Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Manusia saling terhubung dengan manusia lain dan saling membutuhkan. Manusia akan
selalu hidup bersama dan berdampingan dengan manusia lain dari sejak lahir sampai tua
dan membentuk suatu kelompok yang disebut masyarakat. Sebelum terjun ke masyarakat,
setiap individu pasti akan mengalami perkembangan. Dalam setiap perkembangan
individu pasti mempunyai agen sosialisasi akan berbeda-beda. Ketika individu masih
kecil, orang tua dan keluarga berpran sebagai agen sosialisasi. Ketika individu beranjak
remaja, maka kelompok teman sebaya (peer group) mempunyai pengaru yang penting
dalam proses sosialisasi. Dalam masyarakat yang sudah berkembang, sekolah juga
merupakan agen sosialisasi yang penting. Media massa, baik cetak maupun elektronik
juga bisa dapat berperan sebagai agen sosialisasi. Anak Pada usia remaja cenderung untuk
membuat sebuah kelompok yang disebut dengan peer group yang merupakan tempat
bermain bersama antara teman sebaya dengan tujuan yang sama. Di dalam kelompok
sebaya anak bergaul dengan sesamanya. Di dalam kelompok sebaya anak belajar
memberi dan menerima dan dalam pergaulannnya dengan sesama temannya. Kelompok
sebaya memberikan kesempatan yang besar bagi anak untuk melakukan sosialisasi
dengan lingkungan. Individu yang memasuki kelompok sebaya secara alamiah dan
bermula sejak dia memasuki kelompok sepermainan dengan anak-anak di lingkungan
sekitar. Kelompok sebaya yang lebih besar yaitu teman-teman sekelasnya. Dalam
kelompok sebaya suatu individu belajar bergaul dengan bermacam-macam karakter.
Karakter individu ada yang baik serta ada yang buruk atau negatif. Dalam pergaulan peer
group suatu karakter suatu individu bisa terpengaruhi oleh individu-individu yang
tergabung dalam kelompok sebayanya. Demikian halnya dengan apa yang terjadi pada
murid kelas XI SMA Negeri 9 Bandung yang memiliki sifat berbeda-beda. Masing-
masing siswa memiliki pergaulan tersendiri sehingga terbentuk suatu kelompok yang
memiliki nilai-nilai sendiri. Pergaulan baik di sekolah maupun di luar sekolah akan
berpengaruh terhadap perilaku siswa. Bertolak dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PERGAULAN PEER GROUP
TERHADAP POLA PERILAKU MURID KELAS XI SMA NEGERI 9 BANDUNG
TAHUN AJARAN 2017/2018”

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pergaulan peer group dapat mempengaruhi pola perilaku murid kelas XI
SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2017/2018?
2. Seberapa besar pengaruh pergaulan peer group terhadap prestasi akademik murid
kelas XI SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2017/2018?
3. Adakah pengaruh pergaulan peer group terhadap timbulnya perilaku
menyimpang remaja?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah pergaulan peer group dapat mempengaruhi pola
perilaku murid kelas XI di SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2017/2018.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pergaulan peer group terhadap
prestasi akademik murid kelas XI di SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran
2017/2018.
3. Untuk mengetahui adakah pengaruh pergaulan peer group terhadap timbulnya
perilaku menyimpang remaja.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh sehubungan dengan dilaksanakannya


penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini dapat menjadi informasi tentang pengaruh pergaulan peer


group.
2. Penelitian ini dapat menjadi informasi tentang seberapa besar pengaruh
pergaulan peer group terhadap prestasi akademik.
3. Dapat mendapatkan jawaban dan kesimpulan apakah pergaulan peer group
dapat menimbulkan perilaku menyimpang remaja.

1.5 Anggapan Dasar

Anggapan dasar yang Kami ajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Ada pergaulan peer group di kelas XI SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran
2017/2018
2. Ada dampak yang ditimbulkan dari pergaulan peer group
1.6 Hipotesis
1. Terdapat pengaruh pergaulan peer group yang dapat mempengaruhi pola perilaku
murid kelas XI SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2017/2018.

2
2. Terdapat pengaruh positif pergaulan peer group terhadap prestasi akademik
murid kelas XI SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2017/2018.
3. Terdapat pengaruh pergaulan peer group yang dapat menimbulkan perilaku
menyimpang remaja.
1.7 Sistematika Penulisan
Penelitian ini memuat sistematika yang telah disusun sebagai berikut.
Bab I, berisi tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penulisan, Anggapan Dasar, Hipotesis dan Sistematika
Penelitian.
Bab II, berisi tentang : Pengertian Pergaulan, Macam-macam pergaulan,
Manfaat Pergaulan, Pengertian Peer Group¸ Ciri-ciri Peer Group¸ Fungsi
Peer Group, Bentuk-bentuk Peer Group, Pengaruh Peer Group, Pengertian
Prestasi Akademik, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik,
Perilaku Menyimpang, Sifat-sifat Penyimpangan, Jenis, Sebab dan Fungsi
Penyimpangan Sosial
Bab III, berisi tentang : Jenis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian, Populasi dan
Sampel, Metode Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Langkah-langkah
Penelitian.
Bab IV, berisi tentang : Rekapitulasi Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil
Penelitian.
Bab V, berisi tentang : Kesimpulan dan Saran.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Pergaulan

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan, berinteraksi antara


yang satu dengan yang lain. Dalam pemenuhan kebutuhannya baik kebutuhan fisik
seperti sandang, pangan,papan, dan lainlain, maupun kebutuhan psikis seperti kasih
sayang, perlindungan, eksistensi diri, dan lain-lain.
Manusia tidak bisa memenuhinya sendiri, pasti memerlukan bantuan orang lain.
Hubungan antar manusia itu disebut interaksi sosial yang terjadi atau pergaulan.
Pergaulan adalah proses terjadinya hubungan atau interaksi antar individu yang lain,
individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok, dengan kata lain
pergaulan adalah hidup untuk berteman, kebersamaan atau hidup bermasyarakat.
Menurut Soedomo Hadi (2005: 63) mengemukakan pengertian pergaulan sebagai
berikut,
Pergaulan adalah kontak langsung antara satu individu dengan individu lain, termasuk
didalamnya antara pendidik dan anak didik. Pergaulan merupakan salah satu sarana
dalam mencapai hasil pendidikan yang lebih baik. Melalui pergaulan, kontak langsung
antara pendidik dan anak didik ini dapat memungkinkan timbulnya cinta kasih pada anak
didik dari pendidik atau sebaliknya.
2.1.1 Macam-macam Pergaulan

Menurut Soedomo Hadi (2005:63), Pergaulan itu dibedakan atas dasar :

1) Siapa yang terlibat dalam pergaulan itu :


a) Pergaulan anak dengan anak
b) Pergaulan anak dengan orang dewasa
c) Pergaulan orang dewasa dengan orang dewasa
2) Nilai pergaulan itu :
a) Pergaulan paedagogis dan tidak paedagogis
Pergaulan paedagogis adalah pergaulan yang ada pengaruh positif dari luar si
anak misalnya orang tua atau guru agar si anak dapat berdiri sendiri sesuai dengan
tanggung jawabnya. Pergaulan tidak paedagogis adalah kebalikan dari pergaulan
paedagogis bahwa tidak ada pengaruh dari luar anak yang mempengaruhi perkembangan
anak.
b) Pergaulan yang tidak paedagogis dibedakan atas :

4
(1) Pergaulan biasa adalah pergaulan yang tidak paedagogis, tetapi tidak
merugikan perkembangan anak didik.
(2) Pergaulan demagogis adalah pergaulan yang tidak paedagogis, tetapi justru
merusak perkembangan anak didik.

