Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Eksplorasi Air Tanah

“Aturan Pemerintahan dalam Penetapan CAT dan DAS di Provinsi Sumatera Barat”

GIO PRANATA
2210024427040

YAYASAN MUHAMMAD YASIN PADANG

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI PADANG

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya,sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah ini disusun agar
mahasiswa dapat mengetahui aturan pemerintahan dalam penetapan CAT dan DAS dalam
dunia pertambangan. Dengan telah tersusun nya makalah ini, maka saya selaku penyusun
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dian Hadiansyah, ST., MT selaku dosen eksplorasi air tanah.
2. Semua pihak baik secaa langsung maupun tidak langsung yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusun mengharapkan dan kritik yang membangun untuk perbaikan kedepan.
Akhir kata, semoga makalah Ini dapat bermanfaat dan mmberikan ilmu bagi penyusun
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Padang, Desember 2022


Penyusun

Gio Pranata
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang merupakan karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang harus digunakan untuk memberikan manfaat dalam mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Hal ini juga ditegaskan
dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yang menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesarbesar kemakmuran rakyat secara adil.
Potensi air tanah di Sumatera Barat sangat besar, dari semua sumber air tanah yang
ada belum semuanya termanfaatkan dengan baik. Sementara itu, kebutuhan masyarakat
terhadap air tanah juga semakin meningkat karena air tanah juga merupakan salah satu
Sumber Daya Air yang sangat bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan.
Pengaturan pengusahaan air tanah pada prinsipnya ditujukan agar pengusahaan air
tanah dapat dilakukan secara komprehensif, efektif dan efisien dengan mengedepankan
ketersediaan air untuk kesejahteraan masyarakat. Air tanah merupakan salah satu
kebutuhan pokok sehari-hari. Keberadaan air tanah di Provinsi Sumatera Barat cukup
banyak, tetapi sangat tergantung pada kondisi hidrogeologi daerah setempat. Air tanah
terdapat di bawah permukaan tanah dengan sebaran mengikuti karakteristik lapisan tanah
atau batuan pada Cekungan Air Tanah. Air tanah dapat berada pada lapisan jenuh air
(saturated zone), lapisan tidak jenuh air (unsaturated zone), atau rongga-rongga dan
saluran saluran dalam wujud sungai bawah tanah di daerah batu gamping. Dalam
cekungan, air tanah dapat mengisi sungai, waduk, atau danau dan sebaliknya air sungai,
waduk, atau danau dapat mengisi akuifer. Oleh karena itu pengusahaan air tanah harus
dilakukan secara terpadu dengan pengelolaan sumber daya air secara keseluruhan.
Dalam rangka pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat yaitu menciptakan lingkungan hidup yang
baik dan sehat. Maka upaya utama yang dilakukan adalah pembentukan aturan hukum.
Karena, negara Indonesia merupakan negara hukum. Artinya, hukum merupakan
kekuasaan tertinggi dalam menjalankan penyelenggaraan negara. Hal ini sesuai dengan
Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan Negara Indonesia adalah negara hukum.
Setiap kebijakan harus lah memiliki dasar hukum. Hukum sebagai norma mempunyai ciri
kekhususan, yaitu hendak melindungi, mengatur, dan memberikan, keseimbangan dalam
menjaga kepentingan umum, melalui instrumen hukum yang baik maka dapat
memberikan perlindungan kepada masyarakat dari kesalahan pengelolaan daerah aliran
sungai serta menjamin keseimbangan antara masyarakat dan lingkungan. Sesuai dengan
tujuannya untuk mencapai tata tertib demi keadilan.
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai menjelaskan bahwa Daerah Aliran Sungai merupakan
kesatuan ekosistem alami yang utuh mulai dari hulu hingga hilir sungai. Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang tersebar diseluruh penjuru Indonesia. Daerah Aliran Sungai menjadi
salah satu kekayaan sumber daya alam yang di karuniai Tuhan Yang Maha Esa kepada
Indonesia. Oleh karena itu, harus disyukuri, dilindungi, dan dikelola dengan sebaik
baiknya. Daerah aliran sungai sebagai sumber air memiliki manfaat untuk berbagai
keperluan manusia seperti pertanian, perikanan, industri, pariwisata, transportasi, dan
keperluan rumah tangga. Artinya, memberikan manfaat besar bagi keberlangsungan
pembangunan dan kehidupan makhluk hidup yang ada di bumi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan cekungan air tanah (CAT) ?
2. Apa yang dimaksud dengan daerah aliran sungai (DAS) ?
3. Bagaimana aturan pemerintah dalam penetapan CAT di Sumatera Barat?
4. Bagaiman aturan pemerintah dalam penetapan DAS di Sumatera Barat
C. Tujuan Makalah
1. Menentukan pengertian cekungan air tanah (CAT).
2. Menentukan pengertian daerah aliran sungai (DAS).
3. Menentukan aturan pemerintah dalam penetapan CAT.
4. Menerukan aturan pemerintah dalam penetapan DAS.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Cekungan Air Tanah (CAT)


Cekungan terdiri dari cekungan topografi dan cekungan geologi. Cekungan
topografi didefinisikan sebagai tempat yang secara morfologi bentuknya cekung dan
dibatasi oleh tinggian atau punggungan. Cekungan topografi berkaitan dengan tatanan air
hidrologi. Adanya krisis air akibat kerusakan lingkungan, perlu suatu upaya untuk
menjaga keberadaan/ketersediaan sumber daya air tanah salah satunya dengan memiliki
suatu sistem monitoring penggunaan air tanah yang dapat divisualisasikan dalam data
spasial dan atributnya. Dalam Undang-undang Sumber Daya Air, daerah aliran air tanah
disebut Cekungan Air Tanah (CAT) yang didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbunan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung.
B. Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)
DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah daerah yang di batasi oleh punggung-
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan di tampung oleh
punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil menuju sungai
utama (Asdak, 2014). DAS juga dapat diartikan sebagain suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun
2004 tentang pengelolaan sumbr daya air). Salah satu fungsi utama dari DAS adalah
sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama bagi orang di
daerah hilir, alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi kuantitas
dan kualitas tata air pada DAS akan dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir.
C. Aturan Pemerintah dalam Penetapan CAT di Sumatera Barat
TERDAPAT PADA:
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
NOMOR 4 TAHUN 2017
TENTANG PENGUSAHAAN AIR TANAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA BARAT
Menimbang :
 bahwa air tanah merupakan salah satu sumber daya air karunia Tuhan Yang Maha
Esa yang harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat di daerah dalam rangka mewujudkan hak masyarakat untuk air bagi
kehidupan yang bersih, sehat dan produktif;
 bahwa untuk mengatasi ketidakseimbangan antara ketersediaan air tanah yang
cenderung menurun dengan kebutuhan air yang semakin meningkat, perlu adanya
pengusahaan air tanah yang mengutamakan kebutuhan pokok masyarakat dan
pertanian rakyat dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup serta potensi
sumber daya alam di Sumatera Barat;
 bahwa dalam rangka menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan pengusahaan air
tanah secara komprehensif, efektif dan efisien dengan mengedepankan pemanfaatan
ketersediaan air tanah untuk kesejahteraan masyarakat di daerah dan melaksanakan
kewenangan berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 236 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka diperlukan pengaturan mengenai
pengusahaan air tanah;
 bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan
huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengusahaan Air Tanah.
BAB III
CEKUNGAN AIR TANAH PROVINSI
1. Pasal 10
1) Wilayah Pengusahaan Air Tanah yang merupakan kewenangan Pemerintah
Daerah meliputi :
a. CAT dalam Provinsi;
b. CAT lintas Provinsi; dan
c. wilayah di luar CAT.
2) CAT dalam provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. CAT Lubuk Sikaping, yang wilayahnya meliputi sebagian Kabupaten
Pasaman;
b. CAT Padang-Pariaman yang wilayahnya meliputi Kabupaten Pasaman Barat,
Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kabupaten
Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kota Pariaman dan wilayah Kota Padang;
c. CAT Bukittinggi yang wilayahnya meliputi Kota Bukittinggi, sebagian
Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar;
d. CAT Payakumbuh yang wilayahnya meliputi wilayah Kabupaten Limapuluh
Kota, Kota Payakumbuh, Kabupaten Tanah Datar dan sebagian wilayah
Kabupaten Agam;
e. CAT Alanglawas yang wilayahnya meliputi wilayah Kabupaten Tanah Datar,
Kabupaten Limapuluh Kota dan Kabupaten Sijunjung;
f. CAT Batusangkar yang wilayahnya meliputi wilayah Kabupaten Tanah Datar
dan Kota Padang Panjang; dan
g. CAT Solok yang wilayahnya meliputi wilayah Kota Solok, Kota Padang
Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok.
3) CAT Lintas Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. CAT Natal-Ujung Gading (Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera
Utara);
b. CAT Muara Bungo (Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi, dan Provinsi
Riau);
c. CAT Painan-Lubuk Pinang (Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi, dan
Provinsi Bengkulu); dan
d. CAT Kayu Aro-Padang Aro (Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi).
4) Wilayah di luar CAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
wilayah di luar batas CAT dalam Provinsi dan CAT Lintas Provinsi.
2. Pasal 11
Pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diselenggarakan
berdasarkan rencana penyediaan air dan/atau zona pemanfaatan ruang pada sumber
Air untuk Pengusahaan Air Tanah yang terdapat dalam rencana pengelolaan sumber
daya air.
3. Pasal 12
1) Dalam hal rencana pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 belum ditetapkan, Pengusahaan Air Tanah dapat dilakukan sesuai izin
Pengusahaan Air Tanah yang ditetapkan berdasarkan jumlah Air tersedia
sementara.
2) Izin Pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kuota
Air sementara yang akan ditinjau kembali setelah rencana pengelolaan Sumber
Daya Air ditetapkan.
4. Pasal 13
1) Dalam hal zona pemanfaatan ruang pada Sumber Air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 belum ditetapkan, Pengusahaan Air Tanah dapat dilakukan sesuai
dengan Izin Pengusahaan Air Tanah yang ditetapkan berdasarkan zona
pemanfaatan ruang sementara.
2) Zona pemanfaatan ruang pada Sumber Air untuk Pengusahaan Air Tanah
diperhitungkan dengan mengutamakan zona pemanfaatan ruang pada Sumber Air
Tanah untuk :
a. kelestarian Air Tanah;
b. kepentingan sosial, budaya; dan
c. hak ulayat masyarakat hukum adat yang berkaitan dengan Sumber Air Tanah.
3) Hak ulayat masyarakat hukum adat atas Pengusahaan Air Tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah
dikukuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Selain memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), zona
pemanfaatan ruang pada sumber Air Tanah juga harus memperhatikan
pengusahaan sumber air tanah pada tanah atau aset milik Pemerintah Daerah.
5) Pengusahaan air tanah pada tanah atau aset milik Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. Pasal 14
Pengusahaan air tanah pada wilayah CAT Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 berupa:
1) kegiatan usaha yang memerlukan Air sebagai bahan baku utama untuk
menghasilkan produk berupa air minum; atau
2) kegiatan usaha yang memerlukan Air sebagai bahan pembantu proses produksi
untuk menghasilkan produk selain air minum.
6. Pasal 15
1) Pemenuhan Air untuk berbagai kebutuhan Air Tanah dilakukan melalui alokasi
Air.
2) Alokasi Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prioritas
alokasi Air.
3) Prioritas alokasi Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan
urutan prioritas:
a. Air baku untuk pemenuhan kebutuhan pokok minimal seharihari;
b. Air baku untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari yang diperoleh tanpa
memerlukan izin;
c. Air baku untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari yang telah
ditetapkan izinnya;
d. Air untuk irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada;
e. Air untuk irigasi bagi pertanian rakyat yang telah ditetapkan izinnya;
f. Air bagi pengusahaan Air baku untuk sistem penyediaan Air Minum yang
telah ditetapkan izinnya;
g. Air untuk kegiatan bukan usaha yang telah ditetapkan izinnya; h. Air bagi
pemenuhan kebutuhan usaha Air Minum oleh badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah yang telah ditetapkan izinnya;
h. Air bagi pemenuhan kebutuhan usaha selain Air Minum oleh badan usaha
milik negara/badan usaha milik daerah yang telah ditetapkan izinnya;
i. Air bagi pemenuhan kebutuhan usaha Air Minum oleh badan usaha swasta
yang telah ditetapkan izinnya; dan
j. Air bagi pemenuhan kebutuhan usaha selain Air Minum oleh badan usaha
swasta yang telah ditetapkan izinnya.
4) Dalam menetapkan prioritas alokasi Air sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemerintah Daerah terlebih dahulu memperhitungkan keperluan Air untuk
pemeliharaan Sumber Air dan lingkungan hidup.
7. Pasal 16
1) Urutan prioritas alokasi Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dapat
diubah oleh Pemerintah Daerah dalam hal Air Tanah diperlukan untuk :
a. memenuhi kepentingan yang mendesak; dan
b. kepentingan pertahanan negara.
2) Perubahan urutan prioritas alokasi Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan perkembangan kondisi Air, Sumber Air, dan keadaan
setempat dengan tetap mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok minimal
sehari-hari.
3) Dalam hal pemenuhan kepentingan yang mendesak dan kepentingan pertahanan
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan bencana alam yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya Air bagi kegiatan Pengusahaan Air Tanah,
Pemerintah Daerah tidak memberikan kompensasi dan dibebaskan dari tuntutan.
4) Terjadinya bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dinyatakan
secara resmi oleh Pemerintah Daerah.
8. Pasal 17
Pengusahaan Air Tanah pada wilayah CAT Provinsi diselenggarakan dengan
mendorong keikutsertaan usaha kecil dan menengah.
9. Pasal 18
1) Pengusahaan Air Tanah dilakukan berdasarkan rencana pengusahaan air tanah
yang disusun oleh pelaku pengusahaan air tanah.
2) Rencana Pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
melalui konsultasi publik apabila menggunakan Air Tanah dalam jumlah besar.
3) Pelaksanaan konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
D. Aturan Pemerintahan dalam Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS)
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
NOMOR 8 TAHUN 2014
TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA
BARAT,
Menimbang :
 bahwa daerah aliran sungai merupakan kesatuan ekosistem yang kompleks dan utuh
dari hulu sampai hilir yang merupakan karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa,
yang perlu dikelola secara terpadu dan terencana agar dapat menunjang pembangunan
berkelanjutan bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat;
 bahwa kerusakan daerah aliran sungai di Provinsi Sumatera Barat semakin
memprihatinkan, sehingga mengakibatkan bencana alam banjir, tanah longsor, krisis
air dan/atau kekeringan yang telah berdampak pada perekonomian dan tata kehidupan
bermasyarakat.
 bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi berwenang
melakukan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dalam Wilayah Provinsi dan/atau
Lintas Kabupaten/Kota;
 bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf dan
huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai,
Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat
Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat
Sumatera Barat, Jambi dan Riau sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1646);
3. Undang-Undang Nomor Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4412);
5. Undang-Undang Nomor Tahun 2004 tentang Sumber Daya 5. Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421;
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang 7. Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 8. Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Pengrusakan Hutan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5432);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4453);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4696), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tata Hutan Serta Pemanfaatan Hutan(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4814);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 201, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4947);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun2011 tentang Sungai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5230);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang PengelolaanDaerah Aliran
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292);
19. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-I1/2009 tentang Pola Umum,
Kriteria dan Standar PengelolaanDaerah Aliran Sungai Terpadu;
20. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.59/Menhut-l1/2013 tentang Tata Cara
Penetapan Batas Daerah Aliran Sungai;
21. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.60/Menhut-I1/2013 tentang Tata Cara
Penyusunan dan Penetapan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;
22. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.61/Menhutt-ll/2013 tentang Forum
Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;
23. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.17/Menhut-I1/2014 tentang Tata Cara
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;
24. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Nagari (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2007
Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2);
25. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2008 tentang Tanah
Ulayat dan Pemanfaatannya (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008
Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 26);
26. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 Nomor13, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Sumatera Barat Nomor 79);
27. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2012 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Sumatera Barat Nomor 80);
28. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 89).
Bagian Ketiga
Penetapan Rencana Pengelolaan DAS
1. Pasal 21
1) Berdasarkan hasil penyusunan rencana Pengelolaan DAS, dilakukan penetapan
rencana Pengelolaan DAS untuk yang dipulihkan daya dukungnya dan/atau DAS
yang dipertahankan daya dukungnya.
2) Rencana Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur dengan Peraturan Gubernur.
3) Rencana Pengelolaan DAS yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), menjadi dasar penyusunan rencana kebijakan, program
dan kegiatan pembangunan lintas sektor dan lintas wilayah di tingkat daerah dan
kabupaten/kota.
4) Rencana Pengelolaan DAS yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), wajib dipatuhi oleh setiap orang, kelompok, badan usaha
dan instansi pemerintah dalam kegiatan Pengelolaan DAS.
5) Setiap orang, kelompok, badan usaha dan instansi pemerintah yang tidak
mematuhi rencana Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dikenakan sanksi administrasi berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara dan/atau seluruh kegiatan pada DAS;
c. penutupan lokasi;
d. pencabutan izin;
e. pembatalan izin;
f. pembongkaran bangunan dan
g. pemulihan fungsi DAS.
6) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (S5) diatur dengan Peraturan Gubernur.
2. Pasal 22
1) Rencana Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ditetapkan
untuk jangka waktu 15 (lima belas) tahun.
2) Rencana Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi dan
ditinjau kembali setiap (lima) tahun sekali.
3) Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar, rencana
Pengelolaan DAS dapat ditinjau kembali kurang dari (lima) tahun.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cekungan terdiri dari cekungan topografi dan cekungan geologi. Cekungan
topografi didefinisikan sebagai tempat yang secara morfologi bentuknya cekung dan
dibatasi oleh tinggian atau punggungan. Cekungan topografi berkaitan dengan tatanan air
hidrologi. Adanya krisis air akibat kerusakan lingkungan, perlu suatu upaya untuk
menjaga keberadaan/ketersediaan sumber daya air tanah salah satunya dengan memiliki
suatu sistem monitoring penggunaan air tanah yang dapat divisualisasikan dalam data
spasial dan atributnya.
DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah daerah yang di batasi oleh punggung-
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan di tampung oleh
punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil menuju sungai
utama (Asdak, 2014). DAS juga dapat diartikan sebagain suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No 7 tahun
2004 tentang pengelolaan sumbr daya air).
Aturan Pemerintah dalam Penetapan CAT di Sumatera Barat terdapat pada
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 4 Tahun 2017, Tentang Pengusahaan
air Tanah.
Aturan Pemerintah dalam Penetapan DAS di Sumatera Barat terdapat pada
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 8 Tahun 2014, Tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai.
B. Saran
Dengan telah selesainya makalah ini saya berharap makalah ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya saya mengharapkan kritik dan saran
guna peningkatan kualitas dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ashdak Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta:


UGM Press.
http:// Wikipedia/cekungan air tanah.co.id
Perda No. 8 Pemprov Sumbar.pdf
PERDA NO 4 TAHUN 2017.pdf

Anda mungkin juga menyukai