Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MANAJEMEN EKOWISATA DAN JASA

LINGKUNGAN

PENERAPAN PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN


(PJL) DI INDONESIA

Oleh:
KELOMPOK 1
Aulia Khairunnisa (C1L020020)
Lalu Muh. Rifky Suarse
M. Zaki Ali Akram
Mohammed Helmy Qazwanul H.
Nandita Widya Hapsari
Yeni Rahmawati (C1L020098)

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Studi valuasi ekonomi WWF di kawasan Gunung Rinjani pada tahun 2003
yang menunjukkan adanya degradasi lingkungan di kawasan tersebut akibat
pemanfaatan ladang berpindah dan juga penebangan liar terhadap pohon untuk
tujuan ekonomi. Kawasan tersebut pada dasarnya merupakan sumber air baku
bagi masyarakat di kabupaten Lombok Barat dan sekitarnya. Eskalasi kerusakan
lingkungan di wilayah hulu DAS Jangkok di Kabupaten Lombok Barat
mempengaruhi pasokan air dari wilayah hulu yang dimanfaatkan PDAM Giri
Menang untuk melayani daerah perkotaan di Kabupaten Lombok Barat dan Kota
Mataram. Masyarakat yang tinggal di daerah hulu sebagian besar berada pada
tingkat sosial-ekonomi yang lemah yang mendorong mereka untuk melakukan
degradasi lingkungan di wilayah hulu DAS Jangkok. Terbatasnya kapasitas dan
sumberdaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan lingkungan membuat
Pemerintah Kabupaten Lombok Barat mengadopsi skema Kompensasi/Imbal Jasa
Lingkungan.
I.2. Tujuan

Tujuan Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Jangkok yaitu untuk


memperbaiki permasalahan lingkungan di kawasan hulu melalui program
konservasi yaitu Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan.
II. PEMBAHASAN

II.1. Pembayaran Jasa Lingkungan

Jasa Lingkungan merupakan menyatakan bahwa jasa lingkungan


didefinisikan sebagai keseluruhan konsep sistem alami yang menyediakan
aliran barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia dan lingkungan yang
dihasilkan oleh proses ekosistem alami (Sutopo, 2011). Misalnya hutan
sebagai ekosistem alami selain menyediakan berbagai macam produk kayu
juga menyediakan produk non kayu sekaligus juga menjadi reservoir besar
yang dapat menampung air hujan, menyaring air yang kemudian
melepasnya secara gradual, sehingga air tersebut bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Adanya penebangan pohon yang tidak terkendali pada
sistem hutan alami dapat menimbulkan gangguan, terutama dalam siklus
air dimana dengan adanya pembabatan hutan dapat menyebabkan banjir
pada saat musim hujan dan menurunnya kualitas air, demikian pula saat
musim kemarau terjadi kekurangan (defisit) air yang otomatis berpengaruh
terhadap kuantitas dan kualias air yang dapat menimbulkan kerentanan
masyarakat hilir dalam kebutuhan dan ketersediaan air bersih atau air
minum yang berakibat kualitas hidup terancam dan kesejahteraan
masyarakat menjadi menurun. Jasa hidrologis hutan tersebut akan
terancam seiring dengan meningkatnya laju degradasi, untuk itu
diperlukan adanya hubungan hulu-hilir dalam bentuk penyediaan biaya
atau dana kompensasi dari pengguna jasa lingkungan di wilayah hilir atau
yang biasa disebut PJL.
Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) adalah instrumen berbasiskan
pasar untuk tujuan konservasi berdasarkan prinsip bahwa siapa yang
mendapatkan manfaat dari jasa lingkungan harus membayar dan siapa
yang menghasilkan jasa tersebut harus dikompensasi. Dalam mekanisme
PJL, penyedia jasa lingkungan menerima pembayaran tergantung dari
kemampuan mereka untuk menyediakan jasa lingkungan yang diinginkan
atau melakukan suatu kegiatan yang sifatnya dapat menghasilkan jasa
lingkungan tersebut. Prinsip penting dari pembayaran jasa lingkungan
adalah yang menyediakan jasa lingkungan sebaiknya menerima
kompensasi atas usaha konservasi yang dilakukan dan bahwa yang
menerima jasa lingkungan sebaiknya membayar penyediaan mereka
(Pagiola dan Arcenas, 2010).
Beberapa contoh skema jasa lingkungan DAS yang sudah diterapkan
di Indonesia adalah pembayaran jasa lingkungan di DAS Jangkok,
Lombok.
II.2. DAS Jangkok

Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram termasuk ke dalam wilayah


