Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Human Error

Perkembangan teknologi saat ini telah meningkat dengan baik. Ada banyak proses
industri yang dapat diselesaikan secara otomatis. Namun, secanggih apapun sistem atau
teknologi itu sendiri, selalu ada campur tangan manusia dalam prosesnya. Terkadang manusia
melakukan kesalahan dalam pekerjaannya. Misalnya, seseorang mungkin gagal dalam
melakukan prosedur pekerjaan atau mungkin tidak memahami situasi yang terjadi karena
kurangnya kehati-hatian, pengalaman, dan keterampilan.
Hampir setiap bidang pekerjaan tidak lepas dari human error. Dampak dari human error
itu sendiri akan menimbulkan dampak negatif yang serius bagi individu, tim, dan perusahaan
seperti kecelakaan kecil, cacat sementara, cacat tetap, bahkan kematian dan masalah psikologis.
Oleh karena itu, penelitian tentang human error sangat diperlukan, sehingga faktor penyebab dan
pencegahannya dapat diketahui dan dianalisis untuk meminimalisir terjadinya human error itu
sendiri.
Menurut Peter (2010) Human error adalah penyimpangan dari standar kerja yang telah
ditentukan sebelumnya akibat dari insiden, kesulitan dan kegagalan oleh manusia sehingga
mengakibatkan penundaan hasil. Menurut Rooney et al.(2002) Human error adalah setiap
tindakan yang dilakukan oleh manusia yang menyebabkan penyimpangan standarisasi yang
ditetapkan oleh suatu sistem atau prosedur. Stephen Casey (1998) tidak secara khusus
mendefinisikan human error tetapi menyatakan bahwa ada ketidaksesuaian antara karakteristik
orang dan karakteristik teknologi yang kita gunakan. Perbedaan antara kesuksesan dan kegagalan
terletak pada seberapa baik kita meminimalkan ketidaksesuaian tersebut.
Human error dapat dikategorikan dalam dua kelompok utama. Yang pertama adalah
kesalahan yang tidak disengaja yaitu suatu tindakan yang mengakibatkan kesalahan tanpa ada
niat untuk melakukannya, seperti menekan tombol secara tidak sengaja, atau lupa dalam
melakukan servis mesin. Kedua, kesalahan yang disengaja, yaitu kesalahan dalam tindakan yang
diyakini oleh pelaksana sebagai tindakan yang benar dan terbaik, namun sebenarnya tidak tepat
dan berisiko.
Selain itu, human error juga dapat disebabkan hanya oleh tiga hal yang umum terjadi
dalam suatu perusahaan, seperti hal tertentu yang menimpa individu (kurangnya pelatihan atau
pendidikan selama masa percobaan personel baru) atau yang materialistis (kurangnya tanggung
jawab manajemen dalam pengaturan personel baru), dan hal-hal global lainnya (tekanan
keuangan, waktu, dan penerapan sosial atau budaya organisasi). Dari sudut pandang manajemen
sumber daya manusia, proses seleksi dan pelatihan personel adalah sumber kesalahan manusia
itu sendiri. Proses seleksi yang tidak tepat serta kurangnya sosialisasi dan pelatihan terkait
bidang yang dibebankan kepada seorang dapat memicu beberapa kesalahan dalam bekerja.
Klasifikasi human error dapat digunakan dalam pengumpulan data tentang human error
serta memberikan panduan yang berguna untuk menyelidiki sebab terjadinya human error dan
cara untuk mengatasinya. Klasifikasi human error menurut Swain dan Guttman (1983) adalah
sebagai berikut:
a) Error of Omission yaitu kesalahan karena lupa melakukan sesuatu. Contohnya seorang
montir listrik terkana sengatan listrik karena lupa memutuskan arus listrik yang seharusnya
diputus sebelum melakukan pekerjaan tersebut.
b) Error of Commission yaitu ketika mengerjakan sesuatu tetapi tidak dengan cara yang
benar. Contohnya, seorang mekanik seharusnya menyalakan conveyor dengan kecepatan
yang bisaa saja namun karena kehilangan keseimbangan, sang mekanik melakukan
kesalahan dengan menyalakan conveyorpada kecepatan penuh.
c) A Sequence Error yaitu kesalahan karena melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan urutan.
Contohnya, seorang operator seharusnya melakukan pekerjaan dengan urutan mengangkat
baru memutar benda yang diangkat. Namun yang terjadi, sang operat or memutar benda
terlebih dahulu tanpa mengangkatnya, akibatnya benda tersebut terbalik dan menimpa sang
operator.
d) A Timing Error yaitu kesalahan yang terjadi ketika seseorang gagal melakukan pekerjaan
dalam waktu yang telah ditentukan, baik karena respon yang terlalu lama ataupun respon
yang terlalu cepat. Contohnya, seorang operator seharusnya menjauhkan tangannya dari
suatu mesin, namun karena respon operator terlalu lama, sang operator gaga menjauhkan
tangannya diwaktu yang telah ditentukan dan menyebabkan kecelakaan serius.

3.2 Human Error di Bidang Kesehatan

Human error di organisasi kesehatan sering dikaitkan dengan dokter yang secara tidak
sengaja merugikan pasien. Namun, itu bukan satu-satunya bentuk human error yang terjadi.
Human error juga terjadi dalam peran administratif, Farmasi, Laboratorium, dan Lain--lain. Dan
terkadang, kesalahan bisa sama merusaknya dengan kesalahan yang dibuat dalam pengaturan
klinis. Dalam dunia medis, kesalahan yang dilakukan dalam pekerjaan dapat berakhir sebagai hal
yang fatal. Kesalahan medis dapat terjadi dalam diagnosis karena anamnesis yang tidak
memadai, pemeriksaan klinis yang tidak tepat, penyelidikan yang tidak lengkap atau laporan
yang salah, perencanaan pengobatan yang salah atau bahkan jika diagnosis dan pengobatan
direncanakan dengan benar, kesalahan dalam resep dan pemberian obat yang tepat dapat terjadi.
Salah satu kesalahan di atas dapat berdampak buruk pada kesehatan pasien.
Tujuan pelayanan medis yang diberikan oleh rumah sakit adalah untuk memelihara dan
menyembuhkan kondisi fisik dan mental pasien. Sedangkan human error menyebabkan
sebaliknya. pasien akan pulang dengan kondisi psikologisnya yang terganggu, akan menghadapi
cacat sementara atau permanen, bahkan kematian. Kesalahan fatal akan menimbulkan konflik
dan tuntutan dari pasien. Pasien dapat mengklaim rumah sakit sewaktu-waktu atas malpraktek
dari kesalahan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.
Human error yang terjadi di rumah sakit harus dihindarkan semaksimal mungkin, karena
meningkatnya tingkat human error tersebut akan memberikan dampak negatif yang besar, tidak
hanya bagi pasien dan keluarga, tetapi juga bagi rumah sakit. Selain pengaduan pidana, dapat
berupa pengaduan perdata yang dibentuk sebagai kompensasi. Kemudian, rumah sakit juga akan
menghadapi kerugian terus menerus dan akan berakhir dengan pencabutan izin dan penutupan
rumah sakit itu sendiri.
Dibidang kesehatan, human eror umumnya identik dengan medical eror. Menurut
Institute of Medicine, medical error adalah setiap tindakan medik yang dilaksanakan tetapi tidak
sesuai dengan rencana atau prosedur medis. Secara teknis medical error dibagi menjadi 2 yaitu
error of omission berupa kesalahan dalam mendiagnosis, keterlambatan dalam penanganan
pasien, tidak meresepkan obat untuk indikasi yang tepat. Error of commission antara lain adalah
kesalahan memutuskan terapi, memberikan obat yang salah atau obat diberikan melalui cara
pemberian yang keliru atau pemberian obat injeksi padahal pemberian secara oral lebih aman.
Berdasarkan proses terjadinya, medical error dapat digolongkan sebagai :
a. Diagnostik, berupa kesalahan atau keterlambatan dalam menegakkan diagnosis, tidak
melakukan suatu pemeriksaan padahal ada indikasi untuk itu, penggunaan uji atau
pemeriksaan atau terapi yang sudah tergolong usang atau tidak dianjurkan lagi
b. Treatment, berupa kesalahan dalam memberikan obat, dosis terapi yang keliru, atau
melakukan terapi secara tidak tepat (bukan atas indikasi)
c. Preventive, dalam tidak memberikan profilaksi untuk situasi yang memerlukan profilaksi
dan melakukan tindak lanjut terapi secara tidak benar
d. Lain-lain, kegagalan dalam komunikasi, alat medis yang digunakan tidak memadai,
kesalahan akibat kegagalan sistem.

3.3 Upaya Meminimalkan Risiko Human Error


Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah human error atau medical
error, antara lain :
1. Seleksi sumber daya manusia yang tepat
Seleksi adalah proses dalam memilih dan menentukan personel yang paling sesuai dengan
posisi tertentu. Tujuan utama dari proses seleksi adalah untuk mendapatkan tenaga kerja yang
berkualitas,baik dari sisi kemampuan teknis, non-teknis, interpersonal, potensi pengembangan,
dan kriteria perusahaan. Proses seleksi yang tepat membuat perusahaan merasakan kemudahan
dalam melakukan pelatihan. Perusahaan akan terhindar dari banyak masalah. Oleh karena itu,
keputusan seleksi merupakan proses yang sangat penting, sehingga harus didasarkan pada
pemikiran yang objektif.
Proses seleksi yang baik harus memiliki beberapa karakteristik (Sofyandi, 2008) sebagai
berikut :
a. Standardisasi, tes yang baik harus memiliki prosedur dan kondisi yang tidak merata
untuk semua peserta.
b. Objektivitas, untuk setiap jawaban yang sejenis harus diberikan hasil atau nilai tes,
bukan berdasarkan subjektivitas terhadap aspek tertentu dari peserta tes.
c. Norma, setiap tes pasti memiliki norma, yaitu kerangka acuan untuk membandingkan
prestasi pelamar. Tanpa norma, hasil seorang peserta tidak dapat diklasifikasikan:
apakah nilainya baik atau buruk, apakah dia lulus atau tidak, apakah nilainya lebih
baik atau lebih buruk dari peserta lainnya.
d. Reliability, artinya alat seleksi (biasanya tes) memberikan hasil yang konsisten setiap
kali seseorang mengikuti tes ini.
e. Validitas, artinya alat seleksi (biasanya tes) berhubungan secara signifikan dengan
prestasi kerja atau kriteria lain yang elevan. Dengan kata lain, sebuah tes dikatakan
valid jika benar menilai apa yang sebenarnya diinginkannya

2. Pelatihan bagi anggota


Pelatihan merupakan kegiatan yang sangat penting baik bagi personel maupun perusahaan.
Pelatihan merupakan suatu program yang diharapkan dapat memberikan rangsangan kepada
seseorang dalam meningkatkan kemampuan suatu pekerjaan tertentu, memperoleh pengetahuan
umum dan pemahaman terhadap seluruh lingkungan kerja dan organisasi.
Pelatihan adalah proses yang mengajarkan personel baru atau personel saat ini tentang
keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka. Secara garis
besar, ada beberapa hal yang menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah program pelatihan, dasar-
dasar dalam mengukur keefektifan sebuah pelatihan antara lain :
a. Pelaksanaan progam pelatihan dan monitoring, Pada tahap ini, perusahaan akan
melakukan pengawasan dan penelitian tentang pelaksanaan pelatihan dengan melihat;
a. Tingkat antusiasme personel selama program pelatihan
b. Keaktifan personel selama program pelatihan
c. Kemampuan instruktur pelatihan dalam menyampaikan materi
d. Isi materi yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan
b. Monitoring efektivitas pelatihan, Dalam suatu pelaksanaan pelatihan, tidak semua
personel dapat langsung mempraktekkan materi pelatihan yang diberikan sebelumnya.
Diperkirakan ada tenggang waktu tertentu antara perubahan yang diharapkan dari
perusahaan dan akhir rentang pelatihan. Jadi, tugas perusahaan adalah mengukur:
a. Apakah ada perubahan perilaku setelah mengikuti pelatihan
b. Kemampuan personel dalam menghilangkan kesalahan
c. Berapa lama perubahan positif personel setelah pelatihan?
d. Peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan perilaku personel
e. Pembentukan pola pikir personel
f. Peningkatan hasil kerja personel setelah pelaksanaan pelatihan
3. Pengukuran kinerja dan penerapan performance improvement system
Pengukuran kinerja ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain : pengumpulan data
dan monitoring terhadap outcome spesifik yang menjadi salah satu target potensial untuk
terjadinya medical error. Hal ini sebenarnya dapat dilakukan secara rutin ditingkat rumah sakit
atau bahkan pelayanan kesehatan yang kebih rendah. Tujuannya untuk mendeteksi seawal
mungkin terjadi medical error dan sekaligus menetapkan upaya perbaikan berdasarkan masalah
yang dihadapi. Dalam kerangka continuous quality umprovement maka kegiatan ini sebenarnya
sudah terbentuk dalam sistem pelayanan kesehatan.
Selain itu, dapat pula dikembangkan program risk management. Program ini merupakan
respons terhadap kejadian medical error yang sebenarnya dapat dicegah apabila prosedur
dilaksanakan secara benar. Salah satu tujuan dari risk management ini adalah untuk mencegah
terjadinya risiko akibat tindakan medik. Namun demikian, apabila ternyata risiko tidak dapat
dicegah maka upaya pengatasan masalah harus dilakukan secara benar. Contohnya adalag
adrenalin dan kortison untuk mengatasi risiko shock anafilaksi akibat pemberian obat per injeksi.
Program-program pengendalian infeksi nasokomial di rumah sakit merupakan bentuk lain dari
pengukuran kinerja dan sekaligus menyediakan instrumen untuk mencegah hal tersebut.

4. Menetapkan strategi pencegahan berbasis fakta


Beberapa langkah pencegahan risiko terjadinya medical error dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengidentifikasi dan memantau kejadian error pada sekelompok pasien dengan risiko
tinggi serta memahami bagaimana error bisa terjadi, khususnya yang sifatnya
peventable
b. Melakukan analisis, interpretasi dan mendiseminasikan data yang ada ke para klinisi
maupun stakeholder
c. Menetapkan strategi untuk mengurangi risiko terjadinya medical error dengan
mempertimbangkan bagaimana strategi tersebut dapat diterapkan dalam sistem
pelayanan kesehatan yang ada
d. Jika diperlukan dapat diundang para expert dibidang klinis, epidemiologi klinis atau
management training untuk melakukan eksplorasi dan sekaligus memformulasikan
solusi pemecahan
e. Jika keempat langkah tersebut telah dilakukan, tahap berikutnya adalah melakukan
evaluasi dampak program terhadap keamanan pasien

5. Menetapkan standar kinerja untuk keamanan pasien


Pengembangan dan tersedianya berbagai standar untuk keperluan patient safety antara lain
bertujuan untuk:
a. Sebagai standar minimun kinerja yang harus dilaksanakan oleh setiap petugas untuk
meminimalkan terjadinya risiko
b. Standar kinerja juga dimaksudkan untuk menjamin konsistensi dan keseragaman
prosedur bagi setiap petugas kesehatan dalam melakukan upaya medik, sehingga
kalaupun tetap terjadi error, maka harus ditelusuri kembali apakah standar yang
ditetapkan dengan benar.
c. Menjamin bahwa pelaksanaan standar adalah dalam kerangka profesionalisme dan
akuntabilitas

6. Menyediakan cara untuk mendeteksi dan memperbaiki kesalahan


Human error dalam kesehatan dapat dicegah dengan menerapkan kontrol dan sistem
administratif tertentu. Misalnya, beberapa perusahaan memiliki kebijakan yang mengharuskan
petugas kesehatan bekerja berpasangan untuk kegiatan tertentu. Sistem ini bisa efektif dalam
mendeteksi kesalahan manusia sebelum terjadi akibat yang tidak diinginkan.
Misalnya, setelah teknisi sinar-X selesai bekerja pada pasien, sinar-X dapat dilihat untuk
memverifikasi bahwa pekerjaannya memuaskan. Petugas kesehatan harus mengidentifikasi
peluang untuk membuktikan pekerjaan mereka dalam mendeteksi kesalahan sebelum pasien
dikembalikan ke kamar mereka dan peralatan dikembalikan ke layanan. Bila memungkinkan,
bukti-bukti ini harus dimasukkan ke dalam prosedur tertulis untuk membantu menjamin bahwa
bukti-bukti tersebut benar dan untuk memberikan pelatihan bagi karyawan baru.
Cara lain petugas kesehatan dapat mendeteksi dan memperbaiki human error adalah dengan
menggunakan teknik self-checking. Teknik ini adalah praktik dalam yang secara sadar dan
sengaja diulas oleh seseorang. tindakan yang dimaksudkan dan respons yang diharapkan sebelum
melakukan tugas. Salah satu teknik adalah lima "hak" yang digunakan untuk memberikan obat:
pasien yang benar, obat yang tepat., dosis yang tepat, rute yang benar dan waktu yang tepat.
7. Membantu pekerja mencapai kebutuhan sosial dan psikologis mereka
Motivasi pekerja kemungkinan akan tinggi jika manajemen menerapkan prinsip-prinsip
faktor manusia yang diterima untuk tugas-tugas pekerjaan, pelatihan memberikan keterampilan
yang diperlukan untuk menangani semua kemungkinan dan pekerja secara aktif terlibat dalam
pekerjaan mereka melalui strategi partisipasi.
Tenaga kerja yang termotivasi dengan sikap positif memiliki kemungkinan kecil untuk
melakukan kesalahan; oleh karena itu, seorang pemimpin kesehatan harus memperkenalkan
berbagai faktor motivasi ke dalam situasi kerja, seperti:
a. Mengakui prestasi
b. Menyediakan akses ke informasi. Contoh: Latih asisten perawat untuk memperoleh
informasi pada sistem komputer yang biasanya hanya digunakan oleh perawat
c. Memberikan kebebasan untuk bertindak
d. Melibatkan anggota dalam perencanaan, pemecahan masalah atau penetapan tujuan
e. Melakukan tanggung jawab yang baru, contoh : mengizinkan petugas telah menunjukkan
minat dan kemampuannta untuk pindah ke posisi yang lebih tinggi
f. Memberikan tugas yang menantang.

Dapus :
1. Siahaan, E., 2016, November. A Critical Review on Reducing Human Error. In 1st
International Conference on Social and Political Development (ICOSOP 2016) (pp. 64-
71). Atlantis Press.
2. Hansen, F.D., 2007. Human error: A concept analysis. Journal of Air Transportation,
Volume 11, No. 3.
3. Dwiprahasto, I., 2004. Medical Error di rumah sakit dan upaya untuk meminimalkan
risiko. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 7(01).
4. G.A. Peters,2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Kedokteran EGC
5. Rooney, J.J., Heuvel, L.N.V. and Lorenzo, D.K., 2002. Reduce human error. Quality
progress, 35(9), pp.27-36.
6. Agarwal, M. and Agarwal, S., 2020. Tragedy of Errors-An Analysis of Human Factor in
Medical Errors. Journal of Clinical & Diagnostic Research, 14(7).

Anda mungkin juga menyukai