Anda di halaman 1dari 15

PERBEDAAN KONSEP DIRI SISWA DI TINJAU DARI POLA ASUH

ORANG TUA PADA SISWA KELAS VIII


SMP NEGERI 21 KOTA JAMBI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Ekstensi
Bimbingan Konseling FKIP Universitas Jambi

OLEH :

YUFA FICANYSHA
AIE114011

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
JAMBI
2018

1
ARTIKEL ILMIAH

PERBEDAAN KONSEP DIRI SISWA DI TINJAU DARI POLA ASUH


ORANG TUA PADA SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 21 KOTA JAMBI

OLEH :
YUFA FICANYSHA
AIE114011

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
JAMBI
2018

ABSTRAK

Judul : Perbedaan Konsep Diri Siswa Di Tinjau dari Pola Asuh


Orang Tua Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 21 Kota
Jambi.
Oleh : Ficanysha, Yufa
NIM : A1E114011
Pembimbing I : Drs. Joni Afri, M.Pd
Pembimbing II : Drs. Asradi, MM

Kata Kunci: Konsep Diri, Pola Asuh Orang Tua

Konsep diri merupakan suatu gagasan yang mencakup keyakinan,


pandangan, penilaian, dan perasaan individu mengenai dirinya sendiri, yang dapat
bersifat psikologis, sosial, dan fisik kemudian berkembang sesuai dengan
pengalaman dan interaksi dengan orang lain, antara lain sikap orang tua dalam
mengasuhnya. Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan konsep diri siswa kelas
VIII SMP negeri 21 Kota Jambi berdasarkan aspek pengetahuan, harapan dan
penilaian, (2) mendeskripsikan pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola
asuh permisif yang diterapkan oleh masing-masing orang tua siswa kelas VIII SMP
Negeri 21 Kota Jambi, dan (3) mendeskripsikan perbedaan konsep diri siswa
ditinjau dari pola asuh pada siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Kota Jambi.
Penelitian ini termasuk penelitian komparatif, dengan pendekatan
kuantitatif menggunakan analisis One way Anova. Populasi penelitian adalah siswa
kelas VIII SMP Negeri 21 Kota Jambi, dengan jumlah sampel sebanyak 73 orang,
yang dipilih dengan teknik simple random sampling dan proportional random
sampling. Instrumen yang digunakan adalah angket tertutup dengan mengunakan
model skala Likert. Tujuan Penelitian pertama, kedua dianalisis dengan teknik
persentase dan tujuan penelitian ketiga dianalisis dengan teknik analisis One way
Anova.

2
Temuan penelitian ini: (1) Secara rata-rata keseluruhan konsep diri siswa kelas VIII
SMP Negeri 21 Kota Jambi berada pada kategori tinggi dengan persentase sebesar
74,42%, (2) Secara rata-rata keseluruhan pola asuh orang tua siswa kelas VIII SMP
Negeri 21 Kota Jambi berada pada kategori bagus dengan persentase sebesar
73,47%, (3) Dari 73 siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Kota Jambi yang diambil
secara acak, 15 orang siswa diasuh dengan pola asuh otoriter, 29 orang diasuh
dengan pola asuh demokratis, dan 29 orang diasuh dengan pola asuh permisif (4)
Konsep diri siswa dari pola asuh otoriter secara keseluruhan yaitu 71,11%, konsep
diri siswa dari pola asuh demokratis secara keseluruhan yaitu 76,19%, dan konsep
diri siswa dari pola asuh permisif secara keseluruhan yaitu 73,85%, (5) terdapat
perbedaan konsep diri siswa ditinjau dari pola asuh orang tua pada siswa kelas VIII
SMP Negeri 21 Kota Jambi.

I. PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Pada masa ini, anak-anak mengalami banyak perubahan pada
psikis dan fisiknya. Perubahan yang terjadi pada aspek perkembangan remaja
cenderung berpengaruh terhadap aspek perkembangan yang lain, seperti fisik,
psikologis dan sosialnya. Secara psikologis, masa remaja adalah masa dimana
individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Tugas perkembangan
pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap da pola perilaku anak
(Hurlock, 1980:209).
Pubertas merupakan tahap awal pada masa remaja. Periode pubertas
ditandai dengan perubahan dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual
dan tahap ini disertai dengan adanya perubahan-perubahan dalam pertumbuhan
somatis dan perspektif psikologis (Hurlock, 1980:184).
Menurut Hurlock (1980:209), siswa seringkali mengalami kesulitan
untuk menerima keadaan fisiknya bila sejak kanak-kanak mereka telah
mengagungkan konsep tentang penampilan fisik yang menarik. Permasalahan
yang sering dialami dalam masa remaja adalah kurang dapat menerima
keadaan/penampilan fisiknya. Siswa merasa tidak percaya diri atau merasa
tidak memiliki kelebihan yang bisa dipakai sebagai modal dalam bergaul.
Sebagai contoh, sejak kanak-kanak seorang individu telah mengagungkan
konsep tentang penampilan fisik yang menarik apabila memiliki bentuk tubuh
yang proporsional. Ketika memasuki usia dewasa, ternyata penampilan
fisiknya tidak sesuai dengan harapannya selama ini dan hal tersebut dapat
menimbulkan rasa tidak puas terhadap diri dan merasa kurang percaya diri.
Berdasarkan pengalaman penulis PLKPS (Praktik Lapangan Konseling
Pendidikan di Sekolah) dari bulan Februari sampai bulan Mei 2017 di SMP
Negeri 21 Kota Jambi, penulis menemukakan beberapa siswa perempuan yang
mengeluh dengan bentuk tubuhnya, seperti bentuk badan yang terlalu gemuk
cenderung tidak percaya diri dalam bergaul dan berinteraksi dengan orang lain.
Siswa perempuan tersebut merasa bahwa dirinya tidak menarik karena bentuk
tubuh dan hal itu membuatnya sering diejek oleh teman-temannya. Penilaian
negatif yang dipersepsikan siswa tersebut kemudian menjadikannya sebagai
pribadi yang pemalu, tidak memiliki banyak teman di sekolah maupun
lingkungan tempat tinggalnya, cenderung menutup diri dan membatasi

3
hubungan pergaulan dengan orang lain. Hal tersebut menghambat
perkembangan sosial individu dalam berhubungan dengan orang lain.
Selain itu, permasalahan lain yang penulis temukan, ada seorang siswa
yang menyatakan bahwa semenjak kedua orang tuanya bercerai, sikap ibunya
sangat keras, tidak perhatian, tidak mempedulikannya, sering marah-marah dan
mengancam dengan kata-kata yang menyakitkan. Perlakuan ibunya tersebut
membuat dia tertekan, merasa dirinya tidak berharga, tidak pantas untuk
disayangi dan diperhatikan. Sehingga ia menjadi orang yang rendah diri dan
bahkan dia sampai memendam perasaan kesal yang begitu besar terhadap
ibunya, seringkali marah marah, merasa sangat sedih dan kecewa. Kondisi ini
ternyata juga menganggu kegiatan belajarnya, terutama kegiatan belajar di
rumah. Hal ini sejalan dengan pendapat Michael Lifshitz (Moh. Shochib,
2014:9) yang menyatakan bahwa anak remaja yang berasal dari keluarga kacau
(gagal) lebih banyak memiliki konsep diri negatif, lebih banyak mengalami
kesulitan dalam hubungan sosial, lebih ekstrim mengekspresikan perasaan,
lebih penakut dan lebih sulit mengontrol jasmaninya daripada anak remaja dari
keluarga utuh.
Selain itu menurut beberapa guru yang ada di sekolah, anak-anak yang
mengalami permasalahan di atas cenderung lebih suka menutup diri dalam
pergaulan di sekolah baik didalam kelas maupun di luar kelas. Mereka lebih
suka menyendiri dan susah untuk berinteraksi dengan lingkungan sekolah,
anak-anak tersebut banyak yang menjadi pemalu terutama anak-anak yang
mengalami permasalahan yang sesuai dengan fenomena di lapangan,
Berdasarkan paparan kasus di atas, individu yang memiliki penilaian
negatif terhadap dirinya akan membentuk pola pemikiran negatif. Penilaian
yang diberikan individu kepada diri sendiri akan mempengaruhi konsep diri
mereka yang kemudian konsep diri tersebut akan berpengaruh kepada
perkembangan individu itu sendiri. Calhoun & Acocella (dalam Desmita,
2014:166) menyatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif akan
memiliki penilaian yang positif terhadap dirinya, sehingga dapat memahami
dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya.
Sedangkanindividu yang memiliki konsep diri negatif akan memiliki penilaian
negatif terhadap dirinya serta belum dapat memahami tentang keseluruhan
diri, sehingga merasa bahwa tidak cukup baik dan tampak tidak berharga
dibandingkan dengan apa yang diperolah orang lain.
Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter, bukan juga
sesuatu yang tiba-tiba muncul atau ada. Konsep diri merupakan hasil belajar
yang berlangsung terus setiap hari, tanpa disadari serta hasil bentukan dari
pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa.
Cooley (Sarwono & Minarno, 2009:53-54) menjelaskan bahwa konsep diri
dianalogikan sebagai cermin yaitu sarana bagi seseorang melihat dirinya.
Analogi tersebut menjelaskan bahwa konsep diri seseorang diperoleh dari hasil
penilaian atau evaluasi orang lain terhadap dirinya.
Lingkungan pertama yang memiliki pengaruh besar dalam
perkembangan seorang individu adalah lingkungan keluarga. Keluarga sebagai
kelompok masyarakat terkecil yang terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa
yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka
lahirkan. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya. Orang tua

4
adalah tokoh utama dalam mendidik dan mengajarkan anak-anak agar mereka
mampu beradaptasi dengan lingkungan, mengelola tantangan, serta
menghadapi dan mengalahkan berbagai persoalan kehidupan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Ki Hajar Dewantara (dalam Shochib, 2014: 10) yang
menyatakan bahwa keluarga merupakan “pusat pendidikan”yang pertama dan
terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga
selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiaptiap menusia. Dengan
demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.
Sebagai orang tua dalam memberikan dasar pembentukan tingkah laku,
kepribadian, watak, moral, dan pendidikan anak, adakalanya berlangsung
melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung.
Namun, adakalanya orang tua memberikan patokan dan contoh yang baik
untuk ditiru anak. Orang tua menjadi faktor terpenting dalam menanamkan
dasar kepribadian tersebut yang turut menentukan corak dan gambaran
kepribadian seseorang setelah dewasa.
Setiap orang tua memiliki harapan dan keinginan terhadap anaknya.
Orang tua ingin supaya anak-anak mereka kelak akan memiliki konsep diri,
kepribadian dan karakter yang baik Dengan mengetahui konsep diri seseorang,
kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.
Pembentukan konsep diri, kepribadian, dan karakter pada seorang individu
dapat dipengaruhi oleh bagaimana cara dan sikap orangtua dalam
mengasuhnya. Pola asuh terdiri dari beberapa macam dan karakteristik yang
berbeda.
Macam-macam pola asuh seperti yang dikemukakan oleh Baumrind
(Santrock, 2003:185-186) terdiri dari tiga macam, yaitu pola asuh autoritarian,
autoritatif dan permisif (permisif-tidak peduli dan permisif-memanjakan). Pola
asuh autoritarian atau yang lebih dikenal dengan pola asuh otoriter
menekankan batasan maupun aturan yang kaku dan tegas, bersifat menghukum
dan memaksakan kehendak kepada anak serta tidak adanya hubungan yang
hangat antara orang tua dan anak. Kemudian, orang tua yang menerapkan pola
asuh autoritatif atau demokratis cenderung memberikan kebebasan pada anak
tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan
mereka. Pola asuh ini menekankan hubungan yang hangat, komunikasi terbuka
serta adanya sikap saling menghargai kedudukan dan peran masing-masing.
Sedangkan, pola asuh permisif yang terdiri dari permisif-tidak peduli dan
permisifmemanjakan menekankan pada sikap orang tua yang memberikan
kebebasan kepada anak untuk melakukan segala sesuatu yang dikehendakinya,
tanpa adanya kontrol dan aturan yang jelas. Setiap jenis pola asuh yang
diterapkan orang tua tidak ada yang benar dan salah, semua tergantung
bagaimana menerapkannya sesuai dengan keadaan dan situasi yang terjadi
pada anak. Dalam penerapan pola asuh, orang tua seringkali menerapkan
beberapa macam pola asuh tetapi memiliki kecenderungan kepada salah satu
pola asuh.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indang Maryati, Asrori,
Donatianus (2012) tentang Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Sosial
Anak Siswa di Desa Arang Limbung Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu
Raya menyatakan bahwa siswa dalam pengasuhan orang tua demokratis akan
mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan diri dalam situasi

