Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Neo Konseling

Volume 00 Number 00 20XX


ISSN: Print 1412-XXXX – Online XXXX-XXXX
DOI: 10.24036/xxxxxxxxxxx-x-xx
Received Month DD, 20YY; Revised Month DD, 20YY; Accepted Month DD, 20yy
Avalaible Online: http://neo.ppj.unp.ac.id/index.php/neo

Perbedaan Konsep Diri Siswa di Sekolah Umum dengan Pondok


Pesantren
Putri Wulandari1, Ifdil Ifdil2
12
Universitas Negeri Padang
*Corresponding author, e-mail: ptrwlndr024@gmail.com

Abstract
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena siswa yang
memiliki konsep diri yang rendah. Berdasarkan fenomena tersebut terlihat
sebagian siswa memandang dirinya negatif, merasa rendah diri, dan
ketergantungan dengan orang lain. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1)
mendeskripsikan konsep diri siswa di sekolah umum, (2) mendeskripsikan
konsep diri siswa di pondok pesantren, (3) menguji apakah terdapat perbedaan
konsep diri siswa di sekolah umum dan pondok pesantren.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan komparatif menggunakan
metode kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa di sekolah umum
yaitu SMA Negeri 2 Padang, SMA Negeri 14 Padang dan siswa di pondok
pesantren yaitu Pondok Pesantren Sabbihisma dan Pondok Pesantren Dar El
Iman yang berjumlah 251 orang siswa, yaitu 75 orang siswa SMA Negeri 2
Padang, 71 orang siswa SMA Negeri 14 Padang, 35 orang siswa Pondok
Pesantren Sabbihisma dan 70 orang siswa Pondok Pesantren Dar El Iman yang
dipilih menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian
yang digunakan adalah instrumen konsep diri yang mengukur aspek
pengetahuan, harapan dan penilaian. Data dianalisis dengan teknik statistik
deskriptif dan analisis uji beda (t-test) dengan bantuan program SPSS for
Windows versi 26.00.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa (1) konsep diri siswa di sekolah
umum pada umumnya berada pada kategori cukup positif, (2) konsep diri siswa
di pondok pesantren pada umumnya berada pada kategori cukup positif, (3)
terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri siswa di sekolah umum
dengan pondok pesantren.
Keywords: Konsep Diri, Sekolah Umum, Pondok Pesantren

How to Cite: Putri Wulandari1, Ifdil Ifdil2. 2022. Perbedaan Konsep Diri Siswa di Sekolah Umum
dengan Pondok Pesantren. Jurnal Neo Konseling, Vol (N): pp. XX-XX, DOI:
10.24036/XXXXXXXXXX-X-XX

This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use, distribution,
and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2019 by author

Pendahuluan
Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

1
2

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”.
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya. Jenjang pendidikan formal salah satunya adalah
pendidikan menengah yang merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat (UU
No. 20 Tahun 2003 Bab IV Pasal 18). Sedangkan Pendidikan nonformal dalam UU Sisdiknas
No 20 Tahun 2003 pasal 30 tentang pendidikan keagamaan yaitu Pondok Pesantren.
Fadli, Alizamar dan Afdal (2017) menyebutkan pada jenjang pendidikan ini peserta
didik sedang berada pada masa remaja. Masa remaja merupakan salah satu periode transisi
dalam kehidupan manusia (Pratama, Syahniar & Karneli, 2016). Dimana pada masa ini ndividu
kerap kali merasakan kebingungan terhadap dirinya sendiri, yang nantinya akan mempengaruhi
proses pembentukan identitas diri remaja (Ali & Asrori, 2012; Gross, 2013). Dan salah satu
karakteristik individu yang memiliki identitas diri yang baik adalah dengan konsep diri yang
baik pula (Dariyo, 2004). Konsep diri adalah pandangan individu mengenai dirinya (Oktavia,
Zikra & Nurfarhanah, 2016).
Reski, Taufik dan Ifdil (2017) mengatakan bahwa konsep diri memegang peranan yang
penting dalam mengarahkan tingkah laku siswa. Sehingga konsep diri merupakan salah satu
kepribadian yang perlu ditumbuhkembangkan (Nisa & Taufik, 2019). Pada saat yang sama,
konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan seseorang karena konsep diri
menentukan bagaimana seseorang berperilaku dalam berbagai situasi. Konsep diri adalah
persepsi, pengamatan, dan penilaian diri tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang
lain lainnya (Afdal, Munawir & Yusuf, 2018). Sejalan dengan pendapat di atas, Firman (2018)
menyebutkan bahwa konsep diri dapat terganggu apabila siswa tidak mampu menyesuaikan diri
dan mengikuti pola yang sama dengan anggota kelompok.
Lingkungan yang berbeda antara sekolah umum dengan pondok pesantren pasti juga
memiliki dampak yang berbeda pada konsep diri siswa. Siswa yang berada di sekolah umum,
mereka biasanya tinggal bersama orang tua, sehingga hal ini juga mempengaruhi konsep diri
siswa. Kehadiran kedua orang tua dalam keluarga mempengaruhi peran keluarga dalam
membentuk kepribadian dan kemandirian anak melalui interaksi sosial keluarga (Veronika &
Afdal, 2019; Slameto, 2010). Anak belajar pola perilaku, sikap, keyakinan, cinta kasih dan
nilai-nilai luhur untuk hidup bermasyarakat di masa yang akan datang (Insan, dkk. 2021).
Beda halnya dengan siswa yang melanjutkan pendidikan ke jalur pendidikan nonformal
yaitu pondok pesantren, maka lingkungan pesantren menjadi lingkungan sosial yang utama
dalam mengadakan konsep diri bagi siswa yang bertempat tinggal di pesantren. Keberadaannya
di pesantren membuat mereka mampu belajar mendapatkan pengalaman bersosialisasi pertama
kalinya, baik dengan teman-teman pesantren atau ustad/ustadzah.
Dengan hal ini, konsep diri merupakan identitas yang dapat membedakan antara
individu satu dengan yang lainnya. Tidak semua orang memiliki konsep diri positif, tetapi juga
konsep diri negatif. Orang dengan konsep diri positif dicirikan oleh kepercayaan diri,
optimisme, penerimaan diri, dan harga diri yang tinggi. Begitupun sebaliknya, individu yang
tidak percaya diri, kurang penerimaan diri, menarik diri dari lingkungan sosial, pesimis dan

