PAPARAN SINGKAT KELOMPOK 10 Bhagyawan Rizqol Jannata
Muhammad Farizal
ALOKASI DAN NERACA AIR Nicolaus Puguh Agung Pradana
Shindi Alda Tri Ferina Ghaniyyu Rahma Aurora Laksono Raharjo PAPARAN SINGKAT MENGENAI ALOKASI AIR ATAU KONFLIK AIR (BEREBUT AIR),MINIMAL 2 BUAH KASUS. KASUS 1 EGOISME SEKTORAL & KEDAERAHAN SEBAGAI TANTANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Kasus Pengelolaan & Pemanfaatan Sumber Air Senjaya di Perbatasan Wilayah Kabupaten Semarang dengan Kota Salatiga) Oleh: J. Mardimin Jurnal KRITIS, Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, Vol. XXIII No. 2, 2014: 131- 148 PAPARAN SINGKAT MENGENAI ALOKASI AIR ATAU KONFLIK AIR (BEREBUT AIR),MINIMAL 2 BUAH KASUS. URAIAN KASUS 1 Pertama, sistem pembagian kewenangan pengelolaan (eksploitasi, distribusi, dan konservasi) sumber air yang selama ini tumpang-tindih. Kedua, pembagian kewenangan pengelolaan sumber air yang cenderung didasarkan pada batas-batas administrasi. Ketiga, konsep kepemilikan sumber daya air sebagai milik negara [state property right] yang dijadikan pijakan atau dasar untuk melakukan eksploitasi harus ditinjau kembali. Keempat, di lingkungan sumber air yang dimanfaatkan oleh banyak pihak dan banyak kepentingan, perlu dibangun asosiasi pemakai air yang beranggotakan pihak-pihak yang berkepentingan dengan eksploitasi air pada sumber air tersebut. PAPARAN SINGKAT MENGENAI ALOKASI AIR ATAU KONFLIK AIR (BEREBUT AIR),MINIMAL 2 BUAH KASUS. URAIAN KASUS 1 Kelima, untuk menghindari konflik antar-petani-antar-bendung, sebagaimana dicontohkan pada kasus konflik petani di bawah sumber air Senjaya, diperlukan suatu perubahan strategi pengelolaan, dari strategi supply management menjadi demand management. Keenam, perlu ada kebijakan yang tegas dari Pemerintah Provinsi dan/atau Pusat tentang perlindungan/pelestarian sumber air yang menjadi tumpuan pemenuhan kebutuhan air bersih bagi orang banyak agar Pemerintah Daerah tidak mengalokasikan kawasan- kawasan penyangga sumber air sebagai kawasan industri. PAPARAN SINGKAT MENGENAI ALOKASI AIR ATAU KONFLIK AIR (BEREBUT AIR),MINIMAL 2 BUAH KASUS. SIMPULAN KASUS 1 1. Dari kasus di atas, kita mencatat, bahwa pengelolaan sumber air ternyata tidak sederhana. 2. Pengelolaan sumber air (eksploitasi dan distribusi) ternyata tidak bisa dilakukan dengan pembuatan dan penerapan aturan-aturan secara ketat; tetapi, sebaliknya, juga tidak bisa dilakukan secara bebas berdasarkan konsep public goods. 3. Masalah yang muncul akibat penerapan rumus suplai air irigasi secara ketat pada kasus Senjaya di atas, rupanya, merupakan contoh konkrit kerumitan persoalan ini. 4. Hal lain yang dapat kita catat ―dengan tinta merah‖ dari kasus di atas adalah pencemaran limbah industri yang mengancam kelestarian dan kualitas sumber air 5. Senjaya serta tingginya frekuensi dan intensitas konflik yang menyelimuti pengelolaan dan pemanfaatan air Senjaya. 6. Rupanya hanya sedikit orang yang tidak sepaham bahwa ancaman pencemaran dan tingginya frekuensi dan intensitas konflik tersebut akan mengancam pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan. PAPARAN SINGKAT MENGENAI ALOKASI AIR ATAU KONFLIK AIR (BEREBUT AIR),MINIMAL 2 BUAH KASUS. KASUS 2 KONFLIK PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR UNTUK IRIGASI DI KECAMATAN MINGGIR KABUPATEN SLEMAN Listyawati, H. (2011). Konflik Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Irigasi di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. Jurnal Mimbar Hukum, 23(3), 40668. PAPARAN SINGKAT MENGENAI ALOKASI AIR ATAU KONFLIK AIR (BEREBUT AIR),MINIMAL 2 BUAH KASUS. URAIAN KASUS 2 1. Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik untuk irigasi di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman disebabkan oleh: a. Faktor Hukum (Pengaturan dan Kelembagaan) Pengaturan pemanfaatan sumber daya air untuk irigasi tidak menjamin kepastian hukum karena ketidakjelasan pengertian hak guna usaha air dan belum adanya peraturan yang mengatur tentang petunjuk pelaksanaan pemberian izin hak guna usaha air. Koordinasi antara lembaga pemerintah dengan lemaga masyarakat juga belum baik dengan belum terbentuknya Komite Irigasi Provinsi maupun Kabupaten. PAPARAN SINGKAT MENGENAI ALOKASI AIR ATAU KONFLIK AIR (BEREBUT AIR),MINIMAL 2 BUAH KASUS. URAIAN KASUS 2 b. Faktor Non Hukum Meliputi: (1) sarana dan prasarana irigasi yang kurang baik karena sudah banyak yang rusak karena faktor usia atau sengaja dirusak, (2) perilaku petani tanaman pangan yang kurang memiliki sense of belonging terhadap saluran rigasi, kurang disiplin dalam mematuhi pola tanam, boros dalam pemakaian air, tidak semua mau melaksanakan operasional dan pemeliharaan (OP) dengan baik termasuk iuran tahunan, (3) perilaku petani/pengusaha tambak yang sering sebagai free rider, boros dalam pemakaian air, kurang memiliki sense of belonging terhadap saluran rigasi, banyak yang belum bergaung dalam Forum Koordinasi Van der Wijck Sendang Pitu (4) pendanaan untuk OP irigasi yang kurang mencukupi dan (5) SDM pada instansi yang berwenang yang kurang, baik kualitas maupun kuantitasnya. PAPARAN SINGKAT MENGENAI ALOKASI AIR ATAU KONFLIK AIR (BEREBUT AIR),MINIMAL 2 BUAH KASUS. URAIAN KASUS 2 2. Pola pengelolaan konflik menggunakan pola non litigasi yaitu perdamaian dengan metode penyelesaain kemasyarakatan (hukum adat) melalui tahap dialog, negosiasi, mediasi dan arbitrasi melalui media komunikasi Forum Koordinasi Van der Wijck Sendang Pitu. Meskipun berbagai usaha sudah dilaksanakan, namun keberhasilan belum maksimal karena tindak lanjut pemerintah kurang nyata, banyak petani/pengusaha tambak yang belum menjadi anggota forum, law enforcement lemah, pertemuan rutin dan kegiatan forum makin jarang dilakukan, organisasi tidak berdaya.