Anda di halaman 1dari 31

Peran keluarga dalam Pembentukan Kepribadian

dan Identitas (etnik, bahasa dan agama)


• Pada hakikatnya basis pembentukan
kepribadian manusia berada dlm
kehidupan keluarga.
• Keluarga dianggap sbg masyarakat kecil
yg memiliki kemampuan budaya,
pemerintahan, kebijakan khusus dan
dilengkapi dg mitos.
Enkulturasi
Enkulturasi adalah proses sosial di mana
individu memperoleh dan menginternalisasi
norma, nilai, keyakinan, bahasa, dan budaya
dari kelompok sosial atau masyarakat tempat
mereka hidup. Ini adalah cara individu belajar
menjadi anggota yang berfungsi dalam suatu
kelompok sosial tertentu.
Contoh enkulturasi dalam pendidikan anak dalam keluarga:
• Bahasa dan Komunikasi: Orang tua mengajarkan anak-anak mereka bahasa ibu
keluarga mereka. Ini mencakup pengajaran kata-kata, frasa, dan aturan tata bahasa
yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Melalui interaksi sehari-hari, anak-
anak belajar bagaimana berbicara dengan sopan dan menghormati orang lain.
• Nilai Keluarga: Orang tua memperkenalkan nilai-nilai penting seperti kejujuran, kerja
keras, kerjasama, dan toleransi kepada anak-anak mereka. Ini dilakukan melalui
contoh-contoh perilaku yang ditunjukkan oleh orang tua dan juga melalui
pembicaraan dan diskusi tentang situasi kehidupan sehari-hari.
• Agama dan Keagamaan: Dalam keluarga yang beragama, orang tua mengenalkan
anak-anak pada keyakinan, praktik, dan ritual agama mereka. Ini bisa mencakup
mengajar anak-anak cara berdoa, memahami nilai-nilai moral dalam agama mereka,
dan mengikuti upacara keagamaan keluarga.
• Tradisi dan Adat Istiadat: Keluarga sering memiliki tradisi dan adat istiadat khusus
yang mereka lestarikan. Orang tua mengajarkan anak-anak mereka tentang tradisi
ini, termasuk cara mempersiapkannya, merayakannya, dan menghargai nilai-nilai
budaya yang terkandung di dalamnya.
• Etika dan Etiket: Orang tua mengajarkan anak-anak tentang etika dan etiket dalam
berbagai situasi sosial. Contohnya, bagaimana bersikap sopan di meja makan,
bagaimana berbicara dengan hormat kepada orang yang lebih tua, dan cara bersikap
ramah kepada tamu yang datang ke rumah.
Pola Asuh Anak dalam Keluarga

1. Sosialisasi
2. Pola Asuh Anak
• 1. Masyarakat sederhana. Dalam lingkungan
masyarakat sederhana (primitive) pola pembagian
kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin.
Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin,
nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang
adanya kelemahan dan kemampuan fisik antara
seorang wanita dan pria dalam menghadapi
tantangan tantangan alam yagn buas saat itu.
• 2. Masyarakat Maju. Masyarakat maju memiliki
aneka ragam kelompok sosial, atau lebih dikenal
dengan sebuatan kelompok organisasi
kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang
berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang
akan dicapai.
Berger

SOSIALISASI

a process by which a child learns to be a participant


member of society” – proses melalui mana seoarang anak
belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam
masyarakat ( Kamanto Sunarto 1993 ; 27)
Sejumlah sosiolog menyebut
sosialisasi sebagai teori mengenai
peranan (role theory). Karena dalam
proses sosialisasi diajarkan peran-
peran yang harus dijalankan oleh
individu.
Sosialisasi berdasarkan jenisnya:

1. sosialisasi primer (dalam keluarga)


2. sosialisasi sekunder (dalam masyarakat).
Sosialisasi Primer

1. Sosialisasi pertama yang dijalani individu


semasa kecil dengan belajar menjadi
anggota masyarakat (keluarga).
2. Berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun
atau saat anak belum masuk ke sekolah.
3. Anak mulai mengenal anggota keluarga
dan lingkungan keluarga.
4. Anak mulai mampu membedakan dirinya
dengan orang lain di sekitar keluarganya
5. Peran orang-orang yang terdekat dengan
anak menjadi sangat penting sebab
seorang anak melakukan pola interaksi
secara terbatas di dalamnya.
6. Terbentuknya warna kepribadian anak
Sosialisasi Sekunder (dalam masyarakat).

1. Suatu proses sosialisasi lanjutan setelah


sosialisasi primer yang memperkenalkan
individu ke dalam kelompok tertentu
dalam masyarakat.
2. Bentuknya adalah resosialisasi dan
desosialisasi. Dalam proses resosialisasi,
seseorang diberi suatu identitas diri yang
baru. Sedangkan dalam proses
desosialisasi, seseorang mengalami
'pencabutan' identitas diri yang lama.
Agen Sosialisasi

pihak-pihak yang melaksanakan atau


melakukan sosialisasi

keluarga, kelompok bermain, media massa


dan sistem pendidikan.
Proses Sosialisasi
Tahap persiapan (Preparatory Stage)

• Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan,


saat seorang anak mempersiapkan diri
untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk
untuk memperoleh pemahaman tentang
diri.
• Pada tahap ini juga anak-anak mulai
melakukan kegiatan meniru meski tidak
sempurna.
Tahap Meniru (Play Stage)
1. Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak
menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa.
2. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri
dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya.
3. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu
dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata
lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang
lain juga mulai terbentuk pada tahap ini.
4. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak
orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut
merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi
pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak
menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini
disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
1. Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan
oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan
penuh kesadaran.
2. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun
meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan
bermain secara bersama-sama.
3. Anak mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela
keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada
tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya
semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-
teman sebaya di luar rumah.
4. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara
bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak
mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya.
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage)

1. Pada tahap ini seseorang telah dianggap


dewasa. Dia sudah dapat menempatkan
dirinya pada posisi masyarakat secara luas.
2. Manusia dewasa menyadari pentingnya
peraturan, kemampuan bekerja sama--
bahkan dengan orang lain yang tidak
dikenalnya-- secara mantap. Manusia
dengan perkembangan diri pada tahap ini
telah menjadi warga masyarakat dalam arti
sepenuhnya.
Pola Asuh Anak

Pola asuh orang tua merupakan interaksi


antara anak dan orang tua selama
mengadakan kegiatan pengasuhan.
Kohn

Pola asuhan merupakan sikap orang tua


dalam berinteraksi dengan anak-anaknya.
Sikap orangtua ini meliputi cara orang tua
memberikan aturan-aturan, hadiah maupun
hukuman, cara orang tua menunjukkan
otoritasnya, dan cara orang tua memberikan
perhatian serta tanggapan terhadap
anaknya.
Baumrind mengidentifikasi tiga pola
yang berbeda secara kualitatif pada
otoritas orangtua
1. authoritarian parenting
2. authoritative parenting
3. permissive parenting
Authoritarian Parenting
( Gaya pola asuh authoritarian )

1. orangtua yang memberikan batasan – batasan


tertentu dan aturan yang tegas terhadap anaknya,
dan memiliki komunikasi verbal yang rendah
2. Pola asuh ini merupakan cara yang membatasi dan
bersifat menghukum sehingga anak harus
mengikuti petunjuk orangtua dan menghormati
pekerjaan dan usaha orangtua, contoh orangtua
yang authoritarian akan berkata : “kamu melakukan
hal itu sesuai dengan cara saya atau orang lain”.
Dalam hal ini nampak sekali oangtua bersikap kaku
dan banyak menghukum anak – anak mereka yang
melanggar, karena sikap otoriter orangtua.
Permisive Parenting Style
( Gaya pola asuh permisif)

1. Pola asuh permisif menekankan ekspresi diri


dan self regulation anak.
2. Orangtua yang permisif membuat beberapa
aturan dan mengijinkan anak – anaknya
untuk memonitor kegiatan mereka sebanyak
mungkin. Ketika mereka membuat peraturan
biasanya mereka menjelaskan alasan
dahulu, orangtua berkonsultasi dengan anak
tentang keputusan yang diambil dan jarang
menghukum.
Autoritative Parenting Style
( Gaya Pola Asuh Autoritative )

1. Pola asuh yang bergaya autoritatif mendorong


anak untuk bebas tetapi tetap memberikan
batasan dan mengendalikan tindakan –
tindakan mereka.
2. Adanya sikap orangtua yang hangat dan
bersifat membesarkan hati anak, dan
komunikasi dua arah yang bebas membuat
anak semakin sadar dan bertanggung jawab
secara sosial.
3. Orangtua dapat merangkul dan mencarikan
alasan untuk solusi di masa depan.
Peranan ayah

1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi.


2. Penghubung dengan dunia luar.
3. Pelindung terhadap ancaman dari luar.
4. Pendidik segi rasional.
Peranan Ibu

1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang.


2. Tempat mencurahkan isi hati.
3. Pengatur kehidupan rumah tangga.
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga.
5. Pendidik segi emosional.
6. Penyimpan tradisi.
PENGARUH KELUARGA TERHADAP KENAKALAN ANAK

1. Keluarga Broken Home


» Orang tua yang bercerai
» Kebudayaan bisu dalam keluarga
2. Perang dingin dalam keluarga
3. Pendidikan yang salah
a. Sikap memanjakan anak
• konsep kebahagiaan yang kurang tepat
• pengalaman hidup yang pahit dan miskin
• Orang tua yang banyak kegiatan dan bisnis
• Kecendrungan orang tua yang kadang-kadang membedakan anak-anak
mereka.
b. Anak tidak diberikan pendidikan agama
3. 4. Anak yang ditolak
a. Penolakan anak
b. Anak lahir dengan keadaan cacat
Indikator kenakalan remaja
1. Anak-anak yang tidak disukai oleh teman-temannya
sehingga anak tersebut menyendiri.
2. Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung
jawab
3. Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka
mengalami masalah yang oleh dia sendiri tidak sanggup
mencari permasalahannya.
4. Anak-anak yang mengalami phobia dan gelisah dalam
melewati batas yang berbeda dengan ketakutan anal-anak
normal.
5. Anak-anak yang suka berbohong.
6. Anak-anak yang suka menyakiti atau mengganggu teman-
temannya
7. Anak-anak yang menyangka bahwa semua guru mereka
bersikap tidak baik
8. Anak-anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian.
PENGENDALIAN TERHADAP KENAKALAN ANAK

1. Sikap/cara yang bersifat preventif


2. Sikap/cara yang bersifat represif
Pengendalian Terhadap Kenakalan Anak:
Sikap/Cara yang Bersifat Preventif
• Pemberian Teladan Positif: Orang tua dan wali memiliki peran penting sebagai teladan bagi anak-
anak. Dengan menunjukkan perilaku positif seperti kejujuran, kerjasama, dan empati, mereka
dapat menginspirasi anak-anak untuk mengikuti jejak yang baik.

• Komunikasi Terbuka: Orang tua harus menciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi
terbuka dengan anak-anak. Anak-anak harus merasa nyaman berbicara tentang masalah atau
perasaan mereka tanpa takut mendapat hukuman.

• Pendidikan Nilai dan Etika: Orang tua dan pendidik seharusnya aktif mengajarkan anak-anak
tentang nilai-nilai moral, etika, dan norma-norma sosial yang benar. Ini bisa dilakukan melalui
cerita, contoh-contoh kasus, atau diskusi tentang situasi kehidupan sehari-hari.

• Kegiatan Ekstrakurikuler Positif: Mengarahkan anak-anak ke kegiatan ekstrakurikuler yang positif


seperti olahraga, seni, atau klub yang berkaitan dengan minat mereka dapat mengisi waktu luang
mereka dengan aktivitas yang konstruktif.

• Pengawasan Terhadap Media: Orang tua harus mengawasi konten media yang anak-anak
mereka konsumsi, termasuk televisi, internet, dan permainan video. Ini akan membantu
mencegah mereka terpapar pada konten yang tidak sesuai usia.
Pengendalian Terhadap Kenakalan Anak: Sikap/Cara yang
Bersifat Represif

Hukuman yang Tepat: Jika anak melakukan kenakalan, orang tua atau guru dapat memberikan
hukuman yang sesuai. Namun, hukuman sebaiknya proporsional dengan kesalahan yang dilakukan
dan bertujuan untuk mengajarkan konsekuensi dari perilaku negatif.

Batasan yang Jelas: Orang tua harus menetapkan batasan yang jelas dan konsekuensi yang akan
diterima anak jika batasan tersebut dilanggar. Ini memberikan anak pandangan yang jelas tentang
apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak.

Diskusi dan Pembelajaran: Setelah memberikan sanksi, penting untuk berbicara dengan anak-anak
tentang tindakan mereka dan mengapa itu salah. Ini adalah kesempatan untuk mengajarkan anak-
anak tentang konsekuensi dari perilaku mereka.

Konsistensi: Orang tua dan guru harus konsisten dalam menerapkan aturan dan sanksi.
Ketidakkonsistenan dapat membingungkan anak-anak dan mengurangi efektivitas pengendalian
kenakalan.

Konseling atau Pendampingan: Jika perilaku kenakalan anak sangat serius atau berulang, mungkin
diperlukan konseling atau pendampingan profesional untuk membantu anak dan keluarga mengatasi
masalah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai