Anda di halaman 1dari 4

sasaqgagah

Pembentukan Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) Di


Daerah Irigasi Katon Kompleks dan Mujur II WS Lombok
 sasaqgagah14

4 tahun yang lalu

Latar Belakang

sasaqgagah – Persoalan sumber daya air tetap menjadi persoalan utama dalam pembangunan
pertanian di provinsi Nusa Tenggara Barat. Kabupaten Lombok Tengah sebagai kawasan
strategis lumbung pangan nasional memiliki karakteristik iklim yang bervariasi antara
kawasan utara dan selatan. Dalam perspektif DAS, Kabupaten Lombok didominasi oleh dua
bentang alam yaitu DAS Babak di bagian barat dan DAS Renggung di bagian timur. DAS
Babak merupakan DAS basah yang memiliki utilitas tinggi sedangkan DAS Renggung
merupakan DAS kritis dengan utilitas rendah. Untuk memenuhi kebutuhan air pertanian di
DAS Renggung pemerintah sejak dulu telah membuat sistem interkoneksi Lombok selatan
dengan pola pengaliran air dari DAS basah menuju DAS kering.

Daerah irigasi (DI) Katon Kompleks (7345 Ha) dan Mujur II (3229 Ha) secara hidrologis
berada di bentang alam DAS Renggung, dan kedua DI ini setiap musim tanam ke-2 selalu
mengalami defisit air pertanian. Sumber air utama kedua DI ini berasal dari Hight Level
Diversion (HLD) Babak – Renggung dengan sumber utama dari Bendung Jengguar. Secara
hidrologis bendung Jengguar berada di hulu DAS Babak namun areal yang diairi berada di
bentang alam DAS Renggung.

Minimnya debit air yang tersedia di sumber dan jarak serta rentang waktu pengaliran yang
panjang menyebabkan jumlah air yang sampai ke DI Katon Kompleks dan Mujur II menjadi
sangat kurang dari kebutuhan. Kondisi ini memicu munculnya permasalahan-permasalahan
dalam pengelolaan air irigasi. Permasalahan tersebut antara lain : 1) terjadinya ego sektoral
antara P3A/GP3A dan antara wilayah kepengamatan, 2) sering terjadinya gagal panen di
wilayah hilir, 3) menurunnya produktivitas petani yang rata-rata paling banyak mencapai 4
ton/hektar, dan 4) masih seringnya pengambilan air tanpa ijin oleh petani di wilayah hulu.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka salah satu strategi yang dipandang efektif
adalah meningkatkan koordinasi P3A/GP3A antara daerah hulu, tengah, dan hilir. Karena
sumber air antara Katon Kompleks dengan Mujur II masih dalam satu sistem utama HLD
Renggung maka koordinasi tersebut dapat diwujudkan melalui wadah Induk Perkumpulan
Petani Pemakai Air (IP3A).

Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) adalah gabungan dari beberapa GP3A yang
bekerjasama untuk memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok
primer serta gabungan beberapa blok primer atau satu daerah irigasi (Pementan No.
79/Permentan/OT.140/12/2012, Bab IV hal 23). Fungsi dasar IP3A adalah sebagai co-
management bersama Kementerian Pekerjaan Umum dalam pengelolaan suatu daerah irigasi.

Aspek Hidrologis
Hamparan lahan yang berada di DI Katon Kompleks dan Mujur II berada pada dataran yang
berada di sekitar kali Renggung membentang dari utara dan selatan. Karena memiliki
karakteristik lahan yang berbeda antara daerah hulu dan hilir, dimana bagian hulu didominasi
oleh jenis tanah yang memiliki porositas tinggi sedangkan bagian tengah dan hilir memiliki
jenis tanah liat yang memiliki porositas rendah maka kebutuhan air di masing-masing daerah
berbeda.

Sumber air utama berasal dari Kali Renggung yang disuplai dari Kali Babak dalam sistem
interkoneksi Lombok Selatan. Untuk wilayah DI Katon Kompleks sumber air juga berasal
dari anak-anak sungai kali Renggung yang ditampung dalam Dam Katon, Dam Kulem, Dam
Tibunangke, Embung Pare dan Dam Batu Ngapah. Dibagian hilir kali Renggung terdapat
bendung Mujur II untuk mengairi DI Mujur II dan bendung Mujur I untuk mengairi DI.
Mujur I (Katon kompleks).

Aspek Yuridis

Dasar Hukum pembentukan IP3A adalah : (a) UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air • PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, (b) Perda Kab. Lombok Tengah No. 5 Tahun
2008 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi (PPSI), (c) Permen PU No. 33
Tahun 2007 tentang Pedoman Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A, dan (d) Permentan No. 79
Tahun 2012 tentang Pedoman Pembinaan dan Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai
Air.

Dalam Permentan No. 79/Permentan/OT.140/12/2012 siebutkan bahwa penumbuhan IP3A


dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut : (a) beberapa GP3A atau P3A pada
suatu daerah irigasi atau pada tingkat induk/primer mengadakan kesepakatan untuk
membentuk dan menyusun kepengurusan serta rancangan AD/ART IP3A, (b) pembentukan
kepengurusan dan rancangan AD/ART IP3A ditetapkan dalam rapat anggota serta dilaporkan
oleh pengurus/ketua IP3A kepada Bupati/Walikota setempat serta mendaftarkan AD/ART
IP3A kepada Pengadilan Negeri atau Notaris setempat untuk mendapatkan status hukum, (c)
dalam rapat pembentukan IP3A sekaligus disepakati bentuk, susunan dan jangka waktu
kepengurusan, dan ketentuan yang menjadi hak dan kewajiban GP3A, dan (d) Ketua IP3A
dipilih dari anggota GP3A yang bergabung dan selanjutnya ketua memilih kepengurusan
IP3A.

Permen PU No. 33/PRT/M/2007, Bab II Bagian Ketiga, Pasal 9 Ayat (1) menyebutkan bahwa
GP3A dapat bergabung untuk membentuk IP3A.

IP3A dibentuk dari, oleh dan untuk kebutuhan beberapa GP3A yang berada dalam satu
daerah irigasi secara demokratis dengan kepengurusan dan keanggotaan terdiri atas
perwakilan GP3A yang berada pada satu daerah irigasi (Pasal 9 Ayat 2).

Pembentukan IP3A sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diutamakan untuk


mengkoordinasikan beberapa GP3A yang berada pada daerah layanan / blok primer,
gabungan beberapa blok primer dan satu daerah irigasi dalam berperan serta pada
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi (Pasal 9 Ayat 3).

Pembentukan IP3A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan dengan cara ; (a)
mengadakan kesepakatan bersama untuk membentuk IP3A oleh beberapa GP3A yang
berlokasi pada satu daerah irigasi, dan (b) menyusun kepengurusan IP3A (Pasal 10 Ayat 1).
Dalam hal pembentukan kelembagaan IP3A sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 Ayat 1
tidak demokratis dan/atau tidak mencapai kesepakatan, pemerintah daerah memfasilitasi
pembentukan kelembagaan dimaksud sesuai dengan permintaan petani pemakai air untuk
melakukan kesepakatan ulang (Pasal 10 Ayat 2).

Susunan pengurus IP3A terdiri atas rapat anggota, pengurus dan anggota (Pasal 12 Ayat 1).
Rapat anggota sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kekuasaan tertinggi didalam
organisasi IP3A (Pasal 12 Ayat 2). Pengurus IP3A sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan
dalam rapat anggota yang terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan pelaksana
teknis (Pasal 12 Ayat 4).
Pengurus IP3A dipilih dari wakil GP3A yang berada pada satu daerah irigasi (Pasal 12 Ayat
6).

Organisasi IP3A wajib menyusun ; (a) anggaran dasar, dan (b) anggaran rumah tangga (Pasal
13 Ayat 1).
Hubungan kerja antara P3A/GP3A dengan IP3A dalam pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi bersifat koordinatif dan konsultatif sesuai dengan tanggung jawab masing-
masing (Bab V Pasal 16 Ayat 1).

Hubungan kerja antara IP3A dengan pemerintah kabupaten bersifat fungsional dan/atau
konsultatif (Pasal 16 Ayat 2). Hubungan IP3A dengan pemerintah kabupaten sebagaimana
dimaksud pada Pasal 16 Ayat (2) meliputi : (a) pemberian bantuan pengembangan dan
pengelolaan irigasi kepada IP3A atas dasar permintaan IP3A, (b) pemberian bimbingan teknis
pertanian, (c) partisipasi dalam pelaksanaan evaluasi pengelolaan aset pemerintah kabupaten,
(d) penentuan prioritas penggunaan biaya operasi pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan
irigasi sesuai dengan ketersediaan dana pemerintah kabupaten (Pasal 16 Ayat 4).

Hubungan kerja IP3A dengan Komisi Irigasi dilakukan untuk menyalurkan aspirasi dan
memperjuangkan hak-hak P3A/GP3A/IP3A dalam pengembangan dan pengelolaan jaringan
irigasi serta untuk menyalurkan usaha pertanian sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Pasal 16 Ayat 6).

Aspek Sosiologis Pertanian

Masyarakat petani yang berada di DI Katon Kompleks dan Mujur II memiliki akar budaya
yang sama yaitu sebagai masyarakat petani yang berkarakter sosial budaya yang religius.
Dalam budaya masyarakat sasak sistem irigasi hampir sama dengan sistem subak di Bali
dimana pengaturan air dilakukan dalam tata hubungan sosial yang disebut Banjar.
Pelaksanaan operasional dilakukan oleh pekaseh dan pada wilayah yang lebih luas dilakukan
oleh lang-lang (penghulu air).Modernisasi sistem irigasi pasca pemerintahan Belanda juga
berdampak pada modernisasi kelembagaan pengelola air. Fungsi lang-lang telah digantikan
oleh Pengamat/juru Pengairan.

Kesamaan budaya yang sama dalam pola hubungan dalam pakem banjar, hubungan kerja
sama antara masyarakat petani suku sasak telah terbangun dalam suatu sistem yang apik.
Sistem ini selanjutnya diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam hal
pengelolaan air irigasi.

Pemberdayaan IP3A

Pemberdayaan IP3A dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam fungsi utamanya


untuk melakukan pengelolaan air. Pemberdayaan dapat dilakukan melalui kegiatan
pendampingan, pelatihan, dan fasilitasi kegiatan usaha ekonomi produktif. Pemberdayaan
pengembangan SDM pada aspek OP dapat dilakukan oleh Dinas Pengairan, pada aspek
usahatani dan ekonomi produktif dapat dilakukan oleh Dinas Pertanian dan kelembagaan oleh
Bappeda.

Aspek pemberdayaan yang tidak kalah pentingnya adalah pemberdayaan dalam peningkatan
iuran air (IPAIR). Peningkatan IPAIR dapat menghidupkan kembali pola IPAIR program
Bimas tahun 1992 yang telah secara gemilang mampu membawa daerah ini swasembada
pangan. Apalagi jika pemerintah daerah telah dapat menyelenggaraan Dana Pengelolaan
Irigasi (DPI) berdasarkan nilai Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan (AKNOP)
dan Angka Kebutuhan Nyata Pengelolaan Irigasi (AKNPI).  (AQ. Seruni).

Bagikan ini:
Terkait
 GERAKAN PENANAMAN POHON OLEH FORUM KOMUNITAS DAERAH
IRIGASI (FKDI) DAS BABAK
 30 Desember 2015
 dalam "ARTIKEL"
 Forum Komunitas Daerah Irigasi (FKDI) DAS Babak
 11 Desember 2015
 dalam "ARTIKEL"
 Tinjauan Rencana Pembentukan Sistem Irigasi Lombok Kompleks Terhadap 5 Pilar
Pembangunan Irigasi
 8 April 2018
 dalam "ARTIKEL"

Kategori: ARTIKEL

Berikan Komentar

sasaqgagah
Kembali ke atas

Anda mungkin juga menyukai