2.1.2 Manfaat Pergaulan

Peranan dan faedah pergaulan menurut Soedomo Hadi (2005:67) antara lain :
1) Pergaulan memungkinkan terjadinya pendidikan
2) Pergaulan merupakan sarana untuk mawas diri
3) Pergaulan itu dapat menimbulkan citacita
4) Pergaulan itu memberi pengaruh diam-diam

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :


1) Pergaulan memungkinkan terjadinya pendidikan
Pergaulan menjadi dasar dan pengenalan pertama kepada anak didik tentang cara
menghadapi sesamanya. Anak mengenal bermacammacam hal, baik itu sengaja atau tidak
sengaja diberikan oleh orang dewasa di sekitar anak didik, yang kemudian menirukannya.
Pergaulan mengandung unsur pendidikan apabila berlangsung dalam situasi yang
memiliki pengaruh positif yang ditujukan anak didik.
2) Pergaulan merupakan sarana untuk mawas diri
Setiap anak mendapatkan pengalaman yang bermacammacam di dalam pergaulannya.
Dalam perkembangannya, anak akan berusaha melepaskan diri dari lingkungannya
kemudian bergaul dengan lingkungan barunya. Disinilah anak mulai membandingkan
dirinya dengan orangorang yang terdapat disekitarnya. Setiap melihat perbedaan pada
orang lain , setiap itu pula dia membandingkan dengan dirinya sendiri. Dengan bercermin
dari lingkungan pergaulannya, maka disinilah terjadi mawas diri pada diri anak.
3) Pergaulan itu dapat menimbulkan citacita
Dalam diri manusia terdapat ego, dalam tiap individu terdapat egoideal yakni adanya
keinginan untuk menjadi orang yang sukses. Misalnya : dokter, presiden, polisi, ahli dan
lainlain. Munculnya citacita tersebut karena adanya kekaguman terhadap orang dewasa
yang ada di sekitarnya yang dijumpai dalam pergaulan.
4) Pergaulan memberi pengaruh diamdiam
Dalam pergaulan kemungkinan anak mendapatkan pengaruh dari pendidik yang diterima
atas pilihannya sendiri. Hal tersebut disebabkan karena anak memiliki sifat suka meniru
apa saja yang ia dengar dan lihat di dalam pergaulannya entah itu baik atau buruk.

5
Misalnya, sifat dan sikap pendidik mempengaruhi anak didik yang tidak dengan sengaja
dianjurkan kepada anak didiknya untuk ditiru. Oleh karena itu pergaulan anak harus terus
menerus dikontrol untuk menghindari pengaruh yang buruk dari pergaulannya. Dari
uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pergaulan dapat menimbulkan terjadinya
pendidikan. Pergaulan sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak didik. Dalam
pergaulan siswa harus mawas diri karena bisa menimbulkan pengaruh baik positif
maupun negatif.
2.2. Pengertian Peer Group
Teman sebaya merupakan kelompok atau kumpulan yang saling mengisi satu
sama lain mempunyai hobi atau kesamaan-kesamaan yang lainnya dan mempunyai usia
yang hampir sama.
Menurut Ivor morrish yang dikutip Abu Ahmadi (2004:191)” A peer is an equel,
and a peer group is a group compsoed of individuals who are equales” jadi kelompok
sebaya adalah kelompok yang terdiri atas sejumlah individu yang sama.
Sedangkan menurut Slamet Santosa(1999:82), Peer group atau kelompok sebaya adalah
kelompok anak sebaya yang sukses di mana ia dapat berinteraksi.
Menurut Theodorson dan Theodorson yang dikutip Abu Ahmadi (2004:192) ada
sejumlah unsur pokok dalam pengertian kelompok sebaya, yaitu sebagai berikut :
1) Kelompok sebaya adalah kelompok primer yang hubungan antar anggotanya
intim
2) Anggota kelompok sebaya terdiri atas sejumlah individu yang mempunyai
persamaan usia dan status atau posisi sosial.
3) Istilah kelompok sebaya dapat menunjuk kelompok anakanak, kelompok
remaja, atau kelompok orang dewasa.
2.2.1 Ciri-ciri Peer Group
Kelompok sebaya mempunyai karakteristik tertentu yang membedakan dengan
kelompok lain.Ciriciridari kelompok sebaya atau peer group menurut Slamet Santosa
(1999:87) yaitu : ”(1) Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas (2) Bersifat
sementara (3) Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas (4)
Anggotanya adalah individu yang sebaya.”
2.2.2 Fungsi Peer Group
Menurut Abu Ahmadi (2004:192) fungsi kelompok sebaya adalah sebagai berikut :
a. Anak belajar bergaul dengan sesamanya.
b. Mempelajari kebudayaan masyarakatnya.
c. Kelompok sosial mengajarkan mobilitas sosial.

6
d. Mempelajari peranan sosial yang baru.
e. Belajar patuh kepada aturan sosial yang impersonal (impersonal ”rule of the
game) dan kewibawaan yang impersonal pula.
Fungsi Peer Group/kelompok sebaya menurut Slamet Santosa (1999:85) adalah sebagai
berikut:
1) Mengajarkan kebudayaan
2) Mengajarkan mobilitas social
3) Membantu peranan sosial yang baru
4) Peer Group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk
masyarakat
5) Dalam Peer Group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain.
6) Peer Group mengajar moral orang dewasa.