(Title)
Putri Wulandari1, Ifdil Ifdil2 3

harga diri rendah merupakan individu yang memiliki konsep diri negatif (Hidayat & Bashori,
2016). Konsep diri individu tumbuh untuk memungkinkan remaja menjadi lebih terlibat dalam
bidang di mana mereka unggul, berinteraksi dengan orang lain, dan berperilaku dengan cara
yang dapat diterima orang lain (Novilda, Karneli & Syukur, 2019).
Berdasarkan data awal yang diperoleh di SMAN 2 Padang melalui hasil pengolahan
AUM Umum format SLTA menunjukkan rendahnya konsep diri siswa. Didapatkan hasil
sebanyak 14 siswa mudah gentar atau khawatir dalam menghadapi dan/atau mengemukakan
sesuatu, dan 15 orang memiliki rasa rendah diri atau kurang percaya diri. Kemudian, dari
penerapan aplikasi potensia yang diberikan di kelas XI pada tanggal 2 November 2021 terlihat
sebanyak 24 orang mengalami rasa rendah diri atau kurang percaya diri, 16 orang merasa
pesimis akan dapat sukses di masa depan, dan 20 orang belum mengetahui bakat diri sendiri
untuk bekerja nanti.
Sehubungan dengan itu, dari hasil wawancara dengan ustad/ustadzah di Pondok
Pesantren Sabbihisma pada tanggal 4 April 2022, dapat dipahami bahwa masih ada beberapa
siswa yang tidak betah, bosan, tidak bisa jauh dari orang tua, dan sebagainya. Hal ini disebabkan
karena siswa belum mampu menyesuaikan diri di lingkungan pondok pesantren. Berdasarkan
fenomena di pondok pesantren tersebut, diketahui bahwa masih ada siswa dengan konsep diri
negatif mengarah pada penolakan diri, sehingga siswa sering mengalami perasaan tidak
mampu, rendah diri, dan kurang percaya diri.
Metode
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan komparatif menggunakan metode kuantitatif.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa di sekolah umum yaitu SMA Negeri 2 Padang, SMA
Negeri 14 Padang dan siswa di pondok pesantren yaitu Pondok Pesantren Sabbihisma dan
Pondok Pesantren Dar El Iman yang berjumlah 251 orang siswa, yaitu 75 orang siswa SMA
Negeri 2 Padang, 71 orang siswa SMA Negeri 14 Padang, 35 orang siswa Pondok Pesantren
Sabbihisma dan 70 orang siswa Pondok Pesantren Dar El Iman yang dipilih menggunakan
teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen konsep
diri yang mengukur aspek pengetahuan, harapan dan penilaian. Data dianalisis dengan teknik
statistik deskriptif dan analisis uji beda (t-test) dengan bantuan program SPSS for Windows
versi 26.00.

