Anda di halaman 1dari 7

Critical Apraisal

Contact Lens Rehabilitation Following Repaired


Corneal Perforations
Jeewan S Titiyal, Rajesh Sinha, Namrata Sharma, V Sreenivas and
Rasik B Vajpayee

Sikatrik kornea yang muncul setelah perforasi kornea akan menyebabkan


terjadinya penurunan kemampuan untuk melihat. Penyebab utamanya adalah adanya
opasiti kornea dan karena astigmat kornea irregular yang timbul akibat adanya sikatrik.
Sehingga untuk mendapatkan penglihatan yang optimal seseorang dengan sikatrik
kornea memerlukan tindakan keratoplasty.

Lensa kontak Rigid Gas Permeable (RGP) dapat dipergunakan untuk membantu
pasien yang mengalami astigmat irregular. Disamping itu RGP juga dapat
dipergunakan untuk memperbaiki gangguan tajam penglihatan. Di Negara berkembang
yang kekurangan donor kornea, lensa kontak adalah pilihan utama untuk mendapatkan
rehabilitasi optik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi peranan lensa kontak RGP
dibandingkan pemakaian kaca mata dalam memperbaiki tajam penglihatan akibat
sikatrik yang timbul setelah perbaikan perforasi kornea.

Judul penelitian ditulis dengan kalimat yang menarik, tidak terlalu panjang dan
cukup informatif. Dari judul yang dipilih, tergambar isi utama penelitian. Tempat
penelitian adalah di Rajendra Prasad Senter, New Delhi, India, sayangnya tidak
disebutkan kapan penelitian dimulai dan berapa lama penelitian ini berlansung. Hal ini
penting disampaikan untuk panduan peneliti, agar penelitian berjalan dengan efisien
dan efektif. Penelitian dipublikasikan melalui BMC Ophthalmology yang dimuat pada
tanggal 14 maret 2006. Lima orang yang ahli di bidang masing-masing terjun
melakukan penelitian ini, diharapkan penelitian akan memberikan hasil terbaik. Peneliti
berasal dari 1 institusi yang sama yaitu : Rajendra Prasad Senter, New Delhi, India.

1
Abstrak ditulis dalam 4 paragraf, dan memenuhi kriteria IMRAD, memuat latar
belakang, tujuan, metode penelitian, hasil penelitian dan kesimpulan. Abstrak memuat
semua informasi penting sehingga dapat menggambarkan isi penelitian secara
keseluruhan. Terdiri dari 216 kata, abstrak tidak melebihi standar yang ditetapkan.
Kekurangannya adalah peneliti tidak menuliskan keyword dalam makalahnya ini.
Keyword yang diusulkan adalah Rigid Gas Permeable, contact lens, spectacles dan
corneal perforations.

Pendahuluan terdiri dari 2 bagian dan tidak lebih dari 1 halaman. Paragraf
utama memuat secara ringkas alasan yang mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian ini. Dalam menulis pendahuluan, peneliti didukung oleh beberapa buah
kepustakaan yang menyokong tujuan penelitian. Pada paragraf berikutnya peneliti
mencantumkan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tersebut. Secara umum
pendahuluan telah mencakup aturan penulisan yang ditetapkan.

Metode penelitian memuat informasi tentang tempat penelitian. Pasien diberikan


informed consent dan mendapatkan legalisasi dari komite etik. Peserta penelitian
adalah pasien-pasien opasiti kornea karena trauma tembus kornea yang datang ke
Rajendra Prasad Center. Selain itu pasien yang dikirim ke Rajendra Prasad Center
dengan tujuan untuk menjalani operasi kornea juga dimasukan ke dalam penelitian.
Desain penelitian yang dipakai tidak disebutkan, sampelnya pasien trauma perforasi
kornea yang telah mengalami perbaikan yang terdaftar di Rajendra Prasad Senter . Di
dalam metode penelitian tidak disebutkan berapa sampel yang akan diambil. Sebaiknya
jumlah sampel disebutkan.

Pasien-pasien yang terpilih sebagai peserta penelitian selanjutnya menjalani


serangkaian pemeriksaan berikut : uncorrected visual acuity (UCVA), best spectacle
corrected visual acuity (BSCVA), slit lamp biomicroscopy, ada atau tidaknya hecthing
afakia atau peudofakia. Kekurangan dalam penelitian ini adalah tidak disampaikan
eksklusi.

Dalam penelitian ini dituliskan prosedur penelitian dan disertakan komponen-


komponen apa yang diobservasi, pengukuran yang dilakukan serta intervensi yang

2
dilakukan. Hal ini sangat membantu jika ada peneliti lain yang berkeinginan untuk
melakukan penelitian yang sama. Kekurangannya adalah peneliti tidak menuliskan
teknik dalam melakukan pengukuran mengacu pada kepustakaan dari mana.
Sebaiknya hal ini dituliskan, sehingga jika nanti ada peneliti berikutnya berkeinginan
melakukan penelitian ditempat yang berbeda, bisa mempedomani penelitian ini.
Disampaikan bahwa parameter yang dinilai pada fitting RGP adalah sentrasi RGP,
pergerakan RGP dan coverage RGP, serta pola flouresein ketika fitting dilakukan. Di
dalam rencana analisa penelitian, peneliti mencantumkan “ paired t test” untuk
membandingkan bagaimana pengaruh pemakaian RGP dengan kaca mata. Dan untuk
menilai bagaimana pengaruh lokasi sikatrik dan status lensa pasien terhadap visus
digunakan Analysis of variance (ANOVA). Perhitungan data menggunakan software
statistic STATA 8.0.

Empat puluh mata dari 40 orang pasien yang telah dilakukan operasi kornea
karena perforasi kornea dilakukan fitting lensa kontak RGP dengan DK tinggi sebagai
langkah rehabilitasi. Umur rata-rata pasien adalah 16.40±9.04 tahun dan 28 (70%)
orang diantara pasien berjenis kelamin laki-laki. Sikatrik kornea sentral ditemukan
pada 18 mata (45%), parasentral pada 18 mata (45%) dan perifer pada 4 mata (10%).
Dua puluh empat mata adalah dengan status lensa afakia. Nilai rata-rata keratometri
astigmat pada waktu percobaan fitting RGP adalah 4.5±2.45D pada mata dengan
sikatrik sentral (n=18), 2,79±1.18D pada mata dengan sikatrik parasentral (n=18), dan
1.87±0.92 pada mata dengan sikatrik periper dan limbal. Didapatkan hasil yang
bermakna antara nilai astigmat sikatrik sentral dan sikatrik parasentral . Begitu pula
ada perbedaan yang bermakna antara sikatrik sentral dan sikatrik perifer.

3
Perbaikan ketajaman penglihatan terbaik ≥ 6/18 pada snellen’s chart terlihat
pada 10 mata (25%) yang mempergunakan kaca mata. Pada pemakaian lensa kontak,
didapatkan BCVA ≥6/18 pada 37 (92.5%) mata, yang secara statistik perbedaan yang
ditemukan ini cukup signifikan (p<0.001). Perbaikan visual acuity dengan
mempergunakan kaca mata adalah 0.20±0.13 yang berarti sama dengan penggunaan
lensa kontak pada hari pertama yaitu 0.58±0.26. Analisa komparatif yang dilakukan
untuk mengetahui perbaikan pada visual acuity dengan menggunakan lensa kontak dan
kaca mata adalah p<0.001. Secara statistik hasil ini cukup signifikan. Analisa komparatif
visual akhir dilakukan pada beberapa kelompok yang didasarkan pada variasi trauma
kornea dan status lensa. Analisa ini menunjukan bahwa perbaikan visual acuity dengan
lensa kontak lebih signifikan dari pada perbaikan yang dilakukan dengan
mempergunakan kaca mata ( terlihat pada tabel 1). Semua kecuali 1 mata menunjukan
perbaikan dengan BVCA ≥2 baris snellen. Seorang pasien menghentikan penggunaan
lensa kontak karena sudah berada di luar toleransi.
Adanya astigmat irregular pada paska trauma tembus cornea menyebabkan
koreksi visus tidak optimal. Cahaya yang tersebar dan daya refraksi yang irreguler
disebabkan oleh terdapatnya sikatrik menyebabkan silau terhadap cahaya, menurunkan
kepekaan terhadap kontras dan mesopic vision yang menyebabkan berkurangnya
visual acuity.
Lensa kontak RGP memperbaiki visual acuity dengan cara menyediakan
permukaan refraksi yang halus. Permukaan refraksi yang halus ini akan meniadakan
astigmat irreguler karena sikatrik. Film air mata pada bagian bawah kontak lensa akan
menetralkan ketidakteraturan permukaan. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa
lensa kontak RGP mampu memperbaiki visual acuity secara signifikan pada mata
dengan nebular dan nebulo-macular kornea. Penelitian juga menunjukan bahwa
perbaikan pada fungsi visual akan meningkatkan perbaikan visual acuity.
Penelitian lain menunjukan bahwa perbaikan pada visual acuity dengan
mempergunakan lensa kontak memberikan hasil yang lebih berarti dibanding perbaikan
terhadap rasa silau , kontrast sensitivity dan mesopic vision. Tak satu pun penelitian
yang menunjukan bahwa lensa kontak RGP menyebabkan penurunan kesensitifan
terhadap kontras meskipun lensa kontak memiliki diameter yang lebih kecil dan

4
mungkin pinggir lensa akan mempengaruhi kesensitifan terhadap cahaya. Tidak seperti
lensa kontak RGP, penggunaan lensa kontak yang soft dengan lebih lama akan
mempengaruhi fungsi visual.
Pada penelitian ini ditunjukan bahwa perbaikan visus pada trauma yang terdapat
pada kornea (sentral/parasentral/perifer) dengan mempergunakan lensa kontak
memberikan hasil yang lebih baik dari pada penggunaan kaca mata. Diperoleh BVCA
≥6/18, nilai yang lebih tinggi pada pasien yang mempergunakan lensa kontak.
Pada fitting lensa kontak RGP dengan sikatrik sentral dijumpai nilai astigmat
yang lebih besar. Sehingga pada mata ini (yang mengalami sikatrik sentral) memilki
UCVA dan BVCA yang kurang lebih sama dengan penggunaan kaca mata. Ini bisa
dimengerti karena sikatrik sentral akan bersamaan dengan visual axis yang
menyebabkan gangguan langsung pada refraksi cahaya yang menghasilkan
penyebaran cahaya. Tapi bagaimanapun, perbaikan pada visual acuity dengan lensa
kontak RGP memberikan hasil yang signifikan dari pada kaca mata. Ini boleh jadi
karena permukaan anterior lensa kontak seolah-seolah menjadi permukaan refraksi
utama.
Pada afakia, perbaikan dengan mempergunakan lensa kontak dan kaca mata
tidak sebagus fakia dan pseudofakia. Ini boleh jadi karena trauma pada mata ini lebih
tinggi. Tapi walau bagaimanapun perbaikan pada mata ini dengan mempergunakan
lensa kontak memberikan hasil yang lebih baik dibanding penggunaan kaca mata.
Untuk afakia keuntungan tambahan adalah nilai unilateral yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan penggunaan kaca mata. Penggunaan lensa kontak untuk
menangani afakia unilateral sebenarnya bukan hal yang baru.
Pemakaian lensa kontak sebagai langkah rehabilitasi disambut baik oleh pasien,
hanya satu pasien yang menolaknya. Peneliti lebih menyukai lensa kontak yang lebih
datar. Pemasangan lensa kontak harus memperhatikan udara dan fluorescein.
Pemasangan yang lebih datar dapat ditoleransi oleh kornea dalam rentang waktu yang
lebih lama. Walau bagaimanapun faktor keseimbangan lensa kontak harus
dipertimbangkan selama pemasangan berlangsung. Peneliti lebih menyukai untuk
memasang lensa kontak setelah hecthing dihilangkan, karena keberadaan bekas

5
jahitan akan mempengaruhi kestabilan lensa dan meningkatkan resiko terjadinya
keratitis .
Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk narasi, dan hanya dalam 1 buah tabel.
Tabel diberi judul yang jelas dan menampilkan variabel-variabel yang dianalisa. Pada
tabel yang sama diperlihatkan bahwa ada perbedaan bermakna antara lokasi sikatrik
dan status lensa dengan visual acuity akhir yang dapat dicapai. Hasil penelitian
mencantumkan point terpenting penelitian. Disebutkan bahwa seorang pasien drop out
dalam penelitian ini dan peneliti konsisten memasukan pasien tersebut dalam analisa
penelitian. Disebutkan bahwa penyebab pasien drop out adalah intoleransi dalam
pemakaian RGP.
Peneliti menggunakan ANOVA sebagai alat untuk menganalisis penelitian. Hal
ini relevan dengan tujuan penelitian yang ingin membandingkan bagaimana pengaruh
pemakaian RGP dan kaca mata terhadap lokasi sikatrik dan status lensa pasien. Dari
referensi penelitian tergambar banyak dukungan yang terhadap pemakaian RGP dari
pada kaca mata.. Dalam hasil penelitian peneliti tidak mencantumkan bagaimana
pendapat dan komentarnya. Sebaiknya peneliti mencantumkan komentar dan
pendapatnya. Mungkin peneliti dapat menuliskan bagaimana pendapatnya tentang
keterbatasan dan kesulitan selama penelitian, hingga dapat memberi masukan baru
bagi pembaca.
Diskusi yang disajikan membahas hal-hal yang relevan dengan penelitian.
Dijelaskan kenapa astigmat irregular menyebabkan gangguan visus dan kenapa RGP
dapat mengatasi permasalahan tersebut. Peneliti menyampaikan hal ini dengan
singkat, padat dan mudah dimengerti. Dalam diskusi disertakan tentang penelitian yang
sama yang dilakukan oleh orang lain , dimana kesimpulan dari kurang lebih sama.
Pada penelitian ini seorang pasien drop out,,tetapi peneliti tidak menjelaskan
kenapa hal itu terjadi. Selayaknya peneliti menjelaskan kesulitan yang ditemui dalam
penelitian, hingga kasus pasien drop out, gagal atau not responden dapat dihindarkan.
Tujuannya adalah jika nanti ada peneliti lain ingin melakukan penelitian serupa, jauh-
jauh hari dapat mengantisipasi keadaan tersebut.
Penjelasan kenapa pasien dengan sikatrik kornea sentral koreksi visusnya tidak
sebagus pasien dengan lokasi sikatrik lain dijelaskan peneliti dengan dukungan teori

6
yang relevan. Penjelasan tentang kenapa status lensa pasien punya pengaruh besar
terhadap koreksi akhir visus pasien juga dijelaskan oleh peneliti, sehingga memberikan
masukan baru bagi pembaca. Bahasan-bahasan yang disampaikan oleh peneliti
didukung oleh kepustakaan yang relevan, hingga pembaca akan jauh lebih yakin untuk
menerapkannya dalam praktek terhadap pasien.
Pembahasan tidak menerangkan apakah terjadi efek samping akibat pemakaian
RGP pada pasien yang diteliti. Dibagian akhir penelitiannya peneliti menuliskan
kesimpulan bahwa RGP sangat efektif untuk rehabilitasi visus pasien-pasien sikatrik
karena perforasi kornea. Peneliti memberikan jaminan bahwa mereka tidak terkait
dengan competing interest dengan siapapun.
Dalam penelitian tidak dituliskan saran untuk pembaca, sebaiknya peneliti
memberikan saran untuk mendapatkan kesempurnaan dalam penelitian berikutnya.
Secara umum diskusi yang ditampilkan peneliti sudah baik dan memenuhi syarat
penelitian ilmiah dan ditulis cukup rinci dan mudah dipahami. Bahasa yang digunakan
baku dan informatif.

Anda mungkin juga menyukai