2.2.3 Bentuk-bentuk Peer Group


Kelompok sebaya masih dibagi kedalam kelompok baik anggotanya sedikit
maupun anggotanya banyak. Menurut Elizabeth B. Hurlock dalam Meid Meitasari
(2001:214) adalah sebagai berikut :
1) Teman dekat
2) Kelompok Kecil
3) Kelompok Besar
4) Kelompok yang terorganisir
5) Kelompok geng
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1) Teman dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat karib.
Biasanya yang berjenis kelamin sama atau mempunyai minat dan kemampuan yang sama.
2) Kelompok Kecil
Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok teman dekat, pada mulanya mereka
terdiri dari jenis kelamin yang sama, tetapi kemudian meliputi keduanya baik lakilaki
maupun perempuan.
3) Kelompok Besar
Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan teman dekat, berkembang
dengan meningkatnya dan interaksi antara mereka.
4) Kelompok yang terorganisir

7
Kelompok ini kelompok pemuda yang dibina dan dibentuk oleh sekolah atau
organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja dan untuk
memenuhi tujuan tertentu, agar remaja mempunyai kegiatan yang positif.
5) Kelompok geng
Anggota geng yang biasanya terdiri dari anak-anak yang sejenis dan minat utama
mereka adalah untuk menghadapi penolakan temanteman melalui perilaku anti sosial.
Abu Ahmadi (2004:195) membedakan menjadi dua kelompok sebaya apabila ditinjau
dari sifat organisasinya yaitu :
1) Kelompok sebaya yang bersifat informal
Kelompok sebaya ini dibentuk, diatur, dan dipimpin oleh anak sendiri
(childoriginated, childconstituted, childdirected). Yang termasuk kepada kelompok
sebaya yang informal ini misalnya :
Kelompok permainan (play group), gang dan klik (clique). Di dalam kelompok sebaya
yang bersifat informal tidak ada bimbingan dan partisipasi orang dewasa, bahkan dalam
kelompok ini orang dewasa dikeluarkan.
2) Kelompok sebaya yang bersifat formal
Di dalam kelompok sebaya sebaya yang formal ada bimbingan, partisipasi, atau
pengarahan orang dewasa. Apalagi bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa.
Apabila bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa itu diberikan secara bijaksana
maka kelompok sebaya yang formal ini dapat menjadi wahana proses sosialisasi nilainilai
dan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat. Yang termasuk kelompok sebaya
formal ini, misalnya : kepramukaan, klub, perkumpulan pemuda, dan organisasi
mahasiswa.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa peer group (kelompok
sebaya) dilihat dari sifatnya terdiri dari 2 yaitu bersifat formal dan informal. Remaja
kurang menyukai kelompok sebaya yang formal, mereka tidak ingin diatur dan lebih
menginginkan kebebasan mengekspresikan keinginan mereka.
2.2.4 Pengaruh Peer Group
Kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap perilaku dari remaja, ada yang
berpengaruh positif maupun negatif. Menurut Slamet Santoso (1999:89), “Pengaruh lain
dari perkembangan suatu kelompok sebaya ada yang positif dan ada yang negatif.”
Pengaruh positif dari peer group antara lain :
1) Apabila individu dalam kehidupannya memiliki peer group maka mereka akan
lebih siap menghadapi kehidupan yang akan datang.
2) Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan

8
3) Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan dapat
membentuk masyarakat yang akan direncanakan sesuai dengan kebudayaan yang
mereka anggap baik (dengan menyeleksi kebudayaan dari beberapa temannya).
4) Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan dan melatih
bakatnya.
5) Mendorong individu untuk bersikap mandiri.
6) Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok.
Pengaruh negatif dari peer group antara lain :
1) Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai persamaan.
2) Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota
3) Menimbulkan rasa iri antar anggota satu dengan yang lain yang tidak memiliki
kesamaan dengan dirinya.
4) Timbulnya persaingan antar anggota kelompok.
5) Timbulnya pertentangan antar kelompok sebaya yang satu dengan yang lain.
Misalnya: antara kelompok kaya dan kelompok miskin.
Menurut Havinghurst dalam Slamet Santoso (1999:88), “Pengaruh perkembangan peer
group mengakibatkan munculnya ”in group” dan ”out group” dan adanya kelas-kelas
sosial.”
1) ”In” dan ”Out” Group
‘In’ group adalah teman sebaya dalam kelompok, sedangkan ‘out’ group adalah
teman sebaya di luar kelompok. Contoh yang mudah mengenai “in” dan ‘out’ group dapat
dirasakan dalam suatu kelas, di mana seorang siswa akan mempunyai teman akrab dan
teman yang tidak akrab (biasa). Teman yang akrab tersebut dinamakan ‘in’ group dan
teman yang tidak akrab (biasa) dinamakan ‘out’ group.
2) Adanya kelas-kelas sosial
Pembentukan kelompok sebaya sering kali didasarkan atas persamaan status
sosial ekonomi seseorang, sehingga dapat dogolongkan atas kelompok kaya dan
kelompok miskin. Biasanya mereka yang miskin akan sulit diterima masuk dalam
kelompok orang kaya. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kelompok sebaya (peer group) dapat berpengaruh terhadap remaja baik positif maupun
negatif.
2.3 Pengertian Prestasi Akademik
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik
secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan tanpa suatu
usaha baik berupa pengetahuan maupun berupa keterampilan. Prestasi menyatakan hasil

9
yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya, dengan hasil yang
menyenangkan hati dan diperoleh dengan jalan keuletan kerja.
Chaplin (2001) mengatakan prestasi akademik dalam bidang pendidikan
akademik, merupakan satu tingkat khusus perolehan atau hasil keahlian karya akademik
yang dinilai oleh guru-guru, lewat tes yang dibakukan, atau lewat kombinasi kedua hal
tersebut.
Menurut Winkel (1996) prestasi akademik adalah proses belajar yang dialami
siswa untuk menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman,
penerapan, daya analisis, dan evaluasi.
Prestasi akademik adalah istilah untuk menunjukkan suatu pencapaian tingkat
keberhasilan tentang suatu tujuan, karena suatu usaha belajar telah dilakukan oleh
seseorang secara optimal.

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik


Menurut Sobur (2003) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi akademik,
yaitu:

1) Faktor Endogen

Merupakan faktor yang berasal dari individu itu sendiri atau personal, meliputi :

a. Fisik

Faktor fisik dikelompokkan menjadi beberapa kelompok antara lain faktor


kesehatan dan anak yang mengalami kebutuhan khusus. Anak yang kurang sehat
memiliki daya tangkap yang kurang dalam belajar dibandingkan dengan anak yang sehat.
Pada anak yang mengalami kebutuhan khusus, misalnya mengalami bisu, tuli dan
menderita epilepsi menjadi hambatan dalam perkembangan anak untuk berinteraksi
terhadap lingkungan dan menerima mata pelajaran, terutama pada anak yang duduk di
bangku sekolah dasar.

b. Psikis

Terdapat beberapa faktor psikis, yaitu:

1. Intelegensi atau Kemampuan

Anak yang memiliki intelegensi yang rendah mengalami kesulitan dalam


mengikuti pelajaran dan dapat tertinggal dari teman-temannya yang lain. Karena anak ini

10
membutuhkan proses belajar yang lebih lambat dan membutuhkan lebih banyak waktu
untuk belajar. Sebaliknya anak yang memiliki intelegensi yang tinggi akan lebih mudah
untuk menangkap dan memahami pelajaran, lebih mudah untuk mengambil keputusan
dan kreatif.