5
perbedaan pendapat, tidak mudah cemas, mampu mengambil keputusan
dengan tepat dalam situasi yang sulit, mencari penyebab masalah dalam
kehidupan sehari-hari, bertanggung jawab dan mampu menerima kritikan. juga
menyatakan bahwa dalam mengasuh orang tua bukan hanya mampu
mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan
membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak.
Temuan penelitian lain yang dilakukan oleh Nurus Safa’ah (2009)
tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Konsep Diri pada Siswa Usia
15 – 18 di SMA PGRI 1 Tuban, ditemukan bahwa individu yang tinggal,
tumbuh dan dibesarkan oleh keluarga yang saling menyayangi, perhatian, bisa
menjaga sikap terhadap anak, menyadari peran dan hak anak cenderung
memiliki konsep diri positif. Sedangkan, individu yang tumbuh dan dibesarkan
dalam pola asuh yang keliru dan negatif, ataupun lingkungan yang kurang
mendukung, kurang perhatian dan menerapkan sistem hukuman cenderung
mempunyai konsep diri negatif.
Penelitian yang dilakukan Nurus Safa’ah (2009) tersebut menggunakan
pendekatan penelitian korelasional (hubungan/asosiasi). Penelitian tersebut
membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan pola
asuh orang tua. Dalam penelitian ini, peneliti mengemukakan satu pendekatan
baru terhadap masalah yang sudah ada. Peneliti menggunakan pendekatan
komparatif (perbandingan) untuk mencari perbedaan (membandingkan) antara
konsep diri siswa apabila ditinjau dari berbagai macam pola asuh orang tua.
Penelitian terdahulu baru membahas tentang konsep diri yang
dipengaruhi oleh pola asuh demokratis dan otoriter. Penelitian tersebut belum
membahas lebih lanjut tentang pola asuh orang tua permisif dalam
pembentukan konsep diri. Dalam penelitian ini akan membahas lebih
mendalam lagi tentang macam-macam pola asuh yang terdiri dari pola asuh
autoritarian, autoritatif dan permisif (permisif-memanjakan). Berdasarkan
asumsi tentang perbedaan pola pengasuhan orang tua yang mempengaruhi
konsep diri, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang “Perbedaan
Konsep Diri Siswa Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua pada Siswa kelas VIII
SMP Negeri 21 Kota Jambi”.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diri
Menurut Gufron & Risnawita, (2010:14) konsep diri adalah apa yang
dipikirkan dan dirasakan tentang dirinya. Ada dua konsep diri yaitu konsep diri
komponen kognitif yaitu pengetahuan individu tentang dirinya mencangkup
pengetahuan “siapa saya” yang akan memberikan gambaran tentang diri saya,
sedangkan konsep diri komponen afektif adalah penilaian individu tentang
dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana penerimaan terhadap diri dan
harga diri individu.
Senada dengan pendapat Elida (2006:120) konsep diri adalah respon
seseorang tentang pertanyaan “siapa saya” ketika seseorang remaja menyadari
siapa dirinya maka akan ada unsur penilaian tentang keberadaan dirinya itu.
Sedangkan menurut Hosnan (2016:125) konsep diri adalah gagasan tentang diri

6
sendiri yang mencangkup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang
terhadap dirinya sendiri.
Pada pengertian yang lain Desmita (2014:164) mengartikan bahwa
konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan,
pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri
atas bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita
menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan.
Proses terbentuknya konsep diri juga bersumber dari interaksi dari orang lain.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri
adalah pandangan individu dari apa yang dipikirkan secara fisik, sosial dan
psikologis yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain.

B. Pola Asuh Orang Tua


Keluarga dimulai dengan pria dan wanita yang secara resmi dinyatakan
sebagai suami istri. Pasangan tersebut bertambah peran sebagai orang tua
setelah ada anak yang lahir. Anak merupakan pelengkap dan titipan yang harus
dijaga serta dididik oleh orang tua. Keluarga merupakan lingkungan pertama
bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. Orang tua adalah penanggung jawab
bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan anak merupakan
tanggung jawab orang tua.
Anak lahir melalui rahim ibu, jadi anak mempunyai ikatan yang sangat
erat dengan ibu. Ibu serta ayah berperan dalam mendidik anak untuk
berperilaku dengan baik sehingga terbentuk karakter yang baik pula. Peran
keluarga dalam pendidikan sangat berperan bagi pendewasaan diri anak
sehingga dapat menjadi bekal untuk masa depan.
Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Setiap orang
tua mempunyai ciri perlakuan yang diterapkan pada anak yang disebut sebagai
pola asuh. Agus Wibowo (2012: 112) mendefinisikan pola asuh sebagai pola
interaksi antara anak dengan orang tua, yang meliputi pemenuhan kebutuhan
fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan nonfisik seperti
perhatian, empati, kasih sayang, dan sebagainya. Anak tinggal dan dibiayai
oleh orang tua sejak kecil. Kebutuhan setiap anak berbeda-beda, namun
kebutuhan pokok yang pasti dibutuhkan oleh anak yaitu pangan, sandang, dan
papan. Kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan primer manusia. Orang tua
mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak tersebut. Anak
membutuhkan makan, minum, pakaian untuk menutup aurat, serta rumah untuk
tempat tinggal. Terdapat perbedaan dalam cara pemenuhan kebutuhan anak
oleh orang tua. Orang tua yang memanjakan anak akan memberikan setiap
makanan atau baju keinginan anak, ada pula orang tua yang selektif dalam
memilihkan makanan dan pakaian untuk anak.
Pola asuh sering disebut juga dengan pengasuhan. Pengasuhan
ditunjukkan dengan sikap orang tua terhadap anak. Baumrind dalam Santrock
(2003:186) menjelaskan bahwa pola asuh pada prinsipnya merupakan parental
control. Pola asuh merupakan kontrol orang tua terhadap anak. Orang tua
berperan dalam pengawasan, pemeriksaan, dan pengendalian anak.
Pengawasan orang tua diperlukan agar anak bertindak sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku. Orang tua juga memeriksa tindakan anak, jika tindakan

