Sebagaimana yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019, target pencapaian 100% akses air
minum oleh masyarakat perkotaan dan perdesaan akan digapai pada tahun 2019. Akses air
minum hingga 100% secara kualitas dan kuantitas sangat diperlukan karena kebutuhan
akan air tersebut sangat besar karena peningkatan jumlah penduduk terutama pada wilayah
perkotaan (urbanisasi).
Dampak pertumbuhan penduduk juga menuntut kebutuhan akan listrik. Oleh karenanya,
pemerintah juga memiliki target pencapaian program listrik 35.000 MW sebagaimana dalam
RPJMN 2015-2019 dimana dukungan energi baru terbarukan (EBT) melalui Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), dan Pembangkit
Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) sangat diprioritaskan. Hai ini karena ketersediaan air yang
begitu besar hampir di seluruh wilayah Indonesia, bersifat berkelanjutan (sustainable),
ramah lingkungan (environment friendly), dan biaya operasi dan pemeliharaan pembangkit
tersebut sangat murah.
dan komoditi utama lainnya untuk memasok kebutuhan pokok sehari-hari bagi masyarakat.
Dalam mendukung pencapaian tersebut hingga tahun 2019 pemerintah akan membangun
hingga 65 bendungan, membangun 1 juta Ha lahan irigasi, rehabilitasi 3 juta Ha lahan irigasi,
dan membangun embung untuk menyediakan air irigasi pertanian serta pencetakan lahan
sawah baru.
Selain itu, dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kantong-
kantong ekonomi baru, pemerintah telah mengembangkan 35 Wilayah Pengembangan
Strategis (WPS) yang menfokuskan pada pembangunan kawasan industri, pertanian,
kawasan pariwisata, dan lainnya tentunya kawasan-kawasan tersebut sangat mutlak
membutuhkan air.
Dalam mewujudkan program dan pencapaian tersebut di atas peran air sangat krusial.
Pada praktiknya, jika tidak diprogramkan dengan baik melalui sinergi antar sektor dapat
memicu tarik-menarik atau trade-off kebutuhan air untuk pemenuhan kebutuhan air bagi
domestik dan kawasan industri, kawasan pariwisata, kebutuhan energi, dan kebutuhan
irigasi pertanian.
36
Policy Brief 2017
Dari fakta di atas, dibutuhkan sebuah kajian yang dapat menemukan faktor-faktor apa
yang menyebabkan terancamnya keberlanjutan fungsi waduk dan danau dalam mendukung
Pencapaian Ketahanan Air dan Energi serta Kedaulatan Pangan. Selain itu juga yang tak
kalah penting adalah bagaimana formulasi kebijakan dalam mendukung keberlanjutan
fungsi waduk dan danau untuk mewujudkan Ketahanan Air dan Energi serta Kedaulatan
Pangan.
Setelah ditemukan faktor-faktor dan formulasi yang tepat, diharapkan kita dapat menilai
status keberlanjutan fungsi waduk dan danau dalam mendukung Pencapaian Ketahanan Air
dan Energi serta Kedaulatan Pangan. Kemudian, pemetaan dinamika kependudukan dan
proyeksinya dikaitkan dengan pergeseran (trade off) kebutuhan air bagi domestik dan
kawasan industri, kawasan pariwisata, kebutuhan energi, dan kebutuhan irigasi pertanian.
Dan yang terakhir adalah merumuskan strategi sinergi antar aktor dalam pencapaian
Ketahanan Air dan Energi serta Kedaulatan Pangan.
1. Waduk Bili-Bili
Waduk Bili-Bili memiliki volume tampungan air sekitar 375 juta m3 dengan kapasitas
tampungan sedimen 29 juta m3. Waduk Bili-bili merupakan waduk multi fungsi salah
satunya dalam memberikan pelayanan air irigasi di Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar
hingga area irigasi seluas 23.690 Ha. Sedangkan untuk PLTA yang saat ini dioperasikan oleh
PT.PLN memiliki kapasitas terpasang 19,5 MW dan mampu menghasilkan listrik cukup besar,
yakni 84 GWh pada tahun 2015, bahkan tahun 2010 pernah produksi hingga 131 GWh selain
itu juga memasok air baku PDAM Kota Makassar dan Kabupaten Gowa hingga 3.300 L/detik
serta pengendali banjir.
Sumber air utama Waduk Bili-Bili berasal dari Sungai Jeneberang. Sungai Jeneberang
dengan panjang 75 km dengan luas DAS 727 Km 2 bersumber dari Gunung Bawakaraeng
pada elevasi +2.833,00 MS. Sungai Jeneberang mempunyai DAS seluas 860 km2. Sedangkan
luas wilayah sungai mencapai 9.331 km2 dengan potensi air permukaan 13.229 Juta
37
Policy Brief 2017
m3/tahun dan potensi air tanah 1.504 Juta3/tahun dan potensi air tanah 1.504 Juta
m3/tahun. Berdasarkan data sekunder yang didapatkan untuk menghitung ketersediaan air
di Bendungan Bili-Bili, rata-rata data debit andalan adalah sebesar 105.76 m3/detik atau
3.33 milyar m3/tahun.
Penerapan kebijakan dalam pengelolaan waduk baik jangka pendek, menengah maupun
jangka panjang berasal dari stakeholder pakar, yang tentunya akan mengalami
permasalahan dan kendala. Kendala tersebut dinilai kembali oleh pakar agar dapat
dilakukan prioritas kebijakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian diharapkan struktur
kendala dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan waduk Bili-bili berkelanjutan. Berbagai
kendala diperoleh dari hasil FGD, dimana secara keseluruhan disajikan pada Tabel 1.
kelompok faktor ini perlu diperhatikan, khususnya penegakan hukum dalam pengelolaan.
Pembagian ordinasi keseluruhan faktor-faktor yang terbagi pada kuadran independent,
linkage dan dependent disajikan pada Gambar 1 berikut.
Faktor yang berada pada kuadran independent memiliki pengaruh besar terhadap faktor
lain. Faktor yang berada pada kuadran dependent dan linkage sangat dipengaruhi oleh
faktor yang berada pada kuadran independent. Berdasarkan matriks tersebut dibuat hirarki
untuk membagi dalam tahapan pengelolaan berjangka. Hirarki yang dihasilkan disajikan
pada Gambar 2 di bawah.
Berdasarkan hirarki tersebut diperoleh hasil bahwa pengelolaan utama jangka pendek
perlu lebih memprioritaskan pada faktor-faktor independent, yaitu 1) penegakan hukum
dalam pengelolaan waduk; 2) minimalisasi tingkat sedimentasi; 3) sinkronisasi kebijakan
pusat dan daerah; 4) pengolahan lahan pertanian; 5) pengaturan pola tanam, 6)
pencemaran air waduk. Dalam pengelolaan jangka menengah diarahkan pada faktor yang
berada di kuadran linkage, antara lain: 1) sosialisasi peraturan baru; 2) pengelolaan saluran
irigasi dan pintu air; 3) kepedulian dan partisipasi masyarakat; 4) SOP SDM. Untuk
pengelolaan jangka panjang lebih pada: 1) rutinitas pengontrolan pipa air baku; 2)
39
Policy Brief 2017
Gambar 2. Struktur Model ISM untuk Elemen Kendala dalam Pengelolaan Bendungan
2. Danau Maninjau
Danau Maninjau merupakan danau yang terluas kedua di Prov. Sumatera Barat setelah
Danau Singkarak dengan Koordinat 00º17’07.04”LS dan 100º-09’58.0” BT yang terletak di
Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam. Luas DTA 13.260 Ha dengan kondisi tidak baik
dan luas potensi lahan kritis 6,476.18 Ha (48.84%), namun dengan kualitas air cenderung
menurun (Sedimentasi tinggi). Memiliki 88 anak sungai, tinggal 34 yang mengalir sepanjang
tahun. Berikut tabel morfometri Danau Maninjau.
Sedangkan berikut ini adalah gambar kondisi keramba jaring apung (KJA) yang ada di
perairan Danau Maninjau yang telah melebihi daya dukung danau yang pada tahun 2016
jumlahnya hingga 17.226 KJA (DKP Kab.Agam, 2016) padahal amanat Perda hanya 6000 KJA.
dan pangan. Pengurangan jumlah KJA sesuai dengan daya dukung lingkungan (6000 petak)
merupakan program yang dilakukan oleh pemda. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
pendekatan kepada masyarakat, pengusaha pakan dan investor KJA secara persuasif. Selain
itu dilakukan sosialisasi dan edukasi dengan petani KJA, pengusaha pakan dan MUI.
Pertemuan dengan wali nagari selingkar danau juga intensif dilakukan, Hasil yang diperoleh
adalah KJA yang berhasil dikurangi adalah 337 KJA per Juni 2017 (Pemerintah Kabupaten
Agam, 2017). Namun berdasarkan evaluasi pembersihan manual tersebut belum berhasil
secara efektif. Laju pengendalian masih lebih kecil dibandingkan laju pencemaran.
Penerapan tujuan dan alternatif kebijakan berasal dari stakeholder, pakar tentunya akan
mengalami kendala dalam mencapai tujuan kedepannya. Beberapa permasalahan dan
kendala yang diperkirakan akan dihadapi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
E1 Optimalisasi KJA
E3 Perancangan Regulasi
E4 Kesadaran Masyarakat
42
Policy Brief 2017
Permasalahan dan kendala yang ada dihadapi tersebut dinilai kembali oleh pakar,
agar dapat dilakukan prioritas kebijakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian
diharapkan struktur permasalahan dan kendala tersebut dapat dijadikan sebagai dasar
pengelolaan.
Berdasarkan gambar, menunjukkan bahwa faktor kendala yang berada pada sektor
independent memiliki daya dorong paling tinggi untuk mendorong faktor lain dalam
pengelolaan danau mendukung sistem pengelolaan danau maninjau berkelanjutan. Faktor
yang berada pada lingkage dan dependent sangat dipengaruhi oleh faktor yang berada pada
sektor independent, artinya dengan daya gerak yang besar dan ketergantungan terhadap
sistem rendah, keterlibatan elemen pada sektor independent akan mendorong keterlibatan
elemen lain dalam keberhasilan sistem pengelolaan danau maninjau.
masyarakat, perubahan struktur ekonomi dan upaya penegakan hukum. Oleh karena itu,
kedua kelompok ini perlu diperhatikan. Pembagian ordinasi keseluruhan faktor-faktor yang
terbagi pada kuadran independent, lingkage, dan dependent disajikan pada Gambar.
Optimalisasi Program
Penyahatan Lingkungan
3. Waduk Jatigede
Pesatnya pembangunan dan meningkatnya jumlah penduduk yang terjadi di wilayah
kabupaten penerima manfaat air dari Waduk Jatigede: Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Cirebon dan Kabupaten Indramayu perlu diimbangi dengan ketersediaan (suplly) air untuk
pangan dan air baku yang memadai. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2030
kebutuhan air untuk pangan meningkat menjadi 642.182 juta liter dan terjadi peningkatan
rata-rata per tahun sebesar 0.96%. Sementara kebutuhan air baku meningkat sekitar 26%
menjadi sekitar 17.154 juta liter dengan kenaikan rata rata per tahun 1.79%. Data sekunder
yang dapatkan untuk menghitung ketersediaan air di Waduk Jatigede adalah data Neraca
Bulanan Wilayah Sungai Cimanuk – Cisanggarung. Berdasarkan data tersebut maka
didapatkan rata-rata data debit andalan (Q80%) sebesar 195.2 m3/detik.
44
Policy Brief 2017
dapat dilakukan prioritas kebijakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian diharapkan
struktur kendala dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan waduk Jatigede berkelanjutan.
Berbagai kendala diperoleh dari hasil FGD, dimana secara keseluruhan disajikan pada Tabel
berikut.
E1 Konflik Agraria
E2 Pengelolaan Waduk
E3 Partsipasi Kelembagaan
E6 Kesejahteraan Masyarakat
E7 Kesadaran Masyarakat
45
Policy Brief 2017
Penerapan Kesadaran
Budidaya Ikan Masyarakat
Kesejahteraan
Masyarakat
Pengaturan
Pengelolaan
Penggunaan
Waduk
Lahan
Partisipasi Pengembangan
Konflik Agraria
Kelembagaan Kawasan Wisata
4. Waduk Jatiluhur
Terkait dengan Water-Energy-Food (WEF) Nexus, dalam tulisan ini pemanfaatan Waduk
Jatiluhur dibagi ke dalam tiga kategori tersebut. Berdasarkan observasi penulis yang
diperoleh dari data sekunder dan data primer (wawancara dan FGD dengan petani di
46
Policy Brief 2017
Karawang), maka dapat diidentifikasi pemanfaat waduk Jatiluhur dapat dilihat pada Gambar
berikut.
Data sekunder yang dapatkan untuk menghitung ketersediaan air di Waduk Jatiluhur
adalah data Neraca Bulanan WS Citarum. Berdasarkan data tersebut maka didapatkan rata-
rata data debit andalan (Q80%) sebesar 353,11m3/s. Sumber-sumber air di Wilayah Sungai
Citarum yaitu: 1) Tampungan air buatan (waduk atau embung) yang ada (eksisting); 2)
Tampungan air alami (situ) yang ada (eksisting). Sarana dan prasarana pengairan utama
berupa bendungan yang telah beroperasi dan berfungsi pada saat ini sebagai pemasok
kebutuhan air di Wilayah Sungai Citarum.
Penerapan tujuan dan alternatif kebijakan berasal dari stakeholder, pakar tentunya akan
mengalami permasalahan dan kendala dalam mencapai tujuan kedepannya. Beberapa
permasalahan dan kendala yang diperkirakan akan dihadapi dapat dilihat pada tabel di
bawah.
47
Policy Brief 2017
2 Pengelolaan Waduk
3 Partisipasi kelembagaan
7 Pengelolaan KJA
8 Kebijakan KJA
11 Pengelolaan Sedimentasi
13 Kesadaran Masyarakat
Permasalahan dan kendala yang ada dihadapi tersebut dinilai kembali oleh pakar, agar
dapat dilakukan prioritas kebijakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian diharapkan
struktur permasalahan dan kendala tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan.
Berdasarkan gambar, menunjukkan bahwa faktor kendala yang berada pada sektor
independent memiliki daya dorong paling tinggi untuk mendorong faktor lain dalam
pengelolaan waduk mendukung sistem pengelolaan waduk Jatiluhur berkelanjutan. Faktor
yang berada pada lingkage dan dependent sangat dipengaruhi oleh faktor yang berada pada
sektor independent, artinya dengan daya gerak yang besar dan ketergantungan terhadap
sistem rendah, keterlibatan elemen pada sektor independent akan mendorong keterlibatan
elemen lain dalam keberhasilan sistem pengelolaan waduk Jatiluhur
48
Policy Brief 2017
Pengelolaan Mekanisasi
Layanan Air Bersih Penanaman Padi
Optimalisasi
Sistem Pengairan
Penerapan
Pengelolaan Kesadaran
Budidaya
Waduk Masyarakat
Perikanan
Pengaturan
Pengelolaan
Penggunaan
Infrastruktur Irigasi
Lahan
Pengelolaan
Pengelolaan KJA Kebijakan KJA
Sedimentasi
Strukturisasi elemen kendala pada Gambar di atas, menunjukkan pengelolaan layanan air
bersih, mekanisme penanaman padi, dan dan optimaslisasi pengairan berada pada level
tertinggi. Pada struktur berikut adalah pengelolaan waduk, budaya perikanan, dan
kesadaran masyarakat. Oleh karena itu, kedua kelompok ini perlu diperhatikan. Pembagian
ordinasi keseluruhan faktor-faktor yang terbagi pada kuadran independent, lingkage, dan
dependent disajikan pada gambar.
49
Policy Brief 2017
III. SIMPULAN
1. Pemanfaatan waduk dan danau untuk ketiga kepentingan tersebut (air baku, PLTA dan
irigasi) bersifat competitive, terutama antara air baku dan air irigasi, dalam arti ketika
terjadi penurunan kuantitas air maka ada kepentingan yang dikorbankan. Misalnya
ketika kemarau, jumlah air berkurang maka kepentingan yang diutamakan adalah
pemenuhan kebutuhan air untuk air baku dan pengoperasian PLTA. Sementara untuk
kebutuhan irigasi dicadangkan
2. Paradigma dalam analisis current policy terkait tata kelola waduk dan danau secara
hierarki perlu memperhatikan asas:
a) Comprehensiveness: bahwa waduk dan danau dalam konteks Daerah Aliran Sungai
merupakan bagian dari sistem SDA yang cakupannya meliputi: Air, Sumber Air, dan
Daya air yang terkandung di dalamnya. Keseluruhannya harus dikaji secara
bersamaan dengan sistem lain, yaitu penataan ruang, lingkungan hidup, dan sistem
pengelolaan bencana;
b) Consistency: bahwa kebijakan yang akan disusun harus taat asas, yakni konsisten
sesuai dengan hierarki peraturan perundangan yang berlaku;
50
Policy Brief 2017
c) Merit oriented: bahwa kebijakan yang akan disusun harus memberikan manfaat bagi
pemerintah pusat, Pemda, dan seluruh rakyat.
3. Tata kelola waduk yang tepat berkelanjutan diperlukan guna tercapainya ketahanan
air, energi dan kedaulatan pangan.
4. Tarik menarik kepentingan dalam rangka supply air baik untuk air baku, energi (listrik)
dan pangan masih dijumpai khususnya pada waduk multifungsi.
Persimpangan/intersection tarik-menarik antara kepentingan tersebut yang kemudian
disebut nexus menjadi perhatian dalam tata kelola waduk.
IV. SARAN
1. Diperlukan alternative sumber air selain air waduk bagi masyarakat sekitar waduk
karena seringkali masyarakat yang berada di sekitar waduk merasa diperlakukan tidak
adil karena tidak dapat memanfaatkan air secara optimal sesuai dengan kebutuhan
mereka dan lebih banyak untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat yang jauh dari
waduk, sehingga sering melakukan tindakan yang kontra produktif terhadap
kelestarian waduk;
51