2. Perhatian atau minat

Bagi seorang anak, mempelajari sesuatu hal yang menarik bagi dirinya akan lebih
mudah untuk diterima dan dipahami. Dalam hal minat, seseorang yang menaruh minat
pada suatu bidang akan mudah dalam mempelajari bidang tersebut.

3. Bakat

Bakat adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu.
Misalnya anak yang memiliki bakat dalam bidang studi matematika akan lebih mudah
dalam memahami bidang studi tersebut. Kendalanya terkadang orang tua kurang
memperhatikan bakat yang dimiliki anak, sehingga orang tua memaksakan anak untuk
masuk pada keahlian atau bidang tertentu tanpa mengetahui bakat yang dimiliki anak.

4. Motivasi

Faktor motivasi memiliki peranan dalam proses belajar. Ketiadaan motivasi baik
internal maupun eksternal akan menyebabkan kurang semangatnya anak dalam
melakukan proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Jika orang tua atau
guru memberikan motivasi kepada anak, maka timbul dorongan pada diri anak untuk
belajar dan anak akan mengetahui manfaat belajar dan tujuan yang hendak dicapai.

5. Kematangan

Kematangan adalah tingkat perkembangan yang dialami oleh individu sehingga


sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam belajar, kematangan sangat menentukan.
Oleh karena itu setiap usaha belajar akan lebih berhasil bila dilakukan bersamaan dengan
tingkat kematangan individu.

6. Kepribadian

Kepribadian mempengaruhi keadaan anak dalam belajar. Dalam proses


pembentukan kepribadian, terdapat beberapa fase yang harus dilalui sesuai dengan tahap
perkembangan anak. Seorang anak yang belum mencapai fase tertentu akan mengalami

11
kesulitan jika orang tua menagajarkan sesuatu yang belum sesuai dengan fase tersebut
kepribadinnya.

2) Faktor Eksogen

Merupakan faktor yang berasal dari luar individu atau lingkungan, meliputi :

a. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama bagi anak dan juga merupakan
kelompok sosial pertama dalam kehidupan anak karena keluarga merupakan tempat anak
belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungannya dengan interaksi
sosial. Dalam hubungan dengan belajar, faktor keluarga memiliki hubungan yang sangat
penting. Keadaan keluarga dapat menentukan berhasil atau tidaknya anak dalam belajar
dan juga kondisi atau suasana keluarga menentukan bagaimana anak dalam belajar dan
usaha yang dicapai oleh anak. Faktor keluarga dapat dibagi menjadi 3 faktor, yaitu :

1. Kondisi ekonomi keluarga

Keluarga yang memiliki kondisi ekonomi yang kurang baik menjadi salah satu
penyebab kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi. Selain itu, faktor ekonomi membuat
suasana rumah menjadi kurang nyaman yang menyebabkan anak malas untuk belajar.
Tetapi terkadang masalah ekonomi menjadi dorongan anak untuk berhasil.

2. Hubungan emosional orang tua dan anak

Hubungan emosional antara orang tua dan anak dapat mempengaruhi terhadap
keberhasilan anak dalam belajar. 20 Suasana rumah yang selalu ribut dalam pertengkaran
dapat mengakibatkan terganggunya konsentrasi anak dalam belajar, sehingga anak tidak
dapat belajar dengan baik. Orang tua yang terlalu keras kepada anak dapat menyebabkan
jauhnya hubungan antara keduanya yang dapat menghambat proses belajar anak.

3. Cara mendidik anak

Setiap keluarga memiliki caranya tersendiri dalam mendidik anak. Ada keluarga
yang mendidik anak secara diktator militer, demokratis, pendapat anak diterima oleh
orang tua tetapi ada keluarga yang kurang perduli dengan anggota keluarganya yang lain.
Cara mendidik ini baik secara langsung atau tidak dapat mempengaruhi belajar anak.

b. Faktor Sekolah

12
Faktor lingkungan sekolah seperti guru dan kualitas hubungan antara guru dan
murid mempengaruhi semangat anak dalam belajar. Pada faktor guru, guru yang
menunjukkan sikap dan perilaku yang rajin dapat mendorong anak untuk melakukan hal
yang sama. Selain itu juga cara mengajar guru seperti sikap dan kepribadian guru, tinggi
rendahnya pengetahuan yang dimiliki, bagaimana cara guru mengajarkan pengetahuan
dapat menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Disisi lain, hubungan antara guru dan
murid juga dapat menentukan keberhasilan dalam belajar. Seorang anak yang dekat dan
mengagumi guru akan lebih mudah untuk menangkap pelajaran dan memahaminya.

c. Faktor Lingkungan Lain

Faktor lingkungan lain seperti kondisi keluarga, guru dan fasilitas sekolah. Anak
yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang baik, bersekolah di sekolah yang
memiliki guru dan fasilitas pelajaran yang baik belum tentu menjamin anak untuk dapat
belajar dengan baik. Masih ada faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar anak di
sekolah. Selain itu juga, teman-teman anak di sekolah dan aktivitas yang dilakukan anak
dapat mempengaruhi kegiatan belajarnya. Aktivitas di luar sekolah dapat membantu
perkembangan anak akan tetapi tidak semua aktivitas tersebut bisa membantu. Apabila
anak banyak menghabiskan waktu pada aktivitas di luar sekolah dan diluar rumah,
sementara anak kurang mampu dalam membagi waktu belajar, dengan sendirinya
aktivitas tersebut dapat menghambat anak dalam belajar.

2.4 Perilaku menyimpang

Penyimpangan adalah segala bentuk perilaku yang tidak menyesuaikan diri


dengan kehendak masyarakat. Dengan kata lain, penyimpangan adalah tindakan atau
perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut dalam lingkungan baik
lingkungan keluarga maupun masyarakat. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau
kelompok tidak mematuhi norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Penyimpangan terhadap nilai dan norma dalam masyarakat disebut dengan deviasi
(deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut
divian (deviant).
Pada masyarakat tradisional penyimpangan jarang sekali terjadi dan dapat
dikendalikan. Sebaliknya, pada masyarakat modern, penyimpangan dirasa semakin
banyak dan bahkan seringkali menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pihak
lainnya. Salah satu bentuk penyimpangan adalah penyimpangan sosial. Seperti halnya
kebudayaan yang bersifat relatif maka penyimpangan sosial juga bersifat relatif. Artinya,