Hasil
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah peneliti lakukan, data hasil penelitian
disajikan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian yang diajukan sebelumnya, yaitu (1)
mendeskripsikan konsep diri siswa di sekolah umum, (2) mendeskripsikan konsep diri siswa di
pondok pesantren, dan (3) menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep
diri siswa di sekolah umum dengan pondok pesantren.
Konsep diri siswa di sekolah umum pada umumnya berada pada kategori cukup positif
dengan frekuensi 146 orang siswa. Diantaranya 8 orang siswa yang memiliki konsep diri sangat
positif dengan persentase 5,48%, 33 siswa memiliki konsep diri positif dengan persentase
22,60%, 105 siswa memiliki konsep diri cukup positif dengan persentase 71,92% dan tidak
terdapat siswa yang memiliki konsep diri negatif serta sangat negatif.
Konsep diri siswa di pondok pesantren pada umumnya berada pada kategori cukup
positif dengan frekuensi 105 orang santri. Diantaranya 9 orang santri yang memiliki konsep

Jurnal Neo Konseling, Open Access Journal: http://neo.ppj.unp.ac.id/index.php/neo


4

diri sangat positif dengan persentase 8,57%, 42 santri memiliki konsep diri positif dengan
persentase 40,00%, 53 santri memiliki konsep diri cukup positif dengan persentase 50,48%, 1
orang siswa memiliki konsep diri negatif dengan persentase 0,95% dan tidak terdapat siswa
yang memiliki konsep diri sangat negatif.
Dari hasil temuan data di atas diperoleh nilai Sig. (2-tailed) lebih kecil dari taraf
signifikansi 0,05 (0,002 < 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan
yang signifikan antara konsep diri siswa di sekolah umum dengan pondok pesantren.

Pembahasan
Konsep diri merupakan pendapat individu tentang dirinya dan bagaimana individu
mempersepsikan pandangan orang lain terhadap dirinya (Reski, Taufik dan Ifdil, 2017).
Menurut Hurlock (1976) penting bagi siswa untuk memiliki konsep diri yang positif agar
mampu membangun rasa percaya diri dan harga diri, serta memiliki keyakinan terhadap
kemampuan yang dimiliki, sehingga siswa cenderung tampil lebih positif dan terbuka dalam
hubungan sosialnya dengan orang lain. Selanjutnya, Sugeng (Marimbuni, 2017)
mengemukakan bahwa konsep diri yang positif membimbing siswa untuk memiliki
kemampuan beradaptasi yang baik. Sebaliknya siswa dengan konsep diri yang rendah akan
pesimis atau kurang percaya diri (Astarini, Nirwana & Ahmad, 2016).
Dari data penelitian yang dilakukan di Sekolah Umum dengan Pondok Pesantren
menunjukkan adanya perbedaan antara konsep diri siswa di sekolah umum dengan konsep diri
siswa di pondok pesantren. Terlihat jelas perbandingan rata- rata konsep diri siswa di pondok
pesantren lebih besar dari rata-rata konsep diri siswa di sekolah umum. Berbagai upaya dapat
dilaksanakan oleh Guru BK/Konselor dalam pelayanan BK di sekolah. Pelayanan BK dapat
diterapkan dengan materi tentang kiat meningkatkan konsep diri melalui temuan hasil
penelitian ini. Dilihat dari keseluruhan responden, masih ada siswa yang memiliki konsep diri
yang negatif, selain itu dilihat dari rata-rata siswa di sekolah umum masih memiliki konsep diri
pada kategori cukup positif sehingga masih perlu ditingkatkan agar lebih baik dari sebelumnya.
Simpulan
Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian tentang konsep diri siswa di
sekolah umum dengan pondok pesantren, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai
berikut: 1) konsep diri siswa di sekolah umum pada umumnya berada pada kategori cukup
positif, artinya sebagian siswa di sekolah umum memiliki konsep diri yang cukup baik.
Kebanyakan dari siswa telah memiliki konsep diri yang cukup positif yaitu dengan adanya
pemahaman yang baik terhadap diri, harapan yang realitas serta penilaian terhadap diri baik. 2)
konsep diri siswa di pondok pesantren pada umumnya berada pada kategori cukup positif,
artinya sebagian siswa di pondok pesantren memiliki konsep diri yang cukup baik. Kebanyakan
dari siswa telah memiliki konsep diri yang cukup positif yaitu dengan adanya pemahaman yang
baik terhadap diri, harapan yang realitas serta penilaian terhadap diri baik 3) dan terdapat
perbedaan yang signifikan antara konsep diri siswa di sekolah umum dengan pondok pesantren
yang diperoleh nilai Sig. (2-tailed) lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 (0,002 < 0,05).
Dimana nilai rata-rata konsep diri siswa di sekolah umum sebesar 71,8014 dan nilai rata-rata
konsep diri siswa di pondok pesantren sebesar 75,4476. Artinya nilai rata-rata konsep diri siswa
di sekolah umum lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata konsep diri siswa di pondok
pesantren.

(Title)
Putri Wulandari1, Ifdil Ifdil2 5

Saran
Sesuai data dan hasil penelitian yang diperoleh, maka akan disampaikan beberapa saran
kepada pihak-pihak yang terkait yaitu:
1. Kepada Guru BK/Konselor di sekolah dapat memasukkan materi-materi dalam
menyusun program layanan BK sesuai dengan temuan penelitian terkait dengan konsep
diri, sehingga dapat mengetahui, membantu dan memberikan perhatian, dukungan serta
bimbingan kepada siswa untuk menyadari, memahami, dan meningkatkan konsep diri
siswa, memberikan layanan bimbingan dan konseling pribadi maupun kelompok.
2. Kepada Ustad/Ustadzah Pondok Pesantren dapat memberikan dukungan emosional
(emotional support), seperti kepedulian, perhatian, dan penghargaan (esteem support),
melalui ungkapan positif terhadap siswa. Selanjutnya menciptakan situasi sekolah yang
dapat menimbulkan rasa betah kepada siswa, baik secara sosial, fisik, maupun akademik
sehingga tercipta suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa.
3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat melanjutkan penelitian lebih lanjut dan lebih luas,
terkait dengan variabel konsep diri. Sehingga, hasil penelitian selanjutnya dapat
memperdalam, memperjelas dan memberikan temuan yang baru.

Daftar Rujukan
Afdal, Munawir, A. Muri Yusuf, Z. M. E. (2018). Internal Locus of Control and Self-Concept
as Factors Affecting the Career Maturity of High School Students. International Journal
of Research in Counseling and Education, 01(02).
Ali, M. & Asrori. M. (2012). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Bumi
Aksara.
Astarini, D., Nirwana, H., & Ahmad, R. (2016). Hubungan antara Konsep Diri Sosial, Persepsi
Siswa tentang Dukungan Sosial Orangtua, dan Teman Sebaya dengan Komunikasi
Interpersonal Siswa dan Implikasinya terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseli.
Konselor, 5(4).
Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Fadli, R.P., Alizamar., Afdal. (2017). Persepsi Siswa tentang Kesesuaian
Perencanaan Arah Karir Berdasarkan Pilihan Keahlian Siswa Sekolah Menengah
Kejuruan.
Konselor, Vol: 6 (2): pp. 74-82
Firman, F. (2018). Efektivitas Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok Dengan
Menggunakan Media Audio Visual Untuk Meningkatkan Konsep Diri Siswa. Jurnal
Ilmiah Konseling, 1-9
Gross, R. (2013). Psychology: The Science Of Mind and Behaviour.
Edisi keenam. Jakarta: Pustaka Belajar.
Hidayat, K & Bashori, K. (2016). Psikologi Sosial Aku, Kami, dan Kita. Jakarta: Erlangga
Hurlock, E. B. (1976). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Insan, A. C., Zukhra, R. M., & Lestari, W. (2021). Perbedaan Konsep Diri Remaja Pertengahan
Yang Tinggal Bersama Orang Tua Dengan Remaja Pertengahan Yang Tinggal Di Asrama

Jurnal Neo Konseling, Open Access Journal: http://neo.ppj.unp.ac.id/index.php/neo


6

Sekolah. Jurnal Ilmu Keperawatan, 9, 1.


Liranda Khaira Nisa, Taufik. (2019). Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Konsep
Diri Siswa yang Berprestasi Belajar Rendah. Jurnal Neo Konseling, 1(3), 1-6
Marimbuni., Syahniar., & Ahmad, R. (2017). Kontribusi Konsep Diri dan Kematangan Emosi
Terhadap Penyesuaian Diri Siswa dan Implikasinya dalam Bimbingan dan Konseling.
Jurnal Bimbingan dan Konseling, 6(2), 165-175
Novilda, R., Karneli, Y., & Syukur, Y. (2019). Effectiveness of Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) Group Format Therapy to Improve Student Self Concepts. International
Journal of Applied Counseling and Social Sciences Volume, 1(01), 79-87.
Oktavia, E., Zikra, Z., & Nurfarhanah, N. (2016). Konsep Diri Penyandang Tunanetra dan
Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling. Konselor, 5(4).
Pratama, R., Syahniar, S., & Karneli, Y. (2016). Perilaku Agresif Siswa dari Keluarga Broken
Home. Konselor, 5(4), 238-246.
Reski, N., Taufik, T., & Ifdil, I. (2017). Konsep Diri dan Kedisiplinan Belajar Siswa. Jurnal
EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 3(2), 85-91.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 pasal 30 tentang Pendidikan Keagamaan
Veronika, M & Afdal. (2019). Differences in Self-Concept of Students from Intact Families
And Non-Intact Families. Jurnal Aplikasi IPTEK Indonesia, 3(3), pp. 151-158.

(Title)

Anda mungkin juga menyukai