisting : data primer hasil observasi nyata (langsung) di lapangan sangat
diperlukan agar mahasiswa memahami permasalahannya, sedang data studi terdahulu serta
data sekunder lainnya sebagai pendukung. Informasi yang perlu diketahui adalah :
o sejarah, situasi lokasi lengkap dengan petanya, dsb
o data hidrogelogi dan hidrologi terdahulu
o data sampah yang masuk : data primer selama 8 hari berturu-turut, termasuk frekuensi
dan pola tibanya truk di TPA
o karakteristik dan komposisi sampah di TPA: data primer, minimum satu kali
o tata cara pengoperasian : observasi secara tekun di lapangan
o sarana dan prasarana : observasi kondisi, tata cara pengoperasian yang ada
o data petugas, kualifikasi dan pembagian tugasnya
o data alat berat yang tersedia : kondisi, jam kerja, penggunaan bahan bakar dan oli, dan
beban kerjanya
o sarana pengendalian pencemaran yang pernah ada, dan yg sekarang masih ada :
evaluasi secara teliti kinerjanya, dan lakukan sampling serta analisa di lab (misalnya
lindinya)
o aktivitas pemulungan sampah di TPA
Data site:
Data site ini merupakan data utama, dengan catatan dapat berasal dari studi terdahulu yang dapat
dipertanggung jawabkan, dan memang merupakan studi di titik (lokasi) tersebut. Beberapa data
harus dikaji (diobservasi) ulang untuk mendukung perancangan nanti, yang antara lain
mencakup:
Pengukurat topografi:
o Peta situasi/kontur dengan level 0,5 m (minimum), disertai profil memanjang, melintang
khususnya rencana jalan akses
o Situasi bangunan-2 yg ada,
o Situasi jalan eksisting,
o Situasi mata air/badan air lain
o Situasi tanaman/pohon
Data hidrogeologi:
o Bila tersedia : data geolistrik
o Data dari hasil bor tangan dan atau bor mesin tentang jenis tanah/batuan, sifat-sifat
fisik, kedalaman, posisi muka air tanah.
o Data laboratorium analisa tanah dari hasil bor log di atas, menyangkut informasi akurat
tentang : gradasi butiran, indeks plastisitas, bulk density, kadar air, porositas,
permeabilitas, jenis mineral, kapasitas sorpsi (KTK).
o Data hidrologi dan kualitas air :
lokasi badan air dan sumber air
arah aliran : dapat diperoleh dengan melakukan observasi sumur-sumur
penduduk
melakukan sampling air di hulu dan hilir rencana, dan analisa kualitas airnya di
lab
Data klimat dari stasiun meteorologi terdekat : data curah hujan lengkap selama
paling tidak 10 tahun terakhir, arah angin, potensi evaporasi dsb
Bila tersedia : data hasil sondir untuk kebutuhan struktur bangunan. Kalau
mungkin geolistrik : untuk menduga akuifer di bawah. Untuk area 1 Ha
dibutuhkan sekitar 4 titik