Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Pergaulan Teman Sebaya
1. Pengertian Pergaulan Teman Sebaya
Pergaulan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal
dari kata dasar gaul yang artinya hidup berteman atau bersahabat
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996: 296) Pergaulan
merupakan salah satu cara seseorang untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Manusia adalah makhluk sosial memiliki kecenderungan
hidup bersama satu sama lain. Mereka tidak bisa hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain.
Menurut Abdulah Idi (2011: 83) pergaulan adalah kontak langsung
antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Pergaulan sehari-
hari yang dilakukan individu satu dengan yang lainnya adakalanya
setingkat usianya, pengetahuannya, pengalamannya, dan jika dilakukan
dalam jangka waktu tertentu akan membentuk jalinan persahabatan atau
pertemanan. Dari pergaulan yang dilakukan oleh siswa, maka siswa mulai
mengenal berbagai pihak yang terdapat dalam lingkungan pergaulan
tersebut. Salah satunya adalah teman sebaya. Menurut Santrock (2012:
109) teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tikat kedewasaan
yang kurang lebih sama. Ahzami Samiun Jali (2006: 164) berpendapat
bahwa sebaya adalah mereka yang lahir pada waktu yang sama dan
memiliki usia yang sama. Teman sebaya menurut Zainal Madon dan
Mohd. Sharani Ahmad (2004: 49) adalah kelompok anak-anak atau
remaja yang sama umur atau peringkat perkembangannya. Teman sebaya
pada umumnya adalah teman sekolah dan atau teman bermain di luar
sekolah (Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 114).
Menurut Horton dan Hunt dalam Damsar (2011: 74) menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan kelompok teman sebaya (peer group)
adalah suatu kelompok dari orang orang yang seusia dan memiliki status
sama, dengan siapa seseorang umumnya berhubungan atau bergaul.
Lingkungan teman sebaya merupakan suatu interaksi dengan orang-orang
yang mempunyai kesamaan dalam usia, status sosial, hobi dan pemikiran
yang sama, dalam berinteraksi mereka akan mempertimbangkan dan lebih
memilih bergabung dengan orang-orang yang mempunyai kesamaan
dalam hal-hal tersebut (Robert E.Slavin, 2011: 114). Dalam kelompok
teman sebaya individu akan merasakan adanya persamaan satu dengan
yang baik usia, status sosial, kebutuhan, dan tujuan untuk memperkuat
kelompok itu, sehingga individu didalam kelompok tersebut akan merasa
menemukan dirinya dan akan mengembangkan rasa sosialnya seiring
dengan perkembangan kepribadiannya (Slamet Santosa, 2009: 77).
Dapat disimpulkan bahwa kelompok teman sebaya adalah
kelompok sosial yang terbentuk karena individu satu dengan lainnya
mempunyai persamaan usia, status sosial, jenis kelamin, kebutuhan serta
minat yang membuat individu yang bergabung di dalam kelompok
tersebut menjadi nyaman. Jadi pergaulan kelompok teman sebaya adalah
hubungan interaksi sosial yang timbul karena individu-individu yang
berkumpul dan membentuk suatu kelompok yang didasarkan pada
persamaan usia, status sosial, kebutuhan serta minat yang seiring
berjalannya waktu akan membentuk pertemanan atau persahabatan.
Teman sebaya yang dipilih biasanya adalah teman yang memiliki
kesamaan status sosial dengan dirinya. Misalnya siswa yang duduk di
bangku SMP kebanyakan temannya juga sesama siswa, baik yang satu
sekolah maupun berbeda sekolah. Jarang ditemui seorang siswa SMP
berteman akrab dengan orang yang berbeda status sosial dengan dirinya.
Teman sebaya tersebut merupakan orang yang sering terlibat dalam
melakukan tindakan secara bersama-sama dalam pergaulan.
2. Fungsi Pergaulan Teman Sebaya
Pada prinsipnya hubungan lingkungan teman sebaya mempunyai
arti sangat penting bagi remaja. Menurut Jean Piaget dan Harry Stack S
dalam Desmita (2013: 220) menekankan bahwa melalui teman sebaya
anak dan remaja belajar tentang hubungan timbal balik yang sistematis.
Anak mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui
peristiwa pertentangan dengan remaja. Mereka juga mempelajari secara
aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman sebaya dalam rangka
memuluskan integrasi dirinya dalam aktifitas teman sebaya yang
berkelanjutan. Santrock (2012: 109) mengatakan bahwa salah satu fungsi
yang terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan
sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar lingkungan
keluarga.
Menurut Slamet Santosa (2009: 79) fungsi kelompok teman sebaya
adalah sebagai berikut:
1) Mengajarkan kebudayaan
kelompok teman sebaya ini diajarkan kebudayaan yang berada di
tempat itu. Misalnya orang luar negeri masuk ke Indonesia, maka
teman sebayanya di Indonesia mengajarkan kebudayaan Indonesia.
2) Mengajarkan mobilitas sosial
Mobilitas sosial adalah perubahan status yang lain. Misalnya ada kelas
menengah dan kelas rendah (tingkat sosial). Dengan adanya kelas
rendah pindah ke kelas menengah dinamakan mobilitas sosial.
Seorang anak akan senang bila masuk kedalam kelompok teman
sebaya yang memiliki status sosial tinggi. Dengan masuk dalam status
sosial yang tinggi maka status mereka juga akan meningkat. Seorang
anak yang berada dalam kelompok teman sebaya status sosialnya akan
lebur menjadi satu bagian dengan kelompoknya, karena identitas
kelompoknya berarti identitas dirinya.
3) Membantu peranan sosial yang baru
kelompok teman sebaya memberikan kesempatan bagi anggotanya
untuk mengisi peranan sosial yang baru. Misalnya anak yang belajar
bagaimana menjadi pemimpin yang baik dan sebagainya.
4) Kelompok teman sebaya sebagai sumber informasi bagi orang tua,
guru bahkan masyarakat
Kelompok teman sebaya sebagai sumber informasi bagi guru dan
orang tua tentang hubungan sosial individu dan seorang yang
berprestasi baik dapat dibandingkan dalam kelompoknya. kelompok
teman sebaya di masyarakat sebagai sumber informasi, kalau salah
satu anggotanya berhasil maka anggota lainnya berhasil, maka di mata
masyarakat kelompok teman sebaya itu berhasil. Atau sebaliknya, bila
suatu kelompok sebaya itu sukses maka anggota-anggotanya juga baik
5) Dalam kelompok teman sebaya individu dapat mencapai
ketergantungan satu sama lain
Seorang anak akan lebih nyaman berbagi dengan temannya karena
temannya biasanya lebih mengerti dirinya dan persoalan yang
dihadapinya. Mereka saling menumpahkan perasaan dan
permasalahan yang tidak bisa mereka ceritakan pada orang tua
maupun guru mereka. Dalam kelompok teman sebaya, individu dapat
mencapai ketergantungan satu sama lain. Karena dalam kelompok
teman sebaya ini mereka dapat merasakan kebersamaan dalam
kelompok, mereka saling tergantung satu sama lainnya
6) Kelompok teman sebaya mengajarkan moral orang dewasa.
Anggota kelompok teman sebaya bersikap dan bertingkah laku seperti
orang dewasa, untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa
mereka memperoleh kemantapan sosial. Tingkah laku mereka seperti
orang dewasa, tapi mereka tidak mau disebut orang dewasa.
Melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang dewasa,
mereka ingin menunjukan bahwa mereka juga bisa berbuat seperti
orang dewasa.
7) Mencapai kebebasan sendiri.
Kebebasan disini diartikan sebagai kebebasan untuk berpendapat,
bertindak atau untuk menemukan identitas diri. Karena dalam
kelompok itu, anggota-anggota yang lain juga mempunyai tujuan dan
keinginan yang sama. Berbeda dengan kalau anak bergabung dengan
orang dewasa, maka anak akan lebih sulit untuk mengutarakan
pendapat atau untuk bertindak, karena status orang dewasa selalu
berada di atas dunia anak sebaya.
8) Belajar mengontrol tingkah laku
Dalam kelompok teman sebaya seorang anak akan lebih mudah dalam
pengawasannya, karena tingkah laku setiap individu menunjukan
perilaku umum dari kelompoknya. Hal ini mempermudah pengawasan
bagi orang tua maupun guru.

6 fungsi positif dari teman sebaya menurut Kelly dan Hansen


(1987) dalam Desmita (2013: 220-221) :
1) Mengontrol impuls-impuls agresif. Melalui interaksi teman sebaya,
remaja belajar bagaimana memecahkan pertentangan-pertentangan
dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresif langsung.
2) Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih
independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan
dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab
baru mereka. Dorongan yang diperoleh dari teman-teman sebaya
mereka ini akan menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja
pada dorongan keluarga mereka.
3) Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan
kemampuan penalaran dan belajar untuk mengekspresikan perasaan
dengan cara lebih matang. Melalui percakapan dan perdebatan dengan
teman sebaya, remaja belajar mengekpresikan ide-ide dan perasaan-
perasaan serta mengembangkan kemampuan mereka memecahkan
masalah.
4) Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran
jenis kelamin.
5) Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Umumnya orang
dewasa mengejarkan kepada anak-anak mereka tentang apa yang
benar dan apa yang salah. Dalam kelompok teman sebaya, remaja
mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri. Remaja
mengevaluasi nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki teman
sebayanya, serta memutuskan mana yang benar. Proses mengevaluasi
ini dapat membantu remaja mengembangkan kemampuan penalaran
moral mereka.
6) Meningkatkan harga diri (self-esteem). Menjadi orang yang disukai
oleh sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa
enak atau senang tentang dirinya.

Menurut Slamet Santosa (2009:82), menjelaskan :


Dampak negatif yang ditimbulkan adalah adanya sebagian anak
remaja yang ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya yang dapat
menimbulkan permusuhan dan menimbulkan perasaan kesepian
yang bisa mengganggu perkembangan anak tersebut, timbulnya rasa
iri dan persaingan pada anggota kelompok yang tidak memiliki
kesamaan dengan dirinya, timbulnya pertentangan antar kelompok
teman sebaya (Slamet Santosa, 2009: 82).

Jadi dapat disimpulkan bahwa teman sebaya sangat berfungsi bagi


tercapainya interaksi sesama manusia, karena dari teman sebaya kita
dapat memperoleh informasi-informasi, mengajarkan kebudayaan,
mengajarkan mobilitas sosial, membantu peranan sosial yang baru,
mengajarkan moral dan nilai-nilai, serta meningkatkan keterampilan-
keterampilan sosial. Tetapi teman sebaya juga memiliki fungsi negatif
salah satunya adalah dapat menimbulkan permusuhan bahkan persaingan
dikala timbulknya rasa iri antar kelompok teman sebaya.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pergaulan Teman Sebaya
Conny R. Semiawan (1999: 165-167) menyatakan faktor-faktor
yang mempengaruhi pergaulan teman sebaya yaitu :
a. Kesamaan usia.
Kesamaan usia lebih memungkinkan anak untuk memiliki minat-
minat dan tema-tema pembicaraan atau kegiatan yang sama sehingga
mendorong terjalinnya hubungan pertemanan dengan teman sebaya
ini.
b. Situasi
Faktor situasi berpengaruh di saat berjumlah banyak anak-anak akan
cenderung memilih permainan yang kompetitif dari pada permainan
yang kooperatif.
c. Keakraban
Kolaborasi ketika pemecahan masalah lebih baik dan efisien bila
dilakukan oleh anak di antara teman sebaya yang akrab. Keakraban ini
juga mendorong munculnya perilaku yang kondusif bagi
terbentukknya persahabatan.
d. Ukuran kelompok
Apabila jumlah anak dalam kelompok hanya sedikit, maka interaksi
yang terjadi cenderung lebih baik, lebih kohesif, lebih berfokus, dan
lebih berpengaruh.
e. Perkembangan kognisi
Anak yang kemampuan kognisinya meningkat, pergaulan dengan
teman sebayanya juga meningkat. Anak-anak yang keterampilan
kognisinya lebih unggul cenderung tampil sebagai pemimpin atau
anggota kelompok yang memiliki pengaruh dalam kelompoknya,
khususnya ketika kelompok menghadapi persoalan yang perlu
dipecahkan.
Menurut Hurlock (1997: 158) faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan teman sebaya yaitu :
a. Anak yang dianggap serupa dengan dirinya dan memenuhi kebutuhan.
Biasanya anak cenderung memilih mereka yang berpenampilan
menarik sebagai teman baik karena daya tarik fisik mempengaruhi
kesan pertama.
b. Pemilihan teman anak-anak terbatas pada lingkungan yang relatif
sempit. Anak cenderung memilih teman dari kelasnya di sekolah dan
yang dipilih adalah teman yang berjenis kelamin sama.
c. Sifat-sifat kepribadian penting dalam memilih teman. Anak lebih
menyukai teman yang ramah, baik hati, sportif, jujur dan murah hati
untuk dijadikan teman bermain maupun teman baik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang


mempengaruhi pergaulan teman sebaya yaitu kesamaan usia, situasi,
keakraban, ukuran kelompok, dan kemampuan berpikir. Selain itu,
pergaulan teman sebaya juga dipengaruhi oleh kebutuhan yang serupa
dengan dirinya, lingkungan rumah yang berdekatan dan kepribadian yang
dimiliki oleh anak. Saat melakukan pergaulan dengan teman sebaya, akan
terdapat banyak tekanan yang dialami seseorang. Tekanan dalam
pergaulan sebaya tersebut dapat berupa tekanan positif maupun tekanan
negatif. Mempunyai teman yang mendorong untuk berusaha lebih keras di
sekolah atau olahraga dapat memberikan semangat jika anak belum
melakukan yang terbaik. Teman juga mampu mencegah melalaikan
kewajiban dan menolong di saat kesulitan. Mereka dapat memotivasi dan
mengarahkan ke arah yang benar. Banyak anak yang mampu lepas dari
kebiasaan merusak diri sendiri karena pengaruh teman sebaya yang penuh
perhatian. Hal-hal tersebut adalah contoh tekanan dalam pergaulan teman
sebaya yang bersifat positif. Sedangkan tekanan negatif dalam pergaulan
teman sebaya dapat menjadikan hal-hal buruk terlihat menarik di mata
seseorang. Misalnya ajakan untuk mencoba rokok, membuka situs yang
kurang layak di warung internet, mencuri, dan sebagainya.
B. PRESTASI BELAJAR
1. Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi berasal dari dua kata, yaitu “prestasi” dan “belajar”. Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan prestasi
adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan
sebagainya (Depdiknas, 2008 : 101)
Menurut Muhibbin Syah (2011: 141), “Prestasi adalah tingkat
keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah
program”. Prestasi itu tidak mungkin dicapai oleh seseorang selama ia
tidak melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh.
Belajar merupakan suatu proses dalam kehidupan manusia yang
berlangsung sepanjang hayat. Belajar dimulai dari bayi sampai sepanjang
usia mereka. Menurut Slameto (2013: 2) belajar merupakan suatu proses
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan suatu proses
untuk menjadikan manusia bekembang secara utuh, baik dalam segi
jasmani maupun rohani. Belajar yang dilakukan oleh manusia senantiasa
dilandasi dengan iktikad baik. Belajar harus dilaksanakan dengan sengaja,
direncanakan sebelumnya dengan struktur tertentu, sehingga proses belajar
dapat terkontrol secara cermat. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto
(2014: 102), “Belajar adalah suatu proses yang menirnbulkan terjadinya
suatu perubahan dan pembaharuan dalam tingkah laku dan atau
kecakapan”.
Menurut Noehi Nasution dalam Rohmalina Wahab (2015: 242) bahwa
belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai proses yang memungkinkan
timbulnya atau berubahnya sebuah tingkah laku sebagai hasil dari
terbentuknya respons utama, dengan syarat bahwa perubahan atau
munculnya tingkah laku itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan
atau oleh adanya perubahan sementara karena sesuatu hal.
Prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh dari proses belajar
yang dijalan selama mengikuti proses pembelajaran. Prestasi belajar
adalah bukti keberhasilan yang dapat dilihat dari perubahan-perubahan
pada dalam diri seorang siswa dari perubahan pengetahuan, keterampilan
dan lain sebagainya. Menurut Sumadi Suryabrata (2006: 297), prestasi
belajar sebagai nilai, rnerupakan perumusan akhir yang diberikan oleh
guru dalam hal kemajuan prestasi belajar yang telah dicapai siswa selama
waktu tertentu.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 128), prestasi
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan. Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang selalu ada
dalam kehidupan manusia, karena sepanjang hidupnya manusia selalu
mengejar prestasi belajar menurut bidang dan kemampuan masing-masing
(Zainal Arifin, 2013: 12).
Seluruh aktivitas belajar siswa adalah untuk mendapatkan prestasi
belajar yang baik. Siswa tentu tidak ingin mendapatkan prestasi belajar
yang jelek. Maka, mereka berlomba-lomba semaksimal mungkin untuk
mencapainya. Prestasi belajar dapat dikatakan sebagai kebutuhan yang
menimbulkan dorongan dari dalam diri siswa untuk terus belajar (Syaiful
Bahri Djamarah, 2012: 28).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah hasil belajar yang dicapai seseorang setelah mengikuti kegiatan
belajar yang ditunjukkan dengan nilai yang berupa angka atau huruf dalam
periode waktu tertentu.
2. Jenis dan Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap
ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses
belajar dari siswa. Namun demikian pengungkapan perubahan tingkah
laku seluruh ranah itu, khususnya ranah murid sangat sulit. Hal ini
disebabkan perubahan hasil belajar ini ada yang bersifat tidak dapat di
raba.
Menurut Muhibbin Syah (2012: 216-218) kunci pokok untuk
memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa yaitu dengan mengetahui
garis-garis besar indikator (petunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan
dengan jenis prestasi yang hendak dungkapkan atau diukur. Seperti
tergambar dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1.3
Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi
Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara evaluasi
A. Ranah Cipta
(Kognitif)
1. Tes lisan
1. Pengamatan 1. Dapat menunjukan
2. Tes tertulis
2. Dapat membandingkan
3. Observasi
3. Dapat menghubungkan
1. Tes lisan
2. Ingatan 1. Dapat menyebutkan
2. Tes tertulis
2. Dapat menunjukan
3. Observasi
kembali
1. Tes lisan
3. Pemahaman 1. Dapat menjelaskan
2. Tes tertulis
2. Dapat mendefinisikan
dengan lisan sendiri
1. Tes lisan
4. Penerapan 1. Dapat memberikan
2. Pemberian tugas
contoh
4. Observasi
2. Dapat menggunakan
secara tepat
5. Analisis 1. Dapat menguraikan 1. Tes lisan
(pemeriksaan 2. Dapat 2. Pemberian tugas
dan mengklasifikasikan
pemilahan
secara teliti)

6. Sistensis 1. Dapat menghubungkan 1. Tes lisan


(membuat 2. Dapat menyimpulkan 2. Pemberian tugas
paduan baru 3. Dapat
dan utuh) menggeneralisasikan

B. Ranah Rasa
(Afektif)
1. Penerimaan 1. Menunjukan sikap 1. Tes tertulis
menerima 2. Tes skala sikap
2. Menunjukan sikap 3. Observasi
menolak

2. Sambutan 1. Kesediaan terlibat 1. Tes skala sikp


2. Kesediaan 2. Pemberian tugas
memanfaatkan 3. Observasi

3. Apresiasi 1. Menganggap penting 1. Tes skala


(sikap dan bermanfaat penilaian
menghargai) 2. Menganggap indah dan 2. Pemberian tugas
harmonis 3. Observasi
3. Mengagumi

1. Tes skala sikap


4. Internalisasi 1. Mengakui dan meyakini 2. Pemberian tugas
(pendalaman) 2. Mengingkari eksprensif (yang
menyataan
sikap) dan
proyektif (yang
menyatakan
perkiraan/
ramalan)
3. Observasi

5. Karakterisasi 1. Melembagakan atau 1. Pemberian tugas


(penghayatan) meniadakan ekspresif dan
2. Menjelmakan dalam proyektif
pribadi dan perilaku 2. Observasi
sehari-hari
C. Ranah Karsa
(Psikomotor)
1. Keterampilan 1. Mengkoordinasikan 1. Observasi
bergerak dan gerak mata, tangan, 2. Tes tindakan
bertindak kaki, dan anggota
tubuh lainnya

2. Kecakapan 1. Mengucapkan 1. Tes lisan


ekspresi 2. Membuat mimik dan 2. Observasi
verbal dan gerakan jasmani 3. Tes tindakan
nonverbal

Menurut Muhibbin Syah (2012: 219) menjelaskan :


Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi dan
menilai tingkat keberhasilan/ indikator belajar yaitu “Penilaian Acuan
Kriteria (Criterion Referenced Assessment)”. Nilai atau kelulusan
seorang siswa bukan berdasarkan perbandingan nilai yang dicapai
oleh rekan-rekan sekelompoknya melainkan ditentukan oleh
penguasaannya atas materi pelajaran hingga batas yang sesuai dengan
tujuan instruksional.

Berdasarkan penjelasan tersebut untuk mengukur prestasi belajar yaitu


menggunakan ranah kognitif yang bisa diketahui setiap saat untuk
mengukur perkembangan penalaran siswa, ranah afektif tidak dapat
diketahui setiap saat karena pengukuran ini berdasarkan perilaku siswa,
dan ranah psikomotorik yang dilakukan terhadap hasil belajar. Selain itu,
prestasi belajar dapat dinilai dengan menggunakan Penilaian Acuan
Kriteria.
3. Pembinaan dan Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Pembinaan adalah usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara bersama. pembinaan prestasi disini adalah suatu model atau
gambaran dalam melakukan suatu tindakan secara bersama untuk
memperoleh hasil yang lebih baik berdasarkan suatu pembinaan tertentu
yang berhubungan dengan peningkatan prestasi.
Unsur-unsur yang dapat menjadi pola pembinaan prestasi siswa
adalah :
a. Menciptakan lingkungan yang mendorong semangat belajar. Bisa
dengan menyediakan berbagai macam kesempatan sehingga mereka
lebih senang belajar, misalnya dengan menyediakan benda benda
seperti puzzle sampai melukis dikomputer. Hal ini penting unuk
merangsang keingintahuan mereka.
b. Menyediakan kehidupan yang seimbang. Rumah yang stabil,
lingkungan yang kondusif dan penuh cinta, merupakan dasar yang
kuat untuk membantu anak mendapat nilai yang baik disekolah.
c. Kebanyakan proses belajar yang dilakukan disekolah mencakup
masalah membaca. Secara tidak langsung dengan membacakan cerita
kepada siswa juga turut mengajar mereka membaca. Bacakan dengan
suara keras bahan-bahan yang sulit mereka baca sendiri agar bisa
memperluas serta memperkaya kosa kata dan pengalaman mereka.
d. Mendorong siswa membaca lebih dalam. Saat siswa melanjutkan
kesekolah yang lebih tinggi, mereka akan mempelajari segala hal yang
berasal dari bahan yang dicetak. Pastikan terdapat berbagai macam
bacaan yang menarik dirumah dan disekolahan.
e. Tunjukkan bagaimana dalam mengorganisir sesuatu. Siswa-siswi
terbiasa teratur lebih mudah untuk sukses disekolah. Salah satu cara
terbaik untuk mengorganisir sesuatu adalah melalui contoh.
f. Mengajari siswa kemampuan belajar efektif. Kemampuan belajar
dengan baik penting untuk mendapatkan nilai baik. Memastikan
bagaimana membaca buku, mengahafal dan mempersiapkan ujian.
g. Dorong siswa untuk berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelas.
h. Membangun hubungan yang baik dengan orang tua dan siswa
(Yuanita 2010:80-83).
Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah
melakukan kegiatan pembelajaran yang kemudian digambarkan dalam
simbol, angka ataupun huruf. Keberhasilan atau kegagalan dalam kegiatan
pembelajaran tentu akan berpengaruh pada prestasi belajar yang diperoleh
oleh siswa. Di dalam sebuah kelas tidak semua siswa memiliki tingkat
prestasi yang sama satu dengan lainnya, ada siswa yang memiliki prestasi
tinggi, sedang maupun rendah. Menurut Muhibbin Syah (2013: 130-136)
faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik di
sekolah, secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni :
a. Faktor internal faktor yang berasal dari diri siswa sendiri meliputi dua
aspek, yakni :
1) Aspek Fisiologis
Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan
dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang
kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan
belajarnya.
2) Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa.
Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya
dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut :
a) Intelegensi
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan
psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi intelegensi
sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga
kualitas organ-organ tubuh yang lainnya. Akan tetapi, memang
harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan
intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-
organ tubuh yang lainnya, lantaran otak merupakan “menara
pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
b) Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response
tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang,
barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
c) Bakat Siswa
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang. Dengan demikian sebetulnya orang pasti memiliki
bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke
tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Bakat
juga diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan
tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan
dan pelatihan.
d) Minat Siswa
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu.
e) Motivasi
Motivasi ialah keadaan internal organisme yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
b. Faktor eksternal siswa, seperti faktor internal siswa, faktor eksternal
siswa juga terdiri atas dua macam, yakni:
1) Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para tenaga
kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-
teman sekelas dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa.
Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah
masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar
perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan
kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak pengganggur,
misalnya akan sangat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling
tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika memerlukan
teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar
tertentu yang kebetulan belum dimilikinya. Lingkungan sosial yang
lebih banyak memengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan
keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan
keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga (letak
rumah), semuanya dapat memberikan dampak baik atau buruk
terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
2) Lingkungan nonsosial, faktor-faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah temapat
tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan
cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini
dipandang turut menentukan tingakt keberhasilan belajar siswa
Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar seperti pagi
atau sore hari, seorang ahli bernama J. Biggers berpendapat bahwa
belajar pada pagi hari lebih efektif dari pada belajar pada waktu-
waktu lainnya. Dengan demikian, waktu yang digunakan siswa
untuk belajar yang selama ini sering dipercaya berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa, tak perlu dihiraukan. Sebab, bukan
waktu yang penting dalam belajar melainkan kesiapan sistem
memori siswa dalam menyerap, mengolah, dan menyimpan item-
item informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut. .
c. Faktor pendekatan belajar, yakni kefektifan segala cara atau strategi
belajar materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat
langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk
memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. Di
samping faktor-faktor internal dan eksternal siswa, faktor pendeatan
belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar
siswa tersebut.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 138-146)
prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai
faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal)
maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya
dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang
sebaik-baiknya. Yang tergolong faktor internal adalah :
1. Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan,
pendengaranm struktur tubuh, dan sebagainya.
2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh
terdiri atas:
a. Faktor intelektif yang meliputi:
1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat
2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki
b. Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu
seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi,
penyesuaian diri.
3. Faktor kematangan fisik maupun psikis, yaitu terasuk kedalam
golongan faktor eksternal, diantaranya adalah :
a. Faktor sosial yang terdiri atas:
1) Lingkungan keluarga
2) Lingkungan sekolah
3) Lingkungan masyarakat
4) Lingkungan kelompok
b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi,
kesenian.
c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitar belajar,
iklim.
4. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun
tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar. Dari sekian banyak faktor
yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam,
yaitu:
a. Faktor-faktor stimulus belajar
Faktor stimulus belajar yaitu segala hal di luar individu itu untuk
mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimulus dalam hal ini
mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan eksternal
yang harus diterima dipelajari oleh pelajar. Beberapa hal yang
berhubungan dengan faktor-faktor stimulus yaitu :
1) Panjangnya bahan pelajaran
Panjangnya bahan pelajaran berhubungan dengan jumlah bahan
pelajaran. Semakin panjang bahan pelajaran, semakin panjang
pula waktu yang diperlukan oleh individu untuk mempelajarinya.
2) Kesulitan bahan pelajaran
Tiap-tiap bahan pelajaran mengandung tingkat kesulitan bahan
pelajaran dan mempengaruhi kecepatan belajar. Makin sulit
sesuatu bahan pelajaran, makin lambatlah orang mempelajarinya.
Sebaliknya, semakin mudah bahan pelajaran makin cepatlah
orang dalam mempelajarinya.
3) Berartinya bahan pelajaran
Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari
belajar waktu sebelumnya. Modal pengalaman itu dapat berupa
penguasaan bahasa, pengetahuan dan prinsip-prinsip. Modal
pengalaman ini menentukan keberartian bahan yang dipelajari di
waktu sekarang. Bahan yang berarti memungkinkan individu
untuk belajar, karena individu dapat mengenalnya.
4) Berat ringannya tugas
Mengenai berat atau ringannya suatu tugas, hal ini erat
hubungannya dengan tingkat kemampuan individu. Tugas yang
sama, kesukarannya berbeda masing-masing individu. Hal ini
disebabkan karena kapasitas intelektual serta pengalaman mereka
tidak sama. Boleh jadi, berat ringannya sutau tugas berhubungan
dengan usia individu.
5) Suasana lingkungan eksternal
Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal antara lain:
cuaca, waktu, kondisi tempat, letak sekolah, penerangan, dan
sebagainya.
b. Faktor-faktor metode belajar
Metode mengajar yang diapakai oleh guru sangat mempengaruhi
metode belajar yang dipakai oleh si pelajar. Dengan kata lain, metode
yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi
proses belajar. Faktor-faktor metode belajar menyangkut hal-hal
berikut ini :
1) Kegiatan berlatih atau praktek
2) Overlearning dan drill
3) Resitasi selama belajar
4) Pengenalan tentang hasil-hasil belajar
5) Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian
6) Penggunaan modalitas indra
7) Bimbingan dalam belajar
8) Kondisi-kondisi insentif
c. Faktor-faktor individual
Kecuali faktor-faktor stimuli dan metode belajar, faktor-faktor
individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang.
Adapun faktor-faktor individual itu menyangkut hal-hal berikut ini :
1) Kematangan
Kematangan dicapai oleh individu dari proses pertumbuhan
fisiologisnya. Kematangan terjadi akibat adanya perubahan-
perubahan kuantitatif di dalam suktur jasmani dibarengu dengan
perubahan-perubahan kualitatif terhadap stuktu tersebut.
2) Faktor usia kronologis
Pertambahan dalam hal usia selalu dibarengi dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan. Semakin tua usia individu,
semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi
fisiologisnya. Anak yang lebih tua adalah lebih kuat, lebih sabar,
lebih sanggup melaksanakan tugas-tugas yang berat, lebih mampu
mengarahkan energi dan perhatiannya dalam waktu yang lama,
lebih memiliki koordinasi gerak kebiasaan kerja dan ingatan yang
lebih baikdari pada tingkat kemampuan belajar individu.
3) Faktor perbedaan jenis kelamin
Hingga pada saat ini belum ada petunjuk yang menguatkan
tentang adanya perbedaan skill, sikap-sikap, minat, tempramen,
bakat, dan pola-pola tingkah laku sebagai akibat dari perbedaan
jenis kelamin. Ada bukti bahwa perbedaan tingkah laku antara
laki-laki dan wanita merupakan hasil dari perbedaan tradisi
kehidupan, dan bukan semata-mata merupakan hasil dari
perbedaan jenis kelamin. Yang dapat membedakan antara pria dan
wanita adalah dalam hal peranan dan perhatiannya terhadap
sesuatu pekerjaan, dan ini pun merupakan akibat dari pengaruh
kultural.
4) Pengalaman sebelumnya
Lingkungan mempengaruhi perkembangan individu. Lingkungan
banyak memberikan pengalaman kepada individu. Pengalaman
yang diperoleh individu ikut mempengaruhi hal belajar yang
bersangkutan, terutama pada transfer belajarnya. Hal ini terbukti,
bahwa anak-anak yang berasal dari kelas-kelas sosial menengah
dan tinggi mempunyai keuntungan dalam belajar di sekolah
sebagai hasil dari pengalaman sebelumnya.
5) Kapasitas mental
Dalam tahapan perkembangan tertentu, individu mempunyai
kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari
pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada sistem
syaraf dan jaringan otak. Kapasitas-kapasitas seseorang dapat
diukur dengan tes-tes intelegensi dan tes-tes bakat. Kapasitas
adalah potensi untuk mempelajari serta mengembangkan berbagai
keterampilan/kecakapan. Akibat dari hereditas dan lingkungan,
berkembanglah kapasitas mental individu yang berupa
intelegensi.
6) Kondisi kesehatan jasmani
Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat.
Orang yang badannya sakit akibat penyakit-penyakit kelelahan
tidak akan dapat belajar dengan efektif. Cacat-cacat fisik juga
mengganggu hal belajar.
7) Kondisi kesehatan rohani
Gangguan serta cacat-cacat mental pada seseorang sangat
mengganggu hal belajar orang yang bersangkutan. Bagaimana
orang dapat belajar dengan baik apabila ia sakit ingatan, sedikit
frustasi atau putus asa.
8) Motivasi
Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif, dan tujuan,
sanagat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi
adalah pentinga bagi proses belajar, karena motivasi
menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih
tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan
individu.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang


mempengaruhi prestasi belajar meliputi faktor internal, yaitu faktor yang
berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi
belajarnya diantaranya adalah keadaan fisik yang sehat dan kuat, kecerdasan,
bakat, minat, motivasi. Selanjutnya ada faktor eksternal, yaitu faktor yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang sifanya berasal dari luar
diri seseorang tersebut diantaranya adalah keadaan lingkungan keluarga,
keadaan lingkungan sekolah dan keadaan lingkungan masyarakat.
C. Urgensi dan Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar
1. Urgensi Pergaulan Teman Sebaya dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Para siswa pada masa sekarang ini, menghadapi begitu banyak
ancaman dan tantangan. Prestasi yang dicapai dalam pembelajaran pun
terhambat dan belum optimal. Selain hambatan dan tantangan tersebut, ada
hal-hal yang dapat menghambat optimalisasi prestasi siswa yaitu hambatan
yang berasal dari luar, salah satunya adalah pergaulan teman sebaya.
Prestasi siswa dapat dicapai dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain : kecerdasan, bakat, minat, motivasi, perhatian, lingkungan
keluarga, sekolah dan sarana pendukung belajar serta pergaulan yang baik.
Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pergaulan salah satu faktor dominan
alam mempengaruhi perilaku dan prestasi siswa.
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil pengukuran
terhadap peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik setelah mengikuti proses pembelajaran yang ditunjukkan
dengan nilai yang berupa angka atau huruf pada periode tertentu. Prestasi
belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik meliputi
aspke kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses
pembelajaran yang ditunjukan dengan nilai yang berupa angka atau huruf.
Ketika siswa memiliki pergaulan yang salah, pertumbuhan dan
perkembangan potensi dan prestasinya akan terhambat. Terhambat potensi
dan prestasi itu dikarenakan konsentrasi belajarnya terganggu karena
banyak masalah pada dirinya. Kegiatan dan waktu pembelajaran banyak
terganggu dan tersita karena kegiatan yang dapat dilakukan siswa
merupakan kegiatan yang kurang mendukung bagi perkembangan potensi
dan prestasinya.
Tekanan teman sebaya positif dapat membawa perilaku siswa
menjadi positif pula, termasuk juga dalam hal prestasi belajar. Jika teman
sebaya mempunyai kebiasaan belajar yang baik, saling mengingatkan jika
salah satunya merasa malas, membantu mengajari teman yang mendapat
nilai buruk, tentu saja hasil prestasi belajar yang diraih menjadi baik pula.
Sebaliknya, tekanan sebaya negatif akan mendorong perilaku anak ke arah
yang buruk. Misalnya, apabila anak suka bergaul dengan mereka yang
tidak sekolah, maka ia akan malas belajar, sebab cara hidup anak
bersekolah berlainan dengan anak yang tidak bersekolah (Abu Ahmadi dan
Widodo Supriyono, 2004: 92). Prestasi belajar yang diraih tentu saja
kurang memuaskan. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang dijalani saat
bergaul juga mampu menentukan prestasi belajar. Kegiatan yang dilakoni
lebih banyak membawa manfaat, menjadi sarana untuk mawas diri, dan
mampu menimbulkan cita-cita. Intensitas pertemuan juga terjadi cukup
sering, sehingga tumbuhlah keakraban antar anggota kelompok dalam
pergaulan.
Dengan semikian dapat disimpulkan bahwa ketika seorang siswa
gagal dalam studi atau kurang baik prestasi belajarnya, belum tentu karena
tidak pandai atau bodoh. Kegagalan atau kurang baiknya prestasi belajar
dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah pergaulan
dengan teman sebaya yang salah. Semakin baik pergaulannya, maka siswa
akan semakin baik prestasi belajarnya. Juga sebaliknya, jika pergaulannya
buruk, maka prestasi belajarnya pun akan kurang baik. Oleh karena itu
pergaulan teman sebaya sangatlah penting dalam meningkatkan prestasi
belajar.
Manusia sebagai satu pribadi yang bersifat sosial dan individu
sangat rentan terhadap lingkungannya. Lingkungan itu dapat berupa
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat, hubungan dari
ketiga lingkungan tersebut membentuk pergaulan seorang siswa.
Pengalaman dari apa yang dilihat, didengar dan dialami sebagai
pengalaman yang menarik dan menyenangkan, atau yang buruk kerap kali
begitu kuat mempengaruhi perilaku dan prestsinya. Karena itu kondisi dan
situasi lingkungan perlu diperhitungkan atau diwaspadai, karena dapat
berdampak baik atau buruk bagi pergaulan yang akibatnya akan
mempengaruhi prestasi belajar. Interaksi antara situasi lingkungan dengan
sikap dan faktor-faktor yang ada dalam dirinya akan membentuk
perilakunya. Dengan demikian, kondisi lingkungan memang perlu
diperhitungkan dan diwaspai apabila akan ada seseorang yang masuk
dalam lingkungan tersebut. Pergaulan diluar rumah sangat sukar dibatasi,
apalagi anak yang sudah memiliki sepeda motor misalnya, mereka bisa
pergi kemana saja dan kapan saja. Jika anak yang tidak memiliki
kendaraan tersebut juga dapat diajak oleh teman-teman yang memiliki
kendaraan.
Menurut Jeanne Ellis Ormrod (2009: 111) bahwa :
Lingkungan seperti ini seringkali berdampak negatif terhadap siswa. Ia
menghambat dan merugikan proses perkembangan. Perilaku yang
muncul sering kali memberi kesulitan bagi orang tua atau guru-guru di
sekolah. Para siswa rentan mengalami kesulitan akademis dan sosial
jika mereka memperoleh pesan-pesan yang berbeda dari keluarga,
sekolah, dan teman-temannya mengenai perilaku-perilaku yang dapat
diterima atau dianggap tepat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pergaulan teman sebaya terhadap prestasi
belajar siswa mempunyai pengaruh yang positif maupun negatif, ini
dtunjukan jika seorang siswa bergaul dengan teman sebayanya yang dapat
membantu prestasi belajar meningkat maka prestasinya pun akan baik,
sedangkan jika seorang siswa itu bergaul dengan anak yang suka
melanggar peraturan sekolah maka prestasi teman sebayanya pun akan
rendah.
2. Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Menurut Havinghurst (Slamet Santosa, 2006: 82) menyatakan
pengaruh lain dalam kelompok sebaya dapat berupa pengaruh positif dan
pengaruh negatif.
a. Pengaruh positif dari kelompok sebaya yaitu :
1) Apabila dalam hidupnya individu memiliki kelompok sebaya maka
lebih siap menghadapi kehidupan yang akan datang.
2) Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antarkawan.
3) Apabila individu masuk dalam kelompok sebaya, setiap anggota
kelompok dapat menyeleksi kebudayaan dari beberapa temannya.
4) Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan dan
melatih kecakapan bakatnya.
5) Mendorong individu untuk bersikap mandiri.
6) Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok.
b. Pengaruh negatif dari kelompok sebaya yaitu :
1) Sulit menerima individu yang tidak memiliki kesamaan.
2) Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota kelompok.
3) Menimbulkan rasa iri pada anggota yang tidak memiliki kesamaan
dengan dirinya.
4) Timbulnya persaingan antaranggota kelompok.
5) Timbulnya pertentangan antarkelompok sebaya yang satu dengan
yang lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa selain membantu
anak-anak menjadi pribadi yang lebih baik, kelompok sebaya juga dapat
menunjang perkembangan kualitas yang tidak baik pada anak. Sebagian
besar pengaruh buruk tersebut hanya bersifat sementara yang dapat
dihilangkan seiring dengan bertambahnya usia anak, begitu juga dengan
prestasi belajarnya akan meningkat apabila siswa tersebut bergaul dengan
kelompok teman sebaya yang baik.

Anda mungkin juga menyukai