Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma – norma kelompok,
moral, dan tradisi. Meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja
sama.
Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul
dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara – cara
menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai
kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang – orang di lingkungannya, baik orangtua,
saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.
Dalam hal ini saya merasa tertarik untuk mengetahui Perkembangan Sosial dan Emosi Anak
yang menjadi perkembangan psikologi yang harus di lewati oleh seorang anak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa teori ekologi Bronfenbrenner ?
2. Apa konteks perkembangan sosial ?
3. Apa strategi mendidik anak menurut teori erikson ?
4. Apa perkembangan emosi seseorang ?

C. Tujuan
Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui teori ekologi bronfenbrenner
2. Untuk mengetahui konteks perkembangan sosial
3. Untuk mengetahui strategi mendidik anak menurut teori erikson
4. Untuk mengetahui perkembangan emosi seseorang
D. Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat dari disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui teori ekologi bronfenbrenner
2. Mengetahui konteks perkembangan sosial
3. Mengetahui strategi mendidik anak menurut teori erikson
4. Mengetahui perkembangan emosi seseorang

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Teori Ekologi Bronfenbrenner


Teori ekologi yang dikembangkan oleh Urine Bronfenbrenner (1917-2005) berfokus pada
konteks-konteks sosial tempat anak-anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi
perkembangan mereka.
Ada lima sistem lingkungan, dari hubungan interpersonal yang kuat sampai pengaruh budayah
internasional. Lima sistem tersebut adalah :
1. Mikrosistem
adalah lingkungan tempat individu tersebut menghabiskan banyak waktu seperti: keluarga,
teman sebaya, dan yang lainnya. Bagi Bronfenbrenner, siswa bukanlah penerima pengalaman
yang pasif, melainkan seseorang yang berinteraksi secara timbal balik dengan orang lain dan
membantu membetuk mikrosistem.
2. Mesositem,
adalah hubungan antara mikrosistem. Contohnya hubungan antara pengalaman keluarga dengan
pengalaman sekolah, serta antara keluarga dan teman sebaya. Sebagai contoh: pikirkanlah satu
mesositem yang penting, yaitu hubungan antara keluarga dan sekolah. Dalam sebuah studi dari
ribuan siswa kelas delapan, pengaruh pengalaman keluarga dan kelas terhadap sikap dan prestasi
para siswa, diteliti ketika para siswa sedang mengalami masa transisi dari tahun terakhir sekolah
menengah pertama ke tahun pertama sekolah menengah atas ( Epstein, 1983 ). Siswa yang diberi
banyak kesempatan untuk berkomunikasi dan membuat keputusan, baik ketika berada di rumah
atau di kelas, menunjukkan lebih memiliki inisiatif dan mendapatkan nilai yang lebih baik.
3. Ekosistem
Ekosistem berfungsi ketika pengalaman di keadaan lain ( dimana siswa tersebut tidak memiliki
peran aktif ) mempengaruhi apa dialami siswa dan guru dalam konteks terdekat. Sebagai contoh,
pikirkanlah dewan pengawas sekolah dan taman dalam suatu masyarakat. Mereka mempunyai
peran yang kuat dalam menentukan kualitas sekolalah , taman, fasilitas rekreasi, dan
perpustakaan. Keputusan mereka bisa membantu atau menghalangi perkembagan seorang anak.
4. Makro sistem
Melibatkan budaya yang yang lebih luas. Budaya merupakan istilah yang sangat luas, mencakup
peran faktor etnis dan sosial ekonomi dalam perkembangan anak-anak. Inilah konteks yang
paling menyeluruh dimana siswa dan guru tinggal, termasuk berbagai nilai dan kebiasaan
masyarakat ( Cole,2006;Shwder,dkk,2006 ). Sebagai contoh, beberapa budaya ( seperti budaya
negara islam- misalnya Mesir atau Iran ) menekankan peran gender tradisional. Budaya lain
( seperti yang ditemukan di Amerika serikat ) menerima peran gender yang lebih bervariasi.
Disebagian besar negara islam, sistem pendidikan mendukung dominasi laki-laki. Di Amerika
serikat, sekolah-sekolah lebih mendukung nilai kesetaraan dalam kesempatan untuk perempuan
dan laki-laki.
5. Kronosistem
Mencangkup kondisi sosiohistoris dari perkembangan para siswa. Sebagai contoh, kehidupan
anak-anak pada zaman sekarang berbeda dalam banyak hal, bila dibandingkan pada saat orang
tua kakek atau nenek mereka masih anak-anak. Anak-anak pada zaman sekarang lebih sering
berada di tempat pengasuh anak, menggunakan komputer, hidup dalam keluarga yang bercerai
atau menikah lagi, kurang memiliki hubungan dengan kerabat di luar keluarga dekat mereka, dan
tumbuh dewasa di berbagai kota yang terpencar-pencar bukan termasuk perkotaan, pedesaan,
atau pinggiran kota.

B. Konteks Perkembangan Sosial


1. Keluarga
Anak-anak tumbuh dewasa dalam keluarga yang beragam. Setiap keluarga mempunyai pola asuh
yang berbeda-beda dalam mengasuh anaknya. Gaya pengasuhan orangtua snagat berpengaruh
terhadap pembentukan sosial anak.
Baumrind mengatakan bahwa ada empat bentuk utama gaya pengasuhan orang tua yaitu:
a. Pola asuh otoriter ( ooritarian parenting ),
bersifat membatasi dan menghukum.orang tua otoriter mendesak anak-anak untuk mengikuti
perintah mereka dan menghormati mereka. Mereka mendapatkan batas dan kendali yang tegas
terhadap anak-anak mereka dan mengijinkan sedikit komunikasi verbal.
b. Pola asuh Otoritatif ( autoritative parenting ),
mendorong anak-anak untuk mandiri, tetapi masih menempatkan batas-batas dan mengendalikan
tindakan mereka.
c. Pola asuh mengabaikan ( neglectful parenting ),
adalah gaya pengasuhan dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka.
Ketika anak-anak mereka menginjak masa remaja atau anak-anak, orangtua mereka tidak dapat
menjawab pertanyaan ,”sekarang pukul 10 malam, apakah anda tahu dimana anak anda sekarang.
d. Pola asuh yang memanjakan ( indulgent parenting ),
adalah gaya pengasuhan dimana orangtua sangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi hanya
sedikit batasan atau larangan atas perilaku mereka. Orangtua ini membiarkan anak-anak mereka
melakukan apa yang mereka inginkan dan mendapatkan keinginan mereka karena mereka yakin
bahwa kombinasi dari pengasuhan yang mendukung dan kurangnya batasan, akan menghasilkan
anak yang kreatif dan percaya diri. Hasilnya adalah anak-anak ini biasanya tidak belajar untuk
mengendalikan perilaku mereka sendiri.
2. Keterlibatan orangtua dan hubungan sekolah – keluarga-masyarakat
Guru-guru yang berpengalaman, mengetahui pentingnya membuat orang tua terlibat dalam
pendidikan anak-anak. Dalam sebuah survei , para guru menyebutkan keterlibatan orang tua
sebagai prioritas nomor satu untuk meningkatkan kualitas pendidikan ( Chira, 1993 ). Namun
sekolah sering kali tidak menentukan tujuan atau mengimplementasikan program yang efektif
untuk merealisasikan keterlibatan tersebut ( Epstein, 2001 ).
Sebuh studi dilakukan untuk meneliti apakah pengasuhan di luar sekolah berhubungan dengan
prestasi akademik anak-anak pada akhir kelas satu sekolah Dasar. Lima jenis pengasuhan di luar
sekolah yang akan dipelajari adalah sebelum dan sesudah program sekolah, kegiatan ekstra
kurikuler, pengasuh ayah, dan pengasuhan yang bukan dilakukan oleh orang dewasa-biasanya
saudara kandung yang lebih tua. ( NICHD early Care research Network, 2004 ). “anak-anak yang
secara konsisten berpatisipasi dalam aktivitas ekstarakulir selama taman kanak-kanak dan kelas
satu mendapat niai ujian matematika standardisasi yang lebih tinggi daripada anak-anak yang
secara konsisten berpartisipasi dalam aktivitas ini. Partisipasi dalam jenis pengasuhan di luar
sekolah lainnya tidak secara konsisten berpartisipasi dalam aktivitas ini. Partisipasi dalam jenis
pengasuhan di luar sekolah lainnya tidak berhubungan dengan perkembangan.

3. Teman Sebaya
Selain keluarga dan guru, teman sebaya juga memainkan peran penting dalam perkembangan
anak-anak. Dalam konteks perkembangan anak, teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau
tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Interaksi teman sebaya yang memiliki usia yang
sama memainkan peran khusus dalam perkembangan sosioemosional anak-anak. Salah satu
fungsi yang paling penting dari teman sebaya adalah untuk memberikan sumber imformasi dan
perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
Para ahli perkembangan telah menemukan lima jenis status teman sebaya yaitu:
a. Anak populer
Anak populer sering dianggap sebagai teman baik dan jarang tidak disukai oleh teman
sebaya mereka.anak-anak populer meberikan penguatan, mendengarkan dengan seksama,
menjaga komunikasi yang terbuka dengan teman sebaya, bahagia, bertindak sebagaimana
adanya, menunjukan antusiasme dan perhatian terhadap orang lain, serta percaya diri tanpa
bersifat sombong.
b. Anak-anak yang teabaikan
Anak-anak yang terabaikan jarang dianggap sebagai teman baik, tetapi tidak berati tidak disukai
oleh teman sebaya mereka.
c. Anak-anak yang ditolak
Anak-anak yang ditolak jarang dianggap sebagai teman seseorang dan sering sekali tidak disukai
oleh teman sebaya mereka.
d. Anak-anak yang kontroversial
Anak yang kontroversial sering dianggap baik sebagai teman baik seseorang dan bisa pula
sebagai anak yang tidak disukai. Baru-baru ini, dalam suatu studi longitudinal selama 2 tahun
menekankan pentingnya persahabatan ( Wentzel, bary, & Caldwell, 2004 ). Para siswa kelas
enam tidak memiliki teman, kurang terlibat dalam perilaku proporsional ( kerjasama, berbagi,
membantu yang lain ), mendapatkan nilai yang lebih rendah, dan lebih sedih secara emosional
daripada rekan-rekan mereka yang memliki satu atau lebih teman.
4. Sekolah
Disekolah, anak-anak menghabiskan bertahun-tahun waktunya sebagai anggota dari satu
masyarakat terkecil yang memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan
sosioemosional mereka. Dalam setiap kelas yang kita ajar, beberapa anak akan memiliki
keterampilan sosial yang lemah, satu atau dua anak mungkin anak-anak yang ditolak, beberapa
anak yang lain mungkin adalah anak-anak yang terabaikan. Ingatlahlah memperbaiki
keterampilan sosial adalah lebih mudah ketika anak-anak berusia 10 tahun atau lebih mudah
( malik dan Fuman, 1993 ).
Pada masa remaja remaja reputasi teman sebaya menjadi semakin penting.
Berikut ini beberapa strategi yang bagus untuk memperbaiki keterampilan sosial anak-anak
yaitu:
a. Membantu anak-anak yang ditolak untuk belajar mendengarkan teman sebaya dan
“mendengarkan apa yang mereka katakan “ daripada berusaha untuk mendominsi teman sebaya.
b. Membantu anak-anak yang terabaikan mendapatkan perhatian dari teman sebaya dalam cara
yang positif dan terus mempetahankan perhatian mereka.
c. Memberi pengetahuan kepada anak-anak yang memiliki keterampilan sosial yang rendah
tentang cara meningkatkan keterampilan tersebut.
d. Membaca dan mendiskusikan buku yang sesuain tentang hubungan teman sebaya dengan
siswa-siswa dan merencanakan permaianan serta aktifitas yang mendukung.
Berikut ini beberapa tema pendidikan yang sesuai dengan perkembangan ( Bredekamp &
Copple, 1997 ):
1) Bidang perkembangan anak- fisik, kognitif, dan sosio emosional-memilikihubungan yang erat.
Perkembangan dalam satu bidang bisa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan
dalam bidang-bidang lain.
2) Perkembangan terjadi dlam satu urutan yang relatif teratur dengan kemampuan. Keterampilan,
dan pengetahuan yang berikutnya terbentuk di atas yang telah dipelajari.
3) Variasi individu mencirikan perkembangan anak
4) Perkembangan dipengaruhi oleh banyak konteks sosial dan budaya.
5) Anak-anak adalah pelajar yang aktif dan harus didorong untuk membentuk suatu pemahaman
tentang dunia di sekeliling mereka.
6) Perkembangan mengalami kemajuan ketika anak-anak memiliki kesempatan untuk melatih
keterampilan yang baru dipelajari dan ketika mereka mengalami sebuah tantangan di luar tingkat
penguasaan mereka saat ini.
7) Anak-anak berkembang denga sangat baik dalam lingkungan dimana mereka merasa aman
dan dihargai, kebutuhan fisik mereka terpenuhi, dan mereka merasa aman secara psikologis.

C. Strategi Mendidik Anak Sesuai Teori Erikson


1. Mendorong insiatif dalam diri anak-anak.
Anak – anak pada program pendidikan pra sekolah dan masa kanak-kanak awal harus diberi
banyak kebebasan untuk mengeksplorasi dunia mereka. Mereka harus diijinkan untuk memilih
beberapa aktifitas di mana mereka akan terlibat dan dan diberi materi yang menarik untuk
merangsang imajinasi mereka. Anak-anak pada tingakatan ini senang bermain. Bermain tidak
hanya memberi manfaat untuk perkembang sosial emosional mereka tetapi juga mearupakan
media yang penting untuk pertumbuhan kognitif mereka.
2. Mendorong anak-anak sekolah dasar untuk lebih rajin.
Para guru mempunyai tanggung jawab khusus untuk mendorong anak-anak lebih rajin. Erikson
berharap guru-guru dapat memberi susasana yang mebuat anak-anak bergairah untuk belajar.
3. Menstimulasi eksplorasi identitas pada masa remaja.
Kenali bahwa identitas siswa itu bersifat multi dimensional. Aspek-aspek mencangkup tujuan
pendidikan, perestasi intelektual, serta minat dan hobi olah raga, musik dan bidang-bidang lain.
Mintalah para remaja untuk menulis esay tentang aspek-aspek tersebut, mengeksplorasi siapa diri
mereka, dan apa yang mereka ingin mereka lakukan dalam hidup mereka. Dorongah para remaja
untuk berpikir secara independend dengan bebas mengungkapkan pandangan mereka.
4. Periksalah hidup anda sebagai guru melalui lensa delapan tahapan Erikson.
Sebagai contoh, anda mungkin berada pada usia dimana Erikson mengatakan bahwa isu yang
paling penting adalah identitas versus kebingungan identitas. Sebuah aspek penting dari
perkembangan bagi orang dewasa awal adalah memiliki hubungan yang positif dan akrab dengan
orang lain.
5. Manfaatkan karakteristik dan beberapa tahapan Erikson yang lain.
Guru-guru yang kompeten, dapat dipercaya, menunjukan inisiatif, rajin dan menunjukan
penguasaan, serta termotivasi untuk mengontribusikan sesuatu yang berarti untuk generasi
berikutnya.

D. Perkembangan Emosi
1. Regulasi Diri dan Minat Terhadap Lingkungan
Kemampuan anak untuk mengolah rangsang dari lingkungan dan menenangkan diri. Bila anak
masih belum mampu meregulasikan diri maka ia akan tenggelam dalam usaha mencari rangsang
yang dibutuhkannya atau sebaliknya menghindari rangsang yang membuatnya tidak nyaman.
Dengan demikian ia tidak bisa memperhatikan lingkungan secara lebih bermakna. Kemampuan
yang dimiliki:
a. Menunjukkan minat terhadap berbagai rangsang dalam lingkungan sedikitnya selama 3 detik
b. Bisa tenang dan terfokus pada sesuatu sedikitnya 2 menit
c. Pulih dari kondisi tidak menyenangkan dalam 20 menit dengan bantuan
d. Menunjukkan minat terhadap pengasuh, tidak hanya terhadap benda
2. Keakraban – Keintiman
Kemampuan anak untuk terlibat dalam suatu relasi yang hangat, akrab, menyenangkan dan
penuh cinta. Pengasuh merupakan hal terpenting dalam dunianya. Kemampuan yang dimiliki:
a. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh ( dengan senyum, kerenyit, vokalisasi,
meraih dan tingkah laku bertujuan yang lain )
b. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh dengan rasa senang yang nyata
c. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh dengan rasa ingin tahu dan minat asertif
( misalnya dengan mengamati wajah )
d. Bisa mengantisipasi bahwa benda yang ada jadi hilang dari pandangannya ( misalnya dengan
tersenyum atau berceloteh untuk menunjukkan minat )
e. Menunjukkan rasa tidak suka bila didiamkan/tidak direspon selama sedikitnya 30 detik saat
bermain
f. Memprotes dan mulai marah saat frustrasi
g. Pulih dari kondisi tidak menyenangkan dalam 15 menit dengan bantuan

3. Komunikasi Dua Arah


Kemampuan anak untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, menutup siklus komunikasi ( aksi-
reaksi ). Komunikasi di sini tidak harus verbal, yang penting ia bisa mengkomunikasikan intensi
atau tujuannya dan kemudian mengenal konsep sebabakibat ( berpikir logis ) dan konsep diri. la
mulai menyadari bahwa tingkah lakunya berdampak terhadap lingkungan. Sehingga mulai
muncul keinginan untuk aktif memilih atau menentukan pilihan dan berinisiatif. Kemampuan
yang dimiliki:
a. Menunjukkan respon terhadap gestures pengasuh dengan gestures bertujuan ( misalnya meraih
ingin digendong bila tangan kita terentang, menatap atau berceloteh bila diajak bicara )
b. Memulai interaksi dengan pengasuh ( misalnya memegang hidung/rambut anda, mengulurkan
tangan ingin digendong )
c. Menunjukkan emosi akrab atau kedekatan ( balas memeluk, meraih ingin digendong bila
tangan terentang ), kegembiraan dan kegairahan ( tersenyum senang saat mengambil mainan dari
mulut anda dan memasukkannya ke mulutnya sendiri ), rasa ingin tahu yang asertif ( menyentuh
dan mengelus rambut anda ), protes dan marah ( mendorong makanan di atas meja sampai jatuh,
menjerit bila mainan yang diinginkan tidak diberikan ), takut ( membalik atau menjauh, tampak
ketakutan, menangis bila orang tak dikenal mendekatinya terlalu tiba-tiba )
d. Pulih dari rasa tidak senang dalam 10 menit dengan terlibat dalam interaksi sosial

4. Komunikasi Kompleks
Kemampuan anak untuk menciptakan komunikasi kompleks ( sekitar 10 siklus ),
mengekspresikan keinginan dan emosi secara lebih berwarna, kompleks dan kreatif. Mulai
menyertakan keinginannya dalam bermain, tidak hanya mengikuti perintah atau petunjuk
pengasuh atau orang tua. Selanjutnya hal ini akan menjadi dasar terbentuknya konsep diri dan
kepribadian. la mampu memahami pola karakter dan tingkah laku orang lain sehingga mulai
memahami apakah tingkah lakunya disetujui atau tidak, akan dipuji atau diejek, dll sehingga
mulai berkembang kemampuan memprediksi kejadian dan kemudian mengarah pada
kemampuan memecahkan masalah berdasarkan keurutan logis. Kemampuan yang dimiliki:
a. Menutup sedikitnya 10 siklus komunikasi secara berkelanjutan ( misalnya memegang tangan
anda. menuntun ke lemari es, menunjuk, berceloteh, berespon terhadap pertanyaan anda dengan
celoteh dan gestures, meneruskan pertukaran gestural sampai anda membuka pintu lemari es dan
mengambil apa yang diinginkannya )
b. Menirukan tingkah laku pengasuh dengan bertujuan ( misalnya memakai topi ayah dan
berjalan berkeliling menunggu pujian )
c. Menutup sedikitnya 10 siklus dengan vokalisasi atau kata, ekspresi wajah, saling menyentuh
atau memeluk, bergerak dalam ruang, aktifitas motorik ( kejarkejaran ) dan komunikasi dengan
jarak yang jauh ( di ruangan yang luas ada jarak antara dirinya dan pengasuh )
d. Menutup sedikitnya 3 siklus berkelanjutan saat merasakan emosi:
1) Keakraban atau kedekatan ( menunjukkan ekspresi wajah, gestures dan vokalisasi saat
mendekat ingin dipeluk, dicium, atau menirukan bicara di telpon mainannya saat anda menerima
telpon sungguhan ),
2) kegembiraan dan kegairahan ( menunjukkan vokalisasi dan tatapan untuk mengundang
seseorang berbagi kegairahan mengenai sesuatu yang menarik, berbagi guyonan dengan anak
lain atau orang dewasa dengan tertawa bersama ),
3) rasa ingin tahu yang asertif ( bereksplorasi sendiri, menggunakan kemampuan komunikasi
jarak jauh untuk merasakan kedekatan dengan anda saat ia bermain atau bereksplorasi
sendirian ),
4) takut ( menyatakan minta dilindungi dengan berkata ‘nggak’ sambil lari ke belakang anda ),
5) marah ( memukul, berteriak, membanting atau tiduran di lantai, atau memandang dengan
tatapan marah dan dingin ),
6) pembatasan ( mengerti dan berespon positif terhadap ‘tidak, berhenti!’
atau peringatan dengan jari atau ekspresi marah )
e. Pulih dari rasa tidak senang dengan meniru tingkah laku ( membantingbanting
kaki ke lantai atau membalas teriak bila dibentak )

5. Ide Emosional
Kemampuan anak untuk menciptakan ide, mengenal simbol, termasuk bahasa yang melibatkan
emosi. Kemampuan menciptakan ide awalnya berkembang melalui permainan pura-pura yang
memberikan kesempatan bereksperimen dengan perasaan, keinginan dan harapan. Kemudian ia
mulai memberi nama pada benda-benda sekeliling yang berarti, disini ia mulai mengerti
penggunaan simbol benda konkrit. Kemudian simbol menjadi semakin meluas pada aktifitas dan
emosi dan ia belajar kemampuan memanipulasi ide untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginannya. Kemampuan yang dimiliki:
a. Bermain pura-pura dengan sedikitnya 2 ide yang bisa saja belum terkait ( mobil tabrakan,
memuat batu di mobil itu, memeluk boneka kemudian pura-pura minum the )
b. Menggunakan kata-kata, gambar, gestures untuk mengungkapkan sedikitnya 2 ide sekaligus,
tidlak harus berhubungan (‘ nggak bobok, main’ )
c. Mengkomunikasikan keinginan, intensi dan perasaannya dengan katakata, beberapa gestures
sekaligus, sentuhan ( pelukan )
d. Bermain permainan motorik dengan aturan yang sederhana ( bergiliran melempar bola )
e. Menggunakan bermain pura-pura untuk mengkomunikasikan emosi berikut dalam sedikitnya 2
ide:
1) Keakraban atau kedekatan ( boneka berkata,”peluk aku”, dijawabnya “aku cium kamu” ),
2) kegembiraan dan kegairahan ( mengucapkan kata-kata lucu dan tertawa ),
3) rasa ingin tahu yang asertif ( pura-pura menerbangkan pesawat berkeliling ruangan dan
mengatakan akan terbang ke bulan ),
4) takut ( boneka takut suara bising dan memanggil ibunya ),
5) marah ( tentara-tentaraan saling menembak dan jatuh ),
6) pembatasan ( boneka mengikuti aturan minum the )
f. Pulih dari rasa tidak senang dengan main pura-pura ( pura-pura makan kue yang tidak boleh
dimakannya ).

6. Berpikir Emosional
Kemampuan anak untuk menciptakan kaitan antar berbagai ide sehingga mampu berpikir secara
logis dan sesuai dengan realitas. Mampu mengekspresikan berbagai emosi dalam bermain,
memprediksi perasaan dan akiba’ dari suatu aktifitas, mengenal konsep ruang, waktu serta bisa
memecahkan masalah secara verbal dan memiliki pendapatnya sendiri. Bila anak bisa mencapai
kemampuan ini maka ia akan siap belajar berpikir abstrak dan mempolajari strategi berpikir.
Kemampuan yang dimiliki:
a. Bermain pura-pura dengan mengkaitkan sedikitnya 2 ide secara logis, walau
kadang-kadang ide itu sendiri tidak realistik ( misalnya dengan mobil berkunjung ke bulan,
dengan cara terbang cepat sekali )
b. Mengembangkan ide bermain pura-pura orang dewasa ( misalnya anak memasak sup, ditanya
apa yang dimasak, dijawabnya “batu-batu dan ranting-ranting” )
c. Berbicara dengan ide-ide yang saling terkait secara logis dan realistik ( “nggak mau tidur, mau
nonton tv” )
d. Menutup sedikitnya 2 siklus konunikasi verbal ( “mau pergi ke luar” ditanya kenapa,
dijawabnya “mau main” )
e. Berkomunikasi secara logis, mengaitkan sedikitnya 2 ide mengenai intensi, keinginan,
kebutuhan, perasaan dengan kata-kata, beberapa gestures ( pura-pura jadi anjing yang marah )
dan sentuhan ( sering memeluk sebagai bagian dari drama ketika anak menjadi ayah )
f. Bermain motorik dan spasial dengan aturan ( bergantian meluncur )
g. Menggunakan permainan pura-pura atau kata-kata untuk mengkomunikasikan sedikitnya 2 ide
yang terkait secara logis mengenai emosi:
1) kedekatan ( boneka terluka, ibu mengobati ),
2) kegembiraan dan kegairahan ( mengatakan istilah ‘kamar mandi’ lalu
tertawa ),
3) rasa ingin tahu yang asertif ( tentara yang baikditugaskan mencari
putri yang hilang ),
4) takut ( monster menakut-nakuti anak kecil ),
5) marah ( tentara yang baik melawan yang jahat ),
6) pembatasan ( tentara hanya boleh memukul orang jahat karena peraturan )
h. Pulih dari rasa tidak senang dengan bermain pura-pura yang memiliki keurutan logis, kadang
mengisyaratkan cara menghadapi masalah ( misalnya, anak menjadi guru yang sok mengatur
kelas )

BAB III
PEMBAHASAN TEORI

A. Mengevaluasi Teori Brenfenbrenner


Teori Brenfenbrenner telah memperoleh popularitas beberapa tahun terakhir. Teori ini sedikit
memberi satu dari sedikit kerangka kerja teoritis untuk menelaah konteks sosial, secara sisematis
baik pada level makro maupun level mikro, menjebatani antara teori perilaku yang berfokus pada
hal kecil dan teori antropologi yang menganalisis hal yang lebih besar.
Teori ini sangat menolong dan menunjukan bahwa perbedaan dalam kehidupan anak-anak saling
berkaitan. Para pengkritik teori Brenfenbrenner mengatakan bahwa teori tersebut tidak terlalu
memperhatikan faktor biologis dan faktor kognitif perkembangan anak-anak. Mereka juga
menyatakan bahwa teori tersebut tidak membahas perkembangan secara bertahap, yang
merupakan fokus beberapa teori, seperti teori Piaget dan teori Erikson.

B. Tolak Ukur perkembangan sosial anak usia Middle dan Late Childhood
Usia Kompetensi dan Kemampuan sosial Kognisi Sosial Perilaku Prososial : Nilai dan Moral
6-11 1. Membina hubungan dengan sesama teman sebaya daripada dengan orang dewasa
2. Persahabatan menjadi lebih utama dan sedikit lebih pendek
3. Terlibat dalam permainan sosiodramatik
4. Mulai tertari pada olahraga dan games
5. Lebih mandiri ketika berkerja dan bermain
6. Bekerjasama dengan teman sebaya, guru dan orang tua
7. Mengembangkan kemapuan bernegosiasi 1. Meningkatkan kepekaan akan diri sendiri
2. Cenderung menjadi kompetitifa dan membanding-bandingkan antara dirinya dan orang lain.
3. Memahami perbedaan gender
4. Identitas gender semakin kuat pahami
5. Condong pada kehalusan perilaku; mulai memahami bahwa tindakan tidak selalu
merefleksikan pikiran dan perasaan 1. Kelompok adalah kekuatan yang kuat
2. Jika aturan bermain membawa konflik, menunjukkan sikap kewajaran
3. Menghargai otoritas karena kekuatan figure otoritas yang dilihatnya
4. Memiliki pandangan yang tegas tentang persamaan; setiap harus orang memperoleh jumlah
yang sama ketika sesuatu dibagikan
5. Mampu untuk mempertimbangkan faktor hubungan seperti motivasi dalam penalaran moral
C. Perkembangan sosio – emosional
Dalam perkembangan sosio-emosional anak, tentu ada beberapa faktor yang ikut
mempengaruhinya. Ada 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional anak yaitu:
1. Perlakuan dan Cara Pengasuhan Orang Tua
Secara garis besar ada tiga tipe gaya pengasuhan orang tua yakni otoriter, permisif, dan otoritatif.

Tipe Perilaku Orang Tua Karakteristik Anak


Otoriter Kontrol yang ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak, sedikit dialog
( memberi dan menerima ) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang terjalin secara
emosional Menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain.
Permisif Tidak mengontro, tidak menuntut, sedikit menerapkan hukuman dan kekuasaan,
penggunaan nalar, hangat dan menerima Kurang dalam harga diri, kendali diri, dan
kecenderungan untuk bereksplorasi
Otoritatif Mengontrol, menuntut, hangat, reseptif, rasional, berdialog ( memberi dan menerima )
secara verbal, serta menghargai disiplin, kepercayaan diri, dan keunikan Mandiri, bertanggung
jawab secara sosial, memiliki kendali diri, bersifat eksplloratif, dan percaya diri

2. Kesesuaian antara bayi dan pengasuh


Dalam proses interaksi antara pengasuh dan anak, perilaku mereka bisa saling mempengaruhi
dan menyesuaikan diri satu sama lain sehingga ada penyesuain diri antar masing-masing. Jika
terjadi ketidakcocokan antara pengasuh dan anak maka akan berdampak anak mengalami stres,
murung, frustasi, dan bahkan menimbulkan rasa kebencian. Jadi pengasuh harus benar-benar bisa
menangkap respon apa yang sang anak inginkan, agar terjadi jalinan kasih sayang antara mereka,
dan tidak menimbulkan rasa benci.
3. Temperamen bayi
Temperamen bayi merupakan salah satu hal yang harus dipahami oleh sang pengasuh agar bisa
terjalin hubungan yang akrab antara pengasuh dan anak. Ada tiga gaya perilaku bayi yakni bayi
yang mudah, bayi yang sulit dan bayi yang lamban. Ciri bayi yang mudah adalah memiliki
keteraturan, adaptif, bahagia dan mau mendekati objek atau orang baru. Bayi yang sulit
cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap perubahan situasi, sering menangis,
menempakkan perasaan negative. Sedangkan bayi yang lamban adalah bayi yang cenderung
kurang adaptif, menarik diri, kurang aktif dan intensitas respon kurang.
4. Perlakuan guru di sekolah
Apa yang guru perbuat di sekolah akan berpengaruh terhadap anak didiknya. Perlakuan guru
terhadap anak memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan sosioemosional
anak. Pengaruh guru tidak hanya pada aspek kognitif anak, tetapi juga segenap perilaku dan
pribadi yang ditampilkan guru di depan anak didiknya, karena secara langsung hal tersebut bisa
menjadi pengalaman-pengalaman anak.

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian tersebut diatas, dengan ini saya kemukakan beberapa hal kesimpulan, sebagai
berikut:
1. Teori Ekologi Bronfenbrenner
a. Mikrosistem
b. Mesositem,
c. Ekosistem
d. Makro sistem
e. Kronosistem
2. Konteks Perkembangan Sosial
a. Keluarga
b. Keterlibatan orangtua dan hubungan sekolah – keluarga-masyarakat
c. Teman Sebaya
d. Sekolah
3. Strategi Mendidik Anak Sesuai Teori Erikson
a. Mendorong insiatif dalam diri anak-anak.
b. Mendorong anak-anak sekolah dasar untuk lebih rajin.
c. Menstimulasi eksplorasi identitas pada masa remaja.
d. Periksalah hidup anda sebagai guru melalui lensa delapan tahapan Erikson.
e. Manfaatkan karakteristik dan beberapa tahapan Erikson yang lain.
4. Perkembangan Emosi
a. Regulasi Diri dan Minat Terhadap Lingkungan
b. Keakraban – Keintiman
c. Komunikasi Dua Arah
d. Komunikasi Kompleks
e. Ide Emosional
f. Berpikir Emosional

B. Saran
Jhon Locke mengemukakan bahwa pengalaman dan lingkungan anak merupakan faktor yang
paling menentukan dalam perkembangan sosial dan emosional anak. Perkembangan sosial dan
emsional adalah perkembangan perilaku anak dalam pengendalian dan penyesuaian diri dengan
aturan-aturan masyarakat di mana anak itu berada. Perkembangan sosial dan emosional bukan
hanya sekedar hasil kematangan, tetapi sebagian besar merupakan hasil belajar. Oleh karena itu
menyediakan kondisi yang kondusif sangat penting dilakukan agar meningkatkan kematangan
dan kesempatan belajar. Pengkondisian yang baik akan menjadikan fungsi sosial emosional anak
menjadi semakin berkembang.
Pengendalian emosi dan tatanan sosial yang baik serta sehat akan dapat membantu anak dalam
mengembangkan konsep diri yang positif dan akan menjadikan perkembangan sosial emosional
anak lebih optimal.
Faktor pematangan dan faktor belajar keduanya mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial
anak. Adapun arah pematangan dan belajar, keduanya sama. Dari sisi emosi, arah pematangan
belajar ingin mengantarkan anak pada kestabilan, sedangkan dari sisi sosial, ingin mengantarkan
anak pada kematangan bersosialisasi. Beberapa teori yang telah diuraikan di atas diharap dapat
membantu para pendidik untuk menerapkan impliksinya dalam proses mengasuh dan mendidik
anak.

DAFTAR PUSTAKA

Crain, Wlliam, Teori Perkembangan, Konsep dan Aplikasi- edisi 3 , Pustaka Belajar, 2007
Sujiono, Yuliani, M.Pd, Dr., Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Bahan Ajar Universitas
Negeri Jakarta, 2007
Rachmawati, Yeni & Nugraha, Ali, Metode Perkembangan Sosial Emosional, Universitas
Terbuka.
Yusuf Syamsu ( 2004 ) Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Yusuf Syamsu LN. ( 1998 ) Model Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan Ekologis.
Disertasi. Bandung: Pascasarjana IKIP Bandung.
Hartinah Siti. ( 2008 ) Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Refika Aditama
Hartono unyhie. ( 2011 ). “Teori Perkembangan Sosial Emosional”. [Online].
Tersedia http://hartonounyhie.blogspot.com/2011/02/teori-perkembangan-sosial-emosional.html 
.Yang direkam pada 23 November 2011. [26 November 2011].
Kongkoh. ( 2011 ). “Perkembangan Sosial dan Emosional Anak “. [Online].
Tersedia : http://kongkoh.blogspot.com/2011/01/perkembangan-sosial-dan-emosional-anak.html.
Yang direkam pada 23 November 2011. [ 26 November 2011].
Kompasiana Edukasi. ( 2011 ). “ Pemahaman tentang Perkembangan Sosio – Emosional –
Anak“. [Online]. Tersedia http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/11/pemahaman-tentang-
perkembangan-sosio-emosional-anak/.. Yang direkam pada 23 November 2011. [ 26 November
2011 ]
Advertisements
REPORT THIS AD
REPORT THIS AD

Related
perkembangan remaja dan permasalahannya
TEORI PERKEMBANGAN JEAN PIAGET
PERKEMBANGAN REMAJA DAN PERANANNYA DALAM MASYARAKAT
By alvitarita
Post navigation
TEORI PERKEMBANGAN JEAN PIAGET
PERKEMBANGAN REMAJA DAN PERANANNYA D

Anda mungkin juga menyukai