Anda di halaman 1dari 29

HUBUNGAN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DENGAN CITA-CITA SISWA SD NEGERI 02, DESA SUKARAJA, RAJAPOLAH, TASIKMALAYA

KARYA ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Naik ke Kelas 12

Disusun oleh: Adinda Rizky Herdianti Bagas Wisnu Wardhana Chalida Dashaputri Dinda Adhalia Royhan Ilham Indra Susatyo Jocelyne Golda Tiur Nabila Zinnuroin Prianza Rafi Ratih Ayuningtyas Siti Aisyah XI IPS

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 8 JAKARTA 2011 2012

HUBUNGAN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DENGAN CITA-CITA SISWA SD NEGERI 02, DESA SUKARAJA, RAJAPOLAH, TASIKMALAYA1

Oleh Kelompok 39 TeSIS 20112

ABSTRAKSI

Manusia pasti melewati proses perkembangan. Manusia, sebagaimana halnya makhluk hidup yang berpikir dan bersosialisasi, juga mengalami proses tersebut. Salah satu fase yang sangat penting dalam proses perkembangan adalah saat manusia dalam usia sekolah. Pada fase itu, manusia mulai mengenal lebih luas lingkungannya dan terus mengembangkan pola pikirnya. Lingkungan itu dapat memengaruhi anak dalam menentukan cita-cita. Tentunya, hal itu dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, keluarga,kelompok pertemanan, dan teknologi. Pada kesempatan kali ini, peneliti memfokuskan penelitian pada siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah, yang menampung cukup banyak anak usia sekolah di Desa Sukaraja. Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah metodologi penelitian kuantitatif dan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data. Penghitungan skor kuesioner menggunakan skala Likert. Untuk menghitung korelasi antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita, peneliti mengadopsi rumus Pearson Product Moment. Setelah melakukan pengkajian dan penghitungan data, ditemukan bahwa korelasi antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa sebesar 0,999. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara dua hal tersebut.

Penelitian ini dipresentasikan pada TeSIS 2011 Adinda Rizky Herdianti, Bagas Wisnu Wardhana,

2.

Karya Ilmiah ini telah dibaca dan disetujui oleh:

Pembimbing Materi

Pembimbing Teknis

Yuli Katarina, S.Pd NIP. 197507152008012032171823

Waridin, S.Pd, M.Hum NIP. 197304152000121001

Mengetahui,

Kepala SMAN 8 Jakarta

Wali Kelas XI IPS

Hj. Wieke Salehani, M.Pd NIP. 195512051979032002

Cut Meurah Regariana, S.Pd NIP.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat meyelesaikan karya tulis yang berjudul Hubungan Lingkungan Sosial Budaya dengan Cita-cita Siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah. Dalam kesempatan ini tim penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan karya tulis ini, yaitu: 1. Dra. Hj. Wieke Salehani, M. Pd., selaku Kepala Sekolah SMAN 8 Jakarta 2. Dewan guru SMAN 8 Jakarta, selaku panitia Tesis 2011 3. Firdaningsih, S. Sos, selaku Tutor Kelompok 39 4. Yuli Katarina, S. Pd., selaku Pembimbing Materi 5. Drs. Waridin, S. Hum, selaku Pembimbing Teknis 6. Orang tua asuh di Desa Sukaraja, Rajapolah 7. Warga Desa Sukaraja, Rajapolah atas kerja sama dalam pelaksaan Tesis 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak mengandung kekurangan, oleh karena itu, tim penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan

dalam penulisan karya tulis ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki karya ilmiah ini. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 10 Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia mengalami proses tumbuh dan berkembang, mulai dari pertama ia dilahirkan sampai menutup usianya. Dalam proses tumbuh, sel-sel bertambah banyak sehingga memengaruhi ukuran organisme. Sedangkan proses berkembang adalah proses manusia menuju kedewasaan yang bersifat kualitatif. Dalam proses berkembang manusia, terdapat fase-fase hidup, salah satunya fase sekolah dasar. Saat memasuki lingkungan sekolah, individu diajarkan untuk berpikir secara logis dan nyata melalui pendidikan. Hal ini akan memperluas pengetahuan individu tentang berbagai macam konsep yang sudah ditanamkan sejak kecil. Salah satu hal yang dipengaruhi adalah pola pikir individu tentang cita-cita.

Cita-cita selama ini dianggap sebagai suatu harapan yang ingin digapai oleh individu. Oleh karena itu, untuk menetapkan keinginan yang akan diraih selanjutnya, individu akan melihat lingkungan sekitarnya. Setelah proses melihat dan mengamati, individu akan mencerna keadaan yang terjadi di lingkungannya lalu menetapkan citacita sesuai dengan yang telah dia dapatkan dari proses sebelumnya. Lingkungan sekitar individu ini sangat dipengaruhi oleh peran keluarga dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelaku sosialisasi primer. Pada masa ini, keluarga menanamkan nilai-nilai yang telah dianut kepada individu dan. nilai-nilai ini akan terus tertanam dalam diri individu. Setelah melewati masa sosialisasi primer, individu akan memasuki usia sekolah dasar. Di dalam lingkungan sekolah, individu mulai bertemu dengan teman sebayanya dan secara tidak langsung membentuk kelompok pertemanan. Di sinilah terjadi sosialisasi sekunder dengan teman sepermainan sebagai pelakunya. Sosialisasi sekunder memengaruhi pola pikir yang sudah ditanamkan keluarga karena dalam fase ini, individu mulai melihat individu lain yang memiliki nilai-nilai dan cita-cita yang berbeda. Pengaruh teman sebaya dan pendidikan akhirnya membentuk pola pikir baru dan perubahan cita-cita sangat mungkin terjadi. Selain itu, peneliti melihat bahwa Desa Sukaraja sudah mulai tersentuh internet, terbukti dari munculnya warung internet di salah satu lokasi yang berdekatan dengan SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah. Hal ini menunjukkan bahwa arus informasi dapat masuk melalui saluran lain selain televisi. Tentunya, penggunaan internet ikut memengaruhi pengetahuan individu tentang dunia di luar Desa Sukaraja.

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari keistimewaan lingkungan Desa Sukaraja. Peneliti menemukan bahwa Desa Sukaraja terkenal akan kerajinan tangannya. Kerajinan tangan Desa Sukaraja sangat menarik sehingga tidak sedikit wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut untuk singgah dan melihat-lihat kerajinan tangan tersebut. Bahkan kerajinan tangan ini sampai diekspor ke mancanegara. Karena hal ini, secara tidak langsung muncul suatu instruksi untuk melestarikan kebudayaan ini di Desa Sukaraja. Anak-anak di Sukarajalah yang akan menjalankan instruksi tersebut. Karena hal itulah peneliti ingin mengetahui sejauh mana hubungan lingkungan sosial budaya, dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.

1.2 Batasan Masalah Masalah dibatasi pada hubungan lingkungan sosial budaya terhadap cita-cita siswa SDN 02 Desa Sukaraja. Lingkungan sosial budaya dibatasi pada organisasi sosial, penggunaan teknologi, dan tingkat ketertarikan terhadap pekerjaan yang menjadi mayoritas di Desa Sukaraja. Sedangkan untuk cita-cita dibatasi oleh tingkat keinginan untuk melebihi pekerjaan orang tua, usaha untuk meraih cita-cita, kesungguhan dalam usaha meraih cita-cita, dan kesiapan untuk meraih cita-cita.

1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: Adakah hubungan lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Sukaraja, Rajapolah?

1.4 Hipotesis Peneliti menggunakan dua pernyataan, yaitu: Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah. Ha: Ada hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.

1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk syarat kenaikan ke kelas 12 dan mengetahui hubungan lingkungan sosial budaya terhadap cita-cita siswa SDN 02 Desa Sukaraja, Rajapolah, Tasikmalaya.

1.6 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi untuk masyarakat pada umumnya, penduduk Desa Sukaraja, dan pemerintah setempat mengenai korelasi antara lingkungan sosial budaya dan cita-cita siswa SDN 02 Desa Sukaraja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Lingkungan Sosial Budaya Belum ada definisi tentang lingkungan sosial budaya yang disepakati oleh para ahli sosial, karena perbedaan wawasan masing-masing dalam memandang konsep lingkungan sosial budaya. Untuk itu digunakan definisi kerja lingkungan sosial budaya, yaitu lingkungan antar manusia yang meliputi: pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu lingkungan spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di dalamnya); dan oleh tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya.

Oleh karena itu, lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat dalam lingkungan spasial tertentu. Dalam hal ini, peneliti memfokuskan organisasi sosial pada lingkungan sekolah dan instansi pendidikan yaitu sekolah dasar di Desa Sukaraja. Hal ini dilandasi pendapat, Bachtiar Rifai (172-173), yang mengatakan bahwa sekolah berfungsi untuk perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian. Selain itu, sekolah berfungsi untuk proses transmisi kultural yang meliputi dua hal, yaitu transmisi pengetahuan dan keterampilan dan transmisi sikap, nilai, dan norma.

1.1.2

Pendidikan Menurut M.J. Langeveld (1999), pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,

perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.

1.1.3

Siswa Aminuddin Rasyad (2000 : 105) mengemukakan bahwa, Peserta didik

(siswa) adalah seseorang atau sekelompok orang yang bertindak sebagai pelaku pencari, penerima dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkannya untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini yang dimaksud peserta didik/siswa adalah orang yang mencari, menerima, dan menyimpan apa yang disampaikan oleh pendidik. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada siswa kelas empat dan enam sekolah dasar, yang kisaran usianya 9-12 tahun, karena pola pikir yang lebih luas. Hal ini didukung oleh teori perkembangan kognitif oleh Jean Piaget (1983) yang mengatakan bahwa pada usia 7-11 tahun atau tahapan operasional konkret, individu telah melepaskan egosentrisnya dan berpikir dengan logika yang memadai. Setelah melewati tahapan operasional konkret, individu akan masuk ke tahapan operasional formal, yang dialami oleh individu dengan umur 11 tahun ke atas. Pada tahapan operasional formal, individu memperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.

1.1.4

Cita-cita Cita-cita adalah keinginan dan/atau tujuan sempurna yang ada di dalam

pikiran individu untuk dicapai. (KBBI II)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di mulai pada tanggal 13 Oktober 2011 dan berakhir pada bulan Desember yang bertempat di Desa Sukaraja, Sukaruas, Kecamatan Rajapolah.

3.2 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Penelitian adalah setiap hal dalam suatu penelitian yang datanya ingin diperoleh. Dinamakan variabel karena nilai dari data tersebut beragam ( Hasan Mustafa ). Penelitian ini terdiri dari dua variabel, variabel pertama yaitu lingkungan sosial budaya, dan variabel kedua yaitu cita cita siswa sekolah dasar kelas empat sampai kelas enam SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.

3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian kuantitatif yang sering digunakan dalam penelitian ranah ilmu sosial maupun alam. Metode ini menggunakan aspek pengukuran, penghitungan, rumus, dan data numerik. Hal ini cocok dengan keinginan peneliti untuk mendapatkan data yang objektif dan konkret.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel 3.4.1 Populasi Populasi adalah sesuatu hal yang dijadikan sebagai unit analisis penelitian populasi bisa berupa kumpulan manusia atau benda ( Hasan Mustafa ). Target populasi peneliti untuk meneliti tentang hubungan lingkungan sosial budaya terhadap cita cita anak yaitu siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.

3.4.2 Sampel Sampel adalah contoh, representan atau wakil dari suatu populasi yang cukup besar jumlahnya atau satu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan representatif sifatnya. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil data siswa kelas empat sampai dengan enam SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Sukaruas, Rajapolah sebagai sampel

3.5 Penghitungan Sampel Winarno Surakhmad (1980:100) mengemukakan bahwa populasi di bawah 100 maka sampel yang baik minimal 50%

populasi. Dalam penelitian kali ini, sampel yang diambil berjumlah 51 siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah dengan rincian sebagai berikut: 1. Siswa kelas empat berjumlah 17 orang 2. Siswa kelas lima berjumlah 21 orang 3. Siswa kelas enam berjumlah 13 orang

3.6 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomenafenomena alam maupun sosial yang diamati. Peneliti menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian untuk mengukur indikator lingkungan sosial budaya dan citacita.

Indikator yang digunakan untuk mengukur lingkungan sosial budaya yaitu: 1. Penggunaan internet

2. Ketertarikan terhadap pekerjaan di lingkungan sekitar 3. Organisasi sosial Indikator yang digunakan untuk mengukur cita-cita yaitu: 1. Keinginan untuk melebihi orang tua 2. Usaha dalam meraih cita-cita 3. Kesungguhan dalam meraih cita-cita 4. Memiliki kesiapan yang terus menerus

3.7 Teknik Pengambilan Data 3.7.1 Kuesioner Peneliti menggunakan teknik pengambilan data dengan menggunakan kuesioner karena sederhana. Selain itu, karena objek penelitian adalah siswa kelas empat sampai kelas enam sekolah dasar maka pengisian kuesioner didampingi oleh para peneliti agar mendapatkan data yang valid dan dapat berinteraksi langsung.

3.8 Teknik Analisis Data Teknik analisis data membantu peneliti untuk menafsirkan data yang sudah didapat untuk kemudian dihitung. Sehubungan dengan kuesioner sebagai teknik

pengambilan data, maka peneliti menggunakan skala Likert untuk menghitung skor pada kuesioner.

Tabel 1.1. Skala Likert


Pernyataan Positif SS 5 S 4 N 3 TS 2 STS 1 SS 1 Pernyataan Negatif S 2 N 3 TS 4 STS 5

Keterangan: SS S N TS STS : Sangat Setuju : Setuju : Netral : Tidak Setuju : Sangat Tidak Setuju

Langkah yang dilakukan setelah menghitung skor adalah memasukkan angka ke rumus Pearson Product Moment (PPM) yang lazim digunakan untuk mengetahui korelasi antara dua variabel.

Keterangan: r x, y = korelasi rasio = variabel

Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1< r < + 1). Apabilah nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut.

Tabel 1.2. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r

Interval Koefisien 0,80 1,000 0,60 0,799 0,40 0,599 0,20 0,399 0,00 0,199

Tingkat Hubungan Sangat Kuat Kuat Cukup Rendah Sangat Rendah

Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya sumbangan variabel X terhadap variabel Y, digunakan rumus berikut: KP = r2 x 100%

Keterangan:

KP r

= Nilai koefisien determinan = Nilai koefisien r

Untuk menguji signifikansi, digunakan rumus thitung sebagai berikut: Jika thitung ttabel, Ho ditolak, artinya signifikan thitung ttabel, Ho diterima, artinya tidak signifikan.

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian Langkah pertama dalam penghitungan adalah menyusun data yang didapatkan dari kuesioner lalu menghitung skor data tiap responden sesuai dengan skala Likert. Setelah proses penghitungan skor, didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 1.3. Tabel Hasil Penghitungan Data No Kelas X Y X.X Y.Y XY 1 4 416 572 173056 327184 237952 2 5 345 449 119025 201601 154905 3 6 307 384 94249 147456 117888 Jumlah 1068 1405 386330 676241 510745

Peneliti mengelompokkan hasil menjadi kelas empat, lima, dan enam. Tabel X menunjukkan skor variabel lingkungan sosial budaya dan tabel Y menunjukkan skor variabel cita-cita.

Selanjutnya, data dapat dimasukkan ke dalam rumus PPM, seperti berikut:

r=

( * ( )

) ( +* (

)(

) )

r= r = 0,999 Korelasi antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah adalah sebesar 0,999. Berdasarkan hasil ini, maka hubungan antara kedua variabel dapat dikategorikan sangat kuat.

Setelah nilai r didapat, sumbangan variabel X terhadap variabel Y dapat dihitung melalui rumus: KP = r2 x 100% KP = 0,9992 x 100% KP = 99,8% Untuk menguji signifikansi hubungan, digunakan rumus thitung : r=

r = 21,165

Untuk mengetahui ttabel, digunakan = 0,05 dan n = 3, sehingga diketahui nilai ttabel sebesar 12,706.

4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil penghitungan pada subbab sebelumnya, ditemukan bahwa korelasi antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah termasuk dalam kategori sangat kuat. Sedangkan sumbangan lingkungan sosial budaya kepada cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah sebesar 99,8%. Kedua hasil itu menandakan bahwa lingkungan sosial budaya sangat berperan dalam penentuan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah karena hubungannya yang sangat kuat dan faktor lain di luar lingkungan sosial budaya hanya mendapat porsi sebesar 0,2%. Untuk menguji hipotesis pada Bab II, maka perlu dilakukan uji signifikansi dengan terlebih dahulu menghitung nilai thitung. Setelah melakukan penghitungan, hasil menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel atau 21,165 > 12,706. Merujuk pada nilai itu, maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.

BAB V KESIMPULAN dan SARAN

5.1 Kesimpulan Berdasarkan penghitungan hasil penelitian, diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial budaya, dalam penelitian kali ini diwakilkan oleh organisasi sosial, teknologi, dan pekerjaan yang menjadi mayoritas di lingkungan sekitar, dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah. Hal ini dibuktikan oleh nilai r yang besarnya 0,999, kategori sangat kuat. Besarnya sumbangan yang diberikan variabel X, yaitu lingkungan sosial budaya, kepada variabel Y, yaitu cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah sebesar 99,8%. Selain itu, melalui penghitungan dengan rumus thitung, ditemukan besar thitung > ttabel atau 21,165 > 12,706. Terbukti bahwa ada hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial budaya dengan cita-cita siswa SD Negeri 02, Desa Sukaraja, Rajapolah.

5.2 Saran Secara keseluruhan, pelaksaan TeSIS 2011 sudah baik. Namun, masih terdapat kekurangan-kekurangan seperti kurangnya waktu yang diberikan oleh panitia

kepada peserta untuk melaksanakan penelitian di Desa Sukaraja. Selain itu, penelitian yang dilaksanakan setelah ujian tengah semester dirasa terlalu terburu-buru sehingga persiapan kurang matang. Kondisi lingkungan di Desa Sukaraja sudah mengalami modernisasi yang terlihat dari cara berperilaku warga terhadap sesama dan teknologi yang telah masuk ke dalam lingkungan desa tersebut. Masyarakat di Desa Sukaraja menerima kedatangan siswa SMA Negeri 8 Jakarta dalam rangka melakukan penelitian dengan keakraban yang membuat siswa SMA Negeri 8 Jakarta merasa nyaman dalam melakukan observasi ini. Masyarakat setempat ikut serta dalam mendukung keberhasilan karya ilmiah ini dengan menerima siswa/i yang ingin mewawancarai atau melakukan penelitian yang berkaitan dengan lingkungan mereka. Sikap dan timbal balik yang seperti ini tentunya sangat menentukan hasil yang valid dari suatu penelitian. Cita-cita anak sekolah di Desa Sukaraja masih berkeras menjadi seperti orang tua mereka. Tidak sedikit juga yang berkeinginan berbeda dengan orang tuanya dan ingin memperoleh profesi yang dalam bentuk tingkatan lebih tinggi dari orang tua. Cita-cita yang tinggi berdampak baik bagi anak-anak tersebut untuk memotivasi memajukan keadaan lingkungan tempat tinggalnya sehingga lebih baik. Namun, dengan keterbatasan pengetahuan, masih perlu diberikan wawasan lebih bagi anakanak yang tidak memiliki cita-cita yang cukup, karena dapat berdampak negatif bagi hubungan sosial dengan sekitar.

LAMPIRAN

Gambar 1

Gambar 2

Anda mungkin juga menyukai