Anda di halaman 1dari 6

PE NDAHULUAN

Astigmat adalah suata kelainan refraksi yang timbul karena sinar yang masuk ke
mata tidak sama di biaskan pada tiap meridian media optik , ini akan menghasilkan
bayangan dengan titik atau garis multipel .(1,2,4,6,8)
Sir Isaac Newton , juga mengalami kelainan Astigmat sendiri, pertama kali ia
membahas masalah Astigmat pada tahun 1727.
Gangguan optik ini pertama kali di teliti secara rinci oleh seorang ilmuwan yang bernama
Thomas Young pada tahun 1801, Ia menderita astigmat 1,7 Dioptri . Ia menggangap hal
ini di sebabkan oleh kelainan refraksi pada kornea .
Seorang ahli astronomi Cambridge, Aity Th 1827 , orang pertama yang menyembuhkan
kelainan astigmat dengan lensa silindris .
Namun hasil penelitian Donders tahun 1864 tentang kelainan astigmat yang
mengesankan dunia ophthamologis.(2)
ETIOLOGI

Astigmat merupakan kelainan pada kurvatura kornea atau indek refraksi.


Paling banyak di temukan terjadi pada kornea , kelainan ini umumnya di bawa sejak
lahir, dari pengukuran ophthalmometrik menunjukan bahwa kemunculannya yang kecil
hampir tidak berpengaruh(2,4).
Kebanyakan gangguan yang terjadi adalah kurvatura vertikal lebih besar dari
pada kurvatura horizontal kira - kira 0,25 Dioptri .
Ini dikenal sebagai astigmat Direk, dan diterima sebagai kelainan fisiologis , mungkin
ini disebabkan tekanan yang konstan palpepra superior pada mata.(2)
Marin . A. menemukan bahwa waktu lahir kornea biasannya spheris.Astigmat
jenis ini terjadi pada 68 % anak - anak berusia 4 tahun dan 95 % pada anak - anak
berumur 7 tahun. Kelainan ini bisa bertambah dari tahun ke tahun , tapi bisa hilang
dengan sendirinya atau menjadi astigmat sebaliknya , dimana kurvatura vertikal kecil
dari kurvatura Horizontal .(2,4)
Astigmat yang kita temui bisa merupakan kelainan (2,9)
1.Kongenital , yaitu astigmat yang terjadi dari lahir dimana kurvatura vertikal lebih
besar dari kurvatura horizontal
2. Di dapat, yaitu terjadinya kelainan pada kornea yang di sebabkan oleh peradangan
pada kornea , ulserasi pada kornea yang menimbulkan efek deformitas pada kornea .,
trauma setelah pembedahan operasi katarak , terjadinya tekanan akibat bengkak nya
mata ( palpebra ) yang disebabkan oleh khalazion , atau neoplasma .
3. Astigmat pada kurvatura lensa ,pada Lenticonus , sub luksasi lensa oleh.karena trauma
.
ASTIGMAT terbagi dalam 2 tipe :(1,2,4,6,8,10)
1.Astigmat Reguler .
2. Astigmat Irreguler.

1.Astigmat Reguler

1
Terdapatnya dua meridian utama yang saling tegak lurus dengan kekuatan
refraksi yang berbeda yang menghasilkan satu titik fokus .Dengan pemberian lensa
silindris astigmat ini bisa dilakukan koreksi , sehingga ke dua titik fokus tersebut bisa
disatukan .
Astigmat Reguler merupakan mayoritas dari kasus astigmat .

Berdasarkan letak titik - titik fokus terhadap retina maka Astigmat Reguler dibagi : (2,4)
a. Astigmat Simplek ,
yaitu, bila satu fokus jatuh tepat diretina dan fokus lainnya jatuh di depan retina atau
dibelakang retina .
Artinya satu meridian adalah emetreop dan meridian lainnya miop atau hipermetrop.
b.Astigmat Kompositus
yaitu, bila ke dua fokus jatuh tidak tepat di retina , melainkan ke dua nya jatuh
didepan retina atau ke duanya jatuh di belakang retina .
c. Astigmat Miksus
yaitu,bila satu fokus jatuh di depan retina dan yang lainya jatuh di belakang retina
artinya salah satu meridian nya hipermetrop dan yang lain nya miop.

2. Astigmat Irreguler.

Terdapatnya beberapa garis meridian dengan kekuatan refraksi yang berbeda


sehingga menghasilkan beberapa titik fokus. Keadaan ini tidak bisa di koreksi dengan
lensa silinder.
Astigmat Irregular biasanya ditemukan pada kondisi pathologis kornea yang
umumnya merupakan akibat penyembuhan tak beraturan sesudah trauma pada mata
peradangan pada mata dan ulkus kornea (2)
. Gejala klinis dari astigmat

Bila terdapat astigmat cukup besar , mata tidak dapat membentuk suatu
bayangan yang jelas pada retina . Pengurangan ketajaman visual mungkin sangat besar
sehingga mata kabur dan kepala pusing .
Ketegangan yang berlanjut yang diakibatkan oleh usaha mata untuk melihat dengan
jelas merupakan penyebab utama gejala asthenopia.
Mayoritas kasus dengan gangguan ringan dianggap suatu hal yang biasa yang
mungkin di terima sebagai suatu hal yang fisiologis, dimana tidak perlu suatu
pengobatan. (2,4,6)

PEMERIKSAAN DENGAN RETINOSCOPY


(STREAK RETINOSCOPY)

2
Retinoscopy memungkinkan dokter untuk menentukan kesalahan atau gangguan
refraktif spheroslindris secara obyektif, selain dari asmagtisme reguler dan ireguler, serta
mengevaluasi opasitas dan iregularitas.
Sebagian besar retinoscopye yang digunakan saat ini menggunakan sistem proyeksi
berkas cahaya, seperti yang dikembangkan oleh Copeland. Iluminasi/pencahayaan
retinoscopy diberikan oleh lampu pijar khusus yang memiliki filamen lurus, yang
membentuk sebuah berkas cahaya dalam proyeksinya. Cahaya dipantulkan dari cermin.
Filamen bisa dipindahkan terkait dengan lensa cembung dalam sistem itu. Jika cahayanya
agak menyimpang, cahaya itu terlihat berasal dari titik di belakang retinoscopy, seolah-
olah cahaya itu dipantulkan dari dari cermin plano .
Biasanya, si pemeriksa menggunakan mata kanan untuk melakukan retinoscopy pada
mata kanan pasien, dan mata kiri untuk mata kiri pasien. Jika si pemeriksa langsung
melihat melalui bagian tengah optik lensa percobaan, pantulan dari lensa mungkin akan
mengganggu. Jika si pemeriksa terlalu jauh dari aksis, kesalahan silindris atau spheris
bisa terjadi. Susunan yang tepat justru tidak berada di bagian tengah, dimana pantulan
lensa masih bisa dilihat diantara bagian tengah pupil dan sisi lateral lensa.(1)
Berkas cahaya yang diproyeksikan, yang membentuk image filamen samar-samar
pada retina si pasien, bisa dianggap sebagai sumber cahaya baru yang kembali pada mata
si pemeriksa. Dengan mengamati karakteristik refleks ini, kita bisa menentukan status
refraktif mata. Jika si pasien emetrop, cahaya itu akan muncul secara paralel. Jika si
pasien miop, cahaya tersebut akan berkumpul. Jika si pasien hipermetrop, cahaya akan
menyimpang. Melalui lubang intip pada retinoscopy cahaya/sinar yang muncul ini
terlihat seperti refleks merah pada pupil si pasien. Jika si pemeriksa berada pada titik
jauh pasien, semua cahaya memasuki pupil si pemeriksa dan iluminasinya seragam .
Namun, jika titik jauh mata pasien tidak berada pada lubang intip retinoscope, sejumlah
cahaya yang keluar dari pupil pasien tidak akan memasuki lubang intip dan iluminasi
pupil menjadi tidak lengkap.(1,9)
Jika titik jauhnya berada di antara si pemeriksa dan pasien (miop lebih besar dari
jarak kerja dioptri si pemeriksa), cahaya akan bertemu dan menyimpang lagi. Bagian
pupil yang diterangi akan bergerak dalam arah yang berlawanan (disebut juga dengan
against motion). Jika titik jauhnya tidak berada di antara si pemeriksa dan pasien
(hipermetrop), cahaya akan bergerak dalam arah yang sama (disebut dengan with
motion). Jika cahaya memenuhi pupil dan dan tidak bergerak baik dikarenakan mata yang
emetrop atau karena lensa koreksi yang tepat dipasang di depannya kondisi ini disebut
dengan netral atau diam . Jika, pada saat berada pada titik jauh mata, si pemeriksa
bergerak maju (di depan titik jauh), with motion akan terlihat; jika si pemeriksa bergerak
mundur, cahaya akan mencapai titik jauh dan mulai menyimpang lagi, dan against
motion akan terlihat.(1,9)
Jika si pemeriksa menggunakan lensa koreksi yang tepat, refleks retinoscopy
dapat dinetralkan. Dengan kata lain, jika si pemeriksa membawa titik jauh si pasien ke
lubang intip, keseluruhan pupil pasien akan diterangi dan refleks tidak akan
bergerak.Daya lensa koreksi yang menetralisir refleks memberikan ukuran untuk
kesalahan refraksi pasien. (1,9)
Dalam gerakan against motion, titik jauh berada di antara si pemeriksa dan
pasien. Oleh karena itu, agar titik jauh bisa di bawa ke pupil pasien, lensa minus harus
dipasang di depan mata pasien. Sama hal nya, dalam gerakan with motion, lensa plus

3
harus dipasang didepan mata pasien. Hal ini menunjukkan aturan klinis sederhana: jika
anda melihat with motion, tambahkan lensa plus (atau kurangi lensa minus); jika anda
melihat against motion, tambahkan lensa minus (atau kurangi lensa plus). Daya lensa
harus ditambahkan atau dikurangi sampai netralitas tercapai. (1,9)
Sebagian besar mata mengalami astigmat reguler. Dimana cahaya dipantulkan
secara berbeda oleh dua meridian astigmat utama.
Pada saat kita menggerakan retinoscopy, sebenarnya kita mengukur daya optik hanya
pada satu aksis. Jika kita menggerakkan retinoscopy dari sisi ke sisi (dengan berkas
cahaya yang diarahkan 90), kita mengukur daya optik dalam meridian 180. Daya
dalam meridian ini diberikan oleh silinder pada aksis 90. Karena itu, hasil yang
diharapkan adalah berkas cahaya retinoscopy disejajarkan pada aksis yang sama dengan
aksis silinder koreksi yang sedang ditest. Dengan demikian, pada pasien dengan astigmat
reguler, kita harus menetralisir dua refleks, satu dari setiap meridian utamar

Pemeriksaan dengan Keratometer


Alat ini digunakan untuk memperkirakan daya refraktif kornea mata. Yaitu
dengan mengukur radius kurvatur kornea ( dengan mengasumsikan kornea seperti cermin
cembung) dan dengan menggunakan suatu perkiraan matematis untuk mengkonversi
radius kurvatur ini menjadi daya refraktif kornea(1,3,5).
Kornea dapat diibaratkan seperti cermin bundar cembung. Jika kita memberikan
cahaya pada suatu obyek yang ukurannya diketahui, menempatkannya pada jarak yang
diketahui dari kornea mata, dan kita bisa mengukur ukuran bayangan yang dipantulkan
(ukurannya diperkecil), maka kita dapat memperoleh radius kurvatur dengan
menggunakan rumus berikut: r = 2u(I/O), di mana r adalah jari-jari kurvatur kornea yang
memantulkan cahaya, u adalah jarak dari obyek ke kornea mata, I adalah ukuran
bayangan, dan O adalah ukuran obyek . Karena kornea merupakan cermin yang berdaya
tinggi (sekitar - 250 D), sebuah obyek tidak harus dalam jarak yang jauh sekali agar
berada pada infinitas optik kornea; yaitu jarak (u) harus konstan. Radius kornea
berbanding lurus dengan ukuran bayangan pantul yang dihasilkannya dan tidak
berbanding lurus dengan ukuran obyek (r berbanding lurus dengan I dan tidak
berbanding lurus dengan O).(3)
Kesulitannya adalah mengukur ukuran bayangan yang terkait dengan obyek. Ini
dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah mikroskop untuk memperbesar bayangan
yang kecil. Tapi karena mata terus bergerak, ukuran bayangan terhadap retikula sulit
diukur . Jika kita menempatkan dua prisma berhadapan dan memposisikan nya sehingga
garis dasarnya seperti memotong pupil, si pengamat akan melihat dua bayangan yang
terpisah dengan jumlah yang tetap (tergantung pada kekuatan/daya prismanya). Dengan
begitu, osilasi kornea selama pengukuran akan mempengaruhi bayangan ganda secara
sama- yaitu, gerakan tidak akan merubah pemisahan antara bayangan ganda. Ini
memunkinka sampai pada posisi "kontak" dengan akurat meski terdapat sedikit gerakan
mata. Teknik ini biasanya digunakan dalam berbagai alat ophthalmic, dan disebut dengan
prinsip penggandaan.(1,3)
KEPUSTAKAAN

4
1. American Academy of Ophthalmology ; Optic Refraction and Contact Lenses ;

BS CS ; Section 3 ,San Fransisco ; 127 –136 : 2001 – 2002 .

2. Abrams D . Elder D ; Astigmatism, in Practice of Refraction ; Ed 9 : Churchil

Living stone, London ; 65 – 70 : 1993 .

3. George E . G ; Keratometry ; Hand Book of refraction ; Boston ; 124 – 128

1989 .

4. Kaufman J . H ; Subjective Refraction and Use of The Astigmatic Dials ; Duane`s

Clinical Ophthalmology ; Vol 1,Tasman. W Chap 39 : Philadelphia , New York ;

1-4. 1997.

5. Mohrman R ; The Keratometer ; Duane`s Clinical Ophthalmology ; Vol 1 ,

Tasman . W . Chap 60 : Philadelphia , New York ; 1 – 12 : 1997 .

6. Mittelman D ; Geometric Optics and Clinical Refraction ; Principles and Practice

Ophthalmology Ed Peyman GA ; Philadelphia ; 174 – 221 : 1980 .

7. Safir A ; Retinoscopy ; Duane`s Clinical Ophthalmology ; Vol 1 , Tasman . W .

Chap 37 : Philadelphia New York ; 1 – 16 :1997 .

8. Sloans A . E ; Astigmatism ; Manual of Refraction; Ed.3 nd ,Little Brown and

company Boston ; 49 – 59: 1979 .

9. Walter E . G ; Streak Retinoscopy ; Hand Book of Refraction ; Boston ; 43 – 45

1989 .

10. White R ; Optics and Refraction ; General Ophthalmology ; Ed 13 th , Lauge

Medical Book ; 371 – 387 : 1992 .

Literature Review

5
ASTIGMAT KORNEA
(PEMERIKSAAN DENGAN RETINOSCOPY SUBJEKTIF
DAN KERATOMETER)

NOVIANDRI

SUB BAGIAN REFRAKSI


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAK. KEDOKTERAN UNAND/ PERJAN RS DR. M.DJAMIL
PADANG
2003

Anda mungkin juga menyukai