Anda di halaman 1dari 17

Policy Brief 2017

TATA KELOLA WADUK DAN DANAU UNTUK PENCAPAIAN


KETAHANAN AIR DAN ENERGI SERTA KEDAULATAN PANGAN

I. URGENSI TATA KELOLA WADUK DAN DANAU UNTUK PENCAPAIAN


KETAHANAN AIR DAN ENERGI SERTA KEDAULATAN PANGAN
erdasarkan data Pusat Litbang Sumber Daya Air (2012) bahwa potensi Sumber
Daya Air di Indonesia adalah 3.900 milyar meter kubik per tahunnya, namun yang
dimanfaatkan baru mencapai ± 13,8 milyar m 3 atau ± 58 m3 perkapita yang dapat
dikelola melalui reservoir. Angka ini jauh lebih rendah dari Thailand 1.277 m 3 perkapita dan
satu tingkat di atas Ethiopia (38 m3/kapita). Di sisi lain, dalam mendukung tercapainya
program Ketahanan Air dan Energi serta Kedaulatan Pangan nasional sangat diperlukan tata
kelola air yang baik, karena ketiga program/sistem tersebut saling terhubung (interlinked)
dan saling mempengaruhi karena pertumbuhan penduduk dan ekonomi, urbanisasi, dan
perubahan iklim (climate change).

Sebagaimana yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019, target pencapaian 100% akses air
minum oleh masyarakat perkotaan dan perdesaan akan digapai pada tahun 2019. Akses air
minum hingga 100% secara kualitas dan kuantitas sangat diperlukan karena kebutuhan
akan air tersebut sangat besar karena peningkatan jumlah penduduk terutama pada wilayah
perkotaan (urbanisasi).

Dampak pertumbuhan penduduk juga menuntut kebutuhan akan listrik. Oleh karenanya,
pemerintah juga memiliki target pencapaian program listrik 35.000 MW sebagaimana dalam
RPJMN 2015-2019 dimana dukungan energi baru terbarukan (EBT) melalui Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), dan Pembangkit
Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) sangat diprioritaskan. Hai ini karena ketersediaan air yang
begitu besar hampir di seluruh wilayah Indonesia, bersifat berkelanjutan (sustainable),
ramah lingkungan (environment friendly), dan biaya operasi dan pemeliharaan pembangkit
tersebut sangat murah.

Pertumbuhan penduduk tersebut menuntut pula akan kebutuhan konsumsi pokok.


Pemerintah juga telah memiliki program pencapaian swasembada pangan terutama padi
35
Policy Brief 2017

dan komoditi utama lainnya untuk memasok kebutuhan pokok sehari-hari bagi masyarakat.
Dalam mendukung pencapaian tersebut hingga tahun 2019 pemerintah akan membangun
hingga 65 bendungan, membangun 1 juta Ha lahan irigasi, rehabilitasi 3 juta Ha lahan irigasi,
dan membangun embung untuk menyediakan air irigasi pertanian serta pencetakan lahan
sawah baru.

Selain itu, dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kantong-
kantong ekonomi baru, pemerintah telah mengembangkan 35 Wilayah Pengembangan
Strategis (WPS) yang menfokuskan pada pembangunan kawasan industri, pertanian,
kawasan pariwisata, dan lainnya tentunya kawasan-kawasan tersebut sangat mutlak
membutuhkan air.

Dalam mewujudkan program dan pencapaian tersebut di atas peran air sangat krusial.
Pada praktiknya, jika tidak diprogramkan dengan baik melalui sinergi antar sektor dapat
memicu tarik-menarik atau trade-off kebutuhan air untuk pemenuhan kebutuhan air bagi
domestik dan kawasan industri, kawasan pariwisata, kebutuhan energi, dan kebutuhan
irigasi pertanian.

Tentunya dalam mencapai target program-program tersebut diperlukan pendekatan


secara sistematis dengan sinergi, dialog, kolaborasi, dan koordinasi antar aktor yang terlibat.
Sehingga dapat dipahami interaksi antar sistem water, energy, food nexus (hubungan terkait
erat yang mana satu tindakan pada satu sistem tersebut memiliki dampak pada satu atau
kedua sistem yang lain) dan mengevaluasi kinerja teknis atau intervensi kebijakan yang
telah berjalan. Hal ini dapat membantu untuk mengidentifikasi dan mengelola
pergeseran/trade off serta membangun sinergi antar sektor untuk lebih terintegrasi, efektif
biaya, pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan monitoring-evaluasi guna
memproyeksikan kebutuhan akan air ke depan, langkah mitigasi, dan bagaimana
ketahanannya (resilience). Meskipun dari sisi perspektif suplai air masih terdapat beberapa
tantangan dalam menjamin penyediaan air berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan masa
depan: tatakelola air yang buruk memicu kelangkaan air, perubahan iklim, dan
pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan penduduk.

36
Policy Brief 2017

Dari fakta di atas, dibutuhkan sebuah kajian yang dapat menemukan faktor-faktor apa
yang menyebabkan terancamnya keberlanjutan fungsi waduk dan danau dalam mendukung
Pencapaian Ketahanan Air dan Energi serta Kedaulatan Pangan. Selain itu juga yang tak
kalah penting adalah bagaimana formulasi kebijakan dalam mendukung keberlanjutan
fungsi waduk dan danau untuk mewujudkan Ketahanan Air dan Energi serta Kedaulatan
Pangan.

Setelah ditemukan faktor-faktor dan formulasi yang tepat, diharapkan kita dapat menilai
status keberlanjutan fungsi waduk dan danau dalam mendukung Pencapaian Ketahanan Air
dan Energi serta Kedaulatan Pangan. Kemudian, pemetaan dinamika kependudukan dan
proyeksinya dikaitkan dengan pergeseran (trade off) kebutuhan air bagi domestik dan
kawasan industri, kawasan pariwisata, kebutuhan energi, dan kebutuhan irigasi pertanian.
Dan yang terakhir adalah merumuskan strategi sinergi antar aktor dalam pencapaian
Ketahanan Air dan Energi serta Kedaulatan Pangan.

II. GAMBARAN UMUM WADUK DAN DANAU PENOPANG PENCAPAIAN


KETAHANAN AIR DAN ENERGI SERTA KEDAULATAN PANGAN

1. Waduk Bili-Bili
Waduk Bili-Bili memiliki volume tampungan air sekitar 375 juta m3 dengan kapasitas
tampungan sedimen 29 juta m3. Waduk Bili-bili merupakan waduk multi fungsi salah
satunya dalam memberikan pelayanan air irigasi di Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar
hingga area irigasi seluas 23.690 Ha. Sedangkan untuk PLTA yang saat ini dioperasikan oleh
PT.PLN memiliki kapasitas terpasang 19,5 MW dan mampu menghasilkan listrik cukup besar,
yakni 84 GWh pada tahun 2015, bahkan tahun 2010 pernah produksi hingga 131 GWh selain
itu juga memasok air baku PDAM Kota Makassar dan Kabupaten Gowa hingga 3.300 L/detik
serta pengendali banjir.

Sumber air utama Waduk Bili-Bili berasal dari Sungai Jeneberang. Sungai Jeneberang
dengan panjang 75 km dengan luas DAS 727 Km 2 bersumber dari Gunung Bawakaraeng
pada elevasi +2.833,00 MS. Sungai Jeneberang mempunyai DAS seluas 860 km2. Sedangkan
luas wilayah sungai mencapai 9.331 km2 dengan potensi air permukaan 13.229 Juta
37
Policy Brief 2017

m3/tahun dan potensi air tanah 1.504 Juta3/tahun dan potensi air tanah 1.504 Juta
m3/tahun. Berdasarkan data sekunder yang didapatkan untuk menghitung ketersediaan air
di Bendungan Bili-Bili, rata-rata data debit andalan adalah sebesar 105.76 m3/detik atau
3.33 milyar m3/tahun.

Penerapan kebijakan dalam pengelolaan waduk baik jangka pendek, menengah maupun
jangka panjang berasal dari stakeholder pakar, yang tentunya akan mengalami
permasalahan dan kendala. Kendala tersebut dinilai kembali oleh pakar agar dapat
dilakukan prioritas kebijakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian diharapkan struktur
kendala dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan waduk Bili-bili berkelanjutan. Berbagai
kendala diperoleh dari hasil FGD, dimana secara keseluruhan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kendala Dalam Pencapaian Tujuan


Kendala dalam Pengelolaan Waduk Bili-bili

• Sinkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah, E1


• Penegakan Hukum Pengelolaan Bendungan, E2
• Sosialisasi Peraturan Baru, E3
• Sedimentasi, E4
• Pengelolaan Saluran Irigasi dan Pintu Air, E5
• Kebocoran Pipa Air Baku, E6
• Lahan Hunian di Greenbelt, E7
• Kepedulian dan Partisipasi Masyarakat, E8
• Pengolahan Lahan Pertanian, E9
• Perkembangan Permukiman, E10
• Pariwisata Daerah, E11
• SOP SDM, E12
• Pengaturan Pola Tanam, E13
• Pengelolaan Air Waduk, E14
• Reboisasi, E15
• Pencemaran Air Waduk, E16
Sumber : hasil in-depth interview, 2017

Analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) menghasilkan beberapa faktor utama


dalam kendala, meliputi: penegakan hukum dalam pengelolaan bendungan serta tingkat
sedimentasi, pada struktur berikutnya adalah sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah,
pengolahan lahan pertanian, pengaturan pola tanam, dan pencemaran air waduk. Kedua
38
Policy Brief 2017

kelompok faktor ini perlu diperhatikan, khususnya penegakan hukum dalam pengelolaan.
Pembagian ordinasi keseluruhan faktor-faktor yang terbagi pada kuadran independent,
linkage dan dependent disajikan pada Gambar 1 berikut.

Sumber: hasil analisis, 2017

Gambar 1. Matrix Driver Power – Dependence untuk


Elemen Kendala dalam Pengelolaan Bendungan

Faktor yang berada pada kuadran independent memiliki pengaruh besar terhadap faktor
lain. Faktor yang berada pada kuadran dependent dan linkage sangat dipengaruhi oleh
faktor yang berada pada kuadran independent. Berdasarkan matriks tersebut dibuat hirarki
untuk membagi dalam tahapan pengelolaan berjangka. Hirarki yang dihasilkan disajikan
pada Gambar 2 di bawah.

Berdasarkan hirarki tersebut diperoleh hasil bahwa pengelolaan utama jangka pendek
perlu lebih memprioritaskan pada faktor-faktor independent, yaitu 1) penegakan hukum
dalam pengelolaan waduk; 2) minimalisasi tingkat sedimentasi; 3) sinkronisasi kebijakan
pusat dan daerah; 4) pengolahan lahan pertanian; 5) pengaturan pola tanam, 6)
pencemaran air waduk. Dalam pengelolaan jangka menengah diarahkan pada faktor yang
berada di kuadran linkage, antara lain: 1) sosialisasi peraturan baru; 2) pengelolaan saluran
irigasi dan pintu air; 3) kepedulian dan partisipasi masyarakat; 4) SOP SDM. Untuk
pengelolaan jangka panjang lebih pada: 1) rutinitas pengontrolan pipa air baku; 2)

39
Policy Brief 2017

pengontrolan perkembangan permukiman, 3) pengelolaan air waduk; 4) lahan hunian di


greenbelt; 5) pariwisata daerah; 6) reboisasi disekitar bendungan.

Sumber: hasil analisis, 2017

Gambar 2. Struktur Model ISM untuk Elemen Kendala dalam Pengelolaan Bendungan

2. Danau Maninjau
Danau Maninjau merupakan danau yang terluas kedua di Prov. Sumatera Barat setelah
Danau Singkarak dengan Koordinat 00º17’07.04”LS dan 100º-09’58.0” BT yang terletak di
Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam. Luas DTA 13.260 Ha dengan kondisi tidak baik
dan luas potensi lahan kritis 6,476.18 Ha (48.84%), namun dengan kualitas air cenderung
menurun (Sedimentasi tinggi). Memiliki 88 anak sungai, tinggal 34 yang mengalir sepanjang
tahun. Berikut tabel morfometri Danau Maninjau.

Tabel 2. Morfometri Danau Maninjau


40
Policy Brief 2017

No. Parameter Satuan Nilai


1 Luas permukaan air ha 9,737.50
2 Panjang maksimum Km 16.46
3 Lebar maksimum km 7.50
4 Kedalaman maksimum m 168.00
5 Kedalaman rata-rata m 105.02
6 Panjang garis pantai km 52.68
7 Shore line development km/km2 1.51
8 Volume air m3 10,226,001,629.20
9 Outflow PLTA m3/dtk 16.40
10 Waktu tinggal air Tahun 23.26
11 Luas Catchment Area Ha 13,260.00
12 Elevasi m dpl 461.50
Sumber: Studi Konservasi Kawasan Danau Maninjau Di Kabupaten Agam
Propinsi Sumatera Barat

Sedangkan berikut ini adalah gambar kondisi keramba jaring apung (KJA) yang ada di
perairan Danau Maninjau yang telah melebihi daya dukung danau yang pada tahun 2016
jumlahnya hingga 17.226 KJA (DKP Kab.Agam, 2016) padahal amanat Perda hanya 6000 KJA.

‘’Save Maninjau’’ menjadi program pemerintah Kabupaten Agam dalam rangka


menyelamatkan keberadaan danau maninjau. Koordinasi dengan pihak terkait sudah banyak
dilakukan demi mencapai tujuan mengurangi pencemaran danau, mengembalikan fungsi
danau sebagai habitat biota endemik danau (ikan bada, ikan rinuak, dll), meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat dan menata kembali aktivitas ekonomi masyarakat
(Pemerintah Kabupaten Agam, 2017). Ada empat sasaran dalam penyelamatan danau
Maninjau yaitu mengendalikan sumber pencemaran, pembersihan dan pengerukan,
perbaikan tata kelola ekonomi masyarakat dan pengurangan dan pengaturan KJA. Pemda
Kab Agam juga telah membuat agenda-agenda untuk mencapai hal tersebut. Ada sepuluh
agenda yaitu (1) Perbaikan catchment area, (2) Pengaturan pintu air PLTA, (3) Stop KJA Baru,
(4) Pengurangan KJA, (5) Pembersihan permukaan danau, (6) Pengerukan atau penyedotan
dan.atau bioremediasi (probiotik), (7) Penyelamatan biota endemik, (8) Transformasi
ekonomi, (9) Penguatan regulasi dan (10) penguatan kelembagaan.

Melihat agenda-agenda yang direncanakan dan dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten


Agam merupakan tindakan yang tepat guna menyelamatkan danau maninjau yang dapat
memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi penduduk terutama untuk air baku, listrik
41
Policy Brief 2017

dan pangan. Pengurangan jumlah KJA sesuai dengan daya dukung lingkungan (6000 petak)
merupakan program yang dilakukan oleh pemda. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
pendekatan kepada masyarakat, pengusaha pakan dan investor KJA secara persuasif. Selain
itu dilakukan sosialisasi dan edukasi dengan petani KJA, pengusaha pakan dan MUI.
Pertemuan dengan wali nagari selingkar danau juga intensif dilakukan, Hasil yang diperoleh
adalah KJA yang berhasil dikurangi adalah 337 KJA per Juni 2017 (Pemerintah Kabupaten
Agam, 2017). Namun berdasarkan evaluasi pembersihan manual tersebut belum berhasil
secara efektif. Laju pengendalian masih lebih kecil dibandingkan laju pencemaran.

Penerapan tujuan dan alternatif kebijakan berasal dari stakeholder, pakar tentunya akan
mengalami kendala dalam mencapai tujuan kedepannya. Beberapa permasalahan dan
kendala yang diperkirakan akan dihadapi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Kendala dalam Pencapaian Tujuan


No Elemen Kendala

E1 Optimalisasi KJA

E2 Pengelolaan Sumber Air

E3 Perancangan Regulasi

E4 Kesadaran Masyarakat

E5 Perubahan Struktur Ekonomi

E6 Optimalisasi Program Penyehatan Lingkungan

E7 Perencanaan Disposal Secara Komprehensif

E8 Rehabilitasi Catchment Area

Evaluasi Kinerja dan Rencana kerja


E9
pembangunan

E10 Mengurangi Sedimentasi

E11 Upaya Penegakan Hukum

Sumber: interview, 2017

42
Policy Brief 2017

Permasalahan dan kendala yang ada dihadapi tersebut dinilai kembali oleh pakar,
agar dapat dilakukan prioritas kebijakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian
diharapkan struktur permasalahan dan kendala tersebut dapat dijadikan sebagai dasar
pengelolaan.

Sumber: hasil analisis, 2017

Gambar 3. Matriks Driver Power-Dependence (DP-D) untuk Elemen Kendala

Berdasarkan gambar, menunjukkan bahwa faktor kendala yang berada pada sektor
independent memiliki daya dorong paling tinggi untuk mendorong faktor lain dalam
pengelolaan danau mendukung sistem pengelolaan danau maninjau berkelanjutan. Faktor
yang berada pada lingkage dan dependent sangat dipengaruhi oleh faktor yang berada pada
sektor independent, artinya dengan daya gerak yang besar dan ketergantungan terhadap
sistem rendah, keterlibatan elemen pada sektor independent akan mendorong keterlibatan
elemen lain dalam keberhasilan sistem pengelolaan danau maninjau.

Strukturisasi elemen kendala pada Gambar 3, menunjukkan optimalisasi KJA, pengelolaan


sumber air, perancangan regulasi dan mengurangi sedimentasi berada pada level tertinggi.
Hal ini berarti bahwa berjalannya sistem pengelolaan danau maninjau, sangat diperlukan
adanya elemen tersebut dan mendorong semua kendala yang ada dalam pengelolaan danau
maninjau untuk mendukung berjalannya sistem. Pada struktur berikut adalah kesadaran
43
Policy Brief 2017

masyarakat, perubahan struktur ekonomi dan upaya penegakan hukum. Oleh karena itu,
kedua kelompok ini perlu diperhatikan. Pembagian ordinasi keseluruhan faktor-faktor yang
terbagi pada kuadran independent, lingkage, dan dependent disajikan pada Gambar.

Perencanaan Evaluasi Kinerja


Rehabilitas
Disposal Secara dan Rencana
Catchment Area
Komprehensif Pembangunan

Optimalisasi Program
Penyahatan Lingkungan

Kesadaran Perubahan Struktur Upaya Penegakan


Masyarakat Ekonomi Hukum

Pengelolaan Perancangan Mengurangi


Optimalisasi KJA
Sumber Air Regulasi Sedimentasi

Sumber: analisis 2017


Gambar 4. Strukturisasi Elemen dalam Pengelolaan Danau Maninjau

3. Waduk Jatigede
Pesatnya pembangunan dan meningkatnya jumlah penduduk yang terjadi di wilayah
kabupaten penerima manfaat air dari Waduk Jatigede: Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Cirebon dan Kabupaten Indramayu perlu diimbangi dengan ketersediaan (suplly) air untuk
pangan dan air baku yang memadai. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2030
kebutuhan air untuk pangan meningkat menjadi 642.182 juta liter dan terjadi peningkatan
rata-rata per tahun sebesar 0.96%. Sementara kebutuhan air baku meningkat sekitar 26%
menjadi sekitar 17.154 juta liter dengan kenaikan rata rata per tahun 1.79%. Data sekunder
yang dapatkan untuk menghitung ketersediaan air di Waduk Jatigede adalah data Neraca
Bulanan Wilayah Sungai Cimanuk – Cisanggarung. Berdasarkan data tersebut maka
didapatkan rata-rata data debit andalan (Q80%) sebesar 195.2 m3/detik.

Penerapan kebijakan dalam pengelolaan waduk untuk jangka pendek, menengah


maupun jangka panjang berasal dari pendapat pakar, yang tentunya akan mengalami
permasalahan dan kendala. Kendala tersebut dinilai kembali oleh beberapa pakar agar

44
Policy Brief 2017

dapat dilakukan prioritas kebijakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian diharapkan
struktur kendala dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan waduk Jatigede berkelanjutan.
Berbagai kendala diperoleh dari hasil FGD, dimana secara keseluruhan disajikan pada Tabel
berikut.

Tabel 4. Kendala dalam Pencapaian Tujuan


No Elemen Kendala

E1 Konflik Agraria

E2 Pengelolaan Waduk

E3 Partsipasi Kelembagaan

E4 Pengembangan Kawasan Wisata

E5 Penerapan budidaya perikanan

E6 Kesejahteraan Masyarakat

E7 Kesadaran Masyarakat

E8 Pengaturan Penggunaan Lahan

Sumber: interview, 2017

Analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) menghasilkan beberapa faktor utama


dalam kendala, meliputi: konflik agrarian; partisipasi kelembagaan; dan pengembangan
kawasan wisata. Pada struktur berikutnya adalah pengelolaan waduk dan pengaturan
penggunaan lahan. Kedua kelompok faktor ini perlu diperhatikan, khususnya konflik agraria.
Pembagian ordinasi keseluruhan faktor-faktor yang terbagi pada kuadran independent,
linkage dan dependent disajikan pada Gambar di bawah. Faktor yang berada pada kuadran
independent memiliki pengaruh besar terhadap faktor lain. Faktor yang berada pada
kuadran dependent dan linkage sangat dipengaruhi oleh faktor yang berada pada kuadran
independent. Berdasarkan matriks tersebut dibuat hirarki untuk membagi dalam tahapan
pengelolaan berjangka. Hirarki yang dihasilkan disajikan pada Gambar di bawah.

45
Policy Brief 2017

Penerapan Kesadaran
Budidaya Ikan Masyarakat

Kesejahteraan
Masyarakat

Pengaturan
Pengelolaan
Penggunaan
Waduk
Lahan

Partisipasi Pengembangan
Konflik Agraria
Kelembagaan Kawasan Wisata

Sumber: hasil analisis, 2017


Gambar 5. Strukturisasi Elemen dalam Pengelolaan Waduk Jatigede

Sumber: hasil analisis, 2017


Gambar 6. Matriks Driver Power-Dependence (DP-D) untuk Elemen Kendala

4. Waduk Jatiluhur
Terkait dengan Water-Energy-Food (WEF) Nexus, dalam tulisan ini pemanfaatan Waduk
Jatiluhur dibagi ke dalam tiga kategori tersebut. Berdasarkan observasi penulis yang
diperoleh dari data sekunder dan data primer (wawancara dan FGD dengan petani di

46
Policy Brief 2017

Karawang), maka dapat diidentifikasi pemanfaat waduk Jatiluhur dapat dilihat pada Gambar
berikut.

Sumber: hasil analisis, 2017


Gambar 7. Pemanfaatan Waduk Jatiluhur Dalam Konteks WEF Nexus

Data sekunder yang dapatkan untuk menghitung ketersediaan air di Waduk Jatiluhur
adalah data Neraca Bulanan WS Citarum. Berdasarkan data tersebut maka didapatkan rata-
rata data debit andalan (Q80%) sebesar 353,11m3/s. Sumber-sumber air di Wilayah Sungai
Citarum yaitu: 1) Tampungan air buatan (waduk atau embung) yang ada (eksisting); 2)
Tampungan air alami (situ) yang ada (eksisting). Sarana dan prasarana pengairan utama
berupa bendungan yang telah beroperasi dan berfungsi pada saat ini sebagai pemasok
kebutuhan air di Wilayah Sungai Citarum.

Penerapan tujuan dan alternatif kebijakan berasal dari stakeholder, pakar tentunya akan
mengalami permasalahan dan kendala dalam mencapai tujuan kedepannya. Beberapa
permasalahan dan kendala yang diperkirakan akan dihadapi dapat dilihat pada tabel di
bawah.

47
Policy Brief 2017

Tabel 5. Kendala dalam Pencapaian Tujuan


No Elemen Kendala

1 Konversi Lahan Sawah

2 Pengelolaan Waduk

3 Partisipasi kelembagaan

4 Pengelolaan Infrastruktur Irigasi

5 Penerapan Budidaya Perikanan

6 Optimalisasi Sistem Pengairan

7 Pengelolaan KJA

8 Kebijakan KJA

9 Pengelolaan Layanan Air Bersih

10 Mekanisasi Penanaman Padi

11 Pengelolaan Sedimentasi

12 Pengaturan Penggunaan Lahan

13 Kesadaran Masyarakat

Sumber: interview, 2017

Permasalahan dan kendala yang ada dihadapi tersebut dinilai kembali oleh pakar, agar
dapat dilakukan prioritas kebijakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian diharapkan
struktur permasalahan dan kendala tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan.

Berdasarkan gambar, menunjukkan bahwa faktor kendala yang berada pada sektor
independent memiliki daya dorong paling tinggi untuk mendorong faktor lain dalam
pengelolaan waduk mendukung sistem pengelolaan waduk Jatiluhur berkelanjutan. Faktor
yang berada pada lingkage dan dependent sangat dipengaruhi oleh faktor yang berada pada
sektor independent, artinya dengan daya gerak yang besar dan ketergantungan terhadap
sistem rendah, keterlibatan elemen pada sektor independent akan mendorong keterlibatan
elemen lain dalam keberhasilan sistem pengelolaan waduk Jatiluhur

48
Policy Brief 2017

Pengelolaan Mekanisasi
Layanan Air Bersih Penanaman Padi

Optimalisasi
Sistem Pengairan

Penerapan
Pengelolaan Kesadaran
Budidaya
Waduk Masyarakat
Perikanan

Pengaturan
Pengelolaan
Penggunaan
Infrastruktur Irigasi
Lahan

Pengelolaan
Pengelolaan KJA Kebijakan KJA
Sedimentasi

Konversi Lahan Partisipasi


Sawah Kelembagaan

Sumber: hasil analisis, 2017

Gambar 8. Strukturisasi Elemen dalam Pengelolaan Waduk Jatiluhur

Strukturisasi elemen kendala pada Gambar di atas, menunjukkan pengelolaan layanan air
bersih, mekanisme penanaman padi, dan dan optimaslisasi pengairan berada pada level
tertinggi. Pada struktur berikut adalah pengelolaan waduk, budaya perikanan, dan
kesadaran masyarakat. Oleh karena itu, kedua kelompok ini perlu diperhatikan. Pembagian
ordinasi keseluruhan faktor-faktor yang terbagi pada kuadran independent, lingkage, dan
dependent disajikan pada gambar.

49
Policy Brief 2017

Sumber: hasil analisis, 2017

Gambar 9. Matriks driver power-dependence (DP-D) untuk elemen kendala

III. SIMPULAN
1. Pemanfaatan waduk dan danau untuk ketiga kepentingan tersebut (air baku, PLTA dan
irigasi) bersifat competitive, terutama antara air baku dan air irigasi, dalam arti ketika
terjadi penurunan kuantitas air maka ada kepentingan yang dikorbankan. Misalnya
ketika kemarau, jumlah air berkurang maka kepentingan yang diutamakan adalah
pemenuhan kebutuhan air untuk air baku dan pengoperasian PLTA. Sementara untuk
kebutuhan irigasi dicadangkan
2. Paradigma dalam analisis current policy terkait tata kelola waduk dan danau secara
hierarki perlu memperhatikan asas:
a) Comprehensiveness: bahwa waduk dan danau dalam konteks Daerah Aliran Sungai
merupakan bagian dari sistem SDA yang cakupannya meliputi: Air, Sumber Air, dan
Daya air yang terkandung di dalamnya. Keseluruhannya harus dikaji secara
bersamaan dengan sistem lain, yaitu penataan ruang, lingkungan hidup, dan sistem
pengelolaan bencana;
b) Consistency: bahwa kebijakan yang akan disusun harus taat asas, yakni konsisten
sesuai dengan hierarki peraturan perundangan yang berlaku;

50
Policy Brief 2017

c) Merit oriented: bahwa kebijakan yang akan disusun harus memberikan manfaat bagi
pemerintah pusat, Pemda, dan seluruh rakyat.

3. Tata kelola waduk yang tepat berkelanjutan diperlukan guna tercapainya ketahanan
air, energi dan kedaulatan pangan.

4. Tarik menarik kepentingan dalam rangka supply air baik untuk air baku, energi (listrik)
dan pangan masih dijumpai khususnya pada waduk multifungsi.
Persimpangan/intersection tarik-menarik antara kepentingan tersebut yang kemudian
disebut nexus menjadi perhatian dalam tata kelola waduk.

IV. SARAN
1. Diperlukan alternative sumber air selain air waduk bagi masyarakat sekitar waduk
karena seringkali masyarakat yang berada di sekitar waduk merasa diperlakukan tidak
adil karena tidak dapat memanfaatkan air secara optimal sesuai dengan kebutuhan
mereka dan lebih banyak untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat yang jauh dari
waduk, sehingga sering melakukan tindakan yang kontra produktif terhadap
kelestarian waduk;

2. Koordinasi antar pengelola waduk, pemda dan stakeholders lainnya untuk


meminimalkan resiko terjadinya bencana (banjir) dan kerusakan lain di sekitar waduk
dan danau dalam pelaksanaan pemeliharaan atau pengecekan berkala, diperlukan
komunikasi dan sinergitas antar lembaga;

3. Diperlukan kebijakan khusus pengaturan waduk multipurpose untuk mengurangi


potensi kerugian akibat penggunaan fungsi waduk yang tidak dalam kondisi normal.

51

Anda mungkin juga menyukai