Anda di halaman 1dari 8

Incineration

Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi


pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar
90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari
sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah
dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses
insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki
beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat
dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan
lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value)
limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya
proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat
diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk
membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open
pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kilnmempunyai kelebihan karena alat
tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.

LANDFILL

Landfill merupakan salah satu cara saat ini yang dimiliki manusia untuk menyingkirkan limbahnya
karena relatif murah, dan mudah menerima limbah. Walaupun cara ini mempunyai banyak resiko
terutama akibat kemungkinan pencemaran air tanah, tetapi sampai saat ini landfilling akan tetap
merupakan bagian yang sulit untuk dihilangkan dalam pengelolaan limbah karena alasan-alasan
sebagai berikut :

• Teknologi pengelolaan limbah seperti reduksi di sumber, daur ulang, daur pakai atau
minimalisasi limbah, tidak dapat menyingkirkan limbah secara menyeluruh;

• Tidak semua limbah mempunyai nilai ekonomis untuk didaur ulang;

• Teknologi pengelolaan limbah seperti insinerator atau pengolahan secara biologis atau kimia tetap
menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut;

• Kadangkala sebuah limbah sulit untuk diuraikan secara biologis, atau sulit untuk dibakar, atau sulit
untuk diolah secara kimia;

• Timbulan limbah tidak dapat direduksi sampai tidak ada sama sekali.
Pada awalnya metoda landfilling diterapkan dengan tujuan ganda, yakni untuk pembuangan limbah
padat sekaligus untuk pendayagunaan lahan terlantar yang tidak bermanfaat. Lambat laun,
penggunaan landfill dalam sistem pengelolaan persampahan telah diterapkan secara luas di
berbagai negara, hal ini terutama disebabkan penggunaan landfill memberikan pertimbangan yang
cukup menguntungkan dari segi ekonomi dan dari segi lingkungan proses pengontrolan
kemungkinan pencemaran dapat dilakukan secara optimal. Seiring dengan berjalannya waktu,
berbagai data tentang dampak jangka pendek maupun jangka panjang penggunaan landfill mulai
diperoleh dan menghasilkan suatu kesimpulan yang melahirkan kesadaran semua pihak
bahwa landfill tidak akan lagi dapat berfungsi sebagai metoda reklamasi atau perbaikan lahan
apabila pemakaiannya tidak memenuhi suatu kriteria ketat dalam hal pemilihan lokasi, perancangan,
konstruksi dan operasional.

Klasifikasi landfill berdasarkan jenis perlakuan terhadap sampahnya :

a. Landfill sampah tercampur

Merupakan jenis landfill yang paling banyak ditemukan di Indonesia maupun di negara lain.
Digunakan untuk menampung segala jenis sampah yang ada dalam timbulan sampah perkotaan
maupun lumpur instalasi pengolahan air limbah berbagai industri yang telah dikeringkan sehingga
kadar solidnya menjadi 51 % atau lebih. Material penutup intermediat dan penutup akhir diambil
dari tanah galian landfill.

b. Landfill sampah yang telah mengalami pengolahan

Sampah yang telah dipotong atau digiling dapat memperkecil ruang pemakaian landfill hingga
35 % dibandingkan sampah yang tidak diolah. Sampah olahan dapat dipadatkan membentuk suatu
permukaan yang lebih seragam dan rapat. Keuntungan lain yaitu sampah yang telah dipotong dapat
pula dimanfaatkan untuk memproduksi kompos yang dapat dipakai sebagai material
penutup intermediet. Kelemahan dari metoda ini adalah dibutuhkannya fasilitas pemotongan
(shredding) dan perlunya untuk mengoperasikan suatu bagian konvensional landfill yang akan
menampung sampah-sampah yang sulit dipotong. Metoda ini sangat cocok untuk daerah dengan
curah hujan sangat rendah atau musiman.

c. Landfill sampah tertentu

Dikenal juga dengan istilah monofill, dimana abu hasil pembakaran, asbestos, dan limbah lain yang
sejenis (designated waste) umumnya ditempatkan di monofill untuk mengisolasinya dari
material-material sampah yang diletakkan di landfill sampah tercampur.

d. Jenis landfill lainnya

• Landfill yang didesain untuk memaksimalkan produksi gas

Landfill jenis ini perlu dirancang khusus apabila kuantitas gas landfill yang dihasilkan dekomposisi
anaerobic material sampah akan dimaksimalkan. Cara-cara yang umum dilakukan diantaranya
penggunaan barisan sel secara individu dengan kedalaman yang cukup tanpa menggunakan lapisan
penutup intermediat dan lindi akan direcycle untuk meningkatkan proses dekomposisi. Kelemahan
dari sistem ini adalah diperlukannya operasional tambahan dimana timbulan lindi yang berlebihan
harus dibuang.

• Landfill sebagai unit pengolahan terintegrasi

Metoda operasi yang diterapkan antara lain pemisahan sampah organik dan meletakkannya di
landfill terpisah sehingga laju biodegradasi dapat meningkat seiring dengan pertambahan kadar air
sampah, baik hasil dari recycle lindi maupun melalui seeding dengan lumpur instalasi pengolahan
air limbah yang telah digesti. Material terurai akan digali dan digunakan sebagai material penutup
untuk area landfill baru, sel-sel yang digali selanjutnya diisi dengan sampah baru.

• Landfill di daerah basah

Pada metoda ini area landfill dibagi menjadi sel-sel baru atau beberapa lagoon dan dilakukan
penjadwalan operasi pengisian sehingga 1 sel individu atau lagoon akan terisi masing-masing 1
tahun. Seringkali sampah diletakkan langsung di atas air. Alternatif lain, material pengisi bersih
ditambahkan sehingga mencapai atau sedikit diatas muka air sebelum operasi pengisian landfill
dimulai. Untuk meningkatkan stabilitas struktural, dibangun tanggul dari material sampah yang
membagi sel atau lagoon sebagai penambahan terhadap material pengisi bersih. Untuk mencegah
pergerakan lindi dan gas dari sel atau lagoon yang telah penuh maka digunakan tanah liat dan
lapisan baja ringan atau lapisan kayu.

Berdasarkan kondisi lokasi yang ada, metoda landfill dibagi menjadi :

1. Metoda Area

• Dapat diterapkan pada lokasi yang relatif datar;

• Sampah disebarkan dan dipadatkan diatas tanah yang akan ditimbun;

• Sampah membentuk sel-sel sampah yang saling dibatasi oleh tanah penutup;

• Setelah pengurugan sampah selesai akan membentuk slope.

2. Metoda Slope/Ramp

• Sebagian tanah digali;

• Sampah kemudian diurug ke dalam galian;

• Tanah penutup diambil dari tanah galian

• Setelah lapisan pertama selesai, operasi selanjutnya seperti metoda area.

3. Metoda Parit/Trench

• Dapat digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang;

• Site yang ada digali, sampah disebarkan didalam galian, dipadatkan dan ditutup setiap hari setelah
operasi selesai;

• Tanah yang digali dapat digunakan untuk tanah penutup;

• Digunakan bila air tanah cukup rendah sehingga zone non aerasi di bawah landfill cukup tinggi (>
1,5 m);

• Ukuran parit biasanya panjang 30 – 60 m, lebar 5 – 15 m dan kedalaman 1-3 m;

• Slope 1,5 : 1 sampai 2 : 1;

• Operasi selanjutnya seperti metoda area.


4. Metoda Pit/Canyon

• Diterapkan untuk jurang atau ngarai;

• Pengurugan sampah dimulai dari dasar;

• Penempatan sampah sesuai dengan topografi

• Tanah penutup dapat diambil dari dinding ngarai atau dasarnya;

• Penyebaran dan pemadatan sampah seperti metoda area

Penanganan yang dilakukan terhadap sampah di landfill juga bervariasi antara lain :

1. Penanganan sampah sebelum di landfilling

 Sampah tanpa pemotongan, sampah yang ada langsung diurug tanpa dilakukan proses pemotongan.

 Sampah dengan pemotongan/shredding.

- Biasanya sampah dipotong antara 50 – 80 mm.

- Sampah menjadi lebih homogen, lebih padat dan dapat ditimbun lebih tebal.

- Dapat digunakan sebagai pengomposan di landfill khususnya untuk sampah-sampah organic.


Binatang pengerat seperti tikus dapat dikurangi karena rongga-rongga dalam timbunan dihilangkan
dan sampah menjadi lebih padat.

- Densitas bisa mencapai 0,8 – 1 ton/m3.

- Memungkinkan proses aerobik yang menghasilkan panas sehingga dapat menghindari lalat.

- Bila tidak ada masalah bau maka tidak perlu tanah penutup

- Untuk sampah organik fermentasi lebih cepat sehingga stabilitas juga lebih cepat.

- Membutuhkan alat pemotong yang mengakibatkan biaya menjadi mahal.

 Sampah dengan pemadatan/baling.

- Sampah dipadatkan dengan mesin pemadat sehingga kepadatan mencapai 1 ton/m3.

- Transportasi lebih murah karena sampah lebih padat dan berbentuk praktis.

- Pengurugan di lapangan lebih mudah.

- Pengaturan sel lebih mudah dan sistematis, misalnya setiap ketinggian 3 m diaplikasikan tanah
penutup 10 cm.

- Butuh investasi alat/mesin dan biaya yang mahal.

- Dihasilkan air lindi hasil pemadatan yang perlu mendapat perhatian.

2. Penanganan sampah di lokasi landfill.


 Secara tradisional.

- Sampah diletakkan lapis perlapis (0,5 – 0,6 m) sampai ketinggian sekitar 1,2 – 1,5 m.

- Urugan sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan ketelitian operasi alat berat.

- Kepadatan sampah mencapai kepadatan 0,6 – 0,8 m ton/m3.

- Membutuhkan penutup harian 10 – 30 cm paling tidak dalam waktu 48 jam.

- Lapisan teratas bersifat aerobik.

- Bagian-bagian sampah yang besar diletakkan di bawah agar tidak terjadi rongga.

- Tanah penutup harus cukup homogen agar cukup permeabel.

 Dengan alat berat pemadat (compactor)

- Banyak digunakan untuk lahan yang besar.

- Proses yang terjadi menjadi anaerob.

- Karena densitas yang tinggi, serangga dan tikus sulit bersarang.

- Keuntungannya dibandingkan dengan lahan urug tradisional adalah tanah penutup lebih sedikit,
truk mudah berlalu lalang dan masa layan yang lebih lama.

- Kerugiannya biaya operasi menjadi meningkat.

Dilihat dari cara penanganan lindi, terdapat 4 jenis landfill yaitu :

• Controlled landfill.

Lokasi landfill telah dipilih dan dipersiapkan dengan baik, namun aplikasi tanah penutup tidak
dilakukan setiap hari.

• Sanitary landfill dengan tanah penutup harian.

Peningkatan dari controlled landfill, lahan penimbunan dibagi atas beberapa area yang dibatasi oleh
tanggul/parit. Penutupan timbunan tanah dilakukan setiap hari sehingga masalah bau, asap dan lalat
dapat dikurangi.

• Sanitary landfill dengan sirkulasi lindi.

Masalah lindi sudah diperhatikan, dibutuhkan sarana untuk mengalirkan lindi dari dasar landfill ke
penampungan, biasanya kolam yang diaerasi. Lindi kemudian dikembalikan ke timbunan sampah
melalui ventilasi biogas tegak atau langsung ke timbunan sampah.

• Sanitary landfill dengan pengolahan lindi.

Lindi yang dikumpulkan melalui sistem pengumpul lindi kemudian diolah secara lengkap seperti
layaknya limbah cair, pengolahan yang diterapkan biasanya secara kimia dan biologi.

Berdasarkan ketersediaan oksigen dalam timbunan Landfill terbagi atas:


• Anaerobic landfill

 Merupakan landfill yang banyak dikenal saat ini;

 Timbunan sampahnya berlapis-lapis;

 Menghasilkan lebih banyak gas CH4, H2S yang menimbulkan bau;

 Stabilitas sampah tidak tercapai;

 Konsentrasi lindi tinggi.

• Semi-aerobic landfill

 Dapat menghindari genangan lindi dalam timbunan;

 Tanah penutup hariannya tidak kedap udara;

 Kandungan air sampahnya rendah;

 Udara disuplai ke timbunan sampah melalui saluran pengumpul lindi.

• Aerobic landfill

 Terdapat pipa penyuplai udara pada saluran pengumpul lindi dan pada timbunan sampah;

 Dilakukannya pembalikan sampah;

 Proses pembusukan sampah lebih cepat;

 Kualitas lindi lebih baik daripada anaerobic landfill;

 Bau berkurang;

 Tidak perlu penutup harian.

Kelebihan dan kekurangan landfill :

Kelebihan :

1. Proses pengolahan limbah membutuhkan waktu yang lebih cepat

2. Operasionalnya mudah

Kelemahan :

1. Biaya operasional dan pemeliharaan besar

2. Butuh operator yang terampil

3. Menimbulkan permasalahan baru di lingkungan (misal ; pembuangan sampah secara


landfill menyebabkan pencemaran tanah,dll)
4. Menggunka bahan kimia yang mungkin akan merusak lingkungan

C. PEMBAKARAN/INCENERATOR

Salah satu upaya untuk mengurangi jumlah sampah adalah dengan membakarnya. Cara ini dirasa
lebih mudah,tetapi jika dilakukan secara asal-asalan akan sanga berbahaya bagi
kesehatan.Pembakaran sampah yang ideal adalah jika api panas dan oksigen disuplai dengan jumlah
yang cukup. Tetapi pada umumnya sebelum membakar sampah, sampah dikmpulkan dan ditumpuk
menjadi satu. Sehingga saat dibakar hanya sampah yang berada di permukaan yang mendapat cukup
oksigen untuk menghasilkan CO2. Sementara dibagian dalamnya yang kekurangan O2 akan
mghasilkan CO. Satu ton sampah diperkirakan dapat menghasilkan 3 kg CO. CO merupakan gas
yang dapat membunuh secara massal.

Di samping itu sampah organk yang biasanya lembab,mengakibatkan partikel-partikel yang idak
terbakar beterbangan dan bereaksi menghasilkan hidrokarbon berbahaya. Sebagian partikel akan
terhisap masuk paru-paru karena mekanisme penyaringan dalam hidung kita tidak mampu
menyaringnya.

Untuk mengurangi pencemaran akibat pembakaran sampah/insenerator, dapat


menggunakanteknologi pembakar sampah “ pilot project ” skala kecil atau sedang yang telah
diproduksi di Indonesia.

Teknologi incinerator ini adalah salah satu alat pemusnah sampah yang dilakukan pembakaran pada
suhu tinggi, dan secara terpadu dapat aman bagi lingkungan sehingga pengoperasian nya pun
mudah dan aman, karena keluaran emisi yang dihasilkan berwawasan lingkungan dan dapat
memenuhi persyaratan dari Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan Kep.Men LH No.13/
MENLH/3/1995.

Keuntungan dan kerugian incinerator mini serta solusinya

No. Keuntungan Kekurangan Solusi

1. Instalasi sangat kompak Memerlukan temperatur  Diperlukan kesiapan Pengelola


tinggi 8000 –1.1000 C, DKP yang bertanggung jawab
Pemasangan ditempatkan pada diperlukan energi awal
tingkat Komplek perumahan, (minyak/ listrik)
pertokoan, Mal, pasar, pabrik/
kawasan industri, Rumah Sakit, Kesiapan SDM (alih
taman rekreasi, GOR, dll. teknologi

2. Ukuran alat/ unit relatif kecil dan  Perlu pemeliharaan rutin


Bahan terbuat dari plat baja
sedang, tidak memerlukan lahan (mudah karat)
luas  Dilakukan training kepada
Perlu sosialisasi kepada petugas, dan sosialisasi
Mudah dalam (petugas, masyarakat),
pemasangan,operasional dan merubah budaya.
pemeliharaan.
Terbatas pada kapasitas
Mengurangi kebutuhan angkutan sampah yang dibakar
berat

3. Volume dan berat sampah Kontrol/  Oleh BPLHD/


monitoring Lingkungan
berkurang hingga 95 % operasional Hidup (berkala)

Emisi gas buang terkendali  Kesiapan angkutan


Terdapat gas monoksida
(CO)
Energi gas buang dapat di  Pengaturan pemulung
manfaatkan sebgai sumber panas Perlu pengangkutan sisa
pembakaran/ abu
Residu abu dapat dimanfaatkan (kontinyu)
sebagai batako(nilai ekomonis)
Diperlukan pemilahan
Meminimalkan pencemaran udara, sampah
tanah dan air

Kelebihan dan kekurangan dari pembakaran/insenerator

Kelebihan :

 Dapat memusnahkan banyak materi yang mengandung karbon dan patogen

 Reduksi volume mencapai 80-90%

 Hasil pengolahan tidak dikenali sebagai bentuk aslinya

 Panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan uap

Kekurangan :

 Emisi udaranya menghasilkan bahan pencemar, terutama dioksin dan fluran yang oleh WHO
dinyatakan karsinogenik

 Perlu tenaga operator yang terampil

 Resiko tinggi terhadap operator karena panas dan potensii kebakaran

 Sulit menguji patogen secara rutin

 Fly-ash dari incinerator termasuk kategori limbah berbahaya

Anda mungkin juga menyukai