DAS Jangkok. DAS Jangkok merupakan DAS yang sangat penting di pulau
Lombok. DAS ini berbentuk bulu burung yang mengalir dari hulu Gunung Rinjani
dan bermuara di Selat Lombok dengan aliran perenial. Panjang sungai utama DAS
Jangkok mencapai 47,22 km, dengan luas mencapai 176,06 Km2 . Luas tersebut
melewati empat wilayah administratif yakni Kabupaten Lombok Tengah,
Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram serta sebagian kecil wilayah
Kabupaten Lombok Utara. Berdasarkan toposekuesnya, dibagi menjadi wilayah
bagian hulu, tengah dan hilir. Wilayah bagian hulu berada di Kabupaten Lombok
tengah dan sebagian di Kabupaten Lombok Barat. Wilayah bagian tengah berada
di Kabupaten Lombok Barat dan wilayah bagian hilir berada di Kota Mataram.
DAS Jangkok menjadi salah satu Implementasi PJL di Indonesia dengan jenis
jasa lingkungan yang dibayarkan melalui program PJL yaitu perlindungan tata air
meliputi pasokan dan kualitas air bersih. Penerapan imbal jasa lingkungan untuk
perlindungan DAS dimaksudkan sebagai upaya melindungi DAS agar dapat
menghasilkan air secara optimal dalam arti terjamin kualitas dan kuantitasnya
(Nugroho dan Kartodihardjo 2009).
II.3. Kebijakan Terkait

Beberapa kebijakan terkait PJL DAS Jangkok antara lain:


1. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan
yang disahkan pada bulan Juni 2007 oleh Bupati Lombok Barat, memberikan
arahan dan kebijakan terhadap rancangan Implementasi Pembayaran Jasa
Lingkungan di Kabupaten Lombok Barat.
2. Peraturan Bupati Lombok Barat No.7 Tahun 2009 tentang Susunan
Organisasi, Tata Kerja, Tugas dan Wewenang Institusi Multipihak.
Ditetapkan di Gerung tanggal 20 April 2009
3. Keputusan Bupati Lombok Barat No. 1072/207/Dishut/2009, tanggal 27 Mei
2009 tentang Pembentukan Institusi Multipihak Pengelolaan Jasa Lingkungan
Kabupaten Lombok Barat
4. Peraturan Bupati Lombok Barat No.42 Tahun 2008 tentang Obyek, Tarif,
Tata Cara Pembayaran dan Sanksi Administratif.
II.4. Pihak Terkait

Beberapa pihak terkait PJL di DAS Jangkok antara lain:


1. Penyedia
Pihak yang menjadi penyedia PJL di DAS Jangkok yaitu Empat Kelompok
Petani Jasa Lingkungan yang mencakup desa-desa di wilayah Hulu DAS
Jangkok yang mengajukan proposal penyediaan jasa lingkungan yang meliputi
kegiatan pengelolaan sumber daya alam dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat.
2. Pemanfaat
Pihak yang menjadi pemanfaat yaitu masyarakat Lombok barat dan Kota
Mataram yang berada di hilir DAS Jangkok. Pada mekanisme yang terjadi saat
ini penerima jasa lingkungan yang telah bersedia membayar adalah pelanggan
PDAM Giri Menang yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat
dan Kota Mataram.
3. Perantara
Institusi Multi-Pihak (IMP) yang merupakan badan independen mitra
Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat dalam pengelolaan jasa
lingkungan di Kabupaten Lombok Barat. Keanggotaan IMP terdiri dari
berbagai pihak perwakilan pemerintah Kabupaten Lombok Barat, LSM, Pihak
Swasta, PDAM, masyarakat, dan perusahaan pengelola air

Gambar 2.1. Diagram Skema Imbal Jasa Lingkungan


II.5. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

Mekanisme PJL penyediaan sumberdaya air yang ada di Kabupaten


Lombok Barat dan Kota Mataram merupakan jenis user-financed schemes
yaitu pembeli jasa lingkungan berasal dari pemanfaat jasa lingkungan
dimana dalam kasus ini adalah pelanggan PDAM. Sedangkan penyedia
jasa lingkungan adalah kelompok masyarakat yang ada di hulu (Kawasan
Hutan Sesaot). Mekanisme pemungutan dana melalui tarif jasa lingkungan
yang dititipkan pada rekening air pelanggan PDAM sebesar Rp1000,00.
Mediator dalam mekanisme ini adalah institusi multipihak (IMP) dengan
dasar hukum Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat No. 4 Tahun
2007 tentang jasa lingkungan.

Gambar 2.1. Mekanisme Pengembangan Jasa Lingkungan oleh IMP


Pola aliran dana PJL seperti tampak pada Gambar 2.1. merupakan
sistem pembayaran dari masyarakat yang dipungut oleh PDAM dan masuk
ke kas daerah, selanjutnya melalui dinas Kehutanan dana dialirkan untuk
pengelola IMP sebesar 25% dan kepada masyarakat melalui kelompok
yang telah disetujui proposalnya untuk kegiatan konservasi di wilayah
Gunung Rinjani sebesar 75%.
Penyaluran dana jasa lingkungan yang telah terkumpul di kas daerah
terutama dari dana pungutan iuran air minum PDAM Menang Mataram
yang terkumpul kemudian digunakan oleh masyarakat hulu melalui
mekanisme pengusulan penggunaan dana jasa lingkungan melalui
pengajuan proposal ke IMP dengan mekanisme penyaluran dana. Dana
konservasi kelompok ini 85% digunakan untuk program restorasi,
pembibitan, dan sisanya menyangkut kelembagaan serta kegiatan ekonomi
alternatif seperti pengolahan kopi untuk pekerjaan lain hasil hutan non
timber.
II.6. Evaluasi Keberlanjutan Jasa Lingkungan

Program PJL di DAS Jangkok masih dilakukan hingga saat ini


dikarenakan terdapat cukup banyak manfaat terhadap pelaksanaannya. Di
Kabupaten Lombok dan Kota Mataram. PJL muncul karena didasari pada
kesadaran masyarakat akan ketersediaan air yang mulai berkurang akibat
degradasi lahan di hulu. Kesadaran ini muncul karena hasil kajian dari
LSM mengenai penilaian sumberdaya dan mengadakan konsultasi publik
sehingga menciptakan pemberdayaan masyarakat. Pada skema PJL di
Lombok Barat dan Kota Mataram ini motivasi awal dari pembeli adalah
kesadaran akan krisis air. Sehingga dana jasa lingkungan diharapkan
mampu menjaga mata air sebagai sumber air baku PDAM.
Adapun manfaat adanya PJL ini antara lain:
1. Sumber Daya Alam.
Program ini dijalankan sebagai upaya pelestarian lingkungan yang
dilakukan masyarakat di kawasan hulu dalam bentuk pemberian kompensasi
dari masyarakat pengguna air di kawasan hilir. Peningkatan kualitas dan
kuantitas sumberdaya hutan sebagai faktor utama dalam menjaga kelestarian
sumberdaya air yang selama ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa
program yang selama ini telah dikembangkan meliputi penyediaan bibit,
pelatihan teknis mengenai penanaman, dan penanaman pohon secara periodik
di kawasan-kawasan esensial.
2. Mata pencaharian.
Skema PES yang dikembangkan oleh IMP juga diarahkan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, dalam bentuk
pengembangan program ekonomi kreatif dan pengebangan kelembagaan di
masyarakat. Beberapa contoh dari program tersebut seperti pelaksanaan
pelatihan pascapanen, pelatihan pengembangan ekonomi mikro, dll. Sehingga
dampaknya dapat meningkatkan kapasitas dan keterampilan petani dalam
mengelola lahan yang dimilikinya.
3. Adaptasi Perubahan Iklim.
Program-program ini secara tidak langsung diharapkan dapat
meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam menghadapi ancaman perubahan
iklim . Hal ini penting untuk dilakukan mengingat kawasan hulu dari program
ini sangat rentan terhadap ancaman perubahan iklim, baik dari aspek ekologi
maupun sosial ekonominya. Beberapa fakta seperti terjadinya perubahan
intensitas hari hujan dan angin kencang, mengakibatkan produktivitas lahan
terancam dan dikhawatirkan berdampak pada kesejahteraan masyarakat yang
selama ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dan perkebunan
semakin terpuruk. Sehingga keberadaan program jasa lingkungan diharapkan
dapat menjadi skema alternatif terbaik sebagai bentuk adaptasi masyarakat
terhadap ancaman perubahan iklim tersebut.
4. Sosial dan Budaya Masyarakat Lokal.
Program PES secara tidak langsung telah memberikan dampak sosial di
masyarakat seperti peningkatan pengetahuan social. Hal ini dapat di lihat
banyaknya manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya untuk
kelompok penerima manfaat, mulai dari pembelajaran tata kelola kelembagaan
yang baik, terjadinya proses transfer ilmu pengetahuan khususnya masalah
teknis pengelolaan tanaman dan pengembangan kelompok.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, B., dan H. Kartodihardjo. 2009. Kelembagaan PES;


Permasalahan, Konsep, dan Implementasi. Disampaikan pada Lokakarya Payment
on Environmental Services (PES): Pengarusutamaan Imbal Jasa Lingkungan di
Indonesia: Tren dan Dinamikanya. Bogor, 3-4 Agustus 2009.
Pagiola, S. and Platais, G. 2002. Payment For Environmental Service”.
http://siteresources.worldbank.org/INTEEI/ Resources/EnvStrategyNote32002.pdf
Pagiola, S., A.R. Rios, and A. Arcenas, 2010. Poor Household
Participation in Payments for Environmental Services: Lessons from the
Silvopastoral Project in Quindío, Colombia. Environ Resource Econ (2010)
47:371–394.
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
Sutopo, M. F. 2011. Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa
Lingkungan Dalam Pengelolaan Air Minum (Studi Kasus DAS Cisadane Hulu).
Bogor. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai