Anda di halaman 1dari 12

PENGELLAAN SAMPAH TL-3104

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN


TPST BANTAR GEBANG DAN TPA SUMUR BATU BEKASI

Disusun oleh :

Nama : Nina Mulyani


NIM : 15311022
Tanggal Kunjungan Lapangan : 22 November 2013
Tanggal Pengumpulan Laporan : 28 November 2013

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013

1. TPST BANTAR GEBANG

1.1 Kondisi Eksisting TPST Bantar Gebang

TPST Bantar Gebang berdiri pada tahun 1989, dan pada tahun itu merupakan salah satu
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) terbesar di Indonesia. TPST Bantar Gebang terletak di daerah
Bantar Gebang, Bekasi, Jawa barat. Pada awalnya, sistem pengolahan yang dilakukan pada
1
TPST bantar Gebang adalah sistem open dumping, namun sejak tahun 2008 TPA Bantar Gebang
dikelola oleh PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia dan namanya pun
diubah menjadu TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Bantar Gebang. Seiring dengan
perubahan tersebut, dilakukan juga perubahan sistem pengolahan yang tadinya menggunakan
sistem open dumping sekarang menjadi sistem Sanitary Landfill. TPST ini memiliki luas area
sekitar 110 hektar. Dalam sehari, TPST Bantar Gebang menerima sekitar 1000 unit truck
pengangkut sampah yang berasal dari TPS-TPS di 5 wilayah di DKI Jakarta. Berat rata-rata
sampah yang masuk sekitar 5500 – 6000 ton per hari.

Gambar 1.1 Peta Lokasi TPST Bantar Gebang

Dari total luas area 110 hektar, 82 hektar dipakai untuk zona sanitary landfill yang
kemudian dibagi kembali menjadi 5 zona agar tidak terjadinya penumpukan dan antrean truck
yang masuk ke dalam TPST Bantar Gebang. Sisa lahan yang tersedia digunakan untuk
bermacam pengolahan sampah seperti IPAS (Instalasi Pengolahan Air Buangan Sampah /
Lindi / Leachate), Power Plant hasil pengolahan gas metan, unit komposting, dan beberapa unit
lain.
Instalasi Pengolahan Air Sampah atau IPAS digunakan untuk mengolah air sisa dari
pengolahan sampah yang biasa disebut lindi atau leachete. IPAS Bantar Gebang terdiri dari
beberapa unit pengolahan yang memiliki fungsi berbeda-beda, ada Kolam Ekualisasi, Kolam
Fakultatif, Kolam Aerasi, Proses Kimia, Retangular Clarifier, Bak Polishing Pond, Bak
pengendapan, dan Clarifier.

2
Unit Komposting digunakan untuk mengolah sampah organik yang masuk ke TPST
Bantar Gebang. Debit Sampah yang masuk mencapai 300 ton/hari, dan akan menghasilkan kira-
kira mencapai 60 ton kompos/hari.
Unit Power Plant Di Bantar Gebang merupakan hasil kerja sama antara PT. Godang tua
dengan PT. Navigat Organic Energy Indonesia (PT. NOEI). Unit Power Plant ini sudah dapat
menghasilkan 6 MW, dan ini sudah cukup untuk mensuplai kebutuhan listrik di TPST Bantar
Gebang sendiri

1.2 Pengolahan Sampah Dengan Sanitary Landfill

Operasional sanitary landfill terdiri dari beberapa proses, diantaranya:


1. Proses Penimbangan
Proses awal yang dilakukan saat sampah pertama kali dibawa masuk ke TPST Bantar
Gebang oleh truk pengangkut adalah penimbangan berat sampah tiap truknya dengan
menggunakan sistem jembatan timbang yang berada di tiap pintu masuk TPST Bantar
Gebang. Truk sampah yang keluar masuk TPST Bantar Gebang kurang lebih 1000 truk
perharinya dengan rata-rata bobot sampah 5500 – 6000 ton perharinya.

2. Pengangkutan ke Titik Buang


Setelah penimbangan, sampah dibawa ke zona titik buang yang merupakan zona aktif.
Sebelum sampah diletakkan di lahan zona aktif, tanah dilapisi dengan geomembran yang
berfungsi agar air lindi tidak menyerap ke dalam tanah dan tidak mencemari tanah.
Pada zona aktif banyak terdapat pemulung yang memilah sampah-sampah yang masih
memiliki nilai ekonomis seperti botol plastik, bahan karet, dan semacamnya. Pihak pengelola
TPST Bantar Gebang membatasi jumlah pemulung yang boleh masuk ke zona aktif untuk
menghindari kecelakaan yang tidak diinginkan seperti misalnya tertimbun tumpukan sampah
yang longsor, terlindas alat berat, dan lain sebagainya.
Peletakan sampah di lahan zona aktif dilakukan secara estafet dengan menggunakan
eskavator. Dengan menggunakan sistem estafet ini diharapkan persebaran tumpukan sampah
di zona aktif ini dapat merata dan tidak menumpuk hanya di beberapa bagian saja.
Ketinggian tumpukan sampah bisa mencapai 25 sampai 30 meter. Pada puncak
tumpukan/gunungan sampah terdapat buldozer yang berfungsi untuk meratakan
tumpukan/gunungan sampah menjadi berbentuk sengkedan agar tidak terlalu tinggi dan

3
mecegah terjadinya longsor. Selanjutnya tumpukan/gunungan sampah yang sudah di
padatkan dan ditutupi dengan tanah merah hungga tertutup seluruhnya.

3. Cover Soil
Setelah tinggi tumpukan/gunungan sampah mecapai kurang lebih 25 meter, dilakukan
penutupan (cover soil) dengan menggunakan tanah merah. Tanah merah yang digunakan
biasanya didapat dari daerah sekitar TPST Bantar Gebang. Metode penutupan ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengatasi berbagai hal seperti mengurangi vektor penyakit (lalat,
belatung), mencegah terjadinya pencemaran udara akibat gas metan yang dihasilkan oleh
tumpukan sampah tersebut.
Penggunaan tanah merah sebagai media Cover Soil bertujuan agar mempercepat proses
penguraian sampah. Dengan ditutupnya tumpukan sampah dengan tanah merah ini, dapat
menurunkan ketinggian sampah hingga 30%. Setelah beberapa bulan, ketinggian gunungan
sampah yang sudah tertutupi sampah akan menurun dan apabila sudah mencapai ketinggian
kurang lebih 10 meter, tanah akan digali kembali dan akan digunakan sebagai zona aktif
sanitary landfill.

4. Penambahan Pipa Ventilasi


Pada tumpukan/gunungan sampah di zona aktif, perlu dilakukan penambahan pipa
ventilasi di sejumlah bagian dengan tujuan untuk mengeluarkan dan mencegah gas metan
yang terkonsentrasi dibawah tumpukan tanah terkonsentrasi, mengalamai kejenuhan, dan
nantinya dapat terekspansi bahkan meledak. Pipa yang digunakan untuk mengeluarkan gas
metan dari tumpukan/gunungan sampah pada TPST Bantar Gebang adalah pipa dengan jenis
HDPE yang ditanam dan dapat mengalirkan gas metan hingga ke power plant.

1.3 Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS)


Pada TPST Bantar Gebang, terdapat 3 Unit IPAS. Sistem IPAS menggunakan activated
sludge system, yaitu danau yang diberi aerasi dengan agitator (pengaduk bertenaga besar).
Operasional IPAS dan kebersihan drainage perlu dikontrol dengan baik setiap hari agar tidak
terjadi klaim dari masyarakat tentang kualitas air buangan. Setiap harinya, IPAS Bantar Gebang
mengelola air lindi dengan debit masuk sebesar ± 150m3/ hari dan debit keluar sebesar ±
80m3/hari. Air Lindi tersebut berasal dari landfill yang terdiri dari beberapa zona di TPST Bantar
Gebang. Setiap Landfill dipasang pipa bawah tanah untuk mengalirkan air lindi di zona tersebut
ke area IPAS.
4
I. Kolam Equalisasi I dan II

Gambar 1.3 Kolam Equalisasi


Kolam ini berfungsi sebagai kolam pengumpul sementara air-air sampah yang berasal
dari sampah yang dikumpulkan pada saluran air sampah. Kolam-kolam ini berukuran
15x20x4 m3. Air sampah bersifat tidak homogen karena campuran sampah yang banyak
mengandung pencemar seperti besi, sampah organik, dan zat kimia-zat kimia lain. Pada
kolam ini, campuran air sampah tersebut dihomogenkan. Bak equalisasi juga berfungsi
sebagai kolam pencampuran air limbah itu sendiri. Pencampuran ini dimaksudkan untuk
menciptakan keadaan yang homogen dari air limbah tersebut.
Pada kolam ekualisasi juga terjadi amoniak removal. Kolam ini menggunakan blower
yang berfungsi untuk mengurangi amoniak. Amoniak (NH 4+) akan diubah menjadi nitrat
(NO3).
. Kolam Equalisasi II memiliki fungsi yang sama dengan kolam Equalisasi I. Prinsip
kerjanya sama, tetapi jumlah difuser yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan
kolam equalisasi I. Hal ini bertujuan agar penyebaran oksigen selama proses di kolam
tersebut lebih merata dan amoniak yang masih tersisa setelah pengolahan di kolam I dapat
dihilangkan.

II. Kolam Fakultatif


Pada kolam fakultatif terjadi reaksi anaerob untuk persiapan denitrifikasi pada kolam
RBD dimana terjadi pada lapisan bawah kolam. Kolam fakultatif dioperasikan pada beban
organik yang lebih rendah sehingga memungkinkan pertumbuhan algae pada lapisan atas
kolam.

5
Kolam fakultatif dapat digunakan sebagai unit pertama atau kedua dari suatu rangkaian
kolam. Kolam ini memerlukan oksigen untuk oksidasi biologis dari bahan-bahan organik.
Kolam ini terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan anaerobik di bagian bawah dan lapisan
aerobik di bagian atas. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan fakultatif.
Di kolam ini, zat organik yang mengendap diolah oleh bakteri anaerob yang alur
prosesnya sama dengan kejadian di kolam anaerob. Hasilnya berupa zat organik terlarut dan
gas metana, karbondioksida, hidrogen sulfida, ammonia, dll. Sebaliknya di lapisan atas
terjadi proses aerob yang memanfaatkan oksigen..

III. Kolam Aerasi


Pada kolam ini terdapat blower dan diffuser aerator yang berfungsi untuk mixing dimana
terjadi penaikkan nilai pH, sehingga pada kolam ini bakteri aerob akan berkembang biak.
Waktu yang dibutuhkan pada kolam ini adalah sekitar 24 Jam. Banyaknya buih
memperlihatkan terjadinya proses aerasi

Gambar 1.5 Kolam Aerasi

IV. Proses Kimia

Gambar 1.6 Proses kimia koagulasi


Air lindi ini kemudian dialirkan ke suatu instalasi untuk menjalani proses kimia yaitu
koagulasi dan flokulasi. Dalam ruang proses kimia air lindi ditambahkan alumunium untuk
6
mengikat partikel-partikel tersuspensi dalam air lindi yang diolah. Penambahan tawas
menyebabkan terjadinya operasi koagulasi dan flokulasi.
Koagulasi adalah proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid halus
dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan
bahan kimia secara merata misalnya zat warna organik, lumpur halus bakteri dan lain-lain
dapat menggumpal dan cepat mengendap. Agar proses pencampuran koagulan berlangsung
efektif dibutuhkan derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien
kecepatan (G).
Pembubuhan tawas/alum (Al2(SO4)3.18 H2O) merupakan cara yang paling mudah dan
murah. Reaksi koagulasi dengan Tawas secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut :
Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 ==> 2 Al(OH)3 +3 Ca(SO4) + 6 CO2 + 18 H2O
Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(OH)2 ==> 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4) + 3 CO2 + 18 H2O
Pengendapan kotoran dapat terjadi karena pembentukan alumunium hidroksida, Al(OH)3
yang berupa partikel padat yang akan menarik partikel – partikel kotoran sehingga
menggumpal bersama-sama, menjadi besar dan berat dan segera dapat mengendap.
Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid yang rendah
sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan dosis koagulan yang terlalu
besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid. Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi
koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan
proses recycle sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan.
Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk meningkatkan efektifitas
pengolahan.
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses
penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang
telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik-menarik dan
membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Nilai
gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik hingga 30/detik.
Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap maka bak flokulasi dibagi atas
tiga kompartemen, dimana pada kompertemen pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada
kompartemen kedua terjadi proses penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi
pemadatan flok.

7
Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang
sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai
gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding
gradien kecepatan koagulasi.

V. Rectangular Clarifier
Setelah melalui proses koagulasi, lindi tersebut didiamkan sampai gumpalan kotoran
yang terjadi mengendap semua. Setelah kotoran mengendap air akan tampak lebih jernih dari
sebelumnya. Lumpur yang mengendap ini dalam rentang waktu tertentu dipompakan ke
sludge drying bed dimana sebelumnya sebagian lumpur direcycle terlebih dahulu ke bak
aerasi sebagai nutrien dan mikroorganisme pengurai zat-zat organik dalam air limbah
berikutnya. Terdapat permasalahan yang selalu timbul pada bak pengendap lumpur, yaitu
adanya flok-flok yang mengapung diatas permukaan bak sedimentasi. Flok-flok ini terjadi di
dasar bak yang menghasilkan gas-gas yang terbawa ke atas dan mengapungkan kembali flok-
flok yang akan mengendap. Flok-flok yang mengapung dipermukaan air ini dapat dihilangkan
dengan pengadukkan secara mekanis dan mengeluarkan melalui over flow masuk ke sumur
penampungan flok untuk selanjutnya dipompakan kembali ke bak aerasi.

VI. Polishing Pond

Gambar 1.7 Polishing Pond


Bak ini adalah bak yang berfungsi untuk kontrol pH limbah yang telah diolah. Untuk
penstabilan pH menggunaan NaOH (bila perlu), penambahan oksigen, dan pengendapan
selama 6 jam.

VII. Bak pengendapan

8
Gambar 1.8 Bak Pengendapan

 Bak Penampung Lumpur


Berfungsi untuk menampung Lumpur dari polishing pond sisa recycle untuk
selanjutnya 5 hari sekali dipompakan ke bak pengering Lumpur (sludge drying bed ).
 Bak Pengering Lumpur
Lumpur merupakan hasil akhir dari setiap Instalasi pengolahan air limbah. Pada
Instalasi pengolahan air limbah yang menggunakan system Lumpur aktif yang dihasilkan
dalam bak pengendapan sebagai recycle dan sebagian lagi di pompakan ke bak pengering
Lumpur.
Air yang meresap melewati lapisan penyaring, masuk ke pipa user drain dan
sebagian lagi menguap ke udara. Waktu pengeringtan lumpur biasanya 3-4 minggu.
Semakin tebal lapisan lumpur, waktu pengeringan semakin lama apalagi ke dalam bak
pengering lumpur yang sudah terisi lumpur masih dimasukkan lagi Lumpur yang baru.
Keadaan cuaca juga sangat mempengaruhi lamanya waktu pengeringan lumpur. Setelah
lumpur benar-benar kering, lumpur akan dikirim ke sanitasi landfill. Pengiriman ini
biasanya dilakukan tiap 6 bulan sekali.

1.4 Unit Pengomposan

Gambar 1.9 Unit Pengomposan

9
Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang memiliki proses
pengomposan sampah organik yang cukup baik. Bahkan semenjak tahun 2004 TPST Bantar
Gebang merupakan pabrik kompos terbesar di Asia Tenggara (Frederick B., Direktur TPST
Bantar Gebang). Pabrik kompos ini mampu memproduksi 35 hingga 50 ton pupuk per hari dari
potensi sampah yang bisa diolah menjadi pupuk sebanyak 200 ton. Harga pupuk yang
ditawarkan pun tergolong murah yaitu Rp 400,00 /kg, sementara yang dicampur dengan bahan-
bahan alami lain dengan kualitas terbaik dijual Rp1.000,00/kg. Harga ini jauh lebih murah
dibandingkan dengan pupuk urea bersubsidi sekalipun.
TPST ini telah melakukan pemilahan sampah dengan baik, sehingga tidak susah untuk
mengumpulkan lalu mengolah sampah organik yang ada yang kemudian akan dijadikan pupuk
kompos. Alat yang digunakan pada proses komposting merupakan alat yang diciptakan dan
dibuat sendiri.

1.5 Power Plant

Power Plant Bantar Gebang merupakan program kerja sama antara PT. Godang Tua
dengan PT. Navigate Organic Energy Indonesia (PT. NOEI). Pada TPST Bantar Gebang terdapat
2 unit Power Plant yang berasal dari Austria

Gambar 1.10 Unit Power Plant

Pembangkit listrik ini memanfaatkan gas methan yang ditangkap dari sanitary landfill.
Sampah pada sanitary landfill dioleh terlebih dahulu melalui proses penguraian, penutupan, dan
pemanasan sehingga sampah akan menghasilkan gas methan. Gas methan yang dihasilkan

10
ditangkap dan dialirkan ke generator Power Plant. Untuk mengalirkankan gas methan ini,
digunakan pipa HDPE yang dibangun hingga mencapai panjang 60 m.
Alur energi yang diolah pertama-tama berasal dari tumpukan sampah yang dihubungkan dengan
pipa. Kemudian gas yang dihasilkan disedot dengan blower menuju unit power plant. Setelah itu
gas metan masuk ke engine dan menjadi bahan bakar untuk genset. Dari sini gas metan telah
berubah menjadi energi listrik dan dijual langsung ke PLN.
Di dalam unit Power Plant ini, terdapat 10 GGPC dengan kapasitas masing-masing
alatnya berkisar antara 1197 sampai 2000 kilowatt dengan kapasitor yang berbeda-beda
tergantung dengan mesinnya.. Generator yang digunakan dapat membakar gas methan CH4 dan
mengubahnya menjadi listrik. Jumlah listrik yang dihasilkan per harinya sampai saat ini kurang
lebih sekitar 7.6 megawatt. Pada perencanaannya, pengelola mentargetkan untuk menaikan
produksi listrik yang dihasilkan oleh TPST Bantar Gebang hingga 8 megawatt yang rencananya
akan di transfer untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa dan Bali.
Mesin power plant ini membutuhkan gas metan hasil olahan dari sekitar 1000 m 3 sampah
untuk menghidupkan dan menggerakan per jamnya. Pada unit ini, mesin digerakkan 24 jam
nonstop dimulai dari tahun 2008. Tiap pekerja diharuskan untuk memakai seragam dan sepatu
boot sebagai alat perlindungan diri. Diwajibkan bagi para pekerja yang bekerja dalam ruangan
untuk memakai alat penutup telingan untuk perlindunagn dari kebisingan.

2. TPA SUMUR BATU

2.1. Kondisi Eksisting TPA Sumur Batu


Gambar 2.1 Skema Pengolahan Gas Metan Metode Landfill Gas Flaring

11
Sanitary landfill TPA SumurBatu berbentuk bukit-bukit dengan ketinggian rata-
rata 13 meter di lahan kira-kira seluas 10 hektar. TPA Sumur Batu berada di Kelurahan
Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang. Wilayah pelayanan TPA Sumur Batu hanya
sampah dari Kota Bekasi.

2.2. Proses Pembakaran Gas Metana (CH4)


Penimbunan sampah berupa landfill menyebabkan timbulnya gas metana atau
CH4. Gas CH4 akan mencemari lingkungan jika kadarnya melebihi baku mutu di udara.
Gas CH4 adalah salah satu senyawa pembentuk efek rumah kaca, efeknya 21 kali lebih
besar dibandingkan gas karbondioksida atsau CO2 (Suprihatin dkk, 2003). Selain itu, gas
metana juga membuat adanya bau busuk di sekitar landfill. Bau busuk itu yang kini justru
diburu oleh Pemerintah Kota Bekasi. Mulai tahun 2007, Pemkot Bekasi bekerja sama
dengan PT Gikoko Kogyo Indonesia membangun fasilitas dan instalasi pengolahan gas
metana, landfill gas flaring (LGF), di TPA Sumur Batu. Disamping itu oksidasi gas
CH4 akan mengkonsumsi oksigen (O2) dalam jumlah besar yaitu sekitar 4 ton O2 untuk
setiap 1 ton CH4. Ini sangat berbahaya, sebab O2 sangat diperlukan untuk kehidupan
manusia dan makhluk lain di bumi (sistim pernafasan). Emisi CH 4 dari sampah berasal
dari proses dekomposisi bahan organik sampah secara alami di lokasi tempat
pembuangan sampah akhir (TPA).

3. KESIMPULAN

 TPST Bantar Gebang setiap harinya menerima 5500-6000 ton sampah yang berasal dari 5
wilayah DKI Jakarta
 Pengolahan utama dari sampah-sampah yang masuk adalah dengan sanitary landfill
 Sampah-sampah yang ditimbun dapat mengahsilkan gas metan yang digunakan oleh TPST Bantar
Gebang sebagai sumber bahan baku power plant untuk dikonversi menjadi energi listrik yang
dijual kepada PLN.
 Sampah organic diolah menjadi kompos untuk kemudian dijual kepada konsumen.
 Sampah plastic diolah kembali menjadi pellet plastic yang dapat digunakan kembali menjadi
peralatan sehari-hari
 TPA Sumur Batu telah melakukan pengolahan secara sanitary landfill dan memiliki unit
pembakaran metan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari penumpukan sampah

12

Anda mungkin juga menyukai