13
penyimpangan sosial sangat tergantung pada nilai dan norma sosial yang berlaku. Suatu
tingkah laku dapat dikatakan menyimpang oleh suatu masyarakat, namun belum tentu
dianggap menyimpang oleh masyarakat lain yang memiliki norma dan nilai yang
berbeda.
Pengertian penyimpangan sosial sangat beragam. Berikut ini pengertian
penyimpangan sosial menurut tokoh ahli
1. James W van de Zanden, penyimpangan sosial sebagai perilaku yang oleh
sejumlah besar orang dianggap tercela dan di luar batas toleransi.
2. Bruce J. Cohen, penyimpangan sosial sebagai perbuatan yang mengabaikan
norma dan terjadi jika seseorang atau kelompok tidak mematuhi patokan baku
dalam masyarakat (dalam buku Sosiologi : Suatu Pengantar, Terjemahan).
3. Robert M.Z. Lawang, penyimpangan sosial sebagai semua tindakan yang
menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan
menimbulkan usaha dari pihak yang berwenang dalam sistem itu untuk
memperbaiki perilaku yang menyimpang (dalam buku materi pokok pengantar
sosiologi).
Menurut pendapat Yusuf (2004 : 212) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
menyimpang pada remaja diantaranya :
1. Kelalaian orang tua dalam mendidik anak (memberikan ajaran dan
bimbingan tentang nilai-nilai agama);
2. Perselisihan atau konflik orang tua (antara anggota keluarga);
3. Perceraian orang tua;
4. Penjualan alat-alat kontrasepsi yang kurang terkontrol;
5. Hidup menganggur;
6. Kurang dapat memamfaatkan waktu luang;
7. Pergaulan negative (salah memimilih teman yang perilakunya kurang
memperhatikan nilai-nilai moral;
8. Beredarnya film-film atau bacaan-bacaan porno;
9. Kehidupan moralitas masyarakat yang buruk:
10. Diperjual belikan minuman keras / obat-obatan terlarang secara bebas;
11. Kehidupan ekonomi yang morat-marit;
12. Sikap perlakuan orang tua yang buruk terhadap anak;
Pendapat lain mengenai timbulnya kenakalan remaja menurut Willis (2005 : 93)
diantaranya :

14
1. Faktor-faktor dari dalam individu itu sendiri misalnya lemahnya pertahanan diri
anak, kurangnya kemampuan penyesuaian diri, dan kurangnya dasar-dasar
keimanan di dalam remaja;
2. Faktor-faktor di rumah tangga misalnya kurang mendapatkan kasih sayang dan
perhatian orang tua, lemahnya keadaan ekonomi orang tua, dan keadaan keluarga
yang kurang harmonis;
3. Faktor-faktor di masyarakat misalnya kurangnya pelaksanaan ajaran-ajaran
agama secara konsekuen, masyarakat yang kurang memperoleh pendidikan,
kurangnya pengawasan terhadap remaja, dan pengaruh norma-norma dari luar;
4. Faktor-faktor yang berasal dari sekolah misalnya faktor guru, fasilitas
pendidikan, norma-norma pendidikan dan kekompakan guru.
Penjelasan lain dari Kartono (1992 : 35) mengenai sebab-sebab penyimpangan yaitu :
“bisa ditimbulkan oleh faktor internarnal (personal), faktor ekternal, dan kombinasi faktor
internal-eksternal. Faktor internal adalah faktor yang dating dalam diri sendiri, yang
termasuk faktor internal tersebut antara lain intelegensi, konflik batin, jenis kelamin, dan
cacat keturunan. Faktor eksternal adalah faktor yang dating dari luar individu atau biasa
disebut dengan faktor lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang. Yang termasuk
dalam faktor eksternal ini yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan
social dan masyarakat”.
Menurut teori pemodelan yang dikemukakan oleh Neil Miller dan John Dollard
(1941) dalam laporan hasil eksperimennya mengatakan bahwa peniruan (imitation)
merupakan hasil proses pembelajaran yang ditiru dari orang lain. Proses belajar tersebut
dinamakan pembelajaran sosial (social learning). Perilaku peniruan manusia terjadi
karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain, dan
memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Hal ini juga oleh didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Bandura meneliti beberapa kasus, salah satunya ialah
kenakalan remaja. Menurutnya, lingkungan memang membentuk perilaku dan perilaku
membentuk lingkungan. Dalam teorinya, Bandura menekankan dua hal penting yang
sangat mempengaruhi perilaku manusia yaitu pembelajaran observasional (modeling)
yang lebih dikenal dengan teori pembelajaran sosial dan regulasi diri. Jika seseorang
meniru orang atau kelompok yang berperilaku negatif, ia pun akan berperilaku negatif
dan sebaliknya. Masyhuri HP (1990: 19) mengemukakan bahwa semua tingkah laku
merupakan hasil perbuatan belajar sematamata. Mereka tidak mengakui adanya
pembawaan yang dibawa oleh anak sejak lahir dengan berbagai sifat karakteristik yang
individual. Suciati dan Prasetya Irawan (1993: 2) mengemukakan bahwa ” Seseorang

15
dianggap telah belajar sesuatu bila ia mampu menunjukan perubahan tingkah laku.
Menurut teori ini, yang terpenting adalah masukan/input yang berupa stimulus dan
keluaran/output yang berupa respon”.
Ciri-ciri perilaku menyimpang (Paul Horton)
1. Penyimpangan harus dapat didefinisikan
2. Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak
3. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
4. Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal
5. Terdapat norma-norma penghindar dalam penyimpangan
6. Penyimpangan sosial bersifat adaptif (penyesuaian)

2.4.1 Sifat-sifat Penyimpangan

1. Penyimpangan Primer

Perilaku yang dianggap menyimpang yang dilakukan baik oleh


perseorangan maupun oleh kelompok yang bersifat temporer. Individu yang
melakukan penyimpangan ini masih dapat diterima oleh kelompok sosialnya.

2. Penyimpangan Sekunder

Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang maupun oleh


sekelompok orang yang seringkali terjadi sehingga keberadaanya cukup
mengganggu ketenangan masyarakat sekelilingnya.

3. Penyimpangan Individual

Penyimpangan yang dilakukan oleh seseorangan atau individu tertentu


terhadap norma budaya tertentu,

4. Penyimpangan kelompok

Penyimpangan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap norma-


norma masyarakat.