7
anak dirasa kurang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku maka orang tua
berperan untuk mengendalikan anak agar semakin melenceng dari nilai.
Pengendalian anak dapat dilakukan dengan memberikan penguatan
kepada anak. Penguatan tersebut dapat berupa penguatan positif dan negatif.
Penguatan positif diwujudkan melalui hadiah dan penguatan negatif
ditunjukkan dengan hukuman.
Berdasarkan definisi-definisi pola asuh di atas, pola asuh orang tua
merupakan perlakuan khas orang tua dalam mengasuh anak yang ditunjukkan
melalui pemenuhan kebutuhan anak, mendidik, membimbing, mengawasi,
serta mendisiplinkan anak melalui penguatan positif maupun negatif.
Pola asuh orang tua mempunyai peranan terhadap perkembangan anak.
Ravik Karsidi (2008:57) menyatakan bahwa keluarga merupakan lingkup
kehidupan yang paling berpengaruh terhadap perjalanan seorang individu serta
hubungan sosialisasi anak bergantung pada ciri yang melekat pada keluarga.
Conny R. Semiawan (2009:79) menambahkan bahwa lingkungan keluarga
merupakan media pertama dan utama yang secara langsung atau tak langsung
berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan anak didik.
Pengasuhan yang baik menimbulkan persepsi yang baik pada anak.
Persepsi yang baik akan memudahkan dalam menjalin hubungan yang hangat
antara orang tua dan anak. Hubungan orang tua dan anak akan berkembang
dengan baik apabila kedua belah pihak saling memupuk keterbukaan (Desmita,
2014:220). Keterbukaan diperlukan antara orang tua dan anak agar kedua belah
pihak saling mengerti satu sama lain. Orang tua menyayangi dan mengasihi
serta anak yang patuh dan hormat kepada orang tua. Orang tua dan anak yang
harmonis akan membuat semua pihak mengerti dengan hak dan kewajiban
masing-masing. Orang tua mengharapkan pengasuhannya dapat mendidik dan
mengembangkan anak menjadi individu yang lebih baik.

C. Perbedaan konsep diri siswa ditinjau dari pola asuh orang tua
Konsep diri merupakan suatu gagasan yang mencakup keyakinan,
pandangan, penilaian dan perasaan individu mengenai dirinya sendiri, yang
dapat bersifat psikologis, sosial, dan fisik kemudian berkembang sesuai
dengan pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Perkembangan
pembentukan konsep diri merupakan suatu proses yang terus berlanjutan
disepanjang kehidupan manusia. Semua hal ataupun peristiwa yang individu
temui selama fase kehidupannya akan turut mempengaruhi proses
pembentukan kepribadian, karakter dan konsep dirinya.
Masa remaja ditandai dengan adanya banyak perubahan pada aspek-
aspek perkembangannya. Pada masa remaja awal individu sudah mulai
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis,
memiliki kepekaan yang berlebihan dan masih mengalami kesulitan dalam
mengendalikan ego. Proses pemantapan kepribadian dan konsep diri pada
remaja terbangun bermula dari kualitas interaksi yang baik dengan orang tua.
Orang tua merupakan kontak sosial pertama yang sangat menentukan
perkembangan diri anak (Hasbullah, 2003: 40). Sikap, kepribadian, cara
mendidik serta cara mengasuh orang tua kepada anak akan menentukan
seperti apa kepribadian dan konsep diri yang dimiliki anak. Bagaimana sikap,

8
perilaku dan respon orang tua dalam mengasuh dan menilai kemampuan anak,
akan berdampak pada penilaian anak terhadap dirinya sendiri. Penilaian yang
orang tua kenakan terhadap anaknya sebagian besar menjadi penilaian yang
dipegang oleh seorang anak tentang dirinya.
Menurut Baumrind (Santrock, 2003:185-186), pola asuh orang tua
terdiri dari tiga macam, yaitu autoritarian, autoritatif dan permisif
(permisiftidak peduli dan permisif-memanjakan). Masing-masing pola asuh
memiliki karakteristik yang berbeda. Pola asuh autoritarian menekankan pada
kontrol dan aturan yang kaku, orang tua terlalu banyak menuntut dan
mengatur, sehingga individu merasa kurang memiliki kebebasan dalam
berperilaku. Sikap orang tua yang seperti itu cenderung membuat individu
merasa tidak memiliki kebebasan, kurang dalam berekspresi dan menilai
dirinya sebagai individu yang lemah.
Pola asuh autoritatif ditandai dengan adanya pemberian kebebasan
yang disertai dengan kontrol yang baik, menekankan pada hubungan dan
komunikasi yang terbuka serta pemberian peran yang baik dalam keluarga.
Sikap orang tua yang seperti itu akan memberikan penilaian kepada individu
bahwa dirinya diterima dan diakui keberadaannya sehingga individu merasa
dirinya berharga.
Pola asuh permisif yang terdiri dari permisif-tidak peduli dan
permisif-memanjakan menekankan pada sikap orang tua yang memberikan
kebebasan kepada anak untuk melakukan segala sesuatu yang
dikehendakinya, tanpa adanya kontrol dan aturan yang jelas. Individu yang
diasuh dan didik dengan pola asuh ini akan cenderung memiliki pengendalian
diri yang buruk terhadap keinginan-keinginannya. Dalam pola asuh permisif
hubungan antara orang tua dengan anak dapat terganggu karena tidak ada
pengarahan yang jelas dari orang tua, sehingga anak tidak cukup memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang mana yang baik untuk dilakukan dan
mana yang harus dihindari atau tidak boleh dilakukan (Hurlock, 1980:183).
Sebaik apapun cara mengasuh dan mendidik yang orang tua terapkan
kepada anak-anak, jika tidak sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak,
maka tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Orang tua dalam
menerapkan pola asuh, perlu memperhatikan dan memahami kepribadian dan
karakter anak, karena hal tersebut akan mempengaruhi respons maupun reaksi
anak terhadap intervensi orang tua berkaitan dengan aktivitas dan kehidupan
anak. Apabila orang tua sudah menerapkan pola asuh yang tepat dan sesuai
dengan kebutuhan anak, maka perkembangan anak akan berjalan dengan
optimal kemudian kepribadian, karakter dan konsep diri anak juga akan
berkembang dengan baik.
Konsep diri dan pola asuh orang tua jika dilihat dari berbagai uraian
di atas memiliki hubungan yang positif. Semakin baik dan tepat pola asuh
orang tua yang diterapkan, maka konsep diri yang dimiliki semakin baik dan
mengarah pada konsep diri positif. Sebaliknya, semakin buruk pola asuh
orang tua yang diterapkan, maka konsep diri yang dimiliki pun semakin buruk
dan cenderung mengarah pada konsep diri negatif.

9
D. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif
dengan metode penelitian komparatif, yaitu metode penelitian yang
membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih
sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Siregar, 2014:15).
Penelitian komparatif, peneliti telah mengamati kelompok berbeda pada
beberapa variabel serta peneliti berusaha mengidentifikasi faktor utama
penyebab perbedaan perilaku atau status dalam kelompok individu tersebut.
Dalam penelitian ini, penelitian komparatif yang dilihat yaitunya “Perbedaan
Konsep Diri Siswa Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua pada Siswa kelas VIII
SMP Negeri 21 Kota Jambi”.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 21 Kota
Jambi tahun pelajaran 2017/2008, dengan jumlah siswa sebanyak 145 orang
siswa. Dan berdasarkan teknik pengambilan sampel proportional atau
berimbang, jumlah sampel untuk penelitian pada siswa kelas VIII di SMPN 21
Kota Jambi dapat dilihat pada tabel berikut.

Jumlah Populasi dan Sampel


Kelas Populasi Sampel
VIIIA 29 14
VIIIB 28 14
VIIIC 29 15
VIIID 29 15
VIIIE 30 15
TOTAL 145 73

E. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengujian yang telah diuraikan, maka terbukti bahwa


terdapat perbedaan konsep diri siswa ditinjau dari pola asuh orang tua. Pada
bagian berikut akan dijelaskan pembahasan untuk masing-masing variabel
yang dikaji dalam penelitian.

1. Konsep Diri Siswa Kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa konsep diri siswa


kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan berada pada kategori
tinggi dengan perolehan skor rata-rata sebesar 93,03 dengan besaran
persentase responden sebesar 74,42%. Konsep diri merupakan pandangan
individu dari apa yang dipikirkan secara fisik, sosial dan psikologis yang
diperoleh dari interaksi dengan orang lain. Setiap individu pasti memiliki
pandangan yang berbeda-beda, baik itu pandangan positif maupun
pandangan negatif. Pandangan mengenai dirinya sendiri tidak akan
selamanya menetap melainkan akan berubah-ubah dengan seiringnya
waktu. Seperti yang dikemukakan oleh Calhun dan Acocella, (dalam
Ghufron & Risnawita, 2016:17 dan Desmita 2014:166) menyebutkan ada

10
tiga aspek dalam konsep diri yaitu: (a) Pengetahuan, (b) Harapan, (c)
Penilaian.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa konsep
diri siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan ditinjau
dari aspek pengetahuan berada pada kategori tinggi dengan perolehan skor
rata-rata sebesar 26,59 dengan besaran persentase responden sebesar
75,97%. Dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi
mengetahui segala sesuatu yang dipikirkannya tentang dirinya sendiri
seperti mengetahui seberapa pintarnya, seberapa cantiknya, dan seberapa
baiknya atau bahkan sebaliknya.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan
bahwa konsep diri siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara
keseluruhan ditinjau dari aspek harapan berada pada kategori tinggi dengan
perolehan skor rata-rata sebesar 33,51 dengan besaran persentase
responden sebesar 74,46%. Dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIII
SMP N 21 Kota Jambi memiliki kemampuan yang bagus untuk
mempersiapkan dirinya ataupun memiliki cita-cita yang bagus dimasa
depan.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa konsep diri siswa
kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan ditinjau dari aspek
penilaian berada pada kategori tinggi dengan perolehan skor rata-rata
sebesar 32,93 dengan besaran persentase responden sebesar 73,18%. Dapat
disimpulkan bahwa siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi memiliki
penilaian terhadap dirinya sendiri yang bagus. Menurut Calhoun &
Acocella (dalam Desmita, 2014:168), menilai tentang diri sendiri tersebut
antara lain (a) pengharapan bagi diri kita sendiri dan (b) standar yang kita
tetapkan bagi diri kita sendiri.

2. Pola Asuh Orang Tua Siswa Kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pola asuh orang tua


siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan berada pada
kategori bagus dengan perolehan skor rata-rata sebesar 91,84 dengan
besaran persentase responden sebesar 72,47%. Pola asuh orang tua
merupakan perlakuan khas orang tua dalam mengasuh anak yang
ditunjukkan melalui pemenuhan kebutuhan anak, mendidik,
membimbing, mengawasi, serta mendisiplinkan anak melalui penguatan
positif maupun negatif. Setiap orang tua ingin anaknya tumbuh menjadi
individu yang dewasa secara sosial. Walaupun menurut Santrok
(2003:184), yang mentayakan bahwa kebanyakan orang tua melihat anak-
anaknya berubah dari patuh menjadi seseorang yang tidak patuh,
melawan, dan menentang. Oleh sebab itu dipertegas oleh Baumrind
(Santrock, 2003:185-186) menekankan tiga macam cara menjadi orang
tua yaitu pola asuh autoritarian (authoritarian parenting) atau pola asuh
otoriter, pola asuh autoritatif (authoritative parenting) atau pola asuh
demokratis, dan pola asuh permisif.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pola
asuh autoritarian (authoritarian parenting) atau pola asuh otoriter siswa

11
kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan berada pada kategori
bagus dengan perolehan skor rata-rata sebesar 36,44 dengan besaran
persentase responden sebesar 72,88%. Dapat disimpulkan bahwa siswa
kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan siswa berpendapat
bahwa selama ini ada yang merasa selama ini orang tuanya sangat tertutp,
anak mesti menuruti aturan yang telah ditetapkan oleh orang tua. Jika hal
tersebut dilarang orang tua cenderung memberikan hukuman kepada
anaknya.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pola
asuh autoritatif (authoritative parenting) atau pola asuh demokratis siswa
kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan berada pada kategori
bagus dengan perolehan skor rata-rata sebesar 29,41 dengan besaran
persentase responden sebesar 73,53%. Dapat disimpulkan bahwa siswa
kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan siswa berpendapat
bahwa selama ini merasakan orangtuanya memiliki hubungan dan
komunikasi verbal yang baik, saling memberikan timbal balik dan
berlangsung secara bebas. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini
bersikap hangat, bersahabat dan senantiasa membesarkan hati anak-
anaknya.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pola
asuh permisif siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan
berada pada kategori bagus dengan perolehan skor rata-rata sebesar 25,99
dengan besaran persentase responden sebesar 74,25%. Dapat disimpulkan
bahwa siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan siswa
berpendapat bahwa selama ini menyatakan bahwa sikap orang tua yang
sangat tidak ikut campur dalam kehidupannya.

3. Perbedaan Konsep Diri Siswa di tinjau dari Pola Asuh Orang Tua Siswa
Kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa dari 73 siswa kelas
VIII SMP N 21 Kota Jambi yang diambil acak tiap kelasnya, ditemukan
sebanyak 15 orang siswa dengan pola asuh orang tua otoriter, 29 orang
siswa yang pola asuh orang tua demokratis, dan 29 orang siswa yang
dengan pola asuh permisif.
Berikutnya berdasarkan analisis deskriptif konsep diri ditinjau
dari pola asuh orang tua yang otoriter siswa kelas VIII SMP N 21 Kota
Jambi secara keseluruhan berada pada kategori tinggi dengan perolehan
skor rata-rata sebesar 90,13 dengan besaran persentase responden sebesar
72,11%. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa konsep diri
ditinjau dari pola asuh orang tua yang demokratis siswa kelas VIII SMP
N 21 Kota Jambi secara keseluruhan berada pada kategori tinggi dengan
perolehan skor rata-rata sebesar 95,24 dengan besaran persentase
responden sebesar 76,19%. Selanjutnya hasil analisis deskriptif
menunjukkan bahwa konsep diri ditinjau dari pola asuh orang tua yang
permisif siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan
berada pada kategori tinggi dengan perolehan skor rata-rata sebesar 92,31
dengan besaran persentase responden sebesar 73,85%.

12
Berdasarkan hasil analisis deskriptif konsep diri siswa kelas VIII
SMP N 21 Kota Jambi secara keseluruhan paling tinggi adalah pada pola
pola asuh orang tua yang demokratis yaitu sebesar 76,19%. Dari
penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang ideal adalah
pola asuh autoritatif dengan memberikan kebebasan disertai batasan pada
setiap tingkah laku anak. Pola asuh autoritatif merupakan pola
komunikasi yang timbal balik, hangat dan memberikan kebebasan
individu untuk beraktualisasi diri. Orang tua memberikan kebebasan
pada individu untuk mengembangkan dirinya dengan tetap memberikan
arahan dan batasan pada setiap perilakunya.

F. KESIMPULAN

Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian bisa dikemukakan

kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut.

1. Berdasarkan hasil pengolahan ditemukan bahwa konsep diri siswa dari pola

asuh orang tua otoriter pada siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi dengan

perolehan skor rata-rata 90,13 dengan besaran persentase responden sebesar

71,11%, konsep diri siswa dari pola asuh orang tua demokratis pada siswa

kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi dengan perolehan skor rata-rata 95,24

dengan besaran persentase responden sebesar 76,19%, dan konsep diri siswa

dari pola asuh orang tua permisif pada siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi

dengan perolehan skor rata-rata 92,31 dengan besaran persentase responden

sebesar 73,85%. Dapat disimpulkan bahwa konsep diri siswa dari pola asuh

orang tua demokratis lebih tinggi.

2. Terdapat perbedaan konsep diri siswa ditinjau dari pola asuh orang tua pada

siswa kelas VIII SMP N 21 Kota Jambi. Berdasarkan nilai Fhitung yang

ditemukan yaitu sebesar 7,377, sedangkan nilai F tabel sebesar 2,000. Dari

hasil yang ditemukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Fhitung > Ftabel

atau 7,377 > 2,000. Maka diartikan bahwa Ho ditolak dan nilai probabilitas,

nilai sig. ditemukan sebesar 0,001, artinya kecil dari 0,05 atau 0,001 < 0,05.

13
Maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak atau Ha diterima, yang artinya

terdapat perbedaan konsep diri siswa ditinjau dari pola asuh orang tua.

DAFTAR PUSTAKA

Conny R. Semiawan. 2009. Penerapan Pembelajaran pada Anak. Jakarta: Indeks.

Desmita. 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Elida. 2006. Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: Aksara Raya.

Ghufron, M. Nur & Rini R.W S. 2010. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta : Arr-
Ruzz Media.

Hasbullah. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Hosnan. 2016. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.Bogor:Ghalia Indonesia.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Indang Maryati, Asrori, Donatianus. 2012. Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku
Sosial Anak Remaja di Desa Arang Limbung Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Penelitian. Hlm. 13.

Muh. Farozin & Kartika Nur Fathiyah. 2003. Pemahaman Tingkah Laku. Jakarta:
PT Rineka Cipta.

Nurus Safa’ah. 2009. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Konsep Diri pada
Remaja Usia 15-18 Tahun di SMA PGRI 1 Tuban. Jurnal Penelitian. Hlm.
1-7.

Rahmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sarwono, Sarlito & Mienarno. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Erlangga.

14
Shochib. 2014. Pola Asuh Orang Tua dalam Membangun Anak Mengembangkan
Disiplin Diri. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Siregar, S. 2013. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Bumi


Aksara.

Syam, N. W. 2014. Psikologi Sosial Sebagai Akar IlmuKomunikasi. Bandung:


Remaja Rosdakarya Offset.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Bandung; CV Alfa Beta

Sutja, dkk. 2017. Penulisan Skripsi. Yokyakarta: Writing Revolution.

Widiyanto. 2013. Statistik Terapan. Jakarta: Elex Media Komputindo.

15

Anda mungkin juga menyukai