2.4.2 Jenis, Sebab dan Fungsi Penyimpangan Sosial

Jenis-jenis penyimpangan sosial, diantaranya:

1. Penyalah gunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang


2. Alkoholisme
3. Hubungan seks diluar nikah
4. Sadisme terhadap anak
5. Perkelahian antar pelajar dan mahasiswa
6. Tindakan kriminal dan kejahatan
7. Kenakalah anak

16
8. Penyimpangan seksual.
9. Homoseksual = perilaku seksual yang tertarik pada berjenis kelamin
yang sama / sejenis
10. Transeksual = perilaku yang mengubah karakeristik seksualnya.
11. Sodomasokisme = sodomi
12. Sadisme = hasrat seks dengan menyiksa partner terlebih dahulu
13. Ekshibisme = memperlihatkan kemaluanya kepada orang lain
14. Voyeurisme = perilaku seksual hobi melihat orang telanjang
15. Fetisme = perilaku seksual yang disalurkan melalui bermasturbasi

Sebab terjadinya perilaku menyimpang, diantaranya:

1. Sikap mental yang tidak sehat


2. Ketidakharmonisal dalam keluarga
3. Pelampiasan rasa kecewa
4. Dorongan kebutuhan ekonomi
5. Pengaruh lingkungan dan media massa
6. Keinginan untuk dipuji
7. Proses belajar yang menyimpang
8. Ketidaksanggupan menyerap norma
9. Adanya ikatan sosial yang berlainan
10. Proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang
11. Kegagalan dalam proses sosialisasi

Fungsi perilaku menyimpang (Emile Durkheim)

1. Perilaku menyimpang memperkokoh nilai-nilai dan norma dalam


masyarakat
2. Tanggapan terhadap perilaku memyimpang akan memperjelas batas
moral
3. Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan menimbulkan
kesatuan masyarakat
4. Perilaku meyimpang mendorong terjadinya perubahan sosial.

17
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang bersifat numerik, dimana
pada saat mengolah suatu data menggunakan sistem angka, berbeda dengan jenis
penelitian kualitatif yang lebih cenderung menggunakan paparan bahasa. Dalam
penelitian ini kami mengambil jenis penelitian kuantitatif menggunakan distribusi
angket, untuk kemudian diolah menggunakan pengolahan data persentase.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1. Tempat Penelitian
Lokasi yang kami teliti bertempat di SMA Negeri 9 Bandung, dengan alamat Jl.
LMUI Suparmin.
Peta Lokasi SMA Negeri 9 Bandung adalah seperti dibawah ini.

3.2.2. Waktu Penelitian


Waktu penelitian, dimulai dengan rancangan penelitian dibuat pada tanggal 15
Maret 2017. Kemudian kami menyebarkan angket pada tanggal 26 April 2017,
dilanjutkan dengan menganalisis hasil penelitian hingga menghasilkan simpulan
pada minggu 15 Mei 2017.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau keseluruhan unsur-unsur yang
memiliki satu atau beberapa ciri atau karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini yang
menjadi populasi adalah murid kelas XI IIS dan XI MIA SMAN 9 Bandung.

18
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Teknik yang akan kami
gunakan dalam penelitian ini adalah teknik acak sampel. Sampel yang akan kita ambil
adalah siswa kelas XI yang hanya diwakilkan oleh murid setiap kelasnya.
Dengan perincian sebagai berikut :
XI-IPA 1 : 43 XI-IPS 1 : 34
XI-IPA 2 : 41 XI-IPS 2 : 33
XI-IPA 3 : 44 XI-IPS 3 : 40
XI-IPA 4 : 41 XI-IPS 4 : 42
XI-IPA 5 : 38
XI-IPA 6 : 40
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang akan kami ambil adalah metode
pengumpulan data berupa:
1. Angket adalah suatu pengumpulan data yang berupa serangkaian pertanyaan
yang diajukan pada responden untuk mendapat jawaban.
Angket yang akan kami bagikan dilakukan melalui sampel acak kepada
beberapa kelas dengan kemampuan sebagai berikut :
XI IIS+MIA = 396 x 25% = 99
Adapun perincian jumlah angket yang didistribusikan ke tiap kelasnya adalah
sebagai berikut :
XI-MIPA 1 : 10 XI-IPS 1 : 10
XI-MIPA 2 : 10 XI-IPS 2 : 9
XI-MIPA 3 : 10 XI-IPS 3 : 10
XI-MIPA 4 : 10 XI-IPS 4 : 10
XI-MIPA 5 : 10
1. Analisis isi / Analisis Media Massa
Analisis Isi / Analisis Media Massa adalah alat yang digunakan dalam
penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan
menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio,
dan televisi. Dilakukan dengan mengambil data-data melalui analisis di
internet.
3.5. Teknik Analisis Data
Teknis Analisis Data pada penelitian ini berhubungan dengan angka karena
kami menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian Kuantitatif adalah

19
penilaian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan
analisis.
3.6. Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian ini kami membuat beberapa rancangan untuk melakukan
penelitian ini, yaitu:
1. Pada tanggal 15 Maret 2017 Kami memulai penelitian dengan membuat
rancangan penelitian.
2. Pada tanggal 16 Maret 2017 Kami menyusun pertanyaan-pertanyaan yang
terangkum dalam rumusan masalah, membuat tujuan dan manfaat penelitian.
3. Pada tanggal 29 Maret 2017 Kami membuat pertanyaan-pertanyaan untuk
angket dan juga melengkapi kajian kepustakaan bahan untuk landasan teori.
4. Pada tanggal 30 Maret 2017 Kami memuat metodologi penelitian.
5. Angket Kami sebarkan kepada siswa-siswi SMA Negeri 9 Bandung yang
dijadikan responden penelitian pada tanggal 26 April 2017.
6. Kami mulai mengolah dan menganalisis angket pada 27 April 2017.
7. Minggu kedua Mei 2017 Kami membuat laporan hasil penelitian, dan untuk
kemudian melengkapi dan mencetaknya menjadi suatu laporan penelitian
sosial.

20
BAB IV
REKAPITULASI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.1. Rekapitulasi Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian dengan menyebarkan angket penelitian, kemudian
kami mengolahnya dengan menuangkannya dalam tabulasi data, kemudian dihitung
dengan rumus persentase, yang kami jabarkan sebagai berikut.
Tabel 1. Apakah ada pergaulan peer group (kelompok pertemanan) dikelas anda?

OPSI Frekuensi (F) %


Ya 86 86,87%
Tidak 13 13,13%
Jumlah 99 100,00%

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahawa 86 orang dari 99 orang sampel atau
86,87% menyatakan bahwa ada pergaulan peer group dikelas mereka, dan 13
orang lainnya atau 13,13% menyatakan bahwa tidak ada pergaulan peer group
dikelas mereka.

Tabel 2. Apakah Anda memiliki pergaulan peer group (kelompok pertemanan) ?

OPSI Frekuensi (F) %


Ya 77 77,77%
Tidak 22 22,23%
Jumlah 99 100,00%

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa 77 orang dari 99 orang sampel atau
77,77% memliki pergaulan peer group, sedangkan 22 orang lainnya atau 22,23%
tidak memiliki pergaulan peer group.

Tabel 3. Adakah manfaat yang dapat diambil dari pergaulan peer group (kelompok
pertemanan)?

OPSI Frekuensi (F) %


Ya 76 76,77%
Tidak 23 23,23%

21
Jumlah 99 100,00%

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa 76 orang dari 99 orang sampel atau
76,77% merasa ada manfaat yang dapat diambil dari pergaulan peer group,
sedangkan 23 orang sampel atau 23,23% merasa tidak ada manfaat yang diambil
dari pergaulan peer group.

Tabel 4. Apakah pergaulan peer group (kelompok pertemanan) mempengaruhi pola


perilaku anda?

OPSI Frekuensi (F) %


Ya 72 72,73%
Tidak 27 27,27%
Jumlah 99 100,00%

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa 72 orang dari 99 orang sampel atau
72,73merasa bahwa pergaulan peer group mempengaruhi pola perilaku mereka,
sedangkan 27 orang lainnya atau 27,27% tidak merasa bahwa pergaulan peer
group mempengaruhi pola perilaku mereka.

Tabel 5. Apakah Anda lebih dekat dengan teman-teman peer group (kelompok
pertemanan) anda dari pada dengan teman-teman yang tidak satu peer group dengan
anda?

OPSI Frekuensi (F) %


Ya 57 57,58%
Tidak 42 42,42%
Jumlah 99 100,00%

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa 57 orang dari 99 orang sampel atau
57,58% lebih dekat dengan teman-teman peer group mereka dari pada dengan
teman-teman yang tidak satu peer group dengan mereka, sedangkan 42 orang

22
lainnya atau 42,42% lebih dekat dengan teman-teman yang tidak satu peer group
dengan mereka dari pada dengan teman-teman peer group mereka.

Tabel 6. Apa dampak yang anda rasakan dari pergaulan peer group (kelompok
pertemanan)?

OPSI Frekuensi (F) %


Positif 80 80,81%
Negatif 19 19,19%
Jumlah 99 100,00%

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa 80 orang dari 99 orang sampel atau
80,81% menyatakan bahwa mereka merasakan dampak positif dari pergaulan
peer group, dan 19 orang lainnya atau 19,19% merasakan dampak negatif dari
pergaulan peer group.

Tabel 7. Apakah pergaulan peer group (kelompok pertemanan) mempengaruhi kegiatan


belajar anda di sekolah?

OPSI Frekuensi (F) %


Ya 67 66,33%
Tidak 32 31,68%
Jumlah 99 100,00%

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa 67 orang dari 99 orang sampel atau
66,33% menyatakan bahwa pergaulan peer group mempengaruhi kegiatan
belajar disekolah, tetapi 32 orang lainnya atau 31,68% menyatakan bahwa
pergaulan peer group tidak mempengaruhi kegiatan belajar disekolah.

Tabel 8. Apakah dengan adanya pergaulan peer group (kelompok pertemanan dapat
meningkatkan prestasi akademik anda?

23
OPSI Frekuensi (F) %
Ya 53 52,47%
Tidak 46 45,54%
Jumlah 99 100,00%

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa 53 orang dari 99 orang sampel atau
52,47% menyatakan bahwa dengan adanya pergaulan peer group (kelompok
pertemanan) dapat meningkatkan prestasi akademik, sedangkan 46 orang lainnya
atau 45,54% menyatakan bahwa pergaulan peer group tidak meningkatkan dapat
prestasi akademik.

Tabel 9 Apakah dengan adanya pergaulan peer group (kelompok pertemanan) dapat
mempengaruhi prestasi akademik anda?

OPSI Frekuensi (F) %


Ya 64 63,36%
Tidak 35 34,65%
Jumlah 99 100,00%

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa 64 orang dari 99 orang sampel atau
63,36% sudah mengetahui bahwa dengan adanya pergaulan peer group dapat
mempengaruhi prestasi akademik, sedangkan 35 orang lainnya atau 34,65%
menyatakan bahwa dengan adanya pergaulan peer group tidak dapat
mempengaruhi prestasi akademik.

Tabel 10. Apakah pergaulan peer group (kelompok pertemanan) dapat menimbulkan
perilaku menyimpang remaja ?

OPSI Frekuensi (F) %

Ya 56 56,43%

Tidak 43 41,58%

Jumlah 99 100,00%

24
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa 56 orang dari 99 orang sampel atau
56,43% menganggap bahwa pergaulan peer group dapat menimbulkan perilaku
menyimpang, tetapi 43 orang lainnya atau 41,58% berpendapat bahwa pergaulan
peer group tidak menimbulkan perilaku menyimpang.

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian


Berdasarkan rekapitulasi dan analisis hasil penelitian di atas, maka Kami akan
membahasnya sebagai berikut.
1. Dampak pergaulan peer group terhadap perilaku murid kelas XI SMA Negeri 9
Bandung Tahun Ajaran 2017/2018
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pergaulan peer group
terhadap pola perilaku murid di SMAN 9 BANDUNG Tahun Ajaran 2017/2018.
Berdasarkan rekapitulasi hasil penelitian dari 99 sampel 72 murid kelas XI menyatakan
bahwa pergaulan peer group dapat mempengaruhi pola perilaku mereka. Selain itu
berdasarkan hasil rekapitulasi penelitian dari 99 sampel 80 murid SMAN 9 BANDUNG
Tahun Ajaran 2017/2018 menyatakan bahwa pergaulan peer group berdampak positif.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pergaulan peer group dapat mempengaruhi pola
perilaku seseorang, namun bila pergaulan peer group tersebut berjalan dengan baik/benar
maka semakin baik pula dampak yang dihasilkan dari pergaulan peer group tersebut.
Hasil penelitian ini diperkuat dengan kajian teori. Menurut Slamet Santoso
(1999:89), pengaruh dari perkembangan pergaulan peer group ada yang positif dan ada
yang negatif.
Menurut Slamet Santoso (1999:89), “Pengaruh lain dari perkembangan suatu kelompok
sebaya ada yang positif dan ada yang negatif.”
Pergaulan peer group merupakan salah satu lingkungan sosial dimana siswa
belajar untuk bersosialisasi dan hidup bersama orang lain yang bukan merupakan bagian
dari keluarganya. Adanya interaksi sosial yang lebih intensif dengan peer group
menggambarkan bahwa Pergaulan peer group memberikan pengaruh besar terhadap
perubahan perilaku siswa yang akan berdampak pada kehidupan sosial.

2. Pengaruh pergaulan peer group terhadap prestasi akademik murid kelas XI


SMA Negeri 9 Bandung

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan
pergaulan peer group terhadap prestasi akademik murid kelas XI SMA Negeri 9 Bandung
Tahun Ajaran 2017/2018. Berdasarkan hasil penelitian dari 99 sampel 64 murid kelas XI
menyatakan bahwa pergaulan peer group dapat mempengaruhi prestasi akademik,

25
sedangkan 35 murid lainnya menyatakan bahwa pergaulan peer group tidak
mempengaruhi prestasi akademik. Hal ini menunjukan pergaulan peer group dapat
mempengaruhi prestasi akademik murid Kelas XI SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran
2017/2018.
Hasil penelitian ini diperkuat dengan kajian teori, menurut Sobur (2003) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi akademik, faktor-faktor tersebut
digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Pergaulan
peer group merupakn faktor eksogen yang dapat mempengaruhi Prestasi Akademik
Siswa.
Pergaulan peer group yang positif adalah ketika siswa bersama teman-teman
sebayanya melakukan aktivitas yang bermanfaat seperti membentuk kelompok
belajar, pengaruh ini akan mempengaruhi perilaku mereka yang mementingkan
prestasi belajarnya sehingga mereka akan berlomba lomba untuk bisa mendapatkan
prestasi terbaik dalam kelompok teman sebayanya sehingga hal itu dapat
meningkatkan prestasi belajarnya, maupun sebaliknya ketika siswa bersama teman-
teman sebayanya melakukan aktivitas yang kurang bermanfaat seperti lebih memilih
bermain atau nongkrong daripada membentuk kelompok belajar, ini akan
mempengaruhi perilaku mereka yang kurang mementingkan prestasi belajarnya
sehingga prestasi belajar yang didapat tidak maksimal.

3. Pengaruh pergaulan peer group terhadap timbulnya perilaku


menyimpang remaja
Hasil penelitian ini menunjukan menunjukan bahwa terdapat pengaruh
pergaulan peer group terhadap timbulnya perilaku menyimpang remaja.
Berdasarkan hasil penelitian dari 99 sampel 56 murid kelas XI menyatakan
bahwa pergaulan peer group memiliki pengaruh terhadap timbulnya perilaku
menyimpang, sedangkan 43 murid lainnya menyatakan bahwa pergaulan peer
group tidak berpengaruh terhadap timbulnya perilaku menyimpang remaja. .
Hal ini menunjukan ada pengaruh pergaulan peer group terhadap timbulnya perilaku
menyimpang remaja.
Hasil penelitian ini diperkuat dengan penjelasan Kartono (1992 : 35) mengenai
sebab-sebab penyimpangan bisa ditimbulkan oleh faktor internal (personal), faktor
ekternal, dan kombinasi faktor internal-eksternal. Pergaulan peer group merupakan
faktor eksternal. Peirilaku menyimpang juga bisa terjadi karena adanya proses

26
imitasi, sesuai dengan teori pemodelan yang dikemukakan oleh Neil Miller dan John
Dollard (1941) mengatakan bahwa peniruan (imitation) merupakan hasil proses
pembelajaran yang ditiru dari orang lain. Jika seseorang meniru orang atau kelompok
yang berperilaku negatif, ia pun akan berperilaku negatif dan sebaliknya.

27
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka


diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pergaulan peer group dapat mempengaruhi pola perilaku Murid Kelas XI SMA
Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2017/2018, yang ditunjukkan dengan 72 orang
atau 72,73% merasa bahwa pergaulan peer group dapat mempengaruhi pola
perilaku. Sedangkan 27 orang atau 27,27% menyatakan
bahwa pergaulan peer group tidak mempengaruhi pola perilaku.

2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan pergaulan peer group terhadap Prestasi
Akademik Siswa Kelas XI SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2017/2018,
yang ditunjukkan dengan 64 orang dari 99 sampel atau 63,36% menyatakan
pergaulan peer group dapat mempengaruhi prestasi akademik, sedangkan 35
orang lainnya atau 34,65% menyatakan pergaulan peer group tidak
mempengaruhi prestasi akademik. 53 orang dari 99 sampel atau 52,47%
menyatakan bahwa pergaulan peer group dapat meningkatkan prestasi akademik,
sedangkan 46 orang lainnya atau 45,54& menyatakan bahwa pergaulan peer
group tidak meningkatkan prestasi akademik.

3. Pergaulan peer group dapat menimbulkan perilaku menyimpang, yang


ditunjukan dengan 56 orang dari 99 sampel atau 56,43% menyatakan pergaulan
peer group dapat menimbulkan perilaku menyimpang, tetapi 43 orang lainnya
atau 41,48% berpendapat bahwa pergaulan peer group tidak menimbulkan
perilaku menyimpang.
5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan


saran-saran sebagai berikut :

1. Bagi Orang Tua:

28
Selaku orang tua dari peserta didik lebih mengawasi dan mengajarkan kepada
anaknya agar tidak salah dalam bergaul. Mengingatkan jika anaknya sudah mengarah ke
hal-hal negatif.

2. Bagi Guru:

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengisian kuesioner guru diharapkan


dapat memanfaatkan interaksi sosial yang terjadi dalam peer group guna memotivasi
siswa dalam belajar sebagai upaya peningkatan prestasi belajar. Hal tersebut karena
interaksi dengan peer group mempunyai pengaruh yang besar dalam perkembangan
pemikiran siswa. Dan juga jika ada siswa yang berperilaku negatif, segera dilakukan
tindakan represif, memberi sosialisasi terhadap agar tidak salah gaul.

3. Bagi siswa :

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengisian kuesioner, untuk meningkatkan


Prestasi Belajar siswa diharapkan lebih selektif dalam memilih teman bergaul dan
menciptakan lingkungan pergaulan kelompok teman sebaya yang baik dengan
mendukung teman-teman dalam kegiatan sekolah sehingga siswa akan saling mendukung
dalam kegiatan sekolah tidak terjerumus dalam hal-hal negatif yang dapat merugikan diri
sendiri terutama terkait dengan prestasi belajarnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Kun Maryati, Juju Suryawati, 2013. Sosiologi dan Antropologi. Jakarta: Erlangga.
https://id.wikipedia.org/ (diakses tanggal 12 Mei 2017)

http://digilib.uinsby.ac.id/408/5/Bab%202.pdf (diakses tanggal 12 Mei 2017)

https://eprints.uns.ac.id/3647/1/100670809200908151.pdf (diakses tanggal 12 Mei


2017)

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196604251992032-
ELLY_MALIHAH/POKOK_MATERI_SOSIOLOGI%2C_ELLY_M/5._SKL_PRLK_MYM
PG.pdf (diakses tanggal 12 Mei 2017)

http://materiman2bengkuluindonesia.blogspot.co.id/2014/06/teori-belajar-dan-
penerapannya-dalam.html (diakses tanggal 13 Mei 2017)

http://repository.unpas.ac.id/13007/5/10.%20BAB%20II.pdf (diakses tanggal 13 Mei


2017)

http://hanifmiftahudinqu.blogspot.co.id/2015/06/dampak-sosial-kelompok-
pertemanan.html (diakses tanggal 13 Mei 2017)

http://cuapfhiieear.blogspot.co.id/2013/02/peer-group-teman-sebaya.html (diakses
tanggal 13 Mei 2017)

30

Anda mungkin